48 BAB III
49
Monks menyebutkan ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem seseorang, yakni diantaranya :
1. Lingkungan keluarga 2. Lingkungan sekolah 3. Lingkungan masyarakat79.
Didalam buku teori-teori psikologi dijelaskan juga ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem yakni diantaranya :
1. Faktor jenis kelamin 2. Kondisi fisik
3. Intelegensi80
Berdasarkan hasil analisis peneliti mengenai apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem siswa kelas XII MA NW Pringgajurang utara, berikut ini ada beberapa faktor yang peneliti temukan dari hasil wawancara dan observasi ketika melakukan penelitian yakni : 1. Faktor keluarga
Keluarga merupakan pemahaman tentang interaksi atau pola sosial dalam keluarga. Keluarga sendiri terdiri dari beberapa individu yang bisa terdiri dari dua generasi, tiga generasi atau bahkan lebih. Keluarga ini akan mempengaruhi kualitas interaksi individu yang berdampak pada sisi psikologis individu81. Di dalam asuhan keperawatan jiwa konsep self esteem dijelaskan juga bahwa keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama dan utama bagi remaja. dimana disini remaja bisa merasakan perlakuan adil, dan diberikan kesempatan untuk aktif82.
Berdasarkan yang dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem siswa kelas XII MA NW Pringgajurang utara yakni adanya faktor keluarga. Dimana pengaruh keluarga yang dimaksudkan yakni keluarga yang bercerai, kemudian juga keluarga yang tidak harmonis, kurangnya kasih sayang orang tua yang memberikan dampak pada remaja yang berpengaruh pada interaksi atau hubungan yang tidak baik dengan keluarga maupun teman. Sesuai dengan yang peneliti dapatkan dari empat orang siswi kelas XII MA NW Pringgajurang utara ketika melakukan wawancara yakni yang pertama siswi berinisial LR bahwa dia tidak dekat dengan ibu dan bapaknya dari
79 Ibid, hlm.38
80 Ghufron & risnawati, teori-teori psikologi, (Yogyakarta : ar-ruz media groub 2011), hlm.44-46
81 Mahfudh fauzi, psikologi keluarga, (Tangerang : PSP Nusantara Press, 2018), hlm.1
82 Muhammad suhron, asuhan keperawatan jiwa konsep self esteem…….hlm.38
50
kecil, karena dia tinggal bersama neneknya, dia pun tidak pernah merasakan kasih sayang dari keuarganya.
Yang kedua H, dia tidak dekat dengan ibu, bapak dan kakanya karena orang tunya lebih sibuk bekerja dan kakanya sibuk sama urusan keluarganya, sehingga dia merasa canggung untuk berinteraksi langsung.
Yang ketiga MKH, dia juga tidak dekat dengan kedua orang tuanya karena orang tuanya lebih memperhatikan adiknya di bandingkan dia dan bapaknya juga suka marah-marah, serta tidak ada support dari keduanya.
Yang terakhir H, dia tidak dekat dengan keluarganya karena dia tidak suka ikut kumpul bareng keluarga, kemudian orang tuanya terlalu sensitif terhadap dirinya apapun yang dia lakukan selalu salah dimata orang tunya.
Peneliti juga memperkuat hal tersebut dengan jurnalnya budiman dkk yang mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem yakni dari keluarga yang mengalami suatu masalah, seperti masalah perceraian dalam keluarga yang secara dominan berakhir menyakitkan, anak akan bereaksi terhadap perceraian orang tuanya dengan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, penarikan diri dari lingkungan sosial yang berdampak pada harga diri83. Dengan demikian dampak dari keluarga yang kurang memberikan kasih sayang akan mempengaruhi perkembangan self esteem bagi remaja. Dari hal tersebut bisa di lihat bahwa keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem pada siswa.
2. Faktor teman sebaya
Teman sebaya menurut Suntrock adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial dimana seorang remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya84.
Berdasarkan yang dipaparkan juga pada bab sebelumnya bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem siswa kelas XII MA NW Pringgajurang utara yakni faktor teman sebaya yang dilihat dari beberapa hal seperti, hubungan yang kurang baik dengan teman sekolah, karena sering marah sehingga dijauhi teman, kemudian sering diejek sama teman sekolah karena fisik, sulit menjalani hubungan sosial, sulit dalam berinteraksi dan menjadi orang yang introvert atau pendiam. Jadi dari
83 Budiman dkk, faktor yang mempengaruhi harga diri remaja akhir (16-18 tahun) akibat perceraian orang tua di SMA Negeri 3 subang, jurnal industrial Research workshop and national seminar, vol 4, No.05, 2011, hlm.227
84 Santrock, adolescence : perkembangan remaja, (Jakarta : erlangga, 2007), hlm. 205
51
penghinaan, kemudian kehilangan kasih sayang, dan di jauhi oleh teman sebaya bisa menurunkan self esteem.
Dimana peneliti juga menemukan hal yang sama di dalam Jurnalnya Anisa febristi dkk yang mengatakan bahwa pembentukan harga diri juga di pengaruhi oleh faktor sosial yakni teman sebaya, teman dapat membentuk kepribadian, kebiasaan bahkan identitas diri individu.
Kebiasaan ikut-ikutan serta ingin menjadi seperti teman bahkan orang di lingkungan tersebut akan menentukan harga diri seseorang. Dimana jika seorang remaja berada dilingkungan yang selalu meremehkan atau keras, cenderung remaja akan takut dan mempengaruhi harga dirinya85. Dari paparan diatas teman sebaya ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan self esteem pada masa remaja.
3. Faktor di lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah merupakan tempat kedua setelah keluarga, disini remaja lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya yang berbeda lawan jenis, sehingga dapat mempengaruhi self esteem mereka dalam menjalankan tugas perkembangannya86.
Berdasarkan yang dipaparkan juga pada bab sebelumnya bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem siswa kelas XII MA NW Pringgajurang utara yakni faktor lingkungan sekolah, sesuai dengan fakta yang didapatkan peneliti di tempat penelitian melalui proses observasi dan wawancara yakni yang terlihat dari beberapa hal seperti, prestasi akademik yang kurang bagus, hubungan dengan teman sekolah yang tidak baik, tidak memiliki kepercayaan diri, hubungan dengan guru kurang bagus, tidak disiplin, kemudian sering diejek sama teman sekolah.
Peneliti juga memperkuat hal tersebut dengan jurnalnya udik yudiona dan sulistyo yang juga mengungkapkan bahwa lingkungan sekolah yang tidak kondusif akan bisa menimbulkan perubahan psikologis siswa seperti rendahnya self esteem siswa. Dimana siswa yang memiliki self esteem rendah menunjukkan karakteristik yang pesimis, tidak puas akan dirinya, lebih sensitif, terganggu oleh perkataan orang lain, cenderung melihat peristiwa sebagai hal yang negatif, lebih emosional, cenderung mengalami kecemasan, canggung, pemalu, dan tidak mampu mengekspresikan diri saat berinteraksi dengan orang lain, menghindari pengambilan resiko, sinis, ragu-ragu dan lebih lambat untuk merespon saat mengambil keputusan87.
85 Anisa febristi dkk, faktor sosial dengan self esteem (harga diri pada remaja di panti asuhan, jurnal kebidanan, vol.6, No.1, januari 2020, hlm. 49
86 Muhammad suhron, Asuhan keperawatan jiwa konsep self esteem…..hlm.38
87 Udik yudiono & sulistyo, self-esteem : faktor-faktor yang mempengaruhinya, wiyata dharma : jurnal penelitian dan evaluasi pendidikan, vol.8, No.2, 2020, hlm. 100
52
Keadaan lingkungan sekolah yang kurang baik membuat siswa mengalami rendahnya self esteem, yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi di sekolah tersebut seperti yang sudah di jelaskan pada bab sebelumnya yang dapat mempengaruhi perkembangan self esteem siswa.
Selain faktor-faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya, disini juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self esteem yang juga sesuai dengan hasil observasi dan wawancara pada bab sebelumnya yakni diantaranya : yang pertama mengenai jenis kelamin, dimana di dalam penelitian ini terdapat lebih banyak siswi perempuan yang memiliki tingkat self esteem yang rendah dibandingkan laki-laki, dimana dalam penelitian ini terdapat 5 siswa perempuan dan 2 siswa laki-laki. Kemudian yang kedua kondisi fisik, dimana dari hasil wawancara pada bab sebelumnya terdapat siswa yang memiliki self esteem yang rendah akibat keadaan fisiknya yang sering di bully oleh teman sekolahnya sehingga membuat siswa tersebut tidak memiliki kepercayaan diri dan merasa insecure. Yang terakhir disini yakni intelegensi, dimana dari hasil wawancara pada bab sebelumnya didapatkan siswa memiliki prestasi akademik yang kurang, mereka merasa bahwa temannya lebih pintar dibandingkan dirinya sendiri, sehingga itu juga yang menyebabkan kurang percaya diri, tidak memiliki semangat untuk belajar, dan lebih suka jam kosong dibandingkan belajar.
Hal di atas sesuai dengan apa yang di jelaskan di buku teori-teori psikologi yakni :
a. Faktor jenis kelamin
Menurut ancok dkk wanita selalu merasa self esteem-nya lebih rendah dari pada laki-laki seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang88. Hal ini mungkin juga disebabkan karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-beda baik pada peria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian coppersmith yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pada harga diri pria.
b. Kondisi fisik
Coppersmith menemukan adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. individu dengan kondisi fisik yang menarik akan cenderung memiliki tingkat self esteem yang lebih bagus dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik89.
88 Ghufron & Risnawati, teori-teori psikologi, (Yogyakarta : ar-ruz media group, 2011), hlm. 44
89 Ibid, hlm.45
53 c. Intelegensi
Intelegensi sebagai gambaran yang lengkap kapasitas fungsional individu sangat erat berkaitan dengan prestasi karena pengukuran intelegensi selalu berdasarkan kemampuan akademik, Menurut coppersmith individu dengan prestasi akademik yang bagus akan memiliki tingkat self esteem yang tinggi, begitupun sebaliknya individu dengan kemampuan akademik yang tidak bagus akan menimbulkan self esteem yang rendah. Kemudian dikatakan individu dengan self esteem yang tinggi akan memiliki skor intelegensi yang lebih baik, memiliki aspirasi, dan selalu berusaha lebih keras, begitu juga sebaliknya dengan individu yang memiliki self esteem yang rendah90.
B. Analisis Proses Impelementasi Terapi Berpikir Untuk Peningkatan Self Esteem Siswa Kelas XII MA NW Pringgajurang Utara.
Perlu diketahui bahwa proses atau tahapan terapi berpikir positif terhadap peningkatan self esteem siswa kelas XII MA NW Pringgajurang utara ini tidak jauh berbeda dengan proses terapi atau konseling pada bisanya. Hal ini sesuai dengan gambar berikut ini :
Gambar 3.1. Proses Terapi Berpikir Positif
Hal diatas sesuai dengan yang di ungkapkan oleh guru BK di MA NW Pringgajurang utara pada bab sebelumnya melalui proses wawancara langsung yakni :
1. Tahap awal yakni tahap pembukaan atau perkenalan yang terjadi sejak guru BK bertemu dengan siswa. Dimana guru BK MA NW
90 Ibid, hlm.46
54
Pringgajurang utara sebelum memulai kegiatan terapi dimana tahapan- tahapan yang dilakukan adalah : yang pertama guru BK mengajak siswa untuk membuka kegiatan terapi dengan mengucapkan basmalah agar kegiatan terapi berjalan dengan lancar, guru BK menanyakan kabar siswa untuk mencairkan suasana dan membangun hubungan yang baik dengan siswa, guru BK membuat kesepakatan dengan siswa agar siswa berjanji tidak membocorkan apa yang di dengar dan dilakukan kegiatan terapi, serta tidak ribut dan saling menghargai satu sama lain ketika akan berlangsungnya kegiatan terapi, dan yang terakhir guru BK meminta siswa untuk duduk senyaman mungkin serta menegaskan permasalahan yang terjadi.
2. Tahap kedua yakni tahap proses terapi, dimana pada tahap ini guru BK memulaikan kegiatan terapi yang dilakukan dengan beberapa tahapan yakni:
a. Pertemuan pertama yakni guru BK MA NW Pringgajurang utara menggunakan materi yakni materi yang membahas tentang pentingnya terapi berpikir positif yang dijelaskan kepada siswa yang mengikuti kegiatan terapi agar mereka paham pentingya dari terapi berpikir positif, disini guru BK membuat sebuah Power point yang mencangkup point-point dari pentingnya terapi berpikir positif yang ditampilkan oleh guru BK.
b. Pertemuan kedua yakni guru BK MA NW Pringgajurang utara menggunakan metode kelompok yang dibagi menjadi 2 kelompok atau disebut dengan konseling kelompok. Pada tahap ini guru BK memastikan agar siswa bisa terbuka satu sama yang lain, ketika siswa sudah siap guru BK Memulaikan kegiatan konseling kelompok ini, dimana guru BK disini meminta satu persatu siswa dalam anggota kelompok tersebut untuk bercerita mengenai permasalahan yang dialami.
Kemudian setelah masing-masing siswa menyampaikan kesulitan yang mereka rasakan guru BK mengarahkan siswa untuk saling memberikan tanggapan terhadap kesulitan yang mereka hadapi dengan masing-masing anggota kelompok memberikan masukan atau solusi. Dimana dengan metode diskusi kelompok ini anggota kelompok bisa saling berbagi tentang cara membangun hubungan yang baik antar siswa, dan juga menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Setelah diskusi selesai, guru BK meminta siswa satu persatu untuk menyampaikan kesan dan pesan mereka setelah mengikuti kegiatan konseling kelompok ini. dimana dari hasil pengamatan
55
peneliti yang didapatkan bahwa dengan diadakannya kegiatan ini mereka merasa lega, nyaman, karena mereka merasa bahwa ada tempat mereka mengeluarkan apa yang mereka rasakan terkait dengan kesulitan yang ada dalam diri mereka, baik dari sulitnya menghargai orang lain, kemudian kurangnya rasa percaya diri. Dari metode diskusi ini guru BK mengharapkan mereka mendapatkan pengalaman dan energi-energi positif pada pikiran dan perasaan yang akan berpengaruh kepada aktifitas atau kegiatan positif mereka.
Sesi terakhir ini guru BK memberikan bimbingan terkait dengan perilaku positif yang bisa diterapkan oleh siswa dikehidupan sehari hari dengan harapan agar memberikan energi-energi positif terhadap diri siswa yang dapat menumbuhkan sikap percaya diri, bisa menghargai dan menghormati orang lain, serta mampu mengubah pola pikirnya menjadi lebih baik lagi. Seperti melakukan sholat duha setiap paginya di sekolah, membaca al-quran dan setiap hari jumat membaca hizib.
3. Tahap akhir yakni dimana guru BK melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan ketika proses terapi, dimana disini proses memutuskan perubahan sikap perilaku siswa. guru BK juga melihat apakah siswa mampu untuk menerapkan beberapa hal positif yang sudah ditulis oleh siswa secara sedikit demi sedikit. Kemudian ditahap akhir ini juga guru BK menentukan tindak lanjut yang akan diberikan setelah melihat hasil dari proses terapi ini yakni dimana jika proses terapi ini terlihat berhasil dan secara keseluruhan disimpulkan baik, maka tindak lanjutnya dilakukan dengan pengembangan atau meningkatkan program kedepannya agar mencapai tujuan dan target yang lebih baik lagi. Dimana tahap akhir ini menjadi berhasil dan sukses apabila terjadinya peningkatan self esteem.
Disini peneliti juga menemukan ungkapan yang sama dari salah satu jurnal yang membahas tahapan-tahapan pelaksanaan terapi yakni antara lain :
a. Tahap awal yakni tahapan yang terjadi sejak klien menemui konselor dan klien menemukan definisi dari permasalahan yang sedang dihadapi.
b. Tahap kedua yakni tahap pertengahan, dimana berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kemudian memfokuskan pada penjelajahan masalah klien dan bantuan apa saja yang akan di berikan berdasarkan penilaian dari masalah tersebut.
56
c. Tahap akhir, yakni adanya evaluasi dan melaksanakan perubahan prilaku serta mengakhiri hubungan konseling. Dimana perubahan yang terjadi yang ditandai dengan menurunnya kecemasan klien, adanya perubahan prilaku klien kearah yang lebih positif, adanya rencana hidup masa mendatang dengan program yang jelas, terjadinya sikap positif yaitu dapat mengoreksi diri sendiri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan orang lain, misalnya orang tua, teman, guru, dan keadaan. Jadi klien sudah dapat berpikir realistis dan percaya diri91.
Pada proses pemberian terapi kepada siswa yang mengalami self esteem yang rendah disini guru BK memberikan pemahaman mengenai pentingnya berpikir positif agar siswa memiliki semangat yang tinggi dan bisa mulai berpikir ke hal-hal positif. Dimana disini seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa guru BK memanfaatkan beberapa program khusus yakni : setiap hari jumat ngaji bersama dan melakukan kegiatan hiziban mingguan, meminta siswa untuk membuat time Schedule dan mengadakan sholat duha setiap paginya. Hal ini dibuat untuk membantu siswa agar bisa mulai menanamkan hal-hal positif pada dirinya dan agar siswa lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dimana dari proses ini konselor terus berusaha semaksimal mungkin untuk membantu siswa dengan memberikan sugesti-sugesti positif agar lebih bisa berpikir positif dan bisa meningkatkan self esteem-nya.
C. Analisis Hasil Implementasi Terapi Berpikir Positif Untuk Peningkatan Self Esteem Siswa Kelas XII MA NW Pringgajurang Utara.
Berdasarkan data yang peneliti sampaikan pada bab sebelumnya peneliti menemukan beberapa perubahan-perubahan positif dari implementasi terapi berpikir positif terhadap peningkatan self esteem siswa kelas XII MA NW Pringgajurang utara.
Tujuh orang siswa yang di wawancarai peneliti mengungkapkan bahwa adanya perubahan-perubahan positif yang dirasakan setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif baik dari sikap maupun perasaan siswa yakni diantaranya : adanya perasaan berharga, adanya perasaan mampu dan adanya perasaan diterima. Hal ini berdasarkan yang di ungkapkan oleh ketujuh siswa yang mengikuti kegiataran terapi berpikir positif yakni Pertama siswi berinisial LR yang awalnya dia selalu merasa kesepian, introvert, dan kurang percaya diri, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia merasa berharga, menjadi disiplin, lebih rajin beribadah, dan mulai timbul rasa percaya diri. Ke dua siswi berinisial HN yang awalnya dia merasa tidak
91 Muhammad husni, layanan konseling individual remaja pendekatan behaviorisme, jurnal Al-Ibrah, vol.2, No.2 Desember 2017, hlm.71
57
memiliki kepercayaan diri, lebih suka sendiri, selalu gemeteran dan kaku, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia merasa percaya diri, bisa berpikir jernih, mulai bisa mengontrol diri dan merasa tenang dan nyaman. Ke tiga siswi berinisial H yang awalnya dia merasa tidak percaya diri, sering down, malas dan sulit dalam menyesuaikan diri, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia merasa nyaman, bisa mengatur waktu, mulai rajin dan datang tepat waktu, bisa mengontrol emosi, merasa percaya diri dan bisa menghormati orang lain.
Ke empat siswi berinisial S, yang awalnya dia orang tertutup, sering merasa cemas, minder, tidak percaya diri, dan mudah putus asa, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia merasa lega, lebih disiplin, bisa menghargai waktu, munculnya rasa percaya diri, sabar, bisa mengontrol emosi dan suka bergaul. Ke lima siswi berinisial H yang awalnya dia pendiam, sering merasa stress, mudah berputus asa, dan sering merasa tidak mampu mengerjakan apa yang di suruh, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia merasa lega, bisa menghargai diri sendiri, lebih sabar, mandiri, dan bisa menjaga sikap. Ke enam siswa berinisial MKH yang awalnya dia sering merasa cemas dan stress, tidak percaya diri, sering melawan guru dan mudah putus asa, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia merasa percaya diri, lebih mudah berinteraksi, mulai berani, rajin beribadah, dan memiliki keyakinan terhadap diri sendiri. Yang terakhir siswa berinisial MBA yang awalnya dia tidak percaya diri, tidak disiplin, sering diam, dan kurang memiliki semangat, tetapi setelah mengikuti kegiatan terapi berpikir positif dia menjadi rajin, percaya diri, bisa menghargai orang lain, dan memiliki sikap sopan santun.
Dari sinilah bisa di lihat bahwa implementasi terapi berpikir positif bisa membantu siswa untuk peningkatan self esteem. di karenakan berpikir positif dapat digunakan sebagai salah satu model pendekatan kognitif untuk meningkatkan harga diri, yakni mampu melihat kekuatan dalam diri, mampu berkonsentrasi pada kesuksesan, memecahkan masalah, berani dalam menghadapi tantangan, mampu memberikan pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan dari pada menilai keadaan, mampu untuk menyesuaikan diri, tidak frustasi dan mampu untuk tidak menyalahkan diri sendiri92.
Kemudian selain itu di dalam buku terapi berpikir positif juga di jelaskan bahwa berpikir positif adalah sumber kekuatan dan kebebasan, karena ia membantu anda memikirkan solusi sampai mendapatkannya, dan anda akan terbebas dari penderitaan dan kungkungan pikiran negatif serta pengaruhnya
92 Hanggari deasy dkk, pelatihan berpikir positif untuk meningkatkan self esteem pada remaja yatim piatu di Yogyakarta, jurnal psikologi, Vol.16, No.2, 2020, hlm.2-5.
58
terhadap fisik. dimana individu yang berpikir positif akan mengarahkan pikiran-pikirannya ke hal-hal yang positif yakni akan berbicara tentang kesuksesan, cinta kasih, kebahagian, dan keyakinan sehingga individu akan berpikir poitif dalam menghadapi suatu permasalahan yang dihadapi93.
Hal ini juga diperkuat di dalam jurnalnya wendy kristanto dkk yakni dengan berpikir yang positif akan mendorong untuk melakukan hal-hal positif, yakni merealisasikan tujuan-tujuan positif atau target-target positif, mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki seperti bakat, pengalaman, pengetahuan, karakter dan untuk menyelesaikan masalah atau persoalan yang muncul dengan cara positif, kreatif dan konstruktif. Selain itu berpikir positif juga terkait dengan kemampuan untuk meminimalisir pikiran-pikiran negatif yang muncul, sehingga dapat meningkatkan psychological well-being dan harga diri setiap individu. Dengan hasil yakni berpikir positif efektif untuk meningkatkan psychological well-being dan harga diri pada lansia94.
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa dengan memikirkan hal-hal yang positif akan membantu untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang di hadapi, sehingga siswa yang melakukan terapi berpikir positif untuk peningkatan self esteem akan menjadi lebih mudah. Ini juga sesuai dengan apa yang peneliti dapatkan di tempat penelitian bahwa dengan adanya terapi berpikir positif ini memberikan hal-hal positif kepada siswa yang memiliki self esteem rendah untuk mengubah pola pikir siswa dan meningkatkan self esteem siswa. Yang dimana dalam penelitian ini menggunakan terapi berpikir positif untuk meningkatkan self esteem siswa.
93 Ibrahim elfkhy,”terapi berpikir positif”,…………hlm.207
94 Wendy kristanto dkk, efektivitas pelatihan berpikir positif dalam meningkatkan psychological weel-being dan harga diri pada lansia yang memiliki penyakit kronis, jurnal psikosains,……..hlm. 92-93