ﻢﻠﺴﻤﻟاو يرﺎﺨﺒﻟا هاور(
D. Pembahasan
83
mereka. Dalam Islam berteologi secara inklusif dengan menampilkan wajah agama secara santun dan ramah sangat dianjurkan.
84
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang merupakan ciri dari Kurikulum 2004 yang sekarang sudah mengalami penyempurnaan dengan lahirnya model pengelolaan pengembangan kurikulum 2006 dengan nama KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). KTSP mulai diberlakukan tahun 2006, berdasarkan permendiknas RI nomor 24 tahun 2006 dan nomor 6 tahun 2007. Tentunya bagi sekolah yang memungkinkan untuk melaksanakan, dan bagi sekolah yang belum siap masih diberikan kesempatan untuk mempersiapkannya. Model pengelolaan ini akan sepenuhnya disusun dan dikembangkan oleh sekolah masing-masing yang disesuaikan dengan tuntutan dan kondisi daerah.
Melalui KTSP ini pendidikan madrasah mempunyai tanggung jawab untuk mendesain dan menjamin berlangsungnya proses pendidikan yang kondusif bagi berkembangnya potensi peserta didik, sehingga mereka mampu hidup mandiri dan harmonis di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.Kementerian Agama melalui Dirjen Pendidikan Agama Islam, melaksanakan berbagai kegiatan work shop, inservice training dan seminar- seminar yang melibatkan berbagai unsur pendukung telah merumuskan dan menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk Madrasah Aliyah.
Tujuan yang hendak dicapai Pendidikan Agama Islam adalah untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan,dan pengamalan ajaran Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih inggi. Atas dasar itu, maka suatu upaya yang dilakukan dalam kegiatan
85
pendidikan menuju standar komptensi isi dan lulusan adalah kesiapan guru sebagai tenaga pendidik dalam mengimplementasi-kan sebuah kurikulum.
dalam kegiatan implementasi kurikulum ini, apakah berjalan atau tidak bisa dilakukan evaluasi terhadap aspek pelaksanaanya. Aspek ini merupakan perwujudan dari suatu perencanaan disain model pembelajaran dalam bentuk kegiatan atau dengan istilah lain implementasi pembelajaran.
Pelaksanaan perencanaan dalam kegiatan nyata di depan kelas tentunya didasarkan pada pertimbangan yang matang, baik menyangkut pendidik, peserta didik ,sumber belajar, kondisi lingkungan dan aspek lain yang mendukung dalam pembelajaran. Kegiatan implementasi kurikulum pendidikan agama Islam di Madrasah Aliyah mata pelajaran Fiqih dapat dievaluasi dengan melihat 4 aspek yaitu : tujuan, strategi, isi materi pelajaran dan kegiatan evaluasi. Dibawah ini merupakan hasil observasi tentang kegitan pembelajaran di kelas.
Tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar tidak dikemukakan sehingga guru seakan-akan berjalan tanpa arah yang benar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran mesti dirancang sampai pada tingkat operasional artinya tujuan tersebut bersifat operasioanl, terukur dan teramati sampai tingkat keberhasilannya. Tujuan yang dirumuskan lebih berorientasi kepada pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Uraian materi sebagai bahan ajar kurang mendapatkan pengembangan, guru cukup mengandalkan buku yang ada pada diri siswa, sehingga ruang lingkup pembahasannya sangat terbatas. Padahal materi tersebut bisa dikembangkan dengan melihat
86
berbagai dimensi lain serta literature yang ada diperpustakaan. Oleh karena aspek materi merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengembangan proses pembelajaran maka, guru dapat merumuskan secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
Dalam pengembangan aspek materi pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan “Concept Map” (Peta konsep).
Proses pengembangan kurikulum 2004 (KBK) yang telah mendapatpenyesuaian dan penyempurnaan menjadi model pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006 di Madarasah Aliyah belum secara keseluruhan menjangkau tiap guru bidang studi pendidikan agama Islam. Hal ini diperkuat oleh suatu kenyataan bahwa perangkat konseptual kebijakan kurikulum ini justru belum dimiliki secara utuh tingkat sekolah. Persoalan dalam proses pengembangan kurikulum ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan tenaga pendidik (guru) yang beragam, termasuk faktor kualifikasi, latar belakang pendidikan, pengalaman, pelatihan serta pembinaan yang diterima guru di Madasah Aliyah, khususnya di Madrasah Aliyah Al-Khaeraat Nunukan.
Persoalan lain yang menjadi kendala dalam pengembangan isi dan pola kurikulum menyangkut waktu yang disediakan belum memadai untuk muatan materi yang begitu padat dan memang penting; yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian.
Kelemahan lain, bidang studi pendididkan agama yang terdiri bdari aqidah akhlak, al-qur’an hadist, piqih, bahasa arab dan sejarah kebudayaan islam
87
lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik).
Kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan semua tingkatan. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi perencana pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
Pentingnya kurikulum dalam pelaksanaan pendidikan diakui oleh banyak pakar pendidikan.
Adapun tujuan pengembangan kurikulum secara sentralisasi adalah agar memperoleh bentuk kurikulum inti yang wewenang penanganannya diserahkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu juga sentralisasi dapat digunakan untuk tujuan-tujuan politis yang dikehendaki untuk memiliki nilai-nilai bangsa yang dapat menjadi pemersatu bangsa, sebagai sumber kekuatan politik tertentu dan wahana untuk menggunakan kekuasaan atau senjata politik.
Kurikulum yang dibuat untuk madrasah oleh Departemen Agama selain juga harus memuat pengetahuan agama juga memuat di dalamnya pengetahuan umum. Sebagaimana tujuan pendidikan Islam adalah untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.
Tujuan-tujuan tersebut dapat diberikan berupa bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspek: pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, keterampilan atau dengan istilah lain kognitif, afektif dan psikomotorik. Demikian halnya pengembangan kurikulum di madrasah pada era orde baru dapat dikatakan lebih baik daripada orde lama. Pada awal pemerintahan orde baru memang
88
penggunaan kurikulum masih didominasi oleh muatan-muatan agama, memiliki struktur yang tidak seragam, dan memberlakukan manajemen yang kurang dapat dikontrol oleh pemerintah. Namun antara akhir 70-an sampai dengan akhir 80-an, pemerintah orde baru mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional dengan dikeluarkan kebijakan berupa Keputusan Bersama Tiga Menteri (SKB) pada tahun 1974 tentang peningkatan mutu pendidikan di madrasah yang menegaskan bahwa kedudukan madrasah adalah sama dan sejajar dengan sekolah formal lainnya. Dengan demikian siswa lulusan madrasah dapat memasuki jenjang sekolah umum lain yang lebih tinggi, atau bisa pindah ke sekolah formal dan begitu juga sebaliknya.
Kurikulum standar yang ditetapkan oleh Kementrian Agama untuk menyamakan mutu madrasah dengan sekolah umum tidak mencapai hasil yang maksimal karena kurikulum terlalu menuntut siswa untuk menyerap materi pelajaran di luar batas kemampuan normal,sehingga hasilnya menjadi tanggung. Di satu pihak siswa menguasai pengetahuan umum hanya setengah-setengah, dan di lain pihak penguasaan siswa terhadap pengetahuan agama tidak mendalam.Dalam hal ini kurikulum pendidikan agama Islam bagi madrasah di satu sisi menjadi kelebihan yaitu materi pendidikan agama Islam tidak diberikan kepada sekolah-sekolah umum, kalaupun diberikan jumlahnya tidak sebanyak seperti di madrasah. Namun di sisi lain kurikulum pendidikan agama Islam menjadi hambatan untuk bersaing dengan sekolah-sekolah umum, sebab penambahan jumlah mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak diikuti dengan penambahan jumlah
89
jam pelajaran, sehingga siswa madrasah dengan waktu yang relatif sama harus mempelajari mata pelajaran yang lebih banyak dibanding siswa pada sekolah-sekolah umum. Belum lagi ditambah tingkat pemahaman intelektual siswa madrasah yang sebagian besar biasa-biasa saja.
Selain itu, fonomena-fonomena kemasyarakatan telah memaksa pemerintah, selaku pembuat kurikulum untuk menyesuaikan diri dengan cara melakukan pergantian atau perbaikan kurikulum. Keadaan tersebut menunjukan keseriusan pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan pendidikan di Indonesia termasuk di Madrasah Aliyah. Upaya penyelesaian persoalan dikotomi kurikulum dalam pendidikan Islam sesungguhnya telah banyak dilakukan.
Ciri khas agama Islam tersebut meliputi:
1. Pemberian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang meliputi: (a) Qur`an-hadist; (b) Fiqih; (c) Aqidah-Akhlak; (d) Sejarah Kebudayaan Islam.
2. Penciptaan suasana kegamaan, antara lain melalui: (a) suasana kehidupan madrasah yang agamis; (b) adanya sarana ibadah; (c) penggunaan pendekatan yang agamis dalam penyajian mata pelajaran yang memungkinkan.
3. Pengadaan guru yang memiliki kualifikasi, antara lain guru yang beragama Islam dan berakhlak mulia (Kep. Menag RI, Nomor 302 tahun 1993, h. 12).
Berdasarkan berbagai permasalahan dan pemikiran di atas, maka dipandang perlu untuk menemukan sebuah model pengembangan kurikulum
90
madrasah yang dapat menyatukan ilmu pengetahuan umum (iptek) dengan ilmu pengetahuan keagamaan (imtaq), khususnya di Madrasah Aliyahdengan memadukan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang terdapat dalam mata pelajaran umum dengan nilai dan norma agama (imtaq). Oleh karena itu, penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan sebuah model kurikulum mata pelajaran umum yang dapat memadukan konsepmateri pelajaran umum dengan agama, yang dapat diterapkan di Madrasah Aliyah Al-Khaeraat Nunukan.
Kurikulum Madrasah Aliyah yang ada sekarang pada dasarnya masih didesain secara sparated subject. Dalam hal ini mata pelajaran umum dan agama masing-masing berdiri sendiri, tidak dirancang secara terpadu antara iptek dan imtaq, meskipun telah terdapat beberapa materi bahasan yang memiliki tema yang sama atau hampir bersamaan antara mata pelajaran iptek dengan mata pelajaran PAI (imtaq). Akan tetapi, materi tersebut tidak semuanya disajikan pada satuan semester yang sama dan tidak dijelaskan dan diinstruksikan untuk dipadukan dalam proses impelementasinya. Selain itu, telah terdapat tuntutan dan anjuran kepada guru iptek untuk melakukan memadukan pelajaran mata pelajaran umum dengan agama kepada pihak madrasah dan guru.
Dilihat dari kegiatan pengembangan kurikulum mata pelajaran iptek di Madrasah Aliyah, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya telah ada upaya dari guru iptek untuk merancang kegiatan pembelajaran yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama. Namun, upaya tersebut dapat dinyatakan masih sangat temporal, tidak terkonsepsikan dengan baik, jarang
91
sekali dilakukan dan tidak semua guru melakukannya. Problem yang dihadapi guru iptek untuk merancang dan melakukan pengembangan kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama pada MA adalah belum adanya pedoman tertulis maupun contoh tertulis yang dapat diacu untuk melakukan pengembangan tersebut.
Belum terlaksananya pengembangan dan implementasi kurikulum yang memadukan materi pelajaran umum dan agama tersebut, dilihat dari faktor guru, ditemukan kenyataan bahwa penguasaan dan pemahaman terhadap model kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama tersebut relatif masih sangat minim. Di samping itu, penguasaan materi, konsep dan nilai-nilai imtaq, khususnya yang berhubungan dengan materi, konsep dan teori iptek yang diajarkan di MA, relatif masih sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan latar belakang pendidikan dan pengetahuan guru iptek di Madrasah Aliyah umumnya berasal dari lembaga pendidikan umum yang notabene tidak pernah mendapatkan pembelajaran yang relative memadai dalam bidang imtaq, khususnya yang terkait dengan imtaq yang berkaitan dengan materi pelajaran iptek di Madrasah Aliyah .
Dilihat dari faktor siswa ditemukan kondisi: (a) pengetahuan dan pemahaman siswa tentang model kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama masih sangat terbatas; (b) pandangan dan sikap siswa atas model pemaduan kurikulum dan pembelajaran iptek yang terpadu dengan imtaq sangat positif; dan (c) Siswa Madrasah Aliyah relatif masih mendapatkan kesulitan memadukan iptek yang dipelajarinya dengan
92
imtaq. Hal itu lebih dikarenakan aktivitas belajar mereka tentang iptek amat jarang yang dihubungkan atau dikaitkan dengan imtaq secara langsung.
Dilihat dari sarana, prasarana dan lingkungan, meliputi :
a. Sarana dan prasarana pembelajaran iptek pada Madrasah Aliyah pada umumnya masih relatif kurang. Hal itu dapat dilihat dari kelengkapan laboratorium dan bahan kepustakaan, khususnya terkait dengan upaya pemaduan mata pelajaran umum dengan agama. Buku pelajaran dan buku-buku teks yang memuat konsep pemaduan iptek dengan imptaq sangat kurang.
b.Lingkungan belajar, khususnya untuk mendukung terlaksananya pengembangan model dan pembelajaran yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama cukup kondusif. Hal itu terlihat dari dukungan Kepala Madrasah yang sangat positif, pola hubungan antar guru mata pelajaran umum dengan agama yang cukup baik.
Berdasarkan hasil temuan penelitian di atas dan setelah dilakukan diskusi dengan guru mata pelajaran Iptek dan PAI pada Madrasah Aliyah Al- Khaeraat Nunukan sebagai mitra pengembangan kurikulum melalui penerapan nilai-nilai Islam, maka karakteristik dan desain model pengembangan kurikulum Madrasah Aliyah sebagai berikut :
1) Model Pemaduan Sebagaimana dikemukakan pada bab pendahuluan bahwa ide atau gagasan pokok dalam pengembangan model kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama adalah sebagai upaya pengembangan kurikulum mata pelajaran umum yang telah ada.
Pengembangan kurikulum iptek tersebut dilakukan dengan cara
93
penguatan prinsip dan konsep islamisasi sains, sebagaimana diadaptasi dari konsep islamiasi sains al-Faruqy, yaitu : (1) mengusai materi iptek;
(2) mengusai khazanah Islam (imtaq); (3) menentukan relevansi mata pelajaran umum dengan agama; (4) melakukan sintesa kreatif antara imtaq dengan iptek; (5) menemukan rumusan iptek yang terpadu dengan imtaq (iptek islami).
2) Pemaduan konsep iptek dengan konsep imtaq yang akan dibangun dalam model kurikulum ini dalam bentuk rekonstruksi efistemologis dan axiologis. Rekonstruksi efistemologis adalah dalam: (a) memberikan dasar-dasar islami bagi iptek; (b) memberi arah penggunaan iptek secara islami; (c) memberikan penguatan dan perluasan teori dan konsep iptek dengan konsep Islam; dan (d) penyelesaian atas teori dan konsep iptek yang kontropersial dalam pandangan Islam.
3) Rekonstruksi axiologis dalam bentuk integrasi prinsip-prinsip dan nilai- nilai-nilai Islam merupakan karakteristik dasar kebudayaan Islam, yakni kesepakatan sarjana Muslim dan Barat tentang iptek islami, seperti:
tauhid, khilafah, ibadah, `ilm, halal dan haram, `adl (keadilan sosial), zulm (tirani), istishlah kepentingan umum), dan dhiya (pemborosan).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkn bahwa ide pokok dari pengembangan model kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama merupakan sebuah model yang mencoba mengembangkan kirikulum iptek (mata pelajaran umum) yang telah ada menjadi sebuah model kurikulum yang memadukan materi iptek (ilmu pengatahuan umum) dengan materi imtaq (ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keislaman baik yang terdapat
94
dalam mata pelajaran agama Islam maupun dari sumber lainnya). Pemaduan ini bertujuan agar: (1) siswa mendapatkan pengetahuan iptek yang terpadu dengan imtaq; (2) siswa memiliki kemampuan untuk memadukan materi mata pelajaran umum dengan agama; dan (3) siswa dapat meningkatkan hasil belajar di bidang iptek.
Selain hal di atas, sebagaimana dikemukakan oleh Fogarty dan Maurer, bahwa model terpadu dapat dirancang dengan berbagai bentuk, baik dalam bentuk intra, antar, dan inter disiplin. Sehubungan dengan itu, atas pertimbangan kondisi kurikulum dan Madrasah Aliyah, sebagaimana hasil studi ini, maka model yang dianggap mungkin untuk dikembangkan adalah model yang mengintegrasikan (memadukan) materi iptek dengan materi imtaq dalam bentuk integrated curriculum, yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi yang ada (karakteristik wilayah Nunukan).
95
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN