• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Tujuan Dalam Pendidikan Islam Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, bahwa manusia

فوُ ُرْيَت

C. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Tujuan Dalam Pendidikan Islam Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, bahwa manusia

menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu sama lain.98

C. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Tujuan Dalam Pendidikan Islam

َ ِلَذِل ِءّيَهُمْلا ِعاَمِتْجِإَو ِ ِ ْ ِج ِءاَْػبَأِب ِْيَلَ ِفُواَعّػتاَو ِ ِش اَعَم ِلْيِصْحَتِل ِحَاَص ِءاَ ّػتاَو ِِب َلَمَعْلاَو ََ اَعَػت ِها ِنَ ُءاَيِ ْ َأ ِِب ْتَءاَج اَم ِؿْوُػ َػقَو ِفُواَعّػتلا ُاَرْخأ ِلَب ِْ َ َةتَ ْرَط ِْيِ ِرْكِفْلا ِنَ ُرُػتْفَػي َا اًمِئاَد ِّلُك َ ِلَذ ِِْ ٌركُْم َوُهَػ .

ِرَصَ ْلا ِ ْمَل ْنِم ُعَرْ َأ ِرْكِفْلا ُ َاِتْخا .

99

Hal ini disebabkan bahwa manusia mempunyai kesamaan dengan semua makhluk hidup dalam sifat kemakhlukannya, seperti perasaan, bergerak, makan, bertempat tinggal dan lainnya. Namun manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena kemampuannya berpikir yang memberikan petunjuk kepadanya, mendapatkan mata pencaharian, bekerjasama dengan antarsesamanya, berkumpul dalam rangka untuk bekerja sama, menerima dan menjala nkan apa ajaran yang dibawa para Nabi dari Allah Swt serta mengikuti jalan kebaikan yang membawanya menuju alam akhirat.

Manusia selalu berpikir dalam semua ini, dan tidak pernah terlepas dari berpikir sama sekali. Bahkan getaran pemikiran lebih cepat dibandingkan kedipan mata. 100

Lebih lanjut Ibnu Khaldun menjelaskan lagi sebagai berikut:

ُُرْكِ ُثْيَ ْنِم ِفاَ ْ ِإل َيِ اََّ َـْوُلُعْلاَو َعئ اَّصلا ّفِ ُُّ

يِذّلا ِنَ ِِب ُزّػيَمَتَػي

ُةّيِئاَذِغْلاَو ُةّيِ اَوَػيَْْا ُثْيَ ْنِم َُل ُتْوُقْلاَو ِتاَ اَوَػيَْْا .

101

Selain itu, Keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan hanya untuk manusia. Karena manusia mempunyai pemikiran yang merupakan karakter yang membedakannya dari binatang, sedangkan keinginan atau kebutuhan manusia akan makanan adalah sisi kebinatangan dan kebutuhannya mendapatkan gizi.102

Pandangan Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Melalui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal dan praktis. Meski ia tidak mengkhususkan sebuah bab atau pembahasan mengenai tujuan pendidikan

99 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun (Beirut: Dar Al-Kitab Al‟Arabi, 2001), 542-543.

100 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 792.

101 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 502.

102 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 726.

Islam, namun dari uraiannya memberikan kesimpulan terhadap arah tujuan pendidikan yang diinginkan.103

Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun beraneka ragam dan bersifat universal. Diantara tujuan pendidikan tersebut adalah :

1. Tujuan peningkatan pemikiran

Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah peningkatan pemikiran. Dengan melakukan akitivitas menuntut ilmu manusia akan memperoleh banyak warisan pengetahuan dari pendahulunya, yaitu guru, sehingga dengan proses menuntut ilmu tersebut potensi akal manusia akan meningkat sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan yang akan terus berkembang. Ibnu Khaldun menjelaskan tentang peningkatan pemikiran tersebut sebagai berikut:

ِلَب ِْ َ َةَ ْرَط ِْيِ ِرْكِفْلا ِنَ ُرُػتْفَػي َا اًمِئاَد ِّلُك َ ِلَذ ِِْ ٌرِكُْم َوُهَػ ِرَصَ ْلا ِ ْمَل ْنِم ُعَرْ َأ ِرْكِفْلا ُ َاِتْخا ُـْوُلُعْلا َأَشَْػت ِرْكِفْلا اَذَ ْنَ َو .

ِعئ اَّصلا َنِم ُاَْمّيَق اَمَو ُفاَ ْ ِإا ِْيَلَ َلِ ُج اَمَو ِرْكِفْلا اَذَ ِلْجّا ُُّ .

ِِْ اً ِغاَر ُرْكِفْلا ُفْوُكَيَػ ُعاَ ّطلا ِْيِ ْيَتْ َتاَم ِلْيِصََْ ْنِم ُفاَوَػيَْْا لَب َداَز ْوَأ ٍمْلِعِب َُقَػ َ ْنَم ََِ ُعِجْرَػيَػ ِتاَكاَرْدِْإا َنِم َُيِْ َسْيَل اَم ِلْيِصََْ

َنِم َُمّيَقَػت ْنِِّ َُذَخَأْوَأ ٍؾاَرْدِ ْوَأ ِةَ ِرْعَِِ ِْيَلَ

ِءاَيِ ْ َأا ْنَمِل َُ ْوُغّلَػ ُػي َنْيِذّلا

ِِمْلِ َو ِِذْخَأ ىَلَ ُصَرَََْو ْمُهْػَ َ ِلَذ ُنّقَلُػيَػ ُاّقَلَػت َُرَضَ َو َُرْكِ ّفِ ُُّ .

َيْعَػب اًيِ اَو ِِتاَذِل َُل ُضِرْعَػي اَمُرُضَْػيَو ِ ِئاَقَْْا َنِم ٍيِ اَو ٍيِ اَو ََِ ُّجَوَػتَػي

103 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 93.

ًةَكَلَم ِةَقْػيِقَْْا َ ْلِتِب ِضِراَوَعْلا ُؽاَِْْ َرْػيِصَي ََّ َ ِلَذ ىَلَ ُفّرَمَتَػيَو َرَخآ اًصْوُصََْ اًمْلِ ِةَقْػيِقَْْا َ ْلِتِل ُضِرْعَػي اَِِ ًُمْلِ ٍيِئَْػيِ ُفْوُكَيَػ َُل .

ََِ َفْوُ َزْغَػيَػ َ ِلَذ ِلْيِصََْ ََِ ءىِشاّلا ِلْيِْْ ِلَْأ ُسْوُفُػ ُؼّوَشَتَػتَو اَذَ ْنِم ُمْيِلْعّػتلاُءْيَََِو ِِتَ ِرْعَمِلَْأ َمْيِلْعّػتاَو َمْلِعْلا ّفَأ َ ِلَذِب َّ َػ َػت ْيَقَػ

ِرَشَ ْلا ِ ٌيِعْيِ َط

.

104

Manusia selalu berpikir dalam semua ini, dan tidak pernah terlepas dari berpikir sama sekali. Bahkan getaran pemikiran lebih cepat dibandingkan kedipan mata. Lewat kegiatan berpikir inilah akan tumbuh berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian sebagaimana yang telah kami kemukakan. Mengenai pemikiran dan insting yang dianugerahkan Allah Swt kepada manusia dan makhluk hidup untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, maka pemikiran selalu berkeinginan memperoleh wawasan-wawasan yang tidak diketahuinya.

Akibatnya, manusia harus belajar dari pendahulunya yang memiliki pengetahuan yang belum diketahuinya, menambah pengetahuan dan wawasan, atau belajar dari orang yang per nah mendapatkan pengajaran dari para Nabi dan rasul, yang menyampaikan ajaran tersebut kepada orang yang ditemuinya.

Dengan begitu, ia mendapatkan pengajaran tersebut dari mereka dan berusaha untuk memahami dan mengetahuinya. Di samping itu, satu demi satu pemikiran manusia dan teorinya akan menuju hakikat kebenaran, dan melihat apa yang diisyaratkan kepada dirinya. Manusia akan melakukan hal ini secara terus menerus hingga penggabungan hal-hal yang bukan inti dan pada hakikatnya menjadi instingnya. Dengan begitu, ilmu yang dimilikinya yang mampu mencapai hakikat merupakan ilmu khusus. Jiwa -jiwa generasi muda akan memperhatikan dan berusaha untuk mendapatkannya dengan serius, sehingga mereka akan segera menghadap kepada ahli makrifat dan berguru padanya.

Dari kenyataan ini, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan dan pengajarannya merupakan sesuatu yang natural bagi manusia. 105

Dari hasil berfikirnya tadi manusia memperoleh ilmu dan juga pengetahuan yang didapat dari para gurunya atau pendahulunya. Sebuah ilmu atau keterampilan tersebut dicapai dengan jalan pengajaran yang terus ditingkatkan sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang disebut sebagai malakah, dari sebuah kebiasaan menuntut ilmu itulah

104 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 543.

105 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 792-793.

keterampilan atau keahlian seseorang akan sempurna. Dan proses pendidikan tersebut adalah sebuah hal yang alami dalam peradaban manusia. Karena hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan.

Dari pernyataan Ibnu Khaldun di atas, jelaslah bahwa manusia itu memang diciptakan oleh Allah Swt sebagai makhluk yang istimewa, yang secara fisik sama dengan binatang, namun berbeda karena dianugerahi akal. Akal ini yang menjadikan manusia mampu berfikir, dan dapat mengembangkan pemikirannya dengan menuntut ilmu. Dalam Islam menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt yang pertama kali ditugaskan pada manusia, yaitu pada Qur‟an surat al-Baqarah ayat 1-5. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan akan semakin meningkat dan maju berkembang.

2. Tujuan peningkatan kemasyarakatan

Manusia pada umumnya selalu dan pasti membutuhkan segala sesuatu yang dapat menunjang kehidupannya di dunia ini. Manusia pun diserahi tugas sebagai khalifah di muka bumi ini untuk mengatur dan memanfaatkan segala yang ada di bumi untuk kesejahteraannya dan sekaligus melestarikannya. Untuk mendapatkan segala kebutuhan hidupnya manusia juga harus mau berusaha mencarinya, yaitu dengan bekerja. Dengan bekerja ia memperoleh uang untuk membeli segala keperluannya. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa hasil usaha adalah nilai dari pekerjaan manusia:

ِِراَوْطَأَو ِِتَااَ ِِْ ُُ ْوَََُو ُُتْوُقَػياَم ََِ ِعْ ّطلااِب ٌرِقَتْفُم َفاَ ْ ِْإا ّفَأ ْمَلْ ِ ََِِِك ََِ ِّيُشَأ ََِ ِِءَوْشُ ْفُيَل ْنِم .

َنِم َُل ُها َلَعَج اَِِ ِْيِ اَمَو َِ اَعْلا ىَلَ ٌةَطْوُ ْ َم ِفاَ ْ ِْإاُيَيَو ِؼَاْ ِتْ ِْاا َ ِل َذ ِِْ ٌةَكَِ ْشُم َيِهَ ٌةَرِشَتُْم ِرَشَ ْلا ْيِيْيَأَو .

َلَصَ اَمَو .

ٍضَوِعِب ّاِ ِرِخآ ِنَ َعََػتْما اَذَ ُيَي ِْيَلَ

ىَلَ َرَيَتْػقا َََم ُفاَ ْ ِإاَ .

ُها ُاَتآ اَم َ ِفُْػيِل ِبِ اَكَمْلاِءاَِتْقا ِِْ ىَعَ ِفْعّضاَروُط َزَواََََو ِ ِ ْفَػ اَهْػَ ِضاَوْ ُْأا ِعْ َيِب ِِتاَرْوُرَضَو ِِتاَجاَ ِلْيِصََْ ِِْ اَهْػِم .

106

Secara naluriah manusia membutuhkan apa yang dapat menghasilkan makanan pokok dan memberikan ongkos dalam berbagai keadaan dan tahapannya, sejak a wal pertumbuhannya sampai ketika dewasa hingga tua.

Tangan manusia terbuka di alam ini dan apa yang ada di dalamnya karena oleh Allah mereka dijadikan sebagai khalifah. Dan tangan-tangan manusia itu tersebar. Mereka bersekutu dalam hal itu. Apa yang telah dihasilkan oleh tangan seseorang, maka terlarang bagi yang lain untuk mendapatkannya kecuali dengan menggunakan alat tukar. Maka apabila manusia telah mampu atas dirinya sendiri dan telah melewati masa berdaya, maka dia akan bertindak mencari usaha, lalu membelanjakan hasil usaha yang telah diberikan oleh Allah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan dan kebutuhan-kebutuhan pokoknya dengan menyerahkan gantinya.107

Dari segi peningkatan kemasyarakatan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa dengan ilmu pengetahuan, manusia dari segi kualitas keahlian makin sempurna seiring sempurnanya bangunan peradaban di suatu kota atau negeri. Ibnu Khaldun menjelaskan sebagai berikut:

ُفّيَمَتَػتَو ّيِرْصَْْا ُفاَرْمُعْلا َؼْوَػتْ ُي َْ اَم َساّلا ّفَأ َ ِلَذ ِِْ ُبَ ّ لاَو ِةَطِْْْا َنِم ِتاَوْػقَأا ُلْيِصَََْوَُو ِشاَعَمْلا َنِم ّيِرْوُرّضِ ْمُهََّ اََِّ ُةَْػيِيَمْلا

106 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 476-477.

107 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 684.

اَِْرَغَو ّيِرْوُرّضِب ْ َ َوَو ُؿاَمْ َأا اَهْػيِ ْتَيَياَزَػتَو ُةَْػيِيَمْلا ِ َ ّيََ اَذِإَ .

ِْيَلَ ْتَداَزَو ِشاَعَمْلا َنِم ِتَااَمَكْلا ََِ ٍيِئَْػيِ ِيِئاّزلا َؼْرُص

ّفِ ُُّ .

ِنَ ِِب ُزّػيَمَتَػي يِذّلا ُُرْكِ ُثْيَ ْنِم ِفاَ ْ ِإل َيِ اََّ َـْوُلُعْلاَو َعِئ اَّصلا ِِتّيِرْوُرَضِل ٌـّيَقُم ْمُهَػ ُةّيِئاَذِغْلاَو ُةّيِ اَوَػيَْْا ُثْيَ ْنِم َُل ُتْوُقْلاَو ِتاَ اَوَػيَْْا ّيِرْوَرّضَِ ٌةَرّخَأَتُم َيَِو ِعِئاَّصلاَو ِـْوُلُعْلا ىَلَ

ِفاَرْمُ ِراَيْقِم ىَلَ َو .

اَهْػِم ُبَلْطُي اَم ِةَداَجِتْ اَو ٍيِئَْػيِ اَهْػيِ ِ ّ َأّتِل ِعِئاَّصلا ُةَدْوُج ُفْوُكَت ِيَلَػ ْلا ِةَوْرّػثاَو ِؼَرّػتلا ْيِ اَوَد ُرّػ َوَػتَػت ُثْيَِِ

.

108

Hal ini disebabkan bahwa selama manusia tidak dapat mencapai kemakmuran peradaban dan membangun kota, maka yang menjadi fokus utama pemikiran mereka adalah kebutuhan primer, yaitu mendapatkan bahan-bahan makanan seperti gandum dan lainnya. Apabila suatu kota telah mencapai kemajuan dan berbagai aktivitas semakin bertambah, mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka dan bahkan lebih cukup, maka surplus tersebut akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan kemewahan. Selain itu, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan hanyalah untuk manusia. Karena manusia mempunyai pemikiran yang merupakan karakter yang membedakannya dari binatang, sedangkan keinginan atau kebutuhan manusia akan makanan adalah karena sisi kebinatangan dan kebutuhan mendapatkan gizi. Makanan pokok yang merupakan kebutuhan mendasar harus diutamakan daripada keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan. Sebab keduanya merupakan kebutuhan sampingan dan baru dipenuhi setela h kebutuhan mendasar terpenuhi. Kualitas keahlian yang indah dan elok ditentukan berdasarkan kemajuan peradaban dan konstruksi bangunan di suatu kerajaan dan permintaan dengan kualitas yang baik, karena terpenuhinya faktor -faktor yang mendorong tercapainya kemakmuran dan kekayaan.109

Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan lagi sebagai berikut:

اَهِتَلَُْ ْنِم َفاَك ُتَااَمَكْلا ِْيِ ْ َ ِلُطَو ِفاَرْمُعْلاُرَِْ َرَخَز اَذِ َو ِِْ ُ ّ ُأّتلا

اَِِاَمّمَتُم ِعْيمِجِ ْتَلُمَكَ اََِِداَجِتْ اَو ِعِئاَّصلا ىَرْخَأ ُعِئاََص ْتَيَياَزَػتَو

ٍعئاَصَو ٍزاّرَخَو ٍغاّبَدَو ِراّزَج ْنِم ُُلاَوْ َأَو ِؼَرّػتلا ُيِئاَوَ ِْيَلِ ْوُ ْيَت اِِّ اَهَعَم َ ِلَذ ِؿاَ ْمَأَو ْفَأ ََِ ُفاَرْمُعْلا َرَحْ َتْ َذِ ُؼاَْصَْأا ِِذَ ْيِهَتَْػت ْيَقَو .

108 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 502.

109 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 726.

ِْوُجُو ْنِم ُفْوُكَتَو ِةَياَغْلا ِِ اَهْػيِ ُ ّ َأّتاَو ِتَااَمَكْلا َنِم ٌرْػيِ َك اَهْػيِ َيَجْوُػي اَهِلِحَتُْمِل ِرْصِمْلا ِِ ِشاَعَمْلا ِيِئاَوَػ ِمَظْ َأ ْنِم اَهُػتَيِئاَ ُفْوُكَت ْلَب .

ِراّفّصلاو ِفاَّيلا َلْ ِم ِةَْػيِيَمْلا ِِ ُؼَرّػتلا ِْيَلِ ْوُ ْيَي اَمِل ِؿاَمْ َأا ىَلَ ِؿْوُػ ّطِ ْرَػقَو ِصْقّرلاو ِءاَِغْلا ِمّلَعُمَو ِساّرََْاَو ِعاََّّو ِخاّ ّطلاَو ّيِماّمَْْاَو ِعْيقْوّػتلا َسِتْ ا َةَ اَِص َفْوُػ اَعُػي َنْيِذّلا َْ ِقاّرَوْلا َلْ ِمَو .

اَِيْيِلََِْو ِبُتُكْلا ِخ ا

َنِم ِةَْػيِيَمْلا ِِ ُؼَرّػتلا اَهْػيَلِ ْوُ ْيَي اََِّ ِةَ اَّصلا ِِذَ ْفِإَ اَهِحْيِحْصَتَو َ ِلَذ ِؿاَ ْمَأَو ِةّيِرْكِفْلا ِرْوُمُأاِب ِؿاَغِتْشِْإا َفاَك اَذِ ّيَْْا ِنَ ُ ُرََْ ْيَقَو .

ّيَْْا ِنَ اًجِراَخ ُفاَرْمُعْلا .

110

Ketika konstruksi bangunan peradaban telah melengkapi diri dengan hiasan dan harus memenuhi tuntutan kemewahan, maka secara otomatis menuntut keanggunan keahlian, peningkatan kualitas dan kebaikannya. Dengan demikian, maka bangunan peradaban dengan segala perlengkapan yang menyertainya menjadi sempurna dan menumbuhkan keahlian-keahlian yang lain seiring dengan kemajuannya. Sehingga hal ini memberikan manfaat bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kelompok-kelompok keahlian ini akan mencapai puncaknya seiring kemajuan bangunan peradaban dan kesempurnaannya hingga ditemukan berbagai barang kemewahan yang indah, sehingga dapat dijadikan sebagai mata pencaharian bagi masyarakat yang menekuninya sebagai profesi. Bahkan hasil keahlian ini memberikan manfaat terbesar bagi umat manusia dibandingkan aktivitasnya yang lain karena mengantarkan masyarakat menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Seperti permernisan, peniup peluit, pemandian, koki, penjual lilin, penjual ayakan, komponis, penari, penabuh gendang, dan juga pembuatan kertas yang banyak membantu keahlian pentraskipan buku-buku, penjilidan dan koreksi. Keahlian- keahlian ini merupakan kebutuhan-kebutuhan kemewahan dalam masyarakat kota yang banyak bersentuhan dengan dunia pemikiran dan lain sebagainya.

Dan bahkan ada yang melebihi batas jika masyarakatnya telah mencapai peradaban yang melebihi batas pula.111

Ibnu Khaldun menjelaskan lagi mengenai keahlian akan berkembang pesat sesuai dengan peradaban yang maju sebagai berikut:

110 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 502-503.

111 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 727.

ِعاَّصلا ِةَلَُْ ْنِم ُاَْمّيَق اَمَك ِمْلِعْلا َمْيِلْعَػت ّفَأ َ ِلَذ ِِْ ُبَ ّ لاَو ْيَقَو .

ِراَصْمَْأا ِِ ُرُػ ْكَت اََِّ َعِئ اَّصلا ّفَأ اَْمّيَق اُّك َِ اَِِ اَرْمُ ِةَ ْ ِ ىَلَ َو .

ِةَرْػ َكْلاَو ِةَدْوُْْا ِ ِعِئاَّصلا ُةَ ْ ِ ُفْوُكَت ِؼَرّػتاَو ِةَراَضِْْاَو ِةّلِقْلاَو ِةَرْػ َكْلا ِشاَعَمْلا ىَلَ ٌيِئاَز ٌرْمَأ ُّ َِأ اَعَم ْنَ ِفاَرْمُعْلا ِلَْأ ُؿاَمْ َأ ْ َلَضَ َََمَ .

ِفاَ ْ ِإا ِةّيِصَخ ِِْ ِؼّرَصّتلا َنِم ِشاَعَمْلا َءاَرَو اَم ََِ ْ َ َرَصْ ا ِمِهِش ُعِئ اَّصاَو ُـْوُلُعْلا َيَِو ِِْ َأَشَ ْنِِّ ِمْلِعْلا ََِ ِِتَرْطِفِب َؼّوَشَت ْنَمَو .

ٌيِ اَِصَوُ يِذّلا َمْيِلْعّػتلا اَهْػيِ ُيََِ َاَ ِةَ ّيَمَتُمْلاِْرَغِراَصْمَْأاَو ىَرُقْلا ِوْيَ ْلا ِلَْأ ِِ ِعئ اَّصلا ِفاَيْقُفِل ِِْ ةَلْ ّرلا َنِم َُلّيُب َاَو ُاَْمّيَق اَمَك .

اَهّلُك ِعِئاَّصلا َفَأَش ِةَرِحْ َتْ ُمْلا ِراَصْمَأا ََِ ِِ َلَط .

112

Hal ini disebabkan bahwa pengajaran ilmu pengetahuan merupakan sebuah keahlian. Kami juga telah menjelaskan bahwa keahlian akan berkembang dan meningkat di daerah perkotaan, dan seiring dengan banyak sedikitnya perkembangan bangunan peradaban, kemakmuran, dan kemajuannya, maka kualitas keahlian dan variasinya selalu mengikuti. Sebab keahlian merupakan tambahan bagi mata pencaharian. Ketika pekerjaan dan penghailan komunitas masyarakat dalam suatu peradaban melebihi kebutuhan, maka kelebihan tersebut akan difungsikan untuk pembiayaan di luar mata pencaharian, yang sifatnya khusus bagi manusia, yaitu ilmu pengetahuan dan keahlian. Orang yang secara nalar gemar berhias dengan ilmu pengetahuan, yang hidup di desa dan kota-kota yang belum maju dan berbudaya, maka ia tidak akan mendapatkan pengajaran yang baik, yang merupakan bagian dari keahlian.

Sebab keahlian tidak ditemukan dalam masyarakat Badui, sebagaimana telah kami kemukakan di depan. Akibatnya, ia harus merantau ke kota -kota dan wilayah yang penuh dengan samudera peradaban untuk mencari ilmu, layaknya keahlian-keahlian pada umumnya.113

Hal ini bermaksud bahwa sebuah keahlian yang dimiliki oleh masyarakat akan membawa mereka pada sebuah pekerjaan yang sesuai dengan keahlian masing-masing masyarakatnya, sehingga dari

112 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 548.

113 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 802.

pekerjaannya tersebut manusia memperoleh gaji yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya. Dan jika suatu negara atau kota yang lapangan pekerjaannya sedikit dari jumlah penduduk yang membutuhkan lapangan pekerjaan maka ekonomi suatu masyarakat akan merosot.

Sehingga kesejahteraan masyarakatnya menurun. Ini membuktikan bahwa jika negara atau suatu kota peradabannya tinggi maka kesejahteraan masyarakatnya pun juga tinggi. Begitu sebaliknya jika suatu peradaban negara atau kota rendah maka taraf kesejahteraan masyarakatnya pun juga ikut rendah. Hal ini disebabkan karena walaupun tingkat keahlian atau ilmu masyarakatnya tinggi namun jika tidak dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang memadai maka manusia tidak dapat menyalurkan keahlian di masing-masing bidangnya. Sehingga banyak masyarakat merantau ke luar daerah untuk mencari ilmu.

3. Tujuan pendidikan dari segi kerohanian

Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan keroh

anian manusia, karena seperti yang telah dijelaskan di awal, manusia mempunyai akal untuk berpikir. Dari kegiatan berfikirnya tadi

manusia

selain mendapat pengetahuan umum juga mendapat ajaran

agama yang

dibawa Nabi Saw

, sehingga tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah mendapatkan kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat. Ibnu Khaldun menyatakan tentang tujuan pendidikan kerohanian:

ِْيَلَ ِفُواَعّػتاَو ِ ِش اَعَم ِلْيِصْحَتِل ِِب ْيِيَتْهَػي ىِذّلا ِرْكِفْلاِب اَهْػَ َزّػيََ اََِّ َو ِِب ْتَءاَج اَم ِؿْوُػ َػقَو ِفُواَعّػتلا َ ِلَذِل ِءّيَهُمْلا ِعاَمِتْجِإَو ِ ِ ْ ِج ِءاَْػبَأِب ُاَرْخَأ ِحَاَص ِءاَ ّػتاَو ِِب َلَمَعْلاَو ََ اَعَػت ِها ِنَ ُءاَيِ ْ َأ .

114

Namun manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena kemampuannya berpikir yang memberikan petunjuk kepadanya, mendapatkan mata pencaharian, bekerjasama dengan antarsesamanya, berkumpul dalam rangka untuk bekerja sama, menerima dan menjalankan apa ajaran yang dibawa para Nabi dari Allah Swt serta mengikuti jalan kebaikan yang membawanya menuju alam akhirat.115

Untuk mencapai tujuan kerohanian tersebut, manusia memerlukan proses dengan cara berdzikir, berkhalwat, puasa dan lain sebagainya, seperti yang dinyatakan Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya:

اََِّ َو ِةَمْوُمْضَمْلا ِيِصاَقَمْلا ِِذَ ْنَ ٌةّيِرَ َو ٌةّيِْيِد ْمُهُػتَضاَيِرَ ُةَ ّوَصَتُمْلااّمَأَو ِلَْأ ُؽاَوْذَأ ْمََُ َلُصْحَيِل ِةّيّلُكْلااِب ِها ىَلَ َؿاَ ْػقِإاَو ِةّمَِْا َعََْ َفْوُيُصْقَػي ّمِتَت اَهِ َ ِرْكّذاِب َةَيِيْغّػتلا ِعْمَْْا ََِ ْمِهِتَضاَيِر ِِْ َفْوُيْيِزَيَو ِيْيِ ْوّػتلاَو ِفاَ ْرِعْلا ْ َ اَك ِرْكّذلا ىَلَ ُسْفّػلا ِتَأَشَ اَذِ ُّ َِأ ِةَضاَيّرلا ِِذَ ِِْ ْمُهُػتَهْجِو َةّيِ اَطْيَش ْ َ اَك ِرْكّذلا ِنَ ْ َيّرُ اَذِ َو ِهااِب ِفاَ ْرِعْلا ََِ َبَرْػقَأ

.

116

Adapun orang-orang tasawuf melakukan tirakat berdasarkan agama dan terlepas dari tujuan-tujuan tercela tersebut. Mereka hanya menginginkan konsentrasi diri secara total dalam menghadap Allah Swt agar mereka merasakan apa yang dirasakan oleh ahli makrifat dan tauhid. Disamping konsentrasi dan lapar, mereka menambahnya dengan dzikir agar tujuan mereka dapat tercapai secara sempurna. Hal itu terjadi karena ketika jiwa tumbuh di atas dzikir, maka ia akan lebih dekat untuk makrifat kepada Allah.

Sebaliknya, jika jiwa dikosongkan dari dzikir kepada Allah, maka ia akan menjadi jiwa syetan.117

Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan lagi sebagai berikut:

114 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 542-543.

115 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 792.

116 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 136-137.

117 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 166.

ْمُهُضْعَػب َؿاَق " :

ِفاّ ِب َؿاَق ْيَقَػ ِفاَ ْرِعْلِل ِفاَ ْرِعْلا َرَػثآ ْنَم "

ِفْوُيُصْقَػي ْمُهَػ

َدْوُػ ْعَمْلا ِمِهِتَهْجِوِب ُلُصََْاَم َ ِلَذ ِءاَْػثَأ ِِْ َلَصَ اَذِ َو ُاَوِ ٍءْيَشِلَا

ِدْوُصْقَمُرْػيَغَوِضَرَعْلااِ َ ِِب ُلَفََْ َاَو َُل َضَرَ اَذِ ُِْم ّرِفَي ْمُهْػِم ٌرْػيِ َكَو ْمََُ

ِِْرَغِلَا ِِتاَذِل ُها ُضْيِرُي اََّ َو .

118

Sebagian mereka mengatakan, “ barangsiapa yang memilih makrifat untuk makrifat, maka sesungguhnya ia telah berkata dengan yang kedua”. dengan demikian, tujuan mereka hanyalah Allah, tidak ada tujuan lain-Nya. Namun, ketika dalam perjalanan ia diberi ilmu ghaib, maka itu bukanlah sesuatu yang mereka inginkan. Bahkan, banyak dari mereka berusaha menghindar dan tidak terlalu bergembira ketika mendapatkannya. Mereka hanya menginginkan Allah semata.119

Jadi dari segi peningkatan kerohanian ini, pendidikan dijadikan sebuah alat untuk bagaimana caranya agar manusia dapat dekat dengan sang penciptanya yaitu Allah Swt. Para sufi zaman dahulu melakukannya dengan cara tirakat, berdzikir maupun berkhalwat hanya dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun sebagian manusia pada saat itu menggunakan cara-cara ini malah dengan niat untuk mendapatkan pengetahuan gaib. Sehingga perlu diluruskan lagi dalam beribadah kepada Allah haruslah ikhlas karena Allah Ta‟ala.

118 Abdurrahman ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 137.

119 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, 167.

BAB IV

PERSPEKTIF KONSEP ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME TERHADAP KONSEP TUJUAN

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU KHALDUN

A. Hakekat Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun Dalam