• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Pembentukan Karakter

tersebut bisa dicapai melalui kurikulum pendidikan Islam yaitu menyangkut bahan atau jenis mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik yang terhimpun dalam kurikulum pendidikan Islam, pernyataan ini dikemukakkan oleh Mulkan pada tahun 1993 yang dikutip kembali oleh Abdullah Idi dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sumber bahan dan materi kurikulum Pendidikan Islam dapat dikembangkan melalui bahan yang terdapat dalam nash Al Qur‟an dan Hadis maupun pada realita kehidupan.

sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan tanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh dengan ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakat.

Selain pengertian karakter diatas terdapat pula beberapa pendapat mengenai pengertian karakter diantaranya Ki Hajar Dewantara, mengemukakkan bahwa penggunaan karakter dapat diartikan sebagai sifat dan jenis.12 Suyanto, menyatakan bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara.13

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.14 Manusia memiliki karakter-karakter kemanusiaan tertentu yang berbeda-beda setiap manusia sehingga manusia dirumuskan sebagai makhluk sosial dengan segala keunikannya yang mengundang para ilmuan untuk selalu melakukan penelitian terhadapnya. Satu

12Tuhana Taufik Adrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber, (Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media, 2012),. h.18.

13Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),. h. 20.

14Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Cet.1; Jakarta: Kencana, 2011), h.10.

karakter manusia dapat menentukan pola kehidupan mereka kedepannya. Bagaimana manusia menjalani hidupnya itu sangat ditentukan oleh karakter mereka.

Karakter sendiri itu ibarat pisau bermata dua. Pisau itu dapat Anda manfaatkan untuk mengiris sayur, mengupas kulit buah, atau berbagai manfaat positif lainnya. Namun, jika Anda tidak hati-hati, mata pisau bisa mengenai kulit Anda sehingga berdarah. Ini berarti, pisau itu pada satu sisi bisa memberi manfaat, sementara di sisi lain, bisa memberi nilai negatif. Demikian juga dengan karaker.

Seorang anak yang memiliki karakter pemberani akan memiliki keyakinan diri yang tinggi. Ia tidak takut menghadapi apa pun. Namun, keberanian ini jika tidak dikelola secara baik, juga akan menghadirkan efek negatif, seperti ceroboh.15

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya salah satu problematika pada setiap lembaga pendidikan yang ada di Indonesia adalah masalah pembentukan karakter peserta didiknya. Setiap lembaga pendidikan diberikan tanggung jawab dan kewajiban untuk membentuk karakter peserta didiknya dengan menciptakan berbagai sistem pendidikan yang dapat membangun dan membentuk karakter peserta didik yang lebih baik sebagai cerminan terhadap karakter bangsa Indonesia.

William Kilpatrick penulis buku yang berjudul Why Jhonny Can’t Tell Right from Wrong berkata “hal mendasar yang dihadapi sekolah adalah tentang pendidikan moral. Masalah-masalah lain yang kemudian muncul sebenarnya berdasar pada pendidikan moral yang disampaikan. Bahkan perkembangan ilmu pengetahuan pun bergantung pada hasil dari pendidikan karakter”.16

15Ngainun Naim, Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa. (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012)., h. 55-56.

16Thomas Lickona, Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab (Cet.4; Jakarta: Bumi Aksara, 2015),. h. 3.

Pembentukan karakter adalah suatu proses tiada henti yang berlangsung secara terus menerus karena pembentukan karakter bukanlah sebuah usaha yang bisa ditentukan kapan pencapaiannya atau dengan kata lain tidak memiliki batas akhir pencapaiannya. Memang, ada beberapa tolok ukur tertentu yang bisa menandakan bahwa seseorang telah memiliki karakter yang baik. Namun demikian, bukan berarti setelah itu prosesnya selesai. Hidup manusia selalu memiliki dinamika dan tantangan.

Tidak ada manusia yang karakternya sempurna. Semua manusia memiliki kelemahan dan kekurangan, termasuk manusia yang sekarang ini yang kita lihat sebagai manusia yang dalam pandangan kita telah memenuhi persyaratan dan kriteria yang sempurna sebagai manusia berkarakter.

Pembentukan karakter sendiri dalam dunia pendidikan dituangkan dalam bentuk pendidikan moral atau pendidikan karakter. Pada kenyataannya pendidikan moral bukanlah sebuah topik baru dalam dunia pendidikan, pendidikan moral ternyata sudah seumur pendidikan itu sendiri. Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini, pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi.

Pembentukan karakter diartikan sebagai suatu usaha atau proses yang dilakukan untuk menanamkan hal positif pada peserta didik yang bertujuan untuk membangun karakter yang sesuai dengan norma dan kaidah moral dalam bermasayarakat. Ada tiga faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter peserta didik yaitu (1) lingkungan keluarga sebagai wadah pendidikan pertama dan utama seorang anak, (2) lingkungan sekolah sebagai tempat peserta didik mengembangkan potensi dirinya, (3) lingkungan masyarakat sebagai tempat

mereka berkreasi dan berinteraksi. Untuk membentuk karakter peserta didik yang baik di sekolah telah diajarkan pendidikan moral yang tujuannya untuk mewujudkan perilaku yang mengedepankan keimanan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan moral juga dapat diartikan sebagai Pendidikan Karakter yang akan membentuk karakter baik pada peserta didik.

Dengan demikian pembentukan karakter adalah proses membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Dalam membentuk karakter peserta didik sangat penting dalam lingkungan sekolah. Setelah keluarga, sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk manusia yang berkarakter.17

2.1.3.1 Dasar Pembentukan Karakter

Pada dasarnya manusia memiliki dua potensi yaitu baik dan buruk. Dalam pandangan dunia barat Manusia dipandang sebagai makhluk materi yang dapat dibentuk dan menafikan keberadaan sang pencipta, sedangkan dalam pandangan Islam makhluk yang dikaruniai potensi akal oleh Tuhan yang akan dibimbing dan dituntut oleh otoritas wahyu, yaitu Al-Qur‟an dan Hadis Rasulullah Saw. Maka eksistensi manusia sesungguhnya dibaca melalui wahyu yang diimani dan dipahami oleh akal. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An-Naml/ 27: 1-2.













١

(



)





٢

( ) Terjemahnya:

Thaa Siin, (Surat) ini adalah ayat-ayat Al-Qur‟an, dan kitab yang jelas. Petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman.18

17Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Cet.1; Jakarta: Kencana, 2011),. h.162.

18Kementerian Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya,. h. 377.

Dalam pandangan ilmuwan muslim seperti Fakhruddin Ar-Razi, manusia memiliki beberapa karakteristik yang khas. Manusia berbeda dengan makhluk yang lain, termasuk dengan malaikat, iblis, dan juga dengan binatang, adalah karena manusia memiliki akal dan hikmah serta tabiat dan nafsu.19 Ilmuwan muslim lainnya, Ibnul Jauzi sangat indah menjelaskan tentang manusia. Menurutnya, manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasad dan roh. Bagi Ibnu Jauzy, perubahan roh lebih penting karena esensi manusia adalah makhluk rohani atau berjiwa.20

Setiap manusia pasti akan mati, pada saat dia mati rohnya akan masuk ke surga atau ke neraka. Surga dan neraka akan menjadi jelas bagi kita, yang pertama merupakan tempat kenikmatan dan kebahagiaan, dan yang kedua sebagai tempat penderitaan dan hukuman, satu-satunya tempat pencucian jiwa atau roh, hal yang sangat kita perlukan.21

Dengan segala potensi yang dimilikinya, manusia dapat dengan mudah melakukan proses pembentukan karakter. Pada dasarnya hal pertama yang menjadi dasar dari pembentukan karakter manusia adalah karena memiliki potensi yang dibawanya sejak lahir. Al Qur‟an juga mengungkapkan bahwa manusia terlahir dengan membawa potensi, yaitu potensi ketakwaan atau ketaatan, serta potensi kefasikan atau nafsu keburukan.22 Kemudian dijelaskan dengan istilah fujur (celaka) dan takwa (takut kepada Tuhan).

19Ulil Amri Syafri, M.A, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Cet.2; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014),. h.18.

20Tulisan Dr.Ahmad Alim dalam Jurnal Ta‟dibuna vol I, th.2011.

21Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi Sejarahnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),. h.35.

22Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Cet.2,. h.25.

Manusia memiliki dua kemungkinan jalan yaitu menjadi makhluk yang beriman kepada Allah atau ingkar kepada Allah. Apabila kita berbuat baik pasti kita akan mendapatkan berkahnya sedangkan apabila kita berbuat jahat pasti akan mendapatkan celaka. Keberuntungan berpihak pada orang yang senantiasa mensucikan dirinya dan kerugian berpihak pada orang-orang yang mengotori dirinya.

Manusia dibekali fitrah yang dibawa seiring lahirnya manusia itu sendiri. Fitrah itu adalah tauhid. Tauhid menjadi bekal bagi seluruh keturunan Adam a.s, tanpa membedakan rahim seorang ibu dari sisi keagamaannya.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Asy-Syams/91 :7-10.

(٩) هَه لَّكهَز مْ هَم هَ هَلمْقُ هَ مْ هَ (٨) هَه هَ مْ هَقُتهَ هَههَ لُجلُ هَ هَمهَ مْاهَأهَ (٧) هَه لَّ هَس هَمهَ

مٍ مْ هَقُ هَ

(۱۰) هَه لَّسهَا مْ هَم هَا هَ مْ هَ هَ

Terjemahnya:

Demi jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.23

Berdasarkan ayat di atas bahwa manusia mempunyai potensi untuk menjadi hamba Allah yang baik atau menjadi hamba Allah yang buruk, orang yang menjalankan perbuatan baik adalah orang yang akan mendapat surga, sedangkan orang yang melanggar perintah Allah akan mendapatkan siksaan api neraka. Baik dan buruknya seseorang tergantung bagaimana proses pembentukan karakter mereka yang berasal dari pembimbingan potensi.

Billy Graham pernah berkata tentang pentingnya sebuah karakter, beliau pernah berkata bahwa ketika kehilangan kekayaan, kita tidak kehilangan apa-apa.

23Kementerian Agama Republik Indonesia. Al Qur’an dan Terjemahannya., h. 595.

Ketika kehilangan kesehatan, kita kehilangan sesuatu. Ketika kehilangan karakter, maka kita kehilangan segala-galanya.24

Dari hasil pembentukan karakter nantinya diharapkan akan terbentuk enam pilar penting karakter manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya dalam hal-hal khusus. Keenam karakter ini dapat dikatakan sebagai pilar-pilar karakter manusia, diantaranya: Respect (Penghormatan), Responsibility (Tanggung Jawab), Citizenship-Civic Duty (Kesadaran Berwarga- negara), Fairness (Keadilan dan kejujuran), Caring (Kepedulian dan Kemauan Berbagi), dan Trustworthiness (Kepercayaan).25

1. Respect (Penghormatan)

Esensi penghormatan (respect) adalah untuk menunjukkan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Dengan memperlakukan orang lain secara hormat, berarti membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka aman, bahagia, dan mereka penting karena posisi dan perannya sebagai manusia dihadapan kita.

2. Responsibility (Tanggung Jawab)

Sikap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak disukai artinya itu adalah karakter yang buruk. Bertanggung jawab pada sesuatu benda, baik benda mati maupun benda hidup berarti melahirkan sikap kepedulian atas benda itu, nasib dan arah dari benda itu, dan tidak mebiarkannya begitu saja.

24Mohammad Mostari, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan (Cet.1; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014),. h.xxi.

25Fatchul Mu‟in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoretik dan Praktik (Cet.1; Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2011),. h. 211-212.

3. Citizenship-Civic Duty (Kesadaran Berwarga-negara)

Nilai-nilai sipil merupakan nilai-nilai yang harus diajarkan pada individu- individu sebagai warga negara yang memiliki hak sama dengan warga lainnya.

Singkatnya, karakter yang diperlukan untuk membangun kesadaran berwarga negara ini meliputi berbagai tindakan untuk mewujudkan terciptanya masyarakat sipil yang menghormati hak-hak individu.

4. Fairness (Keadilan dan kejujuran)

Sikap adil merupakan kewajiban moral. Kita diharapkan memperlakukan semua orang secara adil. Kita harus mendengarkan orang lain dan memahami apa yang mereka rasakan dan pikirkan atau setidaknya yang mereka katakan. Ketika seseorang berusaha berbuat adil maka hal itu harus pula didasarkan pada sikap jujur.

5. Caring (Peduli)

Kepedulian adalah perekat masyarakat. Kepedulian adalah sifat yang membuat pelakunya merasakan apa yang dirasakan orang lain, mengetahui bagaimana rasanya jadi orang lain, kadang ditunjukkan dengan tindakan memberi atau terlibat dengan orang lain tersebut.

6. Trustworthiness (Kepercayaan)

Sikap anti-massa berkaitan dengan hilangnya karakter percaya pada orang lain. Kepercayaan hilang, jadinya adalah individualisme, saling menghianati, ingkar janji, dan mengibuli. Kebiasaan yang membuat orang tak bisa dipercaya, orang yang tidak jujur dan orang yang tidak setia.

2.1.3.2 Peran Sekolah dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik

Lembaga Sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk manusia yang berkarakter setelah lembaga keluarga. Agar pembentukan karakter

peserta didik dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya pemahaman yang cukup dan konsisten oleh seluruh personalia pendidikan. Di sekolah, kepala sekolah, pengawas, guru, dan karyawan harus memiliki persamaan persepsi dalam hal pembentukan karakter peserta didik. Setiap personalia pendidikan mempunyai perannya masing-masing. Kepala sekolah harus mampu membudayakan karakter- karakter unggul di sekolahnya. Seorang kepala sekolah harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menciptakan sebuah sistem dan kebijakan pendidikan yang tepat dalam rangka memberikan dampak positif terhadap pembentukan karakter peserta didiknya. Adapun seorang pengawas meskipun tidak berhubungan langsung dengan proses pembelajaran kepada peserta didik, tetapi ia dapat mendukung keberhasilan ataupun ketidakberhasilan penyelenggaraan pendidikan melalui peran dan fungsi yang diemban.

Pendidik merupakan teladan bagi siswa dan memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter peserta didik. Peran pendidik sebagai pembentuk generasi muda yang berkarakter sesuai UU Guru dan Dosen.

UU No. 14 Tahun 2005, guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidkan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.26

Di sekolah, pendidik merupakan figur yang diharapkan mampu mendidik anak yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Hal ini dapat dimaknai bahwa pendidik adalah sosok sentral yang bertindak sebagai agen transformasi pada tatanan individu atau peserta didik, dan transformasi sebuah masyarakat atau bangsa. Titik

26Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Cet.1,. h.164.

awal dalam transformasi pembentukan karakter bangsa adalah tarnsformasi pendidikan yang sebagian besar dilakukan oleh seorang pendidik atau guru.

Proses pembentukan karakter peserta didik menjadi tanggung jawab oleh semua guru yang ada di sekolah, termasuk juga guru bimbingan dan konseling (konselor sekolah). Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling tidak bisa lepas dari peran dan tugas yang terkait dengan pembentukan karakter peserta didik.

Konselor sekolah hendaknya merancangkan dalam program kegiatannya untuk secara aktif berpartisipasi dalam pengembangan dan penumbuhan karakter pada pesera didik.

Dari beberapa pernyataan dipahami bahwa sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter peserta didik. Di sekolah sendiri seluruh personalia yang ada sebagai pelaku pendidikan saling bekerja sama untuk membentuk karakter yang baik kepada peserta didik. Dari banyaknya peran sekolah dalam proses pembentukan karakter peserta didik, tidak menutup kemungkinan ada tujuan yang hendak dicapai oleh sekolah terkait pembentukan karakter peserta didik tersebut. Adapun tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai berikut;

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karaker secara bersama.27

2.1.3.3 Model Pembelajaran Berkarakter

Pendidikan berkarakter dapat dilakukan dengan berbagai model. Model tersebut antara lain:

1. Model Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan.28

Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah Saw memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Untuk mencapai tujuan pendidikan karakter kepada taraf yang baik, dalam artian terjadi keseimbangan antara ilmu dan amal, maka Islam juga memberikan model pembiasaan dan prakek keilmuan.

Dalam hadis-hadis Nabi Muhammad Saw juga terdapat model pembiasaan dalam melakukan pendidikan akhlak harian. Sebagai contoh hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda sebagai berikut:

Apabila kalian berwudhu, maka mulailah selalu dari anggota yang kanan. (HR.

Bukhari, Muslim, Tirmizi).

Pada hadis lain sahabat Ibnu Umar Abi Salamah berkata, Rasulullah bersabda kepadaku: makanlah dengan bismillah, dan gunakanlah tangan kanan, dan

27Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (Cet.2; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),. h.9.

28Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Cet.5; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016),. h.166.

makanlah apa yang dekat kepadamu. (HR. Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah, dan Baihaqi).29

Model pembiasaan ini mendorong dan memberikan ruang kepada peserta didik pada teori-teori yang membutuhkan aplikasi langsung, sehingga teori yang berat bisa menjadi ringan bagi anak didik bila kerap kali dilaksanakan.

2. Model Keteladanan

Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, terutama dalam hal pembentukan karakter. Keteladanan guru sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik.

Keteladanan ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik, guna menyiapkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDA), serta menyejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.30

Keteladanan atau qudwah merupakan satu model yang sangat efektif untuk mempengaruhi orang lain. Dalam Islam, model ini banyak terdapat pada bidang pendidikan dan dakwah. Dalam bidang pendidikan Islam, model qudwah ini kerap kali menjadi bahasan, karena jika seseorang menyampaikan suatu ilmu pengetahuan, namun ia sendiri tak meyakininya atau tidak mempraktikkannya, maka ia akan dicela dan disebut sebagai munafik.31

3. Pembinaan Disiplin Peserta Didik

Dalam rangka pembentukan karakter peserta didik, guru harus mampu menumbuhkan disiplin peserta didik, terutama disiplin diri. Guru harus mampu

29Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Cet.2; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014),. h.139.

30Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Cet.5,. h.169.

31Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Cet.2,. h.142.

membantu peserta didik dalam mengembangkan pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasioal, yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh, dan untuk peserta didik.

Menurut Soelaeman guru berfungsi sebagai pengemban ketertiban, yang patut digugu dan ditiru, tapi tidak diharapkan sikap otoriter.32

4. Metode Kisah

Kisah merupakan saran yang mudah untuk mendidik manusia. Model ini sangat banyak dijumpai dalam Al Quran. Bahkan kisah-kisah dalam Al Qur‟an sudah menjadi kisah-kisah populer dalam dunia pendidikan. Kisah yang diungkapkan dalam Al Qur‟an ini mengiringi berbagai aspek pendidikan yang dibutuhkan manusia.

Abdurrahman An-Nahlawy berpendapat bahwa metode kisah yang terdapat dalam Al Qur‟an mempunyai sisi keistimewaan dalam proses pendidikan dan pembinaan manusia. Menurutnya, metode kisah dalam Al Qur‟an berefek positif pada perubahan sikap dan perbaikan niat atau motivasi seseorang.33

5. Model Motivasi

Motivasi atau Targhib kerap diartikan dengan kalimat yang melahirkan keinginan kuat (bahkan sampai pada tingkat rindu), membawa seorang tergerak untuk menggerakkan amalan. Targhib menjadi model pendidikan yang memberi motivasi untuk beramal dan memercayai sesuatu yang dijanjikan. Misalnya perkara tentang kematian. Awalnya manusia memiliki rasa takut pada kehilangan, baik ditinggal oleh seseorang yang dekat maupun rasa takut pada kematian itu sendiri.

32Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Cet.5,. h.169.

33Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Cet.2,. h.125.

Dalam hal ini Islam memberikan motivasi untuk beriman dan beramal saleh, serta melakukan perbuatan-perbuatan baik lainnya, dengan didasari keimanan sebagai modal untuk memasuki alam kematian. Contoh ini akan menggambarkan manusia itu buta akan kematian, bahkan cenderung takut kematian dengan berbagai alasan.

Melalui pendidikan yang memberi motivasi dengan janji-janji yang terdapat dalam nash-nash agama, maka sesuatu yang menakutkan bisa menjadi dirindu dan diharapkan. Dalam hal ini rindu akan kematian.34

2.1.4 Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013 Terhadap Pembentukan Karakter

Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi. Efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran. Berikut adalah struktur kompetensi inti yang menjadi tolok ukur keefektivitasan implementasi kurikulum 2013:

2.1.4.1 Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;

2.1.4.2 Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;

2.1.4.3 Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti sikap pengetahuan; dan 2.1.4.4 Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi sikap keterampilan.

Keberhasilan implementasi kurikulum 2013 juga dapat dilihat dari indikator- indikator perubahan sebagai berikut; (1) adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif, dan mandiri; (2) adanya penikngkatan mutu pembelajaran; (3) adanya peningkatan efesiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber belajar;

34Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Cet.2,. h.113-114.

Dokumen terkait