PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS KONTEKSTUAL PADA MATERI BIOTEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Desi Rahmawati NPM. 1910303057
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TIDAR
2023
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
“Teruslah bermimpi karena mimpi memberimu harapan untuk menjadikannya kenyataan dengan usaha dan kerja keras”
Desi Rahmawati
“Ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat”
Imam Syafi’i PERSEMBAHAN
Berkat rahmat Allah SWT dan dengan mengucap syukur pada akhirnya tugas akhir karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua, Bapak Tirto Hadi Prayitno Sardun dan Ibu Suwariyah yang selalu memberi dukungan baik dari segi moril maupun materil serta doa yang selalu engkau panjatkan.
2. Kakak-kakak saya dan keponakan saya yang selalu memberikan motivasi dan dukungan.
3. Teman-teman Program Studi Pendidikan IPA angkatan 2019 yang senantiasa saling memberi dukungan dan motivasi selama berkuliah di Universitas Tidar.
4. Peserta didik SMP/MTs. Semoga Modul IPA yang dikembangkan dapat menjadi sumber belajar yang bermanfaat dan membantu dalam melatih berpikir kritis.
5. Para pendidik. Semoga Modul IPA yang dikembangkan dapat bermanfaat dan membantu kelancaran proses pembelajaran.
6. Almamater saya, Universitas Tidar.
v ABSTRAK
Rahmawati, Desi. 2023. “Pengembangan Modul IPA Berbasis Kontekstual Pada Materi Bioteknologi untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”. Skripsi. Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar. Pembimbing I Rina Rahayu, M.Pd., Pembimbing II Dr. Ahmad Muhlisin, M.Pd.
Kata Kunci: Modul IPA, Kontekstual, Bioteknologi, Berpikir Kritis
Pada abad ke-21 ini siswa dituntut memiliki pengetahuan yang kompleks dan keterampilan pendukung, salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis.
Keterampilan berpikir kritis selain menjadi kompetensi kunci dalam pendidikan juga memiliki peran sangat penting sebagai persiapan siswa memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut. Hasil tes TIMSS tahun 2011 dan tes PISA tahun 2018 menunjukkan siswa Indonesia memiliki kemampuan sains yang tergolong rendah di bawah skor rata-rata. Rendahnya keterampilan berpikir krtis juga dialami oleh siswa SMPN 2 Muntilan. Lingkungan sekolah SMPN 2 Muntilan erat kaitannya dengan kearifan lokal pembuatan tape ketan Muntilan yang belum pernah dimanfaatkan oleh guru sebagai sumber belajar.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan bahan ajar berupa modul IPA berbasis kontekstual dengan pendekatan kearifan lokal untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Materi yang digunakan sebagai media implementasi adalah bioteknologi karena erat kaitannya dengan kearifan lokal tape ketan Muntilan. Kelayakan modul IPA yang dikembangkan ditinjau dari segi kevalidan modul, keefektifan modul, dan respon siswa setelah menggunakan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi.
Penelitian ini menerapkan penelitian Research and Development (R&D) dengan model pengembangan ADDIE meliputi tahap Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluations. Modul IPA yang dikembangkan diuji cobakan menggunakan one group pretest-posttest kepada 29 siswa SMPN 2 Muntilan dengan kriteria nilai rata-rata IPA siswa hampir sama, tidak termasuk kelas unggulan, dan tempat tinggal siswa di Muntilan.
Hasil validasi modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi diperoleh rata-rata presentase 85,3% pada kategori sangat baik. Modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibuktikan dengan nilai N-gain 0,707 pada kriteria tinggi. Respon siswa setelah menggunakan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi diperoleh presentase rata-rata 93,7% pada kriteria sangat praktis.
vi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi memenuhi syarat kelayakan bahan ajar karena telah dinyatakan valid, efektif, serta praktis. Selain itu, modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa berdasarkan nilai N-gain data pre-test dan post- test.
vii ABSTRACT
Rahmawati, Desi. 2023. “Development of Contextual-Based Science Modules on Biotechnology Materials to Improve Students' Critical Thinking Skills”.
Thesis. Science Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Tidar University. Advisor I Rina Rahayu, M.Pd., Supervisor II Dr. Ahmad Muhlisin, M.Pd.
Keyword: Science Module, Contextual, Biotechnology, Critical Thinking
In the 21st century students are required to have complex knowledge and supporting skills, one of which is critical thinking skills. Critical thinking skills apart from being a key competency in education also have a very important role in preparing students to enter further education. The results of the 2011 TIMSS test and the 2018 PISA test show that Indonesian students have science skills that are classified as low below the average score. Students at SMPN 2 Muntilan also experience low critical thinking skills. The school environment at SMPN 2 Muntilan is closely related to the local wisdom of making Muntilan sticky rice tape which has never been used by teachers as a learning resource.
The purpose of this study was to develop teaching materials in the form of contextual-based science modules with a local wisdom approach to improve students' critical thinking skills. The material used as an implementation medium is biotechnology because it is closely related to the local wisdom of Muntilan sticky rice. The feasibility of the developed science module is reviewed in terms of module validity, module effectiveness, and student responses after using contextually based science modules on biotechnology material.
This study applies Research and Development (R&D) research with the ADDIE development model covering the Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation stages. The developed science module was tested using a one group pretest-posttest on 29 students of SMPN 2 Muntilan with the criteria that the students' average IPA scores were almost the same, excluding superior classes, and student residences in Muntilan.
The validation results of the contextual based science module on biotechnology materials obtained an average percentage of 85.3% in the very good category. The contextual based science module on biotechnology material is effective in improving students' critical thinking skills as evidenced by the N-gain value of 0.707 on the high criteria. Student responses after using the contextual- based science module on biotechnology materials obtained an average percentage of 93.7% on very practical criteria.
viii
Based on the results of the research that has been done, it can be concluded that the contextual-based science module on biotechnology material meets the eligibility requirements of teaching materials because it has been declared valid, effective, and practical. In addition, the contextual-based science module on biotechnology material is effective in improving students' critical thinking skills based on the N-gain value of pre-test and post-test data.
ix PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul IPA Berbasis Kontekstual pada Materi Bioteknologi untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan pertama kali kepada para pembimbing:
Rina Rahayu, M.Pd., (pembimbing I) dan Dr. Ahmad Muhlisin, M.Pd., (pembimbing II) yang telah memberikan arahan dan membimbing peneliti dalam meyelesaikan skripsi ini dengan sabar.
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyelesaian studi, di antaranya:
1. Dr. Ahmad Muhlisin, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.
2. April Nurul .C, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Agista Sintia Dewi Adila, S.Pd., M.Pd., selaku Koordinator Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar, yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.
x
5. Yuliyanto, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 2 Muntilan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri 2 Muntilan.
6. Supriyanto, S.Pd., dan Ida Meinani S, S.Pd., M.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 2 Muntilan yang telah memberikan pendampingan selama pengambilan data dan proses penelitian skripsi.
7. Peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Muntilan yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.
8. Teman-teman mahasiswa program studi pendidikan IPA yang telah saling bertukar pikiran, memberikan motivasi, dan memberikan aspirasi dalam penulisan skripsi ini.
Peneliti sadar bahwa dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan merupakan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Magelang, 23 Mei 2023
Desi Rahmawati NPM. 1910303057
xi DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
PENGESAHAN KELULUSAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vii
PRAKATA ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Batasan Masalah ... 6
1.4 Rumusan Masalah ... 7
1.5 Tujuan Penelitian ... 7
1.6 Manfaat Penelitian ... 7
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ... 11
2.2 Kerangka Berpikir ... 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 27
3.2 Prosedur Penelitian ... 27
xii
3.3 Sumber Data ... 35
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 36
3.5 Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kevalidan Modul IPA Berbasis Kontekstual Pada Materi Bioteknologi Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 43
4.1.1 Hasil Penelitian ... 43
4.1.2 Pembahasan Hasil Validasi ... 49
4.2 Keefektifan Modul IPA Berbasis Kontekstual Pada Materi Bioteknologi Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 54
4.2.1 Hasil Penelitian ... 54
4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 56
4.3 Respon Siswa Setelah Menggunakan Modul IPA Berbasis Kontekstual Pada Materi Bioteknologi ... 65
4.3.1 Hasil Penelitian ... 65
4.3.2 Pembahasan ... 66
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 71
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 78
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Instrumen Kelayakan Modul ... 14
Tabel 2.2 Manfaat Keterampilan Berpikir Kritis ... 18
Tabel 2.3 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 20
Tabel 2.4 State of The Art ... 22
Tabel 3.1 Analisis KD, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran ... 29
Tabel 3.2 Kriteria Skor ... 38
Tabel 3.3 Tabel Skala Kelayakan... 38
Tabel 3.4 Nilai Koefisien Alpha’s Cronbach ... 39
Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas ... 40
Tabel 3.6 Hasil Uji Homogenitas ... 40
Tabel 3.7 Kriteria N-Gain ... 41
Tabel 3.8 Kategori Kepraktisan Produk ... 42
Tabel 4.1 Hasil Validasi Modul IPA Berbasis Kontekstual Materi Bioteknologi 43 Tabel 4.2 Saran dan Masukan Revisi Modul ... 43
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Validasi ... 49
Tabel 4.4 Hasil Uji Paired T-Test ... 55
Tabel 4.5 Hasil Uji N-Gain Pre-test dan Post-test ... 56
Tabel 4.6 Hasil Respon Tanggapan Siswa Terhadap Modul ... 65
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis ... 25
Gambar 2.2 Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 26
Gambar 3. 1 Tahapan Pengembangan ADDIE ... 27
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian ADDIE ... 28
Gambar 4.1 Revisi Definisi Bioteknologi ... 45
Gambar 4.2 Revisi Definisi Bioteknologi Konvensional dan Modern ... 45
Gambar 4.3 Revisi Sub Bab ... 46
Gambar 4.4 Revisi Tata Nama Gambar ... 47
Gambar 4.5 Revisi Kegiatan Berpikir Kritis ... 47
Gambar 4.6 Revisi Penulisan Huruf Besar ... 48
Gambar 4.7 Revisi Jenis Font ... 48
Gambar 4.8 Rata-Rata Berpikir Kritis Siswa ... 54
Gambar 4.9 Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis Tiap Indikator ... 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis (Pra-penelitian) ... 78
Lampiran 2. Rubik Penilaian Soal Keterampilan Berpikir Kritis (Pra-penelitian) 80 Lampiran 3. Hasil Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas 9 SMPN 2 Muntilan (Pra-Penelitian) ... 83
Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian ... 84
Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Guru IPA ... 85
Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Produsen Tape Ketan Muntilan ... 86
Lampiran 7. Hasil Observasi Produksi Tape Ketan Muntilan ... 88
Lampiran 8. Hasil Validasi Modul oleh Dosen dan Guru IPA ... 89
Lampiran 9. Hasil Rekapitulasi Penilaian Validasi Modul oleh Dosen dan Guru IPA ... 101
Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Validasi Modul ... 102
Lampiran 11. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 103
Lampiran 12. Hasil Validasi Instrumen Soal Keterampilan Berpikir Kritis oleh Dosen dan Guru IPA ... 110
Lampiran 13. Hasil Skor V-Aiken Soal Keterampilan Berpikir Kritis ... 118
Lampiran 14. Hasil Skor V-Aiken 11 Soal Keterampilan Berpikir Kritis yang Terpilih untuk Pre-test dan Post-test ... 119
Lampiran 15. Soal Pre-test dan Post-test Keterampilan Berpikir Kritis ... 120
Lampiran 16. Rubik Penilaian Soal Pre-test dan Post-test Keterampilan Berpikir Kritis ... 127
Lampiran 17. Hasil Skor Tes Uji Coba Soal kepada Siswa Kelas X ... 135
Lampiran 18. Hasil Uji Reliabilitas Skor Tes Uji Coba Soal kepada Siswa Kelas X menggunakan SPSS ... 136
Lampiran 19. Hasil Pre-test dan Post-test Siswa ... 137
Lampiran 20. Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis Tiap Indikator ... 138
Lampiran 21. Hasil Uji Normalitas Pre-test dan Post-test Siswa ... 140
Lampiran 22. Hasil Uji Homogenitas Pre-test dan Post-test Siswa ... 141
Lampiran 23. Hasil Uji Paired T-Test Pre-test dan Post-test Siswa ... 142
Lampiran 24. Hasil Uji N-Gain Pre-test dan Post-test Siswa ... 143
Lampiran 25. Hasil Uji N-Gain Tiap Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 144
xvi
Lampiran 26. Kisi-Kisi Instrumen Angket Respon Siswa ... 155 Lampiran 27. Hasil Rekapitulasi Angket Respon Siswa ... 157 Lampiran 28. Modul IPA Berbasis Kontekstual Materi Bioteknologi ... 160
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Abad ke-21 menuntut siswa agar memiliki pengetahuan yang kompleks dan keterampilan pendukung, khususnya di bidang pendidikan (Zakiyah &
Sudarmin, 2022). US Based Partnership for 21st Century Skills, menyampaikan 4 keterampilan penting untuk dimiliki oleh siswa dalam menghadapi tuntutan pekerjaan di masa mendatang diantaranya keterampilan berpikir kritis (KBK), kemampuan berkomunikasi, kreatif, dan berkolaborasi. Hal tersebut seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat (Zubaidah, 2016). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah mencantumkan kebutuhan keterampilan abad 21 pada implementasi kurikulum 2013 yang dikembangkan menjadi integrative science studies dengan berorientasi rasa ingin tahu, kemampuan belajar, aplikatif, peningkatan sikap tanggung jawab dan peduli lingkungan, serta pengembangan kemampuan berpikir. Kecakapan tersebut bertujuan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi tuntutan global (Ahmadi et al, 2019).
Helena et al (2014) menegaskan bahwa keterampilan berpikir kritis (KBK) dipandang sebagai salah satu urutan kemampuan kognitif tertinggi dan menjadi kompetensi kunci dalam pendidikan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Salah satu kompetensi kunci UNESCO dalam pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan adalah Keterampilan berpikir kritis (KBK) (Rieckmann, 2018). Berpikir kritis mengajak siswa berpikir untuk menyikapi
dan menyelesaikan masalah yang di hadapi. Dalam proses pembelajaran, KBK melatih kepercayaan serta mengembangkan daya berpikir siswa (Diharjo et al, 2017).
Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi siswa sebagai persiapan memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut (van der Zanden et al, 2020).
Association of American Colleges and Universites mengidentifikasi bahwa berpikir kritis menjadi salah satu hasil pembelajaran penting di perguruan tinggi dan 98% lembaga yang disurvei menunjukkan bahwa pembelajaran yang berlangsung berfokus pada pemikiran kritis serta keterampilan penalaran analitik (Roohr et al, 2019). Akinoglu & Baykin (2015) menjelaskan bahwa berpikir kritis dianggap sebagai respon positif dan bermanfaat dalam hal memecahkan masalah yang ditemui, menghadapai situasi yang tidak terduga secara efektif, mampu mengambil keputusan penting dan sulit, serta sebagai sarana mengembangkan proses berpikir yang efektif.
Hasil tes TIMSS tahun 2011 membuktikan bahwa siswa indonesia yang menjadi responden dan mencapai level tertinggi hanya 3%, sedangkan 54%
siswa lainnya masih berada pada kemampuan sains rendah (Wasis, 2015).
Selain itu, tes PISA 2018 yang diselenggarakan oleh OEDC, diketahui bahwa Indonesia berada diperingkat ke 72 dari 78 negara peserta. Indonesia memperoleh rata-rata skor di bidang sains yaitu 396. Skor Indonesia tersebut berada di bawah rata-rata OEDC yaitu 488 (Kemdikbud, 2019). Fakta di lapangan membuktikan bahwa KBK siswa SMP masih dalam kategori rendah, beberapa contoh diantaranya yaitu siswa kelas IX SMPN3 Paringin, hanya 42%
siswa yang mampu menginterpretasi soal, 35% siswa dapat menganalisis, dan
8% siswa yang bisa mengevaluasi. Skor tersebut tergolong dalam kemampuan berpikir tingkat rendah (Khairunnisa, 2021). Ulfah et al (2020), menyampaikan bahwa rata-rata KBK siswa kelas 9 SMPN di Kotabaru dalam kategori rendah yaitu sebesar 39,05%.
Permasalahan tentang rendahnya KBK siswa juga dialami oleh siswa SMPN 2 Muntilan. Setelah dilakukan tes KBK di SMPN 2 Muntilan diketahui rata-rata KBK siswa dalam kategori rendah yaitu 44% dengan rincian pada kategori memberikan penjelasan sederhana berada pada tingkat rendah (54%), kategori membangun keterampilan dasar pada tingkat sedang (73%), indikator menyimpulkan pada tingkat sangat rendah (41,9%), kategori memberi penjelasan lanjut pada tingkat rendah (46%), dan kategori mengatur strategi dan taktik berada pada tingkat sangat rendah (5,7%). Dari hasil wawancara dengan Guru IPA di SMPN 2 Muntilan diketahui bahwa guru telah menerapkan model pembelajaran yang dinilai mampu merangsang berpikir kritis siswa yaitu model pembelajaran discovery learning. Akan tetapi, pada kenyataannya KBK siswa masih berada pada kategori rendah.
Keterampilan berpikir kritis (KBK) sebagai salah satu modal intelektual bagi setiap orang dapat dilatih dengan kegiatan menganalisis ide maupun gagasan ke hal yang lebih khusus, mengidentifikasi, memilih, mengkategorikan dengan teliti, menelaah serta mengembangkan suatu hal menjadi lebih sempurna (Sugandi & Siswanto, 2021). Wijayanti et al (2016) mengemukakan upaya untuk meningkatkan keterampilan berpiki kritis yaitu dengan meningkatkan kemampuan observasi, meningkatkan sifat ingin tahu, meningkatkan keterampilan bertanya, melakukan kegiatan refeleksi, serta
melakukan kegiatan membaca dengan kritis. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dituangkan dalam modul sebagai salah satu sumber belajar siswa yang dapat digunakan secara mandiri.
Modul tersusun secara teratur, bahasanya mudah dipahami, serta dilengkapi soal-soal latihan sehingga siswa dapat mengukur tingkat penguasaan yang dimilikinya (Puspitasari, 2019). Modul IPA berbasis kontekstual mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterampilan berpikir kritis (Darmawati et al, 2019). Selain itu, modul berbasis kontekstual juga mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa (Widiastuti, 2020; Agung et al, 2020).
Melalui pendekatan kontekstual, siswa akan belajar mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan mereka di lingkungan masyarakat untuk menemukan makna (Asfiah et al, 2013). Pembelajaran kontekstual dapat diperoleh siswa dari lingkungan sekitar baik dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan alam. Dalam lingkungan masyarakat terdapat kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi (Wahyuningtyas &
Simanjuntak, 2020).
SMPN 2 Muntilan terletak di Jl. Wates, Sabrangs, Gunungpring, Kecamatan Muntilan yang mana di wilayah muntilan tersebut sangat terkenal dengan kearifan lokal olahan tape ketan, sehingga masyarakat menamai olahan tersebut dengan sebutan “tape ketan muntilan”. Tape ketan muntilan menjadi salah satu makanan khas daerah Muntilan. Hal tersebut dapat ditemui dengan adanya beberapa toko oleh-oleh di sekitar wilayah SMPN 2 Muntilan yang menjual makanan khas muntilan, salah satunya “tape ketan muntilan”. Oleh karena itu, siswa di SMPN 2 Muntilan sudah sangat familiar dengan olahan
tapai ketan sehingga, proses dalam pembuatan tape ketan muntilan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran IPA berbasis kontekstual.
Bahan ajar modul berbasis kontekstual sebelumnya belum pernah dibuat dan dikembangkan oleh guru SMPN 2 Muntilan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengembangkan bahan ajar berupa modul IPA berbasis kontekstual dengan pendekatan kearifan lokal yang dihubungkan dengan materi bioteknologi untuk meningkatkan KBK siswa. Materi bioteknologi dipilih karena sesuai menjadi media implementasi antara materi IPA, khususnya materi bioteknologi dengan pendekatan kontekstual melalui proses pembuatan tape ketan muntilan.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Siswa dituntut memiliki pengetahuan yang kompleks dan keterampilan pendukung, salah satunya keterampilan berpikir kritis yang menjadi kompetensi kunci dalam pendidikan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
2. Keterampilan berpikir kritis (KBK) siswa Indonesia berada pada kategori rendah, ditinjau dari hasil TIMSS 2011 dan PISA 2018, serta penelitian- penelitian terdahulu.
3. Keterampilan berpikir kritis (KBK) siswa di SMPN 2 Muntilan berada pada kategori rendah yaitu 44%. Model pembelajaran discovery learning yang diterapkan guru tidak dapat merangsang dan meningkatkan KBK siswa.
4. Lingkungan sekolah SMPN 2 Muntilan erat kaitannya dengan kearifan lokal pembuatan tape ketan Muntilan, namun potensi tersebut belum
dimanfaatkan dengan maksimal untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMPN 2 Muntilan.
5. Guru belum pernah membuat dan mengembangkan modul IPA berbasis kontekstual yang dihubungkan dengan kearifan lokal, khususnya tape ketan Muntilan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan modul IPA berbasis kontekstual untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (KBK) siswa.
2. Keterampilan berpikir kritis yang akan ditingkatkan menggunakan 11 dari 12 indikator menurut Ennis (2011), yaitu memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi, melakukan dan mempertimbangkan hasil deduksi, melakukan dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai pertimbangan, mendefinisikan dan mempertimbangkan suatu definisi, mengidentifikasi asumsi-asumsi, dan menentukan suatu tindakan.
3. Materi yang diimplementasikan adalah materi Bioteknologi kelas IX.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana validitas modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa?
2. Bagaimana keefektifan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa?
3. Bagaimana respon siswa setelah menggunakan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Menganalisis kevalidan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
2. Menganalisis keefektifan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
3. Menganalisis respon siswa setelah menggunakan modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoretis
Melalui penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian dapat bermanfaat untuk:
1. Memperkaya khasanah keilmuan, khususnya di bidang inovasi sumber belajar dalam bentuk bahan ajar modul berbasis kontekstual.
2. Referensi bagi mahasiswa pendidikan IPA dalam penelitian lanjutan.
1.6.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Siswa
a. Modul yang dikembangkan diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
b. Meningkatkan pengetahuan tentang budaya lokal yang berhubungan dengan materi bioteknologi.
2. Bagi Guru
a. Menjadi acuan bagi guru untuk menerapkan pembelajaran berbasis kontekstual yang sesuai dengan kurikulum 2013.
b. Memberikan kesempatan bagi guru untuk menerapkan strategi belajar yang tepat dengan menggunakan modul pembelajaran berbasis kontekstual.
3. Bagi Sekolah
a. Menerapkan pembelajaran berbasis kontekstual sesuai dengan kurikulum 2013.
4. Bagi Peneliti
a. Melatih keterampilan diri dalam mengembangkan bahan ajar berupa modul berbasis kontekstual untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
1.7 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk akhir yang diharapkan dari penelitian ini berupa modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. Aspek Tampilan
a. Terbuat dari jenis kertas HVS ukuran A4 dengan hard cover.
b. Modul pembelajaran berbasis kontekstual di desain menarik dan berwarna.
c. Bagian-bagian dari modul pembelajaran berbasis kontekstual diantaranya cover, kata pengantar, daftar isi, cara penggunaan modul, sintaks kegiatan pembelajaran, pemaparan dan pengenalan tentang proses pembuatan tape ketan Muntilan yang dihubungkan dengan materi bioteknologi sebagai bagian dari pendekatan kontekstual, penjabaran materi bioteknologi, kegiatan berpikir kritis, jendela wawasan baru, aplikasi dalam kehidupan, kegiatan berlatih, rangkuman, dan penutup.
2. Aspek Isi
a. Kompetensi Dasar
3.7 Menerapkan konsep bioteknologi dan perannya dalam kehidupan manusia
b. Indikator
3.7.1 Menyebutkan prinsip dasar bioteknologi
3.7.2 Menjelaskan perbedaan prinsip pengembangan bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern
3.7.3 Mengklasifikasikan penerapan bioteknologi sesuai bidangnya
3.7.4 Mengidentifikasi sumber-sumber agen bioteknologi dan produk yang dihasilkan
3.7.5 Menjelaskan prinsip rekayasa genetika dan hasil produknya 3.7.6 Menyebutkan keuntungan dan kerugian dari penerapan
bioteknologi dalam berbagai bidang
3.7.7 Membandingkan perbedaan kandungan gizi bahan baku bioteknologi dengan produk bioteknologi
3.7.8 Menerapkan prinsip bioteknologi dalam pembuatan salah satu produk bioteknologi konvensional
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Modul Pembelajaran
Modul termasuk salah satu jenis bahan ajar dengan susunan sistematis untuk keperluan belajar. Penyusunan modul bertujuan untuk membantu siswa belajar sesuai dengan kecepatannya, membantu siswa menerapkan teknik belajar sesuai latar belakang dan kebiasaannya, memberi kesempatan bagi siswa mengenali kelebihan dan kekurangannya, dan memberi kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki kelemahannya melalui modul (Yulia, 2020). Rahdiyanta (Universitas Negeri Yogyakarta), mengemukakan karakteristik modul pembelajaran, diantaranya:
1) Self instruction (Instruksi Diri)
Modul dapat digunakan oleh seseorang untuk belajar secara mandiri. Modul memiliki karakteristik self instruction apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Mencantumkan tujuan pembelajaran secara jelas dan mampu menggambarkan pencapaian SK dan KD.
b) Materi disusun membentuk unit-unit kegiatan yang spesifik dan sederhana sehingga siswa mudah untuk mempelajarinya dengan tuntas;
c) Modul dilengkapi contoh dan ilustrasi yang mendukung penjelasan materi pelajaran;
d) Terdapat soal-soal evaluasi/latihan, tugas latihan, post-test dan sebagainya dengan tujuan mengukur kemampuan penguasaan materi yang siswa miliki;
e) Materi dalam modul dikaitkan dengan lingkungan sekitar siswa;
f) Bahasa yang digunakan mudah dipahami dan komunikatif;
g) Memuat rangkuman tentang materi pembelajaran yang dipelajari;
h) Terdapat instrumen penilaian sehingga siswa dapat melakukan penilaian secara mandiri (self assessment);
i) Terdapat feedback atas penilaian mandiri siswa, sehingga siswa dapat mengetahui tingkat penguasaan materi pembelajaran;
j) Memuat informasi mengenai rujukan atau referensi yang mendukung materi pembelajaran yang disampaikan.
2) Self contained (Mandiri)
Modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan. Dengan demikian siswa mampu mempelajari materi pelajaran hingga tuntas.
3) Stand alone (Berdiri Sendiri)
Modul tidak bergantung pada bahan ajar lain atau dengan kata lain siswa tidak membutuhkan bahan ajar lainnya untuk bisa mempelajari materi tersebut.
4) Adaptif
Modul mampu menyesuaikan perkembangan IPTEK, serta dapat menyesuaikan ketika sedang digunakan di berbagai perangkat keras.
5) User friendly (Mudah Digunakan)
Modul pembelajaran hendaknya mencantumkan instruksi dan informasi mengenai cara pemakaian modul yang bersifat bersahabat dan membantu dengan pemakainya. Penggunaan bahasa pada modul yang sederhana, komunikatif, dan istilah yang digunakan umum termasuk dalam kategori user friendly.
Yulia (2020), mengemukakan tahapan dalam penyusunan modul pembelajaran, diantaranya:
1) Merumuskan tujuan secara spesifik dan jelas sehingga dapat diamati dan diukur.
2) Menentukan langkah-langkah dalam modul sesuai tujuan yang telah disusun.
3) Melakukan tes diagnostik yang bertujuan untuk mengukur latar belakang siswa.
4) Merumuskan kebermanfaatan modul bagi siswa.
5) Menyusun kegiatan belajar yang dirumuskan dalam modul sebagai alat bantu dan pembimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran.
6) Menyusun instrumen penilaian seperti post-test untuk mengukur hasil belajar siswa.
7) Menyediakan sumber-sumber bacaan yang dapat diakses oleh siswa setiap diperlukan.
Kelayakan modul pada penelitian ini dikembangkan dengan mengacu pada Badan Standar Nasional Pendidikan (Wahyuni & Puspasari, 2017). Tabel 2.1 menunjukkan instrumen kelayakan modul menurut BSNP.
Tabel 2.1 Instrumen Kelayakan Modul
Komponen Cakupan
Isi Kelengkapan, keluasan, dan
kedalaman materi Akurasi materi
Kemutakhiran dan kontekstual Ketaatan pada hukum dan perundang-undangan
Keterampilan
Penyajian Teknik penyajian yang digunakan
Pendukung penyajian materi Penyajian pembelajaran Kelengkapan penyajian
Kebahasaan Kesesuaian dengan perkembangan
siswa
Keterbacaan modul Kelugasan bahasa
Koherensi dan kelarasan alur pikir Kesesuaian dengan kaidah EYD Penggunaan istilah dan simbol, serta ketepatan dalam penggunaan nama ilmiah
Kegrafikan Ukuran modul
Desain kulit modul Desain isi modul 2.1.2 Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning (CTL) tercetus dari tokoh filsafat kontruktivisme yaitu Mark Baldwin yang selanjutnya oleh Jean Piaget dikembangkan. Pendapat epistemologis dari Giambatista Vico yang berbunyi
“Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya”
memiliki makna seseorang dikatakan mengetahui apabila orang itu dapat menjelaskan unsur pembangun sesuatu itu. Pemikiran tersebut menjadi awal dari aliran filsafat konstruktivisme (Hidayat, 2012).
Pendekatan kontekstual berupa konsep belajar dimana guru menghubungkan materi yang disampaikan dengan kehidupan nyata siswa serta mendukung siswa menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan di kehidupan nyata. Dengan kata lain pengajaran kontekstual membantu siswa dalam menghubungkan pelajaran akademis dengan keadaan yang sebenarnya (Hidayat, 2012).
Hidayat (2012) mengemukakan pembelajaran kontekstual memiliki beberapa ciri atau karakteristik diantaranya:
1) Siswa terlibat aktif;
2) Siswa belajar melalui kegiatan kerja kelompok, saling mengoreksi, dan diskusi;
3) Karakter siswa dibangun atas dasar kesadaran diri;
4) Pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan nyata atau simulasi masalah;
5) Pengembangan keterampilan di dasarkan atas pemahaman;
6) Siswa menerapkan kemampuan berpikir kritis, terlibat secara penuh dalam mengusahakan proses pembelajaran berjalan efektif dan bertanggung jawab, serta membawa konsep/pemahaman masing-masing dalam proses pembelajaran.
Syahza (2012) menyampaikan tujuh komponen utama dalam CTL untuk mencapai pembelajaran yang efektif (Hidayat, 2012). Ketujuh komponen tersebut yaitu:
1) Constructivism (Konstruktivisme)
Komponen konstruktivisme menekankan pada terwujudnya pemahaman mandiri secara aktif, produktif, serta kreatif berdasarkan pada pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna.
2) Questioning
Komponen bertanya meliputi usaha guru dalam memotivasi siswa dalam mengetahui suatu hal, kemudian memberikan arahan kepada siswa untuk mendapatkan informasi sehingga guru dapat mengetahui perkembangan kognitif siswa.
3) Inquiry
Komponen inquiry menjadi inti dari CTL yang dimulai dari peninjauan fenomena, kemudian kegiatan yang bermakna sehingga memperoleh hasil temuan secara mandiri oleh siswa.
4) Learning Community
Siswa disarankan untuk bekerja sama atau beradaptasi dengan orang lain melalui kegiatan sharing baik itu antarteman, antarkelompok, serta antara siswa yang tahu dengan siswa yang belum tahu yang berlangsung di kelas maupun luar kelas. Pembelajaran dengan diskusi kelompok yang anggotanya heterogen serta dalam jumlah yang bervariasi mampu mendukung komponen Learning Community ini.
5) Modelling
Guru disarankan untuk menggunakan model yang dapat ditiru siswa, misalnya pemberian contoh dalam pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu.
6) Reflection
Komponen ini diterapkan melalui proses perenungan untuk menelaah serta merespons seluruh kejadian, aktivitas, serta pengalaman dalam pembelajaran.
Dengan begitu siswa tersadar bahwa pengetahuan yang telah didapatkannya
merupakan bagian dari pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa, sehingga siswa akan bersikap terbuka dengan pengetahuan baru.
7) Authentic Assessment
Komponen ini menjadi ciri khusus dari CTL dengan proses mengumpulkan berbagai data untuk memperoleh informasi mengenai kemajuan pengalaman belajar siswa.
2.1.3 Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis dimaknai sebagai suatu proses pemilihan keputusan yang bisa diterima oleh nalar, dengan begitu seluruh tindakan yang dilakukan merupakan hal yang baik dan benar. Dalam proses berpkir kritis terdapat beberapa hal yang mendasarinya yaitu praktis, masukmakal, keyakinan, reflektif, dan tindakan. Berpikir kritis juga dapat dimaknai sebagai proses dan kemampuan dalam memahami suatu konsep, mensintesis, menerapkan, serta memeriksa informasi yang diperoleh (Mudrikah et al, 2022). Terdapat beberapa alasan mengapa KBK penting dimiliki oleh seseorang, diantaranya (Mudrikah et al, 2022):
1) Membantu seseorang dalam memilah dan memilih suatu informasi yang beredar sehingga didapatkan sumber informasi yang valid, relefan, serta bermanfaat;
2) Membantu seseorang menentukan keputusan secara objektif dan rasional tanpa dipengaruhi oleh emosi;
3) Dengan berpikir kritis seseorang akan terbiasa berpikir secara teratur dan bersesuaian sehingga tidak terpengaruh oleh sesuatu hal yang instan;
4) IPTEK yang terus berkembang serta adanya tekanan globalisasi, sehingga seluruh bangsa akan berusaha bertahan atau unggul dalam persaingan global;
5) Adanya tuntutan di bidang pendidikan sekolah formal.
Sitohang (2019), menyampaikan manfaat KBK di berbagai bidang kehidupan diantaranya di bidang akademik, dunia kerja, serta masyarakat. Tabel 2.2 memaparkan manfaat KBK di bidang akademik, dunia kerja, dan masyarakat.
Tabel 2.2 Manfaat Keterampilan Berpikir Kritis
Bidang Akademik Dunia Kerja Masyarakat
1. Meningkatkan kreativitas siswa
1. Mampu mengatasi suatu permasalahan
1. Kualitas sebuah keputusan
meningkat 2. Meningkatkan
keterampilan berpendapat /berargumen
2. Memiliki kemampuan analisis yang tepat
2. Sebagai penyaring terhadap budaya asing yang masuk 3. Melakukan
evaluasi terhadap suatu ide atau gagasan
3. Mampu
menyampaikan suatu gagasan dengan tepat dan jelas
3. Meningkatkan kualitas dari demokrasi
(Sumber: Sitohang, 2019) Mudrikah et al (2022), mengemukakan 3 hal penting dalam berpikir kritis yaitu:
1) Sikap (Attitude)
Seseorang dengan kemampuan berpikir kritis akan memiliki sikap skeptis (tidak mudah percaya sebelum adanya pembuktian), terbuka pada isu-isu yang muncul, serta kemampuan mengendalikan penilaian secara subjektif.
2) Fungsi proses
Proses dalam berpikir kritis diantaranya:
a) Menyaring serta memilih informasi yang sesuai;
b) Mengembangkan proses pemikiran yang teratur dan logis;
c) Mempertimbangkan serta memvalidasi sumber informasi yang didapat.
3) Pengetahuan
Pengetahuan yang mendukung seseorang dalam berpikir kritis meliputi pengetahuan yang memadai tentang isu yang dihadapi, menguasai logika berpikir yang baik, serta memiliki kemampuan literasi yang baik.
Kemampuan berpikir kritis berbeda dengan kemampuan menghafal atau kegiatan pengumpulan informasi, sebab seseorang yang berpikir kritis akan berpikir menggunakan logika serta menghimpun informasi-informasi yang di dapat untuk menyelesaiakn suatu permasalahan.
The Statewide History-Social Science Assesment Committee yang tertuang dalam 12 keterampilan esensial berpikir, terdapat 3 tahapan dalam berpikir kritis yaitu (Mudrikah et al, 2022):
1) Mengenali masalah (defining and clarifying problem)
Pada tahap ini, orang yang pemikir kritis terlebih dahulu akan mengenali isu dalam suatu permasalahan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaannya, selanjutnya memastikan informasi yang sesuai dengan isu permasalahan yang ada dan merumuskan masalah.
2) Menilai informasi (judging information)
Informasi yang dikumpulkan dan di dapat selanjutnya dinilai secara objektif/faktual dengan cara melakukan pemilahan fakta/opini, pengecekan konsistensi informasi, mengidentifikasi asumsi, mengidentifikasi peluang adanya bias/subjektif/salah tafsir, serta mengenali adanya perbedaan ideologi maupun nilai.
3) Memecahkan masalah atau menarik kesimpulan (solving problems/drawing conclusion)
Seseorang yang akan memecahkan masalah perlu menerapkan keterampilan mengidentifikasi data dan kelengkapan data serta memperkirakan dampak yang mungkin dapat terjadi dari keputusan yang diambil (Mudrikah et al, 2022).
Penelitian ini menerapkan indikator berpikir kritis yang diadaptasi dari Robert Ennis dengan kategori meliputi 5 aspek kemampuan berpikir kritis (Sugandi & Siswanto, 2021). Penelitian ini berfokus pada peningkatan KBK pada ranah kognitif saja. Tabel 2.3 menunjukkan kategori KBK menurut Robert Ennis beserta indikatornya.
Tabel 2.3 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Kategori Indikator
Membangun penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan Menganalisis pertanyaan
Bertanya dan menjawab pertanyaan Membangun kesimpulan
sederhana
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
Mengobservasi, mempertimbangkan laporan observasi
Menyimpulkan Melakukan dan mempertimbangkan hasil deduksi
Melakukan dan mempertimbangkan hasil induksi
Membuat dan menentukan nilai pertimbangan
Memberikan penjelasan lanjut Mendefinisikan, mempertimbangkan suatu definisi
Mengidentifikasi asumsi-asumsi Mengatur strategi dan taktik Menentukan suatu tindakan
Berinteraksi dengan orang lain
(Sumber: Sugandi & Siswanto, 2021)
2.1.4 Bioteknologi
Dalam modul yang dikembangkan memuat materi bioteknologi tepatnya pada Kompetensi Dasar (KD) 3.7 yaitu menerapkan konsep bioteknologi dan perannya dalam kehidupan manusia. Bioteknologi sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari teknologi pemanfaatan makhluk hidup seperti bakteri, fungi, dan virus maupun turunan dari produk makhluk hidup seperti enzim, protein sel tunggal (PST), bioenergi, dan sebagainya untuk menghasilkan barang dan jasa (Fidiastuti et al, 2019). Seriring dengan berkembangnya zaman, bioteknologi terbagi menjadi dua yaitu bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme secara langsung dan utuh untuk menghasilkan produk, misalnya tempe yang memanfaatkan jamur Rhyzopus oryzae sedangkan bioteknologi modern memanfaatkan mikroorganisme yang genetiknya sudah direkayasa untuk menghasilkan suatu produk (Dewi et al, 2021).
Bioteknologi konvensional memanfaatkan mikroorganisme dalam menghasilkan suatu produk melalui teknologi fermentasi (Agustina et al, 2019).
Tape merupakan salah satu produk makanan hasil proses fermentasi yang dibantu oleh mikroorganisme seperti khamir Saccharomyces cerevisiae, jamur Aspergillus sp., dan bakteri Acetobacter aceti. Ketiga mikroorganisme tersebut terdapat dalam ragi tapai yang bekerja secara sinergis atau saling bekerja sama mengubah bahan baku (singkong/beras ketan) menjadi tapai. Tape ketan Muntilan sebagai makanan khas daerah Muntilan dapat dijadikan sarana pengenalan produk bioteknologi kepada siswa, sehingga materi pada KD 3.7
dapat dengan mudah diterima oleh siswa karena erat kaitannya dengan kehidupan siswa.
2.1.5 Kerangka Teoretis
Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang sesuai/berhubungan dengan penelitian pengembangan modul IPA berbasis kontekstual untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Tabel 2.4 menunjukkan state of the art dari penelitian terdahulu.
Tabel 2.4 State of The Art
No Deskripsi Penelitian Pembahasan 1 Judul: Pengembangan
Modul IPA Terpadu Kontekstual pada Tema Bunyi
Tahun: 2013
Penulis: Nailin Asfiah,
Mosik, Eling
Purwantoyo
Bidang Kajian: pengembangan modul IPA Terpadu kontekstual
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai bahan referensi tentang pendekatan kontekstual dalam pengembangan modul
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini menggunakan materi tema bunyi sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan materi bioteknologi
2 Judul: Penerapan Pembelajaran
Kontekstual untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Kecakapan Hidup pada Materi Ekosistem di MTsS Al-Washliyah Lhokseumawe
Tahun: 2014
Penulis: Nellyati Pulungan
Bidang Kajian: penerapan pembelajaran kontekstual pada materi ekosistem
Alasan digunakan sebagai referensi:
menjadi sumber referensi terkait penerapan pembelajaran kontekstual Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini meningkatkan penguasaan konsep dan kecakapan hidup sedangkan penelitian yang akan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
3 Judul: Pembelajaran Kontekstual (CTL) terhadap kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran IPA pada Kelas IX di Sekolah Menengah Pertama Tahun: 2016 Penulis: Hendra
Bidang Kajian: penerapan pembelajaran CTL dan kemampuan berpikir siswa Alasan digunakan sebagai referensi:
menjadi sumber referensi terkait penerapan CTL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini belum pernah mengkaji kontekstual
yang dihubungkan dengan budaya lokal tape ketan pada materi bioteknologi.
4 Judul: Pengembangan Modul IPA Berbasis Kontekstual Materi
Kalor dan
Perpindahannya untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik SMP Kelas VII
Tahun: 2019
Penulis: Siti Darmawati, Ashadi, Sarwanto
Bidang Kajian: pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi dalam mengembangkan bahan ajar berbasis kontekstual dan kemampuan berpikir kritis.
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini menggunakan materi kalor sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan materi bioteknologi dengan pendekatan kearifan lokal
5 Judul: Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Tahun: 2020
Penulis: Riska Septia Wahyuningtyas, Familia Novita Simanjuntak
Bidang Kajian: pengembangan modul berbasis kearifan lokal
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi dalam mengembangkan modul dengan memanfaatkan kearifan lokal
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini belum pernah mengkaji kontekstual yang dihubungkan dengan budaya lokal tape ketan pada materi bioteknologi.
6 Judul: E-modul Gerak Refleks Berbasis Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA
Tahun: 2020
Penulis: Fitra Purnama Agung, Slamet Suyanto, Tien Aminatun
Bidang Kajian: pengembangan modul berbasis kontekstual
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi dalam mengembangkan bahan ajar berbasis kontekstual
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini meningkatkan penguasaan konsep sedangkan penelitian yang akan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis
7 Judul: Pengembangan Bahan Ajar IPA Berbasis Kontekstual dengan Konsep Tri Hita Karana untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa
Tahun: 2020
Penulis: Ni Luh Gede Karang Widiastuti
Bidang Kajian: pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi dalam mengembangkan bahan ajar berbasis kontekstual
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini belum pernah mengkaji kontekstual yang dihubungkan dengan budaya lokal tape ketan pada materi bioteknologi.
8 Judul: Pengembangan Bahan Ajar Menulis Cerita Pendek dengan
Bidang Kajian: pengembangan bahan ajar berpendekatan kontekstual dan berbasis kearifan lokal
Pendekatan Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal pada Siswa Kelas XI SMK
Tahun: 2021
Penulis: Arif Mazhuri Saputro, M. Bahri Arifin, Asnan Hefni
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi dalam mengembangkan bahan ajar berbasis kearifan lokal
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini belum pernah mengkaji kontekstual yang dihubungkan dengan budaya lokal tape ketan pada materi bioteknologi.
9 Judul: Pengembangan Lembar Kerja Siswa Kontekstual Berbasis Local Wisdom dalam Mengembangkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar
Tahun: 2021
Penulis: Sintayana Muhardini, Yuni Mariyati, Mahsup, Ibrahim, Khosiah, Raden Sudarwo, Khaerul Anam, Eka Fitriani, Baiq Desi Milandari
Bidang Kajian: pengembangan bahan ajar kontekstual berbasis local wisdom
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi dalam mengembangkan bahan ajar berbasis local wisdom
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini belum pernah mengkaji kontekstual yang dihubungkan dengan budaya lokal tape ketan pada materi bioteknologi.
10 Judul: E-LKPD
Berorientasi Contextual Teaching and Learning untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Termokimia
Tahun: 2021 Penulis: Dyah Dwi Lestari, Muchlis
Bidang Kajian: pengembangan LKPD berorientasi CTL
Alasan digunakan sebagai referensi:
sebagai sumber referensi pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual
Perbedaan dengan penelitian ini: penelitian ini belum pernah mengkaji kontekstual yang dihubungkan dengan budaya lokal tape ketan pada materi bioteknologi.
Berdasarkan Tabel 2.4 diketahui bahwa banyak penelitian yang berbasis kontekstual, akan tetapi sampai saat ini belum terdapat penelitian yang mengembangkan modul pembelajaran IPA berbasis kontekstual dengan memanfaatkan kearifan lokal di bidang pangan sebagai media implementasi pada materi bioteknologi. Pengetahuan yang berasal dari lingkungan sekitar akan lebih membekas dan mudah diingat oleh siswa serta tidak dapat diperoleh di sekolah
(Wahyuningtyas & Simanjuntak, 2020). Gambar 2.1 menunjukkan kerangka teoritis dari penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Berdasarkan Gambar 2.1 peneliti memilih untuk mengembangkan bahan ajar berupa modul yang berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan KBK siswa karena dengan pembelajaran berbasis kontekstual siswa dapat menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata di lingkungan masyarakat berupa kearifan lokal sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang dipaparkan sebelumnya, maka kerangka berpikir yang dapat disusun dalam penelitian ini yaitu dalam pembelajaran abad ke-21 terdapat tuntutan bagi siswa untuk memiliki pengetahuan yang kompleks dan keterampilan pendukung, salah satunya KBK. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa siswa SMP di Indonesia keterampilan berpikir kritisnya masih rendah. Keterampilan berpikir kritis (KBK) dapat ditingkatkan dengan pengembangan modul berbasis kontekstual. Modul pembelajaran IPA berbasis kontekstual dengan menghubungkan kearifan lokal tape ketan Muntilan pada
Keterampilan Berpikir Kritis
Model Pembelajaran
Integrative Science Studies
Berbasis Kontekstual Media
Pembelajaran
Kearifan lokal pembuatan tape ketan Muntilan
Bahan Ajar Modul Berbasis
Kontekstual
materi bioteknologi diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Gambar 2.2 menunjukkan kerangka berpikir dari penelitian ini.
Gambar 2.2 Bagan Alur Kerangka Berpikir Hasil Akhir
1. Siswa dituntut memiliki pengetahuan yang kompleks dan keterampilan pendukung, salah satunya keterampilan berpikir kritis yang menjadi kompetensi kunci dalam pendidikan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
2. Keterampilan berpikir kritis siswa Indonesia berada pada kategori rendah, ditinjau dari hasil TIMSS 2011 dan PISA 2018, serta penelitian- penelitian terdahulu.
3. Keterampilan berpikir kritis siswa di SMPN 2 Muntilan berada pada kategori rendah yaitu 44%. Model pembelajaran discovery learning yang diterapkan guru tidak dapat merangsang dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
4. Lingkungan sekolah SMPN 2 Muntilan erat kaitannya dengan kearifan lokal pembuatan tape ketan Muntilan, namun potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan maksimal untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMPN 2 Muntilan.
5. Guru belum pernah membuat dan mengembangkan modul IPA berbasis kontekstual yang dihubungkan dengan kearifan lokal, khususnya tape ketan Muntilan.
1. Produk berupa modul IPA berbasis kontekstual untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
2. Melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada siswa menggunakan modul IPA berbasis kontekstual
3. Mengenalkan kearifan lokal daerah muntilan yaitu tape ketan Muntilan kepada siswa.
Permasalahan
Solusi
1. Mengembangkan modul pembelajaran IPA berbasis kontekstual dengan pendekatan kearifan lokal pembuatan tape ketan Muntilan
2. Membimbing siswa melakukan pembelajaran dengan modul berbasis kontekstual
3. Melakukan refleksi respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan modul berbasis kontekstual
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan menerapkan penelitian Research and Development (R&D) dengan tujuan menghasilkan atau mengembangkan suatu produk serta menguji keefektifan produk. Produk yang dikembangkan berupa modul IPA berbasis kontekstual pada materi bioteknologi untuk meningkatkan KBK siswa. Model pengembangan yang diterapkan yaitu model pengembangan ADDIE (Dick et al, 2005). Gambar 3.1 merupakan tahapan dalam pengembangan ADDIE.
Gambar 3. 1 Tahapan Pengembangan ADDIE 3.2 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dan pengembangan yang diterapkan oleh peneliti adalah prosedur pengembangan model ADDIE yang meliputi tahap Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluations (Dick et al, 2005). Gambar 3.2 menunjukkan rincian prosedur penelitian dengan menerapkan langkah pengembangan ADDIE.
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian ADDIE
Berikut ini penjelasan pengembangan model ADDIE yang diterapkan dalam penelitian ini.
1. Analysis yaitu kegiatan menganalisis bahan ajar pengembangan produk baru serta analisis tentang kelayakan beserta syarat-syarat pengembangan produk. Pada tahap analisis terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan seperti:
a. Analisis kurikulum dan tujuan pembelajaran
Analisis kurikulum dilakukan dengan memperhatikan kurikulum yang diterapkan oleh SMPN 2 Muntilan. Peneliti mengkaji Kompetensi Dasar
Implementasi
Menguji coba modul berbasis kontekstual kepada siswa dan melakukan tes keterampilan berpikir kritis
Menentukan ide pengembangan modul, merancang desain isi modul, menentukan format modul, dan penyusunan penilaian tes keterampilan berpikir kritis
Pengembangan
1. Melakukan pengembangan modul sesuai desain yang telah dibuat.
2. Validasi modul oleh dosen dan guru IPA SMP
Evaluasi 1. Analisis KD, tujuan pembelajaran, dan materi yang
akan digunakan.
2. Analisis kearifan lokal untuk pendekatan kontekstual Analisis
Desain
Evaluasi
Evaluasi
Evaluasi
(KD) dari Silabus SMP yang selanjutnya dianalisis dan dirumuskan indikator pembelajaran dan tujuan pembelajarannya. Tahap analisis kurikulum dan tujuan pembelajaran menghasilkan isi materi modul IPA yang dikembangkan yaitu materi IPA kelas IX pada Kompetensi Dasar (KD) 3.7 Menerapkan konsep bioteknologi dan perannya dalam kehidupan manusia. Tabel 3.1 menunjukkan hasil analisis KD, indikator pembelajaran, serta tujuan pembelajaran yang akan diterapkan dalam modul.
Tabel 3.1 Analisis KD, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran Kompetensi Dasar
Indikator Pembelajaran
3.7. Menerapkan konsep bioteknologi dan
perannya dalam kehidupan manusia.
3.7.1 Menyebutkan prinsip dasar bioteknologi
3.7.2 Menjelaskan perbedaan prinsip pengembangan bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern 3.7.3 Mengklasifikasikan penerapan
bioteknologi sesuai bidangnya
3.7.4 Mengidentifikasi sumber-sumber agen bioteknologi dan produk yang dihasilkan
3.7.5 Menjelaskan prinsip rekayasa genetika dan hasil produknya
3.7.6 Menyebutkan keuntungan dan kerugian dari penerapan bioteknologi dalam berbagai bidang
3.7.7 Membandingkan perbedaan kandungan gizi bahan baku bioteknologi dengan produk bioteknologi
3.7.8 Menerapkan prinsip bioteknologi dalam pembuatan salah satu produk bioteknologi konvensional
Tujuan Pembelajaran
1. Peserta didik mampu menyebutkan prinsip dasar bioteknologi 2. Peserta didik mampu menjelaskan perbedaan prinsip
pengembangan bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.
3. Peserta didik mampu mengklasifikasikan penerapan bioteknologi sesuai bidangnya.
4. Peserta didik mampu m engidentifikasi sumber-sumber agen bioteknologi dan produk yang dihasilkan.
5. Perserta didik mampu menjelaskan prinsip rekayasa genetika dan hasil produknya.
6. Peserta didik mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian dari penerapan bioteknologi dalam berbagai bidang.
7. Peserta didik mampu membandingkan perbedaan kandungan gizi bahan baku bioteknologi dengan produk bioteknologi 8. Peserta didik mampu menerapkan prinsip bioteknologi dalam
pembuatan salah satu produk bioteknologi konvensional b. Analisis kearifan lokal
Analisis kearifan lokal sebagai bagian dalam menelaah hubungan materi yang akan disampaikan dengan kehidupan nyata siswa. Sumber informasi diperoleh dengan cara observasi dan wawancara terbuka kepada pelaku usaha pembuatan tape ketan Muntilan sebagai informasi bahan ajar berupa modul IPA pada materi bioteknologi. Pada tahap ini peneliti terlibat langsung dalam pembuatan tape ketan Muntilan untuk melakukan observasi, wawancara, serta mempelajari hubungan pembuatan tape ketan Muntilan dengan materi bioteknologi.
Wawancara dan observasi pembuatan tape ketan Muntilan dilakukan di salah satu toko oleh-oleh yaitu New Eliana yang dikelola oleh Ibu Yayuk selaku penerus generasi kedua. Toko oleh-oleh New Eliana berlokasi di Jl. Pemuda No. 200 Muntilan yang letaknya tidak jauh dari sekolah SMPN 2 Muntilan. Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dimulai dari wawancara kemudian observasi pembuatan tape ketan Muntilan. Peneliti melakukan kunjungan langsung ke tempat toko oleh-oleh New Eliana dan melakukan wawancara dengan Ibu Yayuk pada tanggal 12 Januari 2023. Peneliti menerapkan metode wawancara terbuka agar mendapatkan jawaban yang lengkap dan
mendalam. Rincian hasil wawancara dapat dilihat pada Lampiran 6.
Selanjutnya peneliti melakukan observasi terkait pembuatan tape ketan Muntilan pada tanggal 22 Januari 2023. Tahap observasi bertujuan untuk mencocokkan data hasil wawancara dengan situasi nyata di lapangan serta untuk memperoleh informasi tambahan yang belum ditemui ketika tahap wawancara. Hasil observasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Data wawancara dan observasi dianalisis secara deskriptif dan dijabarkan dalam modul pada bagian kearifan lokal daerah Muntilan.
Tahap analysis dilakukan evaluasi terkait pengolahan tape ketan Muntilan yang dihubungkan dengan materi bioteknologi serta pencocokan materi dengan keadaan nyata kearifan lokal Muntilan. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa terdapat kecocokan antara materi bioteknologi dengan pengolahan tape ketan Muntilan. Pada tahap pembuatan tape ketan Muntilan melalui proses fermentasi yang dibantu dengan ragi, hal tersebut menjadi ciri bahwa tape ketan Muntilan merupakan hasil olahan bioteknologi konvensional. Dengan begitu kearifan lokal tape ketan Muntilan cocok digunakan sebagai penghubung antara peristiwa kontekstual dengan materi bioteknologi yang akan dijadikan bahan ajar modul.
2. Design yaitu kegiatan merancang produk baru yang akan dihasilkan dalam bentuk konseptual yang menjadi dasar pengembangan di tahap selanjutnya.
Pada tahap desain dilakukan kegiatan meliputi penentuan ide pengembangan modul, merancang desain isi modul, menentukan format
modul, dan penyusunan penilaian tes KBK. Struktur modul yang akan dikembangkan meliputi cover, prakata, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, petunjuk penggunaan modul, kegiatan pembelajaran, peta konsep, pemaparan dan pengenalan kearifan lokal tape ketan Muntilan meliputi proses pembuatan hingga pengemasan, penjabaran materi bioteknologi yang dilengkapi dengan peristiwa kontekstual, kegiatan berpikir kritis, jendela wawasan baru, rangkuman, uji kompetensi, kunci jawaban uji kompetensi, dan daftar pustaka.
Pada tahap design juga dilakukan penyusunan soal tes KBK untuk digunakan pada saat pre-test dan post-test. Penilaian tes KBK meliputi 11 indikator dengan masing-masing indikator terdiri dari 2 soal, sehingga jumlah soal yang dirancang yaitu 22 soal essay. Soal tersebut pada tahap selanjutnya akan dilakukan validasi oleh dosen ahli dan guru IPA.
Pada tahap design dilakukan evaluasi terkait kesesuaian struktur modul dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BSNP seperti pada Tabel 2.1.
Sedangkan pada rancangan soal tes KBK indikator yang digunakan seperti pada Tabel 2.3. Peristiwa kontekstual yang terdapat dalam modul diambil dari peristiwa terkini yang ada di Indonesia sehingga modul yang dikembangkan memuat informasi terkini berkaitan dengan materi bioteknologi.
3. Development yaitu merealisasikan rancangan pada tahap design menjadi produk. Pada tahap pengembangan dilakukan uji validitas produk oleh para ahli untuk mengukur kinerja produk. Validasi modul dilakukan oleh beberapa ahli meliputi 2 dosen ahli dari Prodi Pendidikan IPA Universitas
Tidar dan 2 guru IPA SMPN 2 Muntilan. Hasil validasi ahli selanjutnya dianalisis untuk diketahui kevalidan modul yang dikembangkan.
Lembar validasi pengembangan modul mencakup 4 aspek kelayakan seperti pada Tabel 2.1. Pada aspek kelayakan isi terdapat point penilaian tentang kontekstual yaitu pada point kemutakhiran dan kontekstual dimana point tersebut mengacu pada keterhubungan materi yang ada dalam modul dengan fenomena nyata dan aktual dalam kehidupan siswa. Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan berdasarkan arahan dari validator. Lembar validasi soal KBK menggunakan pedoman lembar validasi skala likert dan hasilnya akan dianalisis dengan berpedoman pada rumus V-aiken. Soal KBK yang sebelumnya di rancang 22 soal setelah dilakukan validasi oleh ahli akan dipilih 11 soal dengan memperhatikan perolehan skor dari validator untuk digunakan sebagai soal pre-test dan post-test.
Soal KBK yang sudah terpilih, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi soal yang akan digunakan untuk pre-test dan post-test. Peneliti mengujikan 11 soal KBK kepada 25 siswa kelas X SMA.
Hasil signifikansi uji reliabilitas Cronbach’s Alpha soal adalah 0,716. Hal tersebut berarti bahwa soal memiliki kriteria reliabilitas yang dapat diterima berdasarkan Tabel 3.3.
Tahap development dilakukan evaluasi berdasarkan hasil validasi oleh ahli, evaluasi pada tahap development yaitu dilakukan perbaikan design modul dan penyesuaian soal dengan indikator KBK sesuai saran dan masukan dari validator. Diperoleh beberapa evaluasi terkait hasil validasi
modul diantaranya perbaikan definisi bioteknologi dari segi terminologi, menambah penjelasan tentang bioteknologi konvensional dan modern, perbaikan penulisan yang disesuaikan dengan EYD, serta mengubah jenis font isi modul. Hasil evaluasi pada soal keterampilan berpiki kritis berdasarkan masukan dari ahli yaitu penyesuaian kalimat pada soal agar lebih mudah dipahami oleh siswa SMP dan perbaikan kata kerja pada soal yang disesuaikan dengan indikator KBK.
4. Implementation yaitu implementasi atau penggunaan produk secara langsung oleh siswa pada sekolah yang sudah dipilih sebagai tempat penelitian. Pelaksanaan penelitian dilakukan di SMPN 2 Muntilan dengan sampel siswa kelas IX D. Penelitian menerapkan desain one-group pretest- posttest design dengan teknik purposive sampling. Sampel kelas IX D dipilih berdasarkan nilai rata-rata IPA siswa hampir sama, tidak termasuk kelas unggulan, dan tempat tinggal siswa di Muntilan.
Pembelajaran dilakukan dua kali pertemuan tatap muka dengan total waktu pelajaran yaitu 200 menit (5 jam pelajaran). Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2023 selama dua jam pelajaran. Pada pertemuan pertama peneliti mengenalkan modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi kemudian siswa melakukan pre-test. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2023 selama tiga jam pelajaran.
Aktivitas pembelajaran pada pertemuan kedua meliputi diskusi kelompok memecahkan masalah pada kegiatan berpikir kritis di modul dan melakukan post-test. Hasil pre-test dan post-test digunakan untuk melihat keefektifan modul IPA berbasis kontekstual materi bioteknologi yang telah