• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4.

Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan Cakupan K4 ibu hamil adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Cakupan K1 dan K4 dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

GAMBAR 4.1

PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K1 DAN K4 IBU HAMIL TAHUN 2002 – 2006

Sumber : Data Indikator SPM Kabupaten/Kota dan Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas.

Cakupan pelayanan K4 menurut provinsi pada tahun 2006, dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.

GAMBAR 4.2

PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas

Pada gambar di atas, provinsi dengan persentase cakupan pelayanan K4 tertinggi adalah DKI Jakarta (91,89%), Jawa Tengah (88,85%) dan Bali (86,62%), sedangkan cakupan pelayanan K4 terendah adalah Provinsi Irian Jaya Barat (29,54%), Papua (31,02%) dan Sulawesi Barat (61,70%). Cakupan K4 menurut provinsi dibandingkan angka nasional dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.

GAMBAR 4.3

PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber : Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas, Depkes RI

Data cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4 tahun 2006 menurut provinsi disajikan pada Lampiran 4.1.

b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan

Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, meningkat dari tahun ke tahun namun agak mengalami penurunan pada tahun 2005 dari tahun sebelumnya. Tahun 2006 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 76,40%, meningkat 4,03% dari tahun 2005 yakni 72,37%. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.

GAMBAR 4.4

PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN TAHUN 2002 – 2006

Sumber : Dit. Kesehatan Ibu dan data indikator Kabupaten/Kota

Pada Gambar 4.5 terlihat cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi tahun 2006 dengan cakupan tertinggi adalah Provinsi Bali (90,14%), Jawa Tengah (86,20%) dan Jawa Timur (85,91%), sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua (30,78%), Irian Jaya Barat (55,46%) dan Maluku Utara (57,76%), data dapat dilihat dalam Lampiran 4.1.

GAMBAR 4.5

PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas Depkes RI

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut provinsi dibandingkan angka nasional dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut.

GAMBAR 4.6

PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber : Dit. Kesehatan Ibu, Ditjen Binkesmas, Depkes RI

c. Rujukan Kasus Risti dan Penanganan Komplikasi

Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh tenaga bidan di desa dan Puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki risiko tinggi (Risti) dan memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai.

Risti/komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb < 8 g %, Tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg), oedeme nyata, eklampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan prematur. Persentase cakupan ibu hamil dengan Risti yang telah dirujuk tahun 2006 sebesar 10,05% meningkat dari tahun 2005 (2,94%) sedangkan obstetri komplikasi yang ditangani sebesar 4,37% meningkat dari tahun 2005 (0,99%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.2.

Neonatus risti/komplikasi meliputi asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (Berat Badan Lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan dan kelanginan neonatal. Neonatus risti/komplikasi yang tertangani adalah neonatus risti/komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di polindes, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit. Persentase cakupan neonatal risti yang telah dirujuk tahun 2006 sebesar 3,14% meningkat dari tahun 2005 (0,98%) sedangkan neonatal komplikasi yang ditangani sebesar 0,99% meningkat dari tahun 2005 (0,41%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.2.

d. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2)

Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal dua kali, satu kali pada umur 0-7 hari (KN1) dan satu kali lagi pada umur 8-28 hari (KN2).

Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan di samping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi); pemberian vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM); dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA.

Cakupan kunjungan neonatal (KN2) tahun 2002 -2005 cenderung mengalami penurunan namun pada tahun 2006 mengalami peningkatan 20.4% dari tahun 2005 sebesar 85,51%

tahun 2006 dan 65,11% tahun 2005. Cakupan KN2 selama periode tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini.

GAMBAR 4.7

PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS TAHUN 2002 – 2006

Sumber: Dit. Kesehatan Ibu dan Dit.Kes.Anak, Binkesmas, Depkes RI

Tahun 2006 provinsi dengan cakupan neonatus tertinggi adalah Provinsi Jawa Barat (131,91%), Bali (94,23%) dan Jawa Tengah (91,32%) sedangkan provinsi dengan cakupan terendah meliputi Provinsi Papua (19,45%), Irian Jaya Barat (30,14%) dan Kalimanatan Barat (53,35%) seperti terlihat pada Gambar 4.8 di bawah ini.

GAMBAR 4.8

PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN2) MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Dit. Kesehatan Ibu dan Dit.Kes. Anak, Ditjen Binkesmas Depkes RI

Cakupan kunjungan neonatus menurut provinsi dibandingkan angka nasional dapat dilihat pada Gambar 4.9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.1.

GAMBAR 4.9

CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Dit. Kesehatan Ibu dan Dit.Kes.Anak, Ditjen Binkesmas Depkes RI

2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)

Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.

Tingkat pencapaian Pelayanan Keluarga Berencana dapat digambarkan melalui cakupan peserta KB yang ditunjukkan melalui kelompok sasaran program yang sedang/pernah menggunakan alat kontrasepsi menurut daerah tempat tinggal, tempat pelayanan serta jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Cakupan secara lengkap menurut provinsi dari pelayanan KB dapat dilihat pada Lampiran 4.3 sampai dengan Lampiran 4.7.

Proporsi wanita umur 15-49 berstatus menikah yang sedang menggunakan/memakai alat KB menurut daerah tempat tinggal pada tahun 2006 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan cakupan tahun 2005 sebesar 0,02% dari 57,89% pada tahun 2005 menjadi 57,91% pada tahun 2006 dengan daerah perkotaan 58,65% dan daerah perdesaan 57,36%. Cakupan tertinggi pada Provinsi Bengkulu sebesar 70,08%, Sulawesi Utara (69,75%) dan Bali (67,43%) sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Maluku yaitu 30,13%, Papua (31,22%) dan Irian Jaya Barat (31,73%).

Proporsi wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang pernah menggunakan/memakai alat KB menurut daerah tempat tinggal pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 5,71% dibandingkan dengan tahun 2005, dari 74,05% pada tahun 2005 menjadi 79,76% pada tahun 2006 dengan daerah perkotaan 81,07% dan daerah perdesaan 78,78%. Terdapat 17 provinsi memiliki cakupan ≥ 80% dengan angka tertinggi dicapai Sulawesi Utara (90,36%) dan Bengkulu (87,07%), 3 provinsi dengan cakupan ≤ 50 % meliputi Papua (46,48%), Irian Jaya Barat (47,04%) dan Maluku (48,21%). Proporsi wanita

umur 15-49 berstatus menikah yang sedang/pernah menggunakan/memakai alat KB dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.3 dan 4.4.

GAMBAR 4.10

PROPORSI WANITA BERUMUR 15-49 TAHUN BERSTATUS KAWIN YANG SEDANG/PERNAH MENGGUNAKAN ALAT KB

TAHUN 2004-2006

Sumber : BPS, Statistik Kesra, 2006

Jenis alat kontrasepsi yang digunakan peserta KB selama tahun 2006 tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan tahun 2003-2005 sebagaimana terlihat dalam Gambar 4.11 berikut.

GAMBAR 4.11

PROPORSI JENIS ALAT KONTRASEPSI YANG DIGUNAKAN TAHUN 2003-2006

Sumber: BPS, Statistik Kesra dan BKKBN*

Dari Gambar 4.11 di atas menunjukkan bahwa selama tahun 2003-2006 alat kontrasepsi yang paling banyak diminati adalah suntikan dan pil KB. Pada tahun 2006 jenis kontrasepsi pil KB dan susuk mengalami penurunan persentase, sebaliknya pemakaian kontrasepsi suntikan, AKDR dan kontrasepsi lainnya mengalami peningkatan persentase.

Rincian persentase alat/cara KB yang dipakai peserta KB aktif menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan 4.6.

GAMBAR 4.12

TEMPAT PELAYANAN PESERTA KB TAHUN 2003 – 2006

Sumber : BKKBN

Pada Gambar 4.12 diatas, tempat pelayanan untuk peserta KB baru di klinik KB pemerintah mengalami peningkatan 1,42% dari tahun 2005 menjadi 61,08% pada tahun 2006 dari 59,66% pada tahun 2005, sedangkan pelayanan peserta KB di klinik KB swasta, bidan praktek swasta dan dokter praktek swasta sedikit mengalami penurunan pada tahun 2006.

Jumlah dan proporsi peserta KB baru kumulatif menurut tempat pelayanan dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.7.

3. Pelayanan Imunisasi

Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi unutk bayi umur 0 – 1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk Wanita Usia Subur/Ibu Hamil (TT) dan imunisasi untuk anak SD (kelas1: DT dan kelas 2-3: TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah seperti Desa non UCI, potensial/risti KLB, ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis.

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam hal ini Pemerintah mentargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa/ kelurahan.

Suatu desa/kelurahan telah mencapai target UCI apabila > 80% bayi di desa/kelurahan tersebut mendapat imunisasi lengkap. Secara nasional, pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan tahun 2004 - 2005 mengalami peningkatan 6,8% dari 69,43% tahun 2004 menjadi 76,23% tahun 2005 (Gambar 4.13) namun terjadi penurunan 2.97% pada tahun 2006 yaitu 73.26%.

GAMBAR 4.13

PERSENTASE PENCAPAIAN UCI DI TINGKAT DESA/KELURAHAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2004-2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Dari 33 provinsi yang dipantau, pada tahun 2005 terdapat 7 provinsi yang telah mencapai target (target tahun 2005: ≥ 86%) UCI Desa/Kelurahan yaitu Bali (100%), DI Yogyakarta (99,09%), Lampung (90%), Jawa Tengah (89%), Jambi (88,95%), Nusa Tenggara Barat (87,53%) dan Sulawesi Tenggara (86,87%) sedangkan tahun 2006 terdapat 4 provinsi yang telah mencapai target (target tahun 2006 ≥ 89%) UCI desa/kelurahan yaitu Bali (99,28%), Jambi (92,98%), DI Yogyakarta (92,24%) dan Nusa Tenggara Barat (89,91%).

Terdapat enam provinsi yang tidak ada datanya yaitu Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Banten, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat.

Pencapaian desa UCI menurut provinsi tahun 2004 – 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.8. Sedangkan gambaran pencapaian UCI tingkat Desa/Kelurahan menurut provinsi pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.14 berikut ini.

GAMBAR 4.14

PERSENTASE PENCAPAIAN UCI DI TINGKAT DESA/KELURAHAN MENURUT PROVINSI PADA TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Target jangkauan imunisasi bayi ditunjukkan dengan cakupan imunisasi DPT1 karena imunisasi ini merupakan salah satu antigen kontak pertama dari semua imunisasi yang diberikan kepada bayi. Gambaran cakupan imunisasi bayi DPT1, Campak dan angka drop out pada tahun 2002 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.15 berikut ini.

GAMBAR 4.15

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI DPT-1 DAN CAMPAK SERTA ANGKA DROP OUT (DO)

TAHUN 2002 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada gambar di atas menunjukkan bahwa angka drop out (DO) DPT1-Campak yang merupakan target efektivitas program selama tahun 2002-2006 berkisar antara 1,5% - 9,3%, pada tahun 2006 angka drop out meningkat menjadi 9,3%. Beberapa provinsi tidak mencapai target program dimana drop out cakupan DPT1-Campak lebih dari 10% yaitu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Angka drop out cakupan DPT1-Campak menurut provinsi dapat dilihat dalam Lampiran 4.11.

Target tingkat perlindungan imunisasi bayi ditunjukkan dengan cakupan imunisasi campak karena imunisasi ini merupakan antigen kontak terakhir dari semua imunisasi yang diberikan kepada bayi. Pada tahun 2006 terdapat enam provinsi tidak mencapai target tingkat perlindungan program (indikator cakupan campak ≥ 80%) yaitu Banten, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua dan Irian Jaya Barat. Provinsi dengan cakupan tertinggi adalah DI Yogyakarta (103,31%), DKI Jakarta (101,71%) dan Jambi (97,96 %); sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua (67,80%), Sulawesi Barat (68,29%) dan Banten (71,60%). Gambaran cakupan imunisasi campak tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.16 berikut. Sedangkan rincian cakupan imunisasi bayi untuk masing-masing jenis vaksin menurut provinsi selama tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.9 dan Lampiran 4.10.

GAMBAR 4.16

PERSENTASE PENCAPAIAN IMUNISASI CAMPAK MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan salah satu kegiatan imunisasi tambahan yang bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus Tetanus Neonatal di setiap Kabupaten hingga < 1 kasus per 1000 kelahiran hidup pertahun. Pada masa lalu sasaran kegiatan MNTE adalah calon penganten dan ibu hamil namun pencapaian target agak lambat, sehingga dilakukan kegiatan akselerasi berupa pemberain TT 5 dosis pada seluruh Wanita usia subur termasuk ibu hamil (usia 15 – 39 tahun). Untuk cakupan imunisasi TT ibu hamil pada tahun 2000 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.17 berikut ini.

GAMBAR 4.17

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL TAHUN 2002 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada kurun waktu 2002-2005 cakupan imunisasi TT-1 dan TT-2 pada ibu hamil mengalami penurunan namun mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2006 3% untuk TT-1 dan 2,4% untuk TT-2 dari tahun 2005 yakni TT-1 (53,6%) dan TT-2 (49,4%) menjadi TT-1 sebesar 56,6% dan TT-2 sebesar 51,8%. Provinsi dengan cakupan TT-2 tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat (87,9%), Lampung (82,4%), dan Kepulauan Bangka Belitung (82,2%);

adapun provinsi dengan cakupan terendah adalah Jawa Timur (4,2%), Irian Jaya Barat (15,0%) dan Papua (21,4%). Gambaran cakupan imunisasi TT-2 pada ibu hamil menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 4.18 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.12.

GAMBAR 4.18

CAKUPAN IMUNISASI TT-2 PADA IBU HAMIL TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG

Salah satu program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 adalah upaya kesehatan perorangan yang bertujuan meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang aman melalui sarana pelayanan kesehatan perorangan (Puskesmas, fasilitas kesehatan, RSU, dll).

Beberapa kegiatan pokok upaya kesehatan perorangan adalah peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III di rumah sakit, dan lain-lain. Berikut adalah uraian singkat tentang pelayan kesehatan rujukan dan penunjang tersebut.

1. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Upaya kesehatan perorangan dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara, meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan/memulihkan kesehatan perorangan. Upaya pelayanan kepada masyarakat dilakukan secara rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap baik secara langsung maupun melalui rujukan pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga berat.

a. Kunjungan Rawat Inap/Rawat Jalan, Pelayanan Unit Darurat dan Rujukan

Sebagian besar sarana pelayanan Puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi kunjungan rawat jalan sedangkan rumah sakit yang

dilengkapi berbagai fasilitas di samping memberikan pelayanan pada kasus rujukan untuk rawat inap juga melayani untuk kunjungan rawat jalan.

Kunjungan pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 berjumlah 3.116.539 dengan jumlah hari perawatan 15.317.694, pasien keluar hidup sebesar 96,24% dan 3,76% pasien keluar mati. Jumlah kunjungan rawat inap terbanyak pada Provinsi Jawa Tengah (549.710), Jawa Timur (446.662) dan DKI Jakarta (429.209) sedangkan kunjungan rawat inap terkecil pada Provinsi Maluku Utara (5.470), Irian Jaya Barat (10.011) dan Maluku (10.237).

Persentase pasien keluar hidup tertinggi pada Provinsi Irian Jaya Barat (97,61), Kalimantan Timur (97,40) dan Maluku (97,07) sedangkan provinsi dengan persentase terkecil adalah Sumatera Utara (94,52), Kalimantan Tengah (94,88) dan Sumatera Barat (94,98). Rincian data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.13.a

Kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2006 berjumlah 15.058.774 yang terdiri dari 49,37% kunjungan baru dan 50,63% kunjungan lama. Provinsi dengan kunjungan baru tertinggi adalah Irian Jaya Barat (64,68%), Jambi (62,40) dan Nusa Tenggara Timur (59,97%) sedangkan provinsi dengan kunjungan baru terendah yaitu DI Yogyakarta (36,50%), Sulawesi Utara (40,27%) dan Jawa Tengah (40,89%). Untuk kunjungan pasien dengan gangguan jiwa pada rumah sakit berjumlah 295.820, provinsi dengan kunjungan tertinggi adalah Jawa Tengah (62.680) sedangkan yang terendah adalah Kepulauan Bangka (10). Rincian data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.13.b

Kunjungan pasien di unit darurat pada rumah sakit umum depkes/pemda pada tahun 2006 sebesar 18,07 % dari seluruh kunjungan rumah sakit dimana 17,15% kunjungan unit darurat berasal dari pasien rujukan dan 82,85% berasal dari pasien non rujukan. Pada rumah sakit kelas A dari pasien kunjungan unit darurat sebagian besar berasal dari pasien rujukan sedangkan rumah sakit kelas B, C dan D terbanyak berasal dari pasien non rujukan. Hal ini menyebabkan beban ganda bagi rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan dari sarana pelananan kesehatan dibawahnya. Kunjungan unit darurat pada rumah sakit umum dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

TABEL 4.1

KUNJUNGAN PELAYANAN UNIT DARURAT PADA RSU DEPKES/PEMDA MENURUT KELAS DI INDONESIA TAHUN 2006

Kelas RSU Jumlah Pengunjung

Kunjungan Unit Darurat

Pasien Rujukan Pasien Non Rujukan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Kelas A 982.733 113.126 11,51 59.808 52,87 53.318 47,13 Kelas B 4.940.539 867.834 17,57 113.859 13,12 753.975 86,88 Kelas C 4.283.317 834.265 19,48 142.699 17,10 691.566 82,90

Kelas D 333.151 89.204 26,78 10.188 11,42 79.016 88,58

Total 10.539.740 1.904.429 18,07 326.554 17,15 1.577.875 82,85

Sumber : Ditjen Bina Yanmedik, Depkes

Pelayanan pasien di unit darurat rumah sakit meliputi dirawat, dirujuk, dipulangkan dan mati. Pasien yang datang di unit gawat darurat 55,30% terus dirawat, 1,79% di rujuk ke rumah sakit lain, 41,91% dipulangkan setelah diberi pelayanan dan hanya 1,00% yang meninggal. Dilihat dari pencapaian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pelayanan di rumah sakit masih banyak melayani pasien yang seharusnya ditangani oleh tingkat

pelayanan pertama (puskesmas, praktek dokter, balai pengobatan, dll). Pelayanan unit darurat pada rumah sakit umum Depkes/Pemda dapat dilihat pada Gambar 4.19 berikut.

GAMBAR 4.19

PELAYANAN UNIT DARURAT PADA RUMAH SAKIT UMUM DEPKES/PEMDA TAHUN 2006

Sumber : Ditjen Bina Yanmedik, Depkes

Kegiatan rujukan pada rumah sakit umum pada tahun 2006 terdiri dari rujukan dari bawah (berasal dari Puskesmas, RS lain, fasilitas kesehatan) sebesar 12,4% mengalami peningkatan dari tahun 2005 (7,8%). Persentase tertinggi rujukan dari bawah pada RSU Depkes (31,6) dan RSU Pemerintah Kabupaten/Kota (22,5) sedangkan persentase terendah di RSU Pemerintah Provinsi (1,0) dan RSU Departemen Lain/BUMN (1,1). Untuk pasien yang dirujuk ke atas tahun 2006 sebesar 0,80% mengalami peningkatan dari tahun 2005 (0,28%) terbanyak diterima oleh RSU Pemerintah Kabupaten/Kota yaitu 1,77% dan terendah pada RSU Departemen Kesehatan (0,02%). Kegiatan rujukan pada RSU menurut kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

TABEL 4.2

KEGIATAN RUJUKAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DIRINCI MENURUT KEPEMILIKAN TAHUN 2006

Sumber : Ditjen Bina Yanmedik,Depkes Kepemilikan RSU Jumlah

Pengunjung Rujukan dari Bawah Dirujuk Ke Atas

Jumlah % Jumlah %

Departemen Kesehatan 1.947.909 616.296 31.6 346 0.02 Pemerintah Provinsi 2.402.170 24.879 1.0 4.628 0.19 Pemerintah Kab/Kota 6.142.700 1.385.019 22.5 108.559 1.77 TNI & POLRI 901.057 102.312 11.4 765 0.08 Departemen Lain/BUMN 1.055.911 11.089 1.1 9.144 0.87 Swasta 6.142.889 162.418 2.6 24.826 0.40 Total 18.592.363 2.302.013 12.4 148.268 0.80

b. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan. Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (BOR), rata-rata lama hari perawatan (LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal <24 jam perawatan (NDR).

Pada tahun 2003-2004 indikator pelayanan RS masih menjadi satu namun sejak tahun 2005 indikator pelayanan RS sudah dipisah antara RSU dan RS Khusus. Pencapaian indikator pelayanan kesehatan di RS selama empat tahun terakhir dapat dilihat dalam Gambar 4.20 dan 4.21 berikut ini.

GAMBAR 4.20

PENCAPAIAN INDIKATOR B0R , BTO DAN TOI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2003 – 2006

Sumber: Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI

GAMBAR 4.21

PENCAPAIAN INDIKATOR GDR, NDR, DAN LOS RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2003 – 2006

Sumber: Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa pemakaian tempat tidur di rumah sakit selama empat tahun terakhir cenderung meningkat setiap tahunnya walaupun masih di bawah angka ideal yang diharapkan (60-85%) berkisar antara 55,2% – 57%, pada tahun 2006 mengalami sedikit peningkatan 0,8% dari tahun 2005 dari 56,2 menjadi 57%. Banyak faktor yang mempengaruhi angka BOR suatu rumah sakit, di antaranya semakin meningkatnya jumlah RS dan tempat tidur yang tersedia sedangkan jumlah populasi yang mencari pelayanan tidak terlalu tinggi.

Persentase pasien keluar meninggal dan meninggal <24 jam (GDR/NDR) selama 3 (tiga) tahun terakhir menurun dengan kisaran antara 39,4 – 47,9 (GDR), 18,1 – 22,8 (NDR).

Tahun 2005 GDR (43), NDR (21) menjadi 39,4(GDR) dan 18 (NDR) pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan di rumah sakit mengalami peningkatan.

Indikator lamanya hari rawatan (LOS) selama empat tahun terakhir cenderung stabil berkisar 4 hari namun masih di bawah angka ideal (6-9 hari) sedangkan selang waktu dalam pemakaian tempat tidur (TOI) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 6 hari dari 8,6 hari pada tahun 2005 walaupun masih di bawah angka ideal (1-3 hari). Rincian indikator pelayanan RSU Depkes dan Pemda menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.15.

2. Pelayanan Kesehatan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan radiodiagnostik merupakan pelayanan kesehatan penunjang dalam menegakkan suatu diagnosa penyakit. Jumlah pemeriksaan laboratorium pada tahun 2006 rumah sakit umum sebesar 53.372.332 pemeriksaan berasal dari 1.012 RSU dengan rata-rata 303 pemeriksaan/hari sedikit mengalami peningkatan dari tahun 2005 yaitu 49.758.167 pemeriksaan dan rata-rata 294 pemeriksaan/hari. Persentase pemeriksaan tertinggi pada RSU Swasta (35,2%) dan RSU Pemerintah Kab/Kota (34,3%) sedangkan RSU dengan pemeriksaan terendah pada RSU TNI & POLRI (2,8%) dan RSU Departemen Lain/BUMN (5,1%). Rincian pemeriksaan laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

TABEL 4.3

KEGIATAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA RSU MENURUT PEMILIK DI INDONESIA TAHUN 2006

Pemeriksaan Laboratorium Pemilik RSU Jumlah

RSU Patologi

Klinik Patologi

Anatomi Jumlah

% Terhdp

Total

Rata - rata Pemeriksaan

/Hari/RS Departemen Kesehatan 13 5.950.369 36.177 5.986.546 11,2 1.425

Pemerintah Provinsi 42 6.058.228 21.733 6.079.961 11,4 579

Pemerintah Kab/Kota 335 18.354.193 20.371 18.374.564 34,3 269

TNI & POLRI 110 1.487.072 3.205 1.490.277 2,8 191

Departemen Lain/BUMN 71 2.734.206 8.984 2.743.190 5,1 241

Swasta 441 18.788.264 81.102 18.869.366 35,2 254

Total 1.012 53.372.332 171.572 53.543.904 100 303

Sumber : Ditjen Bina Yanmedik, Depkes

Dalam dokumen BUKU PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2006 (Halaman 76-121)

Dokumen terkait