• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chart Title

P- CHART

4.3 Pembahasan dan Rekomendasi Perbaikan

Berikut pembahasan dan rekomendasi perbaikan dari analisis pengendalian kualitas zinc phosphate coating dengan menggunakan metode statistical process control (SPC) dan failure mode and effect analysis FMEA pada PT. XYZ.

1. Check Sheet

Langkah awal dalam menganalisa kejadian atau permasalahan apa yang akan diteliti dan menentukan kapan data tersebut akan diambil dan berapa lama adalah dengan membuat lembar periksa atau check sheet. Lembar periksa ini terdiri atas periode pengamatan, jumlah produk yang diproduksi, jenis cacat yang terjadi, dan jumlah kecacatan dari jenis-jenis cacat yang terjadi. Selama periode produksi Maret 2023 untuk proses zinc phosphate terdapat sebanyak 12094 pcs produk pipa yang dikerjakan, dengan total produk yang defect adalah sebanyak 412 pcs produk pipa. Persentase cacat selama bulan Maret adalah sebesar 3,41% dari total produksi. Jika dilihat dari persentase cacat selama bulan Maret untuk proses zinc phosphate coating masih diluar target perusahaan yaitu 1% defect dari total produksi.

2. Histogram

Langkah selanjutnya adalah menyusun histogram atau grafik batang, histogram mampu mempermudah untuk melihat jenis kecacatan serta jumlah produk yang mengalami kecacatan pada setiap jenis kecacatan yang terjadi.

Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa untuk kecacatan zinc phosphate coating yang paling dominan adalah jenis defect non-homogeneity dengan total produk yang ditemukan sebanyak 301 pcs. Kemudian untuk produk dengan jenis defect oxidation ada 43 pcs pipa, sedangkan untuk defect charcoal effect sebanyak 68 pcs pipa.

3. Diagram Pareto

Diagram pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap kumulatifnya Berdasarkan pengolahan data dengan diagram pareto menunjukkan hasil bahwa untuk dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitas yang paling utama adalah menyelesaikan permasalahan pada jenis kecacatan non homogeneity dengan total defect sebanyak 301 atau 73% dari total semua produk defect, selanjutnya dilanjutkan berdasarkan urutan yang paling besar ke yang paling kecil.

4. Peta Kendali

Peta kendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta kontrol p. Peta kontrol p memperlihatkan perubahan data dari perhari selama periode pengamatan bulan Maret dengan menyertakan batas maksimal dan minimal sebagai batas area pengandalian. Berdasarkan hasil analisis pengendalian kualitas dengan menggunakan peta kendali p (p-chart), untuk proporsi cacat proses zinc phosphate coating pada PT. XYZ masih terdapat data yang melewati batas kendali. Dari grafik peta kendali p diatas menunjukkan terdapat ada 6 data yang berada diluar batas kendali. Terdapat sebanyak 5 data yang melewati upper control limit yaitu pada tanggal 2, 7, 11, 14, dan 29.

Kemudian untuk 1 data yang melewati lower control limit terjadi pada tanggal 13 Maret. Karena masih terdapat penyimpangan pada proses produksi berlangsung dan hal itu harus di cari faktor penyebabnya. Hasil validasi menggunakan software SPSS didapatkan central line (CL) 0,0341, hasil tersebut sama dengan perhitungan dengan rumus secara manual. Kemudian untuk profil control chart yang dihasilkan sama dengan profil control chart perhitungan manual. Sehingga dapat dikatakan hasil perhitungan manual sudah tepat dan sama dengan SPSS.

5. Cause and effect diagram (fishbone diagram)

Dari hasil analisis menggunakan fishbone diagram bahwa kecacatan zinc phosphate coating pada PT XYZ disebabkan dari beberapa faktor-faktor yaitu manusia, bahan baku, material, lingkungan, mesin, dan metode. Dari faktor

manusia akar penyebabnya operator puas diri dan tidak teliti. Dari faktor bahan baku ditemukan kondisi total acid dibawah parameter, lalu kondidi PH larutan conditioning tinggi, dan akar penyebab ketiga adalah larutan induk phosphate yang terkontaminasi. Akar penyebab dari faktor material adalah surface material yang tidak homogen dan kondisi pipa yang berkarat dan berminyak pada ID pipa. Untuk akar penyebab dari faktor lingkungan material oksidasi karena terpapar udara terbuka. Lalu untuk faktor mesin penyebab kecacatan pada proses tersebut dikarenakan beberapa kondisi mesin sering macet dan tidak stabil. Sedangkan dari faktor metode akar penyebab kecacatan adalah pengisian larutan akselerator yang tidak tepat takaran dan kondisi pencelupan yang menimbulkan kondisi bubble phenomenon.

6. Metode 5 why

Dengan menggunakan metode 5 why untuk semua potensial akar permasalahan yang dikumpulkan dilakukan validasi dengan kondisi yang dihadapi. Ditemukan beberapa akar masalah yang tidak relevan dengan kondisi yang dihadapi sekarang seperti faktor material, setelah di validasi dengan kondisi sebenarnya akar permasalahan dari faktor material tidak relevan karena kondisi pipa bebas scale maupun minyak dan untuk kondisi surface sudah homogen. Jadi oleh sebab itu dilakukan eliminasi dan dapat mengabaikan akar masalah tersebut. Adapun untuk rekomendasi tindakan perbaikan yang akan dilakukan sebagai berikut :

a. Faktot manusia yang puas diri dan tidak teliti perlu tindakan perbaikan indoktrinasi dan training ulang agar operator lebih aware dan teliti.

b. Faktor bahan baku, agar kondisi larutan terjaga konsentrasinya maupun kebersihannya maka diperlukan tindakan perbaikan terhadap perawatan mesin dan training untuk personil terkait.

c. Faktor lingkungan ditemukan kondisi material oksidasi sebelum phospahte setelah terpapar udara terbuka karena terjadi penumpukan material, maka tindakan perbaiakan perlu dilakukan perubahan prosedur agar menghindari penumpukan material.

d. Faktor mesin ditemukan akar masalah utama adalah spare part sudah ada yang aus dan kurangnya perawatan, maka tindakan perbaikan adalah memperbaiki mesin yang rusak dengan mengganti part yag aus dan disiplin perawatan harian dengan CILT (clean inspect lubricate tighten).

e. Faktor metode terdapat akar masalah dari defect zinc phosphate adalah tidak tepatnya metode penambahan akselerator dan kondisi bubble phenomenon karena belum ada standar teknik pencelupan agar udara tidak terperangkap, maka untuk memperbaiki masalah tersebut perlu di lakukan analisa dari segi metode lalu revisi Work Instruction

7. Failure mode and effect analysis (FMEA)

Dengan metode failure mode and effect analysis (FMEA) diketahui bahwa prioritas perbaikan dari akar permasalahan dengan urutan nilai RPN (risk priority number) tertinggi terdapat pada defect non-homogeneity nilai RPN 504. Mode kegagalan yang terjadi adalah pengisian larutan akselerator tidak tepat takaran. Mode kegagalan tersebut disebabkan karena belum ada di WI dan SOP untuk standar takaran pengisian larutan akselerator maupun penentuan setiap kapan waktu penambahan larutan akselerator tersebut. Untuk mengatasi mode kegagalan pengisian larutan akselerator tidak tepat takaran ini diperlukan tindakan perbaikan revisi Work Instruction, lalu dilakukan indoktrinasi operator. Dalam tahap perbaikan ini sebagai penanggung jawabnya adalah personil departemen QA dan Method. Untuk menyelesaikan tindakan perbaikan tersebut diberikan target hingga tanggal 15 Mei 2023.

Dokumen terkait