BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.3 Respon Siswa Setelah Menggunakan Modul IPA Berbasis Kontekstual Pada
4.3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.6 mengenai presentase skor respon tanggapan siswa setelah menggunakan modul IPA berbasis kontekstual memperoleh rata-rata total persentase 93,7% dan termasuk dalam kategori sangat praktis. Pada indikator kemudahan siswa dalam memahami modul memperoleh persentase 96,6% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi memudahkan siswa dalam belajar dan mudah dipahami. Widiastuti (2021) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa modul yang memiliki karakteristik pendekatan kontekstual serta mengandung konteks-konteks yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa mampu mempermudah siswa memahami keterkaitan antara konteks nyata dengan materi yang ada pada modul.
Pada indikator kemandirian belajar memperoleh persentase 94,8% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi memudahkan siswa belajar sesuai kemampuannya serta membantu siswa belajar secara mandiri. Depdiknas (2008) dalam Gita et al (2018) mengemukakan bahwa modul termasuk salah satu bahan ajar yang digunakan siswa agar dapat belajar secara mandiri. Penggunaan modul dalam pembelajaran yang melatihkan siswa belajar secara mandiri juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiono et al (2021) bahwa modul yang didesain menarik dalam penyajian materi dan disertai petunjuk teknis penggunaan modul akan memudahkan siswa belajar secara mandiri atau tanpa bimbingan.
Pada indikator keaktifan belajar memperoleh presentase 91,4% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi
bioteknologi mendorong siswa untuk selalu belajar karena tampilannya menarik dan materinya lengkap serta terdapat latihan soal yang mampu meningkatkan KBK siswa. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian oleh Sudarno et al (2015) bahwa modul yang berbasis kontekstual akan membuat pembelajaran lebih bermakna sebab siswa mampu menghubungkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa akan merasakan pengalaman langsung dan secara aktif melalui belajar berkelompok siswa belajar memecahkan permasalahan yang ada melalui kegiatan observasi, menganalisis hasil observasi, dan menarik kesimpulan.
Pada indikator minat siswa dalam mempelajari modul memperoleh persentase 98,3% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi membuat siswa tertarik mempelajari materi IPA khususnya materi bioteknologi. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Cristiana et al (2021) bahwa modul IPA berbasis kontekstual yang didesain menarik dan runtut akan meningkatkan minat belajar siswa. Pada indikator penyajian modul memperoleh persentase 92,2% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi materinya jelas dan mudah dipahami, gambar yang disajikan mendukung penjelasan materi, serta informasi tambahan dalam modul sudah lengkap. Hasil tersebut di dukung penelitian yang dilakukan oleh Asfiah et al (2013) bahwa 100% siswa setuju penggunaan gambar dalam modul membantu siswa dalam memahami materi.
Pada indikator penggunaan modul oleh siswa memperoleh persentase 90,5% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi mudah digunakan karena terdapat petunjuk
penggunaannya, bahasanya komunikatif, serta modul dapat digunakan di sekolah maupun luar sekolah. Seperti yang disampaikan oleh Depdiknas (2008) bahwa salah satu kelebihan bahan ajar berupa modul adalah lebih efisien dalam hal mudah dibawa serta dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, modul juga dapat digunakan secara mandiri oleh siswa sebab di dalamnya sudah terdapat petunjuk penggunaan modul (Cahyani, 2022).
Pada indikator kontekstual memperoleh persentase 92,2% yang artinya hampir semua siswa setuju bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi membantu siswa mempelajari kearifan lokal tape ketan Muntilan yang berhubungan dengan materi IPA. Adanya keterkaitan antara materi IPA dengan konsep kearifan lokal dalam pembelajaran membuat siswa lebih mudah dalam memahami materi serta pembelajaran yang berlangsung akan lebih bermakna (Sardijyo, 2005 dalam Widiastuti, 2020). Modul IPA yang dikembangkan berbasis kontekstual membuat siswa lebih mudah memahami hubungan antara dunia nyata melalui kearifan lokal dengan materi IPA yang dipelajari. Sehingga dengan pengalaman belajar tersebut pemahaman siswa pada materi bioteknologi semakin tinggi.
Terlepas dari hasil respon siswa yang menunjukkan bahwa modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi memperoleh respon yang positif yaitu dengan hasil 93,7% pada kategori sangat praktis, namun masih terdapat beberapa indikator KBK siswa yang berada pada kategori sedang. Indikator tersebut diantaranya bertanya dan menjawab pertanyaan, mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi, membuat dan menentukan nilai pertimbangan, mendefinisikan dan mempertimbangkan suatu definisi, serta
mengidentifikasi asumsi-asumsi. Pada indikator bertanya dan menjawab pertanyaan serta indikator mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi siswa diharapkan dapat menyusun rumusan masalah yang tepat berdasarkan permasalahan yang ada dan melakukan observasi dari hasil percobaan.
Modul IPA yang dikembangkan memang sudah memuat kegiatan kontekstual yang melatih penyusunan rumusan masalah hingga melakukan observasi dari hasil percobaan, namun kemungkinan besar kegiatan kontekstualnya masih kurang karena pada modul yang dikembangkan baru memuat satu kegiatan kontekstual.
Berdasarkan penelitian Suhandri & Sari (2019) modul berbasis kontekstual mampu melatihkan pemecahan masalah siswa secara efektif.
Pada indikator membuat dan menentukan nilai pertimbangan siswa diharapkan dapat mengaplikasikan konsep, mempertimbangkan alternatif, menganalisis latar belakang fakta, serta menyeimbangkan atau menimbang keputusan (Azzahra, 2019). Modul IPA yang dikembangkan sudah memuat kegiatan yang melatihkan indikator ke-8, namun dalam implementasinya siswa kurang dapat membaca efektif sehingga fakta atau informasi yang ada dalam bacaan kurang dipahami oleh siswa sehingga dalam proses menjawab pertanyaan tentang membuat keputusan dan pendapat berdasarkan bacaan siswa masih kurang tepat.
Pada indikator mendefinisikan dan mempertimbangkan suatu definisi siswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan mempertimbangkan definisi dari suatu pokok bahasan yang sedang dibahas. Modul IPA yang dikembangkan sudah memuat bahasan yang merangsang siswa untuk mengidentifikasi definisi rekayasa genetika dari contoh-contoh produk rekayasa genetika di berbagai bidang kehidupan. Akan tetapi dalam implementasinya siswa masih kurang tepat dalam
mendefinisikan rekayasa genetika. Ennis memaparkan terdapat tiga cara bagi siswa untuk dapat mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi yaitu dari dimensi bentuk seperti sinonim dan contoh, dimensi strategi definisi, dan dimensi konten isi (Azzahra, 2019).
Pada indikator mengidentifikasi asumsi-asumsi siswa diharapkan dapat mengidentifikasi asumsi dari kegiatan rekonstruksi argumen seperti yang disampaikan oleh Ennis dalam Azzahra (2019). Modul IPA yang dikembangkan telah memuat kegiatan berpikir kritis yang melatihkan siswa mengidentifikasi asumsi dengan cara berargumen. Akan tetapi dalam implementasinya siswa masih kurang bisa menyampaikan argumennya dalam kegiatan diskusi kelompok sehingga berdampak pada kemampuan siswa dalam menjawab soal pada indikator ke-10 yang berada pada kategori sedang. Keterampilan argumentasi menjadi salah satu keterampilan yang penting dalam meningkatkan KBK melalui langkah menilai sumber informasi, mengevaluasi argumen, serta menghasilkan argumen dan memaparkan hasil argumennya (Roviati & Widodo, 2019).
Hal tersebut berbarti bahwa modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi dapat digunakan baik oleh siswa. Pada penerapan modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi beberapa siswa mengatakan bahwa tampilan modul menarik karena dilengkapi dengan gambar yang jelas, tambahan informasi pada fitur jendela wawasan baru, tambahan informasi kejadian nyata di setiap sub bab nya, serta adanya bahasan tentang kearifan lokal tape ketan Muntilan menjadikan siswa lebih mudah mengenal produk bioteknologi yang ada di sekitar mereka.
71
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan dari penelitian pengembangan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai berikut:
1. Pengembangan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi dinyatakan valid dan layak diujicobakan dengan beberapa revisi. Berdasrkan hasil validasi oleh ahli diperoleh rata-rata skor validasi modul 85,3% pada kriteria sangat baik.
2. Modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dengan hasil rata-rata N-gain sebesar 0,707 pada kategori tinggi.
3. Respon siswa terhadap modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi yang dikembangkan memperoleh rata-rata skor 93,7% yang termasuk dalam kategori sangat praktis sehingga disimpulkan bahwa modul yang dikembangkan memperoleh respon yang positif dari siswa.
5.2 Saran
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan pengembangan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi, berikut saran yang peneliti ajukan dalam penelitian ini.
1. Diharapkan guru atau tenaga pendidik lain dapat mengembangkan produk serupa yang disesuaikan dengan kearifan lokal yang ada di daerahnya masing- masing sehingga selain mengembangkan bahan ajar untuk kegiatan pembelajaran juga dapat mengenalkan dan melestarikan kearifan lokal kepada siswa.
2. Pada pengembangan selanjutnya peneliti berharap dalam modul IPA diperbanyak kegiatan kontekstual untuk melatihkan pemecahan masalah di berbagai bidang dengan cara merumuskan masalah, melakukan percobaan, serta melakukan observasi.
3. Pada pengembangan selanjutnya peneliti berharap modul IPA berbasis kontekstual yang dapat melatihkan keterampilan membaca efektif dan berargumentasi dalam kegiatan diskusi kelompok untuk membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
73
DAFTAR PUSTAKA
Agung, F. P., Suyanto, S., & Aminatun, T. (2020). E-Modul Gerak Refleks Berbaris Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 5(3), 279 – 289.
Ahmadi, Y., Astuti, B., & Linuwih, S. (2019). Bahan Ajar IPA Berbasis Etnosains Tema Pemanasan Global untuk Peserta Didik Kelas VII. Unnes Physics Educational Journal, 8(1), h. 54.
Akinoglu, O., & Baykin, Y. (2015). Raising Critical Thinkers: Critical Thinking Skills in Secondary Social Studies Curricula in Turkey. The Anthropologist, 20(2), 616 – 624.
Asfiah, N., Mosik, Purwantoyo, E. (2013). Pengembangan Modul IPA Terpadu Kontekstual pada Tema Bunyi. Unnes Science Educational Journal, 2(1), 188 – 195.
Azzahra, S. F. (2019). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Eksperimen pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Jurnal EduMatSains, 4(1), 77 – 88.
Budiastuti, D., & Bandur, A. (2018). Validitas dan Reliabilitas Penelitian dengan Analisis dengan NVIVO, SPSS, dan AMOS. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Budiono, A., Wiryokusumo, I., & Karyono, H. (2021). Pengembangan Modul IPA Berbasis Literasi dan Integratif dalam Memfasilitasi Belajar Mandiri Siswa.
JINOTEP (Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran) Kajian dan Riset dalam Teknologi Pembelajaran, 8(1), 58 – 67.
Cahyani, A. (2022). Penyusunan Bahan Ajar Berupa Modul Berbasis Kontekstual pada Konsep Keanekaragaman Hayati untuk Siswa Kelas X. Biodidaktika:
Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 17(1), 143 – 151.
Cristiana, D. I., Anjarini, T., & Purwoko, R. Y. (2021). Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Kontekstual Materi Suhu dan Kalor di Sekolah Dasar. SITTAH: Journal of Primary Education, 2(2), 145 – 160.
Darmawati, S., Ashadi, Sarwanto. (2019). Pengembangan Modul IPA Berbasis Kontekstual Materi Kalor dan Perpindahannya untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik SMP Kelas VII. INKUIRI:
Jurnal Pendidikan IPA, 7(3), 365 – 374.
Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. (2005). The systematic design of instruction.
Sixth Edition. Boston: Pearson Education.
Diharjo, R. F., Budijanto, Utomo, D. H. (2017). Pentingnya Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dalam Paradigma Pembelajaran Konstruktivistik. Prosiding TEP & PDs, 4(39), 445 – 449.
Eliana, N. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal IPA Berorientasi HOTS. JPD: Jurnal Pendidikan Dasar, 11(02), 170 – 180.
Fauzan, M. F., Nadhir, L. A., Kustanti, S., Suciani, Kamilah, S. (2022).
Pembelajaran Diskusi Kelompok Kecil: Seberapa Efektifkah dalam Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis pada Siswa?. AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 08(3), 1805 – 1814.
Gaol, B. K. L., Silaban, P. J., & Sitepu, A. (2022). Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Tema Lingkungan Sahabat Kita di Kelas V SD. Jurnal PAJAR (Pendidikan dan Pengembangan), 6(3), 767 – 782.
Gita, S. D., Annisa, M., & Nanna, A. W. I. (2018). Pengembangan Modul IPA Materi Hubungan Makhluk Hidup dan Lingkungannya Berbasis Pendekatan Kontekstual. LENSA (Lentera Sains): Jurnal Pendidikan IPA, 8(1), 28 – 37.
Helena Pedrosa-de-Jesus, Aurora Moreira, Betina Lopes & Mike Watts (2014). So much more than just a list: exploring the nature of critical questioning in undergraduate sciences. Research in Science & Technological Education, DOI: 10.1080/02635143.2014.902811.
Hendra. (2021). Pembelajaran Kontekstual (CTL) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis siswa dalam Pembelajaran IPA pada Kelas IX di Sekolah Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA. Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS.
Hidayat, M. S. (2012). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran. INSANIA, 17(2), 231 – 247.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019). Pendidikan di Indonesia:
Belajar dari Hasil PISA 2018. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang KEMENDIKBUD.
Khairunnisa. (2021). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX SMPN 3 Paringin pada Mata Pelajaran IPA. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA. Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS.
Lestari, D. D., & Muchlis. (2021). E-LKPD Berorientasi Contextual Teaching and Learning untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Termokimia. Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, 5(1), 25 – 33.
Manurung, B. (2017). Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Fisikabahasa Indonesia Siswa SMA. Jurnal Teknologi Pendidikan, 10(2), 109 – 119.
Melawati, D., & Istianah, F. (2022). Pengembangan Modul Berbasis Etnosains pada Pembelajaran IPA Materi Ekosistem Kelas V Sekolah Dasar. JPGSD, 10(04), 709 – 722.
Merta, L. M. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual terhadap Penguasaan Konsep Kolonoid/Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 46(1), 9 – 13.
Mudrikah, S., et al. (2022). Inovasi Pembelajaran di Abad 21. Sukoharjo: Pradina Pustaka.
Muhardini, S., Mariyati, Y., Mahsup, Ibrahim, Khosidah, Sudarwo, R., Anam, K., Fitriani, E., & Milandari, B. D. (2021). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Kontekstual Berbasis Local Wisdom dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Paedagoria: Jurnal Kajian, Penelitian, dan Pengembangan Kependidikan, 2(2), 182 – 187.
Nuryadi, Astuti, T. D., Utami, E. S., & Budiantara, M. (2017). Dasar-Dasar Statistika Penelitian. Yogyakarta: SIBUKU MEDIA.
Pulungan, N. (2014). Penerapan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kecakapan Hidup pada Materi Ekosistem di MTsS Al-Washliyah Lhokseumawe. JESBIO, III(4), 39 – 45.
Puspitasari, A. D. (2019). Penerapan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Modul Cetak dan Modul Elektronik pada Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika, 7(1), 17 – 25.
Rabiah & Jasruddin. (2018). Peningkatan Keterampilan Proses dan Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Berbasis Kontekstual Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 1 Watampone. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (JSPF), 14(1), 29 – 39.
Rahdiyanta, D. Teknik Penyusunan Modul. Universitas Negeri Yogyakarta.
Retrived from http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dr-dwi- rahdiyanta-mpd/20-teknik-penyusunan-modul.pdf
Rahmawati, I., Hidayat, A., & Rahayu, S. (2016). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Gaya dan Penerapannya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Vol. 1, 1112 – 1119.
Rieckmann, M. (2018). Learning to Transform the World: Key Competencies in Education for Sustainable Development. Issues and Trends in Education for Sustainable Development, 39: 39–59.
Roohr, K., Aguilar, M. O., Ling, G., & Rikoon, S. (2019). A Multi-Level Modeling Approach to Investigating Students’ Critical Thinking at Higher Education Institutions. Assessment & Evaluation in Higher Education. DOI:
10.1080/02602938.2018.1556776.
Roviati, E., & Widodo, A. (2019). Kontribusi Argumentasi Ilmiah dalam Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis. Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 11(2), 56 – 66.
Saputro, A. M., Arifin, M. B., & Hefni, A. (2021). Pengembangan Bahan Ajar Menulis Cerita Pendek dengan Pendekatan Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal pada Siswa Kelas XI SMK. Diglosia: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 4(2), 235 – 246.
Sitohang, K. (2019). Berpikir Kritis: Kecakapan Hidup di Era Digital. Yogyakarta:
PT. Kanisius.
Sofiatin, S., Azmi, N., & Roviati, E. (2016). Penerapan Bahan Ajar Biologi Berbasis Kontekstual untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah (Studi Eksperimen Kelas X MIPA di SMAN 1 Plumbon). Scientiae Educatia:
Jurnal Sains dan Pendidikan Sains, 5(1), 15 – 24.
Sudarno, Sunarno, W., & Sarwanto. (2015). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Kontekstual dengan Tema Pembuatan Tahu Kelas VII SMP Negeri 2 Jatiyoso. Jurnal INKUIRI, 4(3), 104 – 111.
Sugandi, K., & Siswanto, J. (2021). Profil Kemampuan Berpikir Kritis Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Taman Tahun Pelajaran 2019/2020. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, 12(1), 78 – 82.
Suhandri & Sari, A. (2019). Pengembangan Modul Berbasis Kontekstual Terintegrasi Nilai Keislaman untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Suska Journal of Mathematics Education, 5(2), 131 – 140.
Ulfah, R., Irhasyuarna, Y., Putri, R. F., & Annur, S. (2020). Identifikasi Kemampuan Critical Thinking Kelas 9 SMPN pada Materi IPA di Kotabaru.
Indonesian Journal of Natural Science Education (IJNSE), 03(01), 257 – 264.
Van der Zanden, P. J. A. C., Denessen, E., Cillessen, A. H. N., & Meijer, P. C.
(2020). Fostering critical thinking skills in secondary education to prepare students for university: teacher perceptions and practices. Research in Post- Compulsory Education, 25(4), 394 – 419.
Wasis. (2015). Hasil Pembelajaran Sains di Indonesia: Problem dan Upaya Mengatasinya. Prosiding ke 5 seminar nasional sains. Eds: Ibrahim, Muslimin et a. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Wahyuni, H. I., & Puspasari, D. (2017). Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Mengemukakan Daftar Urut Kepangkatan dan Mengemukakan Peraturan Cuti. Jurnal Pendidikan Ekonomi Manajemen dan Keuangan, 1(1), 54 – 68.
Wahyuningtyas, R. S., & Simanjuntak, F. N. (2020). Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pro-Life, 7(3), 275 – 287.
Widiastuti, N. L. G. K. (2020). Pengembangan Bahan Ajar IPA Berbasis Kontekstual dengan Konsep Tri Hita Karana untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, 4(3), 479 – 490.
Widiastuti, N. L. G. K. (2021). E-Modul dengan Pendekatan Kontekstual pada Mata Pelajaran IPA. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, 5(3), 435 – 445.
Wijayanti, T. F., Prayitno, B. A., & Sunarto. (2016). Pengembangan Modul Berbasis Berpikir Kritis Disertai Argument Mapping pada Materi Sistem Pernapasan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta. Jurnal Inkuiri, 5(1), 105 – 111.
Yulia, A. (2020). Modul: Media Pembelajaran Biologi Mahasiswa Pendidikan Biologi. Bandar Lampung: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan.
Zakiyah, N. A. & Sudarmin. (2022). Development of E-Module STEM integrated Ethnoscience to Increase 21st Century Skills. International Journal of Active Learning, 7(1), 49 – 58.
Zubaidah, S. (2016). Seminar Nasional Pendidikan dengan Tema “Isu-Isu Strategis Pembelajaran MIPA Abad 21”.
Zubaidah, S. (2017). Pembelajaran Kontekstual Berbasis Pemecahan Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis. Seminar Nasional dengan Tema Mengimplementasikan Pendidikan Biologi Berwawasan Konservasi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berkarakter.
Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
78
LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis (Pra-penelitian) Indikator
Berpikir Kritis
Indikator
Pembelajaran Butir Soal Nomor
Soal Memberikan
Penjelasan sederhana (Elementary Clarification)
Menjelaskan konsep
pewarisan sifat
Berdasarkan gambar di atas, ketika salah satu orang tua memiliki jenis cuping telinga yang terpisah, maka semua anaknya memiliki jenis cuping telinga yang terpisah, tetapi dapat pula terjadi kejadian salah satu anaknya memiliki jenis cuping telinga yang melekat.
Jelaskan konsep sains yang terjadi pada penurunan sifat tersebut!
1
Membangun Kemampuan Dasar (Basic Support)
Mengidentifika si alasan penggunaan kacang kapri sebagai objek penelitian Mendel
Penelitian pertama tentang penurunan sifat dilakukan oleh Gregor Mendel yang saat ini kita kenal sebagai Bapak Genetika. Beliau menjadi orang pertama yang memperkenalkan teori penurunan sifat berdasarkan hasil penelitiannya terhadap kacang kapri sebagai objek penelitiannya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, mengapa kacang kapri digunakan sebagai objek penelitian Mendel?
2
Menyimpulk an (Inference)
Mengidentifika si pewarisan sifat dalam keluarga
Caca memiliki tipe rambut yang lurus sama seperti ayahnya dan bentuk mata sipit seperti ibunya, sedangkan kakak caca memiliki tipe rambut yang bergelombang sama seperti ibunya dan bentuk mata besar seperti ayah.
Berdasarkan pernyataan tersebut apa yang dapat kamu simpulkan?
3
Membuat Penjelasan Lanjut
Mendeskripsik an hubungan kromosom
Buta warna merupakan salah satu kelainan dimana seseorang tidak dapat membedakan beberapa warna
4
(Advanced Clarification)
dengan sifat kelainan
dengan baik, misalnya antara merah, oranye, biru, dan hijau. Kelainan buta warna disebabkan oleh gen yang ada pada kromosom kelamin X.
Dari pernyataan tersebut apabila seorang perempuan yang memiliki kromosom (𝑋𝑐𝑏𝑋) dapat dikatakan bahwa orang tersebut menderita buta warna?
Strategi dan taktik
(Strategies and Tactics)
Menerapkan Hukum
Pewarisan Sifat
Tanaman kedelai berbiji hitam- berbatang tinggi (HHTt) disilangkan dengan tanaman kedelai berbiji kuning-berbatang tinggi (hhTt).
Berapa persentase tanaman kedelai berbiji hitam-berbatang rendah jika jumlah persilangan F1 nya 600 tanaman?
5
Lampiran 2. Rubik Penilaian Soal Keterampilan Berpikir Kritis (Pra-penelitian) Nomor
Soal Indikator Perolehan Skor
5 4 3 2 1
1 Memberikan Penjelasan sederhana (Elementary Clarification)
Inti dari pernyataan di atas adalah adanya sifat dominan dan sifat resesif dari kedua orangtuanya. Sifat dominan merupakan karakter yang mampu mengalahkan atau menutupi karakter yang lain, sedangkan sifat resesif merupakan karakteristik yang kalah.
Dapat menjawab pertanyan, sebagaian besar konsep benar namun kurang spesifik, uraian argumen kurang spesifik, alur berpikir baik namun belum seimbang dari semua aspek
Dapat menjawab pertanyaan tapi sebagian kecil konsep benar dan jelas, sebagian kecil uraian jawaban benar namun alasan/
argumen tidak jelas
Menjawab pertanyaan tapi konsep meragukan, uraian jawaban tidak mendukung
Menjawab pertanyaan tapi konsep salah, alasan tidak benar
2 Membangun Kemampuan Dasar (Basic Support)
Mendel menggunakan kacang kapri sebagai objek penelitiannya karena kacang kapri memiliki ciri-ciri yang mudah dibedakan, dapat melakukan penyerbukan sendiri, mudah dilakukan penyerbukan silang, mempunyai daur hidup yang relatif pendek, dan menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak
Dapat menjawab pertanyan, sebagaian besar konsep benar namun kurang spesifik, uraian argumen kurang spesifik, alur berpikir baik namun belum seimbang dari semua aspek
Dapat menjawab pertanyaan tapi sebagian kecil konsep benar dan jelas, sebagian kecil uraian jawaban benar namun alasan/
argumen tidak jelas
Menjawab pertanyaan tapi konsep meragukan, uraian jawaban tidak mendukung
Menjawab pertanyaan tapi konsep salah, alasan tidak benar
3 Menyimpulkan (Inference)
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi adanya penurunan sifat dari ayah dan ibunya caca kepada caca dan kakaknya. Secara teknis pewarisan sifat terjadi melalui 2 fase yaitu:
1) Fase pembelahan meiosis yaitu pemisahan pasangan kromosom di dalam sel sperma dan sel telur. Jadi tiap sel sperma atau sel telur dalam organ reproduksi hanya memiliki 23 buah kromosom.
2) Fase pembuahan yaitu bertemunya sel sperma dan sel telur yang masing- masing menyumbangkan 23 kromosom sehingga diperoleh 23 pasang
kromosom (46
kromosom).
Dapat menjawab pertanyan, sebagaian besar konsep benar namun kurang spesifik, uraian argumen kurang spesifik, alur berpikir baik namun belum seimbang dari semua aspek
Dapat menjawab pertanyaan tapi sebagian kecil konsep benar dan jelas, sebagian kecil uraian jawaban benar namun alasan/
argumen tidak jelas
Menjawab pertanyaan tapi konsep meragukan, uraian jawaban tidak mendukung
Menjawab pertanyaan tapi konsep salah, alasan tidak benar
4 Membuat Penjelasan Lanjut
Seorang perempuan yang memiliki kromosom (𝑋𝑐𝑏𝑋) tidak dapat dikatakan bahwa
Dapat menjawab pertanyan, sebagaian besar konsep benar
Dapat menjawab pertanyaan tapi sebagian kecil
Menjawab pertanyaan tapi konsep
Menjawab pertanyaan tapi konsep