• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Analisis Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.2. Sosial dan Budaya

4.2.2. Pendidikan

Gambar 7. Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2009/2010

Salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk mengukur keberhasilan dibidang pendidikan adalah dengan melihat tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Tingkat partisipasi terhadap pendidikan terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu :

1. Angka Partisipasi Sekolah, yaitu akses penduduk terhadap berbagai fasilitas pendidikan yang tersedia, disamping kemampuan ekonomi yang merupakan faktor utama. Angka ini menunjukkan jumlah anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah.

2. Angka Partisipasi Kasar (APK), merupakan perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Angka ini menunjukkan jumlah anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu.

3. Angka Partisipasi sekolah Murni (APM), merupakan proporsi penduduk pada suatu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat sesuai dengan usianya. Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah.

Nilai masing-masing angka partisipasi pendidikan tertera pada Tabel 10.

0 5 10 15 20 25

Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar SLTP

SMU SMK

Tabel 10. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah di Kota Sukabumi Tahun 2009.

Angka Partisipasi Usia Sekolah (tahun)

7-12 13-15 16-18

APS 99.54 85.53 50.91

APK 90.39 95.29 60.14

APM 89.02 69.37 44.04

Sumber : Inkesra, 2009

Hasil pendidikan yang dicapai pada penduduk dewasa dicerminkan dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Tingginya pendidikan yang dapat dicapai oleh rata-rata penduduk suatu daerah secara spesifik mencerminkan taraf intelektualitas serta kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut. Tingkat pendidikan yang ditamatkan tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Sukabumi Tahun 2008 – 2009.

Usia Sekolah

Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Total

2008 2009 2008 2009 2008 2009

Tdk/Blm Pernah Sekolah 0.00 0.85 0.00 1.99 0.00 1.43

Tidak Tamat SD 13.70 13.67 25.20 17.41 19.41 15.58

SD 31.38 27.67 31.55 28.02 31.46 27.85

SLTP 22.07 15.67 19.58 19.40 20.83 17.58

SLTA 27.26 30.70 20.04 25.79 23.67 28.19

Diploma/Universitas 5.60 11.44 3.64 7.40 4.62 9.37

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber : Inkesra (2009)

Kemampuan membaca dan menulis (baca tulis) merupakan ketrampilan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat menuju hidup sejahtera.

Tingkat kemampuan membaca dan menulis masyarakat Kota Sukabumi pada tahun 2009 sudah relatif baik yaitu sebesar 97,32%. Hal ini berarti masih terdapat 2,68% yang masih buta huruf (Bappeda dan BPS Kota Sukabumi, 2009).

4.2.2. Ketenagakerjaan

Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia. Melalui pembangunan ekonomi akan dapat ditingkatkan produktivitas dan pendapatan penduduk dengan penciptaan kesempatan kerja. Dari sisi ketenagakerjaan, dinamika pertumbuhan ekonomi akan disertai pula oleh tranformasi struktur ketenagakerjaan baik dari sisi lapangan pekerjaan, status maupun jenis pekerjaan.

Penduduk merupakan sumber angkatan kerja, sehingga profil ketenagakerjaan merupakan gambaran kondisi demografi. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan sendirinya akan mencerminkan laju pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi pula. Cepatnya laju pertumbuhan angkatan kerja apabila tanpa dibarengi kesempatan kerja yang memadai tentunya akan menimbulkan. berbagai persoalan sosial ekonomi.

Angkatan kerja adalah sebagian penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang siap terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif. Mereka yang dapat diserap oleh pasar kerja digolongkan sebagai bekerja, sedangkan yang tidak atau belum terserap oleh pasar kerja tetapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan digolongkan sebagai penganggur (terbuka). Sementara itu yang bukan angkatan kerja, yaitu mereka yang kegiatan utamanya adalah mengurus rumah tangga, sekolah, atau mereka yang tidak mampu melakukan kegiatan. Persentase angkatan kerja menurut kegiatan utama dan jenis kelamin di Kota Sukabumi tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama dan Jenis Kelamin di Kota Sukabumi Tahun 2009

Kegiatan Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Angkatan Kerja 77.54 40.68 57.81

- Bekerja 64.81 33.58 48.10

- Mencari Pekerjaan 12.73 12.22 9.71

Bukan Angkatan Kerja 19.48 63.74 42.19

- Sekolah 11.81 7.86 9.70

- Mengurus Rumah Tangga 0.42 46.00 24.82

- Lain-lain 10.23 5.54 7.67

Jumlah-jumlah 100.00 100.00 100.00

Sumber : Inkesra (2009)

Komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, sektor perdagangan, hotel dan restoran masih menjadi pilihan penduduk terbanyak sehingga penyerapan tenaga kerja di sector tersebut masih tinggi. Sedangkan untuk sektor pertanian berhubung ketersediaan lahan di Kota Sukabumi terbatas, penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut terbilang rendah. Indikasi lain yang terjadi pada pola penyerapan tenaga kerja di sector perdagangan , hotel dan restoran ini adalah adanya kemajuan ekonomi yang mengarah kepada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Hal ini dimungkinkan karena mereka yang bekerja disektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung memiliki tingkat produktivitas yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang bekerja pada sektor pertanian (Bappeda dan BPS Kota Sukabumi, 2009). Persentase angkatan kerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kota Sukabumi tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Kota Sukabumi Tahun 2009

Lapangan Usaha Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan 6.45 7.17 6.72

2. Industri Pengolahan 7.82 19.48 12.18

3. Perdagangan, Hotel dan Restoran 32.91 43.56 36.89

4. Jasa-jasa 21.59 25.48 23.04

5. Lainnya 31.22 4.31 21.16

Jumlah 100.00 100.00 100.00

Sumber : Inkesra (2009)

4.3. Perekonomian

Salah satu indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perkembangan dan struktur ekonomi di suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dimana PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000. PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009 mencapai 4,39 trilyun rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 mencapai 1,81 trilyun rupiah. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2008, dimana PDRB atas dasar harga berlaku tercatat sebesar 3,17 trilyun rupiah dan PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar 1,7 trilyun rupiah. Kontribusi masing-masing sektor perekonomian terhadap PDRB ditampilkan pada Gambar 8 sedangkan distribusi persentase PDRB Kota

Sukabumi atas dasar harga berlaku dan harga konstan 2000 tahun 2006-2009 ditampilkan pada Tabel 14.

Gambar 8. Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap PDRB Tahun 2009 Tabel 14. Distribusi Persentase PDRB Kota Sukabumi Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2006-2009

No. Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009

B K B K B K B K

1 Perikanan, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 4.96 4.53 4.65 4.40 4.69 4.39 4.38 3.78 2 Pertambangan dan

Penggalian 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 3 Industri Pengolahan 4.90 5.31 5.07 5.48 5.36 5.57 5.48 5.35 4 Listrik, gas dan air bersih 1.22 1.20 1.48 1.30 1.32 1.23 1.28 1.26 5 Bangunan 5.52 6.25 5.54 6.16 5.58 6.37 5.28 6.28 6 Perdagangan, hotel, dan

restoran 42.69 42.45 43.46 42.64 43.30 42.63 45.70 44.32 7 Pengangkutan dan

komunikasi 15.83 16.44 15.79 16.71 16.31 17.33 15.89 17.61 8 Keuangan, perewaan dan

jasa perusahaan 10.43 9.43 9.30 8.91 8.29 8.37 7.27 7.94 9 Jasa-jasa 14.44 14.37 14.70 14.41 15.14 14.11 14.71 13.45 B = Atas Dasar Harga Berlaku ; K = Atas Dasar Harga Konstan

Sumber : Kota Sukabumi Dalam Angka Tahun 2010 4%

0% 6%

1%5%

46%

16%

7%

15%

Perikanan, Peternakan, Kehut anan & Perikanan

Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, gas & air bersih Bangunan

Perdagangan, hotel, dan restoran

Pengangkutan & komunikasi Keuangan, persewaan & jasa perusahaan

Jasa-jasa

Berdasarkan kontribusi terhadap perekonomian di wilayah Kota Sukabumi, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu mencapai 45,70%. Berikutnya adalah sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa yang masing- masing memberikan kontribusi sebesar 15,89% dan 14,71%.

4.4. Kondisi Penataan Ruang dan Sarana Prasarana Daerah 4.4.1. Kondisi Penataan Ruang

Perencanaan struktur ruang Kota Sukabumi mempertimbangkan beberapa hal yaitu :

a. Pengelompokan kawasan fungsional kota yang memberikan pengaruh sangat kuat terhadap struktur ruang dan pengembangan ekonomi. Kawasan fungsional tersebut adalah perdagangan, industri, pemerintahan /perkantoran, pelayanan sosial, terminal dan kawasan pertanian/hijau .

b. Pembentukan struktur ruang diarahkan untuk mewujudkan ruang kota yang serasi antara fungsi-fungsi sosial ekonomi dengan fungsi lingkungan (kawasan lindung/ruang terbuka).

c. Perkembangan fisik kota yang tadinya sentralistik (concentric) dirubah menjadi pengembangan dengan banyak pusat secara menyebar diantaranya dengan memanfaatkan daya tarik jalan lingkar selatan untuk mengembangkan salah satu pusat kegiatan baru berskala regional.

d. Untuk meningkatkan akses antar simpul pelayanan dan antar kawasan fungsional, dikembangkan jaringan jalan sistem sekunder baik peningkatan jalan lama maupun pembangunan jalan baru.

Untuk memacu perkembangan kota, meningkatkan pelayanan sosial ekonomi terhadap masyarakat, mengatasi berbagai persoalan ruang dan memeratakan pembangunan, Kota Sukabumi menetapkan 7 (tujuh) Bagian Wilayah Kota (BWK) dimana Pusat Kota yang saat ini sudah terbentuk tetap dipertahankan sebagai kawasan pusat kota dan ditetapkan dalam satu Bagian Wilayah Kota (BWK II) yang meliputi Kecamatan Cikole. Secara garis besar pembagian BWK di Kota Sukabumi terdiri dari :

a. BWK I meliputi Kecamatan Gunung Puyuh dengan fungsi kawasan untuk perumahan dengan luas 548 Ha,

b. BWK II (pusat kota) meliputi Kecamatan Cikole dengan fungsi kawasan untuk perdagangan dan jasa, pemerintahan /perkantoran, perumahan dan pariwisata dengan luas 708 Ha,

c. BWK III meliputi Kecamatan Cibeureum dengan fungsi kawasan untuk Industri, perdagangan dan perumahan dengan luas 877 Ha, d. BWK IV meliputi Kecamatan Citamiang dengan fungsi kawasan

untuk perdagangan dan perumahan dengan luas 404 Ha,

e. BWK V meliputi Kecamatan Warudoyong dengan fungsi kawasan untuk Industri, perdagangan dan perumahan dengan luas 762,231 Ha, f. BWK VI meliputi Kecamatan Baros dengan fungsi lahan untuk

perdagangan dan jasa, perumahan serta pariwisata dengan luas 612 Ha,

g. BWK VII meliputi Kecamatan Lembursitu dengan fungsi lahan untuk perumahan, perdagangan dan pariwisata dengan luas 889 Ha.

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan program pembangunan Kota Sukabumi Tahun 2002-2011, telah direkomendasikan untuk menyempurnakan strategi penataan ruang Kota Sukabumi dari pola Pertumbuhan Jamak (dengan 7 BWK) menjadi pola Bipolar (2 kutub) yaitu Kota Sukabumi bagian utara dan Kota Sukabumi bagian selatan.

Dalam aspek penataan ruang terdapat isu strategis yang berpengaruh terhadap pembangunan yaitu belum optimalnya pemanfaatan ruang. Berdasarkan perkembangan yang ada, aspek penataan ruang di Kota Sukabumi diarahkan untuk memacu perkembangan kota, meningkatkan pelayanan sosial ekonomi terhadap masyarakat, mengatasi berbagai persoalan ruang dan memeratakan pembangunan.

Dominasi pemanfaatan ruang kota mencakup hasil pembangunan yang saat ini memiliki nilai strategis bagi pembangunan ekonomi dan sosial budaya yang didukung oleh sistem jaringan prasarana dan sarana lingkungan, sebagai salah satu modal dasar utama bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang berkesinambungan. Tata ruang Kota Sukabumi sampai dengan saat ini masih dikatakan baik dan berkembang searah dengan perencanaan maupun yang tidak

terencana. Namun demikian dalam kurun waktu tahun 2008-2013, pola pemanfaatan ruang Kota Sukabumi harus lebih efektif dan efisien karena akan menjadi semakin terbatasnya lahan yang ada di perkotaan. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah Penegakan Hukum (laws enforcement) terhadap setiap pelanggaran dalam penggunaan lahan sehingga keseimbangan aktifitas dapat tetap dipertahankan (Bappeda, 2008).

4.4.2. Sarana dan Prasarana Daerah

Kondisi sarana dan prasarana di Kota Sukabumi saat ini masih belum optimal kualitas ataupun cakupan pelayanannya, sehingga belum memadai dalam menopang pembangunan sektor riil di Kota Sukabumi termasuk untuk mendorong sektor produksi serta pengembangan wilayah. Kondisi sarana dan prasarana wilayah dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek transportasi, sumber daya air, telekomunikasi dan listrik.

a. Aspek Transportasi

Berdasarkan data pembangunan fasilitas jalan di Kota Sukabumi, panjang jalan negara di Kota Sukabumi pada Tahun 2006 mencapai 8,5 km dalam kondisi baik, jalan provinsi mencapai 15,09 km dalam kondisi baik, sedangkan panjang jalan kota mencapai 142,532 km dengan rincian 43,118 km dalam kondisi baik, 45,567 km dalam kondisi sedang, dan sepanjang 53,847 km dalam kondisi rusak. Sampai sekarang, upaya pemenuhan kondisi jalan yang baik masih terus ditingkatkan. Untuk menunjang pergerakan orang dan barang, Kota Sukabumi memiliki 1 Terminal Tipe A dan 1 (satu) Terminal Tipe B. Nama terminal, tipe, luas dan pengelola terminal di Kota Sukabumi tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Gambaran Terminal Di Kota Sukabumi Tahun 2007

No. Nama

Terminal Tipe Luas

(ha) Instansi Pengelola Keterangan

1 Sudirman A 5 Dishub/UPTD

Terminal

Terdapat rencana relokasi Terminal Sudirman ke Wilayah Selatan (Jalan lingkar

Selatan) 2 Lembursitu B 4.5 Dishub/UPTD

Terminal 3 Subangjaya Sub-

Terminal - Dishub/UPTD Terminal 4 Bungbulang Sub-

Terminal - Dishub/UPTD Terminal Sumber : RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013

Dari kondisi di lapangan saat ini Terminal Sudirman merupakan pusat pergerakan dan tujuan utama dari kendaraan angkutan umum dalam dan luar Kota Sukabumi. Pesatnya perkembangan angkutan umum penumpang yang ada mengakibatkan lokasi terminal yang ada tidak mampu lagi menampung kendaraan umum pada jam-jam tertentu (peak hours). Pada kondisi ini kendaraan angkutan umum banyak menunggu (antri) di luar lokasi terminal hingga cukup menyulitkan dalam pengaturan jalur kendaraan. Disamping itu melimpahnya kendaraan mengakibatkan kemacetaan pada ruas jalan dari dan menuju terminal. Demikian halnya dengan kondisi di dalam terminal, padatnya penumpang yang berangkat dan tiba di Terminal Sudirman menjadikan tempat menaikkan dan menurunkan penumpang tersebut terasa kurang nyaman. Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah Kota Sukabumi mengeluarkan kebijakan untuk merelokasi Terminal Sudirman ketempat yang lebih baik / strategis di wilayah Jalan Lingkar, dengan bangunan fisik terminal yang representatif.

b. Penyediaan Sarana Air Bersih

Kebutuhan air bersih Kota Sukabumi dipenuhi oleh dua jenis sumber, yaitu melalui sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM Kota Sukabumi dan melalui sistem non-perpipaan, masyarakat yang belum terlayani oleh jaringan PDAM didalam memenuhi kebutuhan air bersihnya dilakukan dengan memanfaatkan sumber air bersih lain, diantaranya : mata air, sumur gali, sumur pompa, dan hidrant umum, selain itu pula masih terdapat masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Data jumlah penduduk yang menggunakan air bersih di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Jumlah Penduduk yang Menggunakan Air Bersih di Kota Sukabumi Tahun 2003-2007

Uraian Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1. KK memiliki sumur gali 20.520 20.871 20.477 20.858 24.715 2. KK memakai PDAM 10/538 11.576 12.521 13.820 15.486 3. KK memakai sumur pompa 12.168 12.384 13.418 14.028 15.720 4. KK pengguna mata air 3.910 4.066 4.205 4.188 4.310 5. KK pengguna air perpipaan 854 894 977 1.423 1.688 6. KK pengguna Air

Sungai/Danau

3.180 3.260 3.091 2.800 3.048

7. Jumlah 51.170 53.051 54.689 57.117 64.697

Sumber : RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013

Jumlah KK yang dilayani oleh PDAM mencapai 15.486 KK atau sebesar 23.84%. Namun demikian pada Tahun 2006 PDAM dihadapkan pada permasalahan sumber air baku yakni dengan terjadinya penurunan produksi air dari kapasitas design. Penurunan produksi air ini diantaranya dipengaruhi oleh semakin berkurangnya daerah tangkapan air akibat perubahan fungsi lahan disekitar area sumber serta intensitas dan frekuensi hujan. Potensi sumber air dari berbagai sumber saat ini pada umumnya dalam kondisi maksimum yaitu sebesar 505 lt/detik, sedangkan pada kondisi minimumnya adalah sebesar 234 Lt/detik.

c. Telekomunikasi dan Listrik

Secara umum keberadaan jaringan listrik sudah mencakup semua kelurahan yang ada di Kota Sukabumi. Tetapi belum semua warga bisa merasakan layanan listrik karena berbagai faktor seperti faktor kondisi alam yang tidak memadai dan faktor kemampuan ekonomi masyarakat yang terbatas. Jumlah pengguna jaringan listrik di Kota Sukabumi tertera pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Pengguna Jaringan Listrik di Kota Sukabumi Tahun 2003- 2007

Uraian Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1. Keluarga Pengguna Listrik 53.189 54.061 55.182 56.309 63.230 2. Jumlah Keluarga Pengguna

Listrik PLN 53.031 54.080 55.590 57.889 65.157 3. Jumlah Keluarga yang Belum

Memakai Listrik 2.697 2.583 2.589 2.410 2.608 4. Penerangan Jalan Utama 1.404 1.223 1.326 1.534 1.852

5. Jenis Penerangan Jalan 394 411 432 453 511

Jumlah 110.715 112.358 115.119 118.595 133.358 Sumber : RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013

Prasarana Telekomunikasi di Kota Sukabumi pada dasarnya sudah dapat melayani seluruh wilayah Kota Sukabumi baik telepon rumah (fixed phone) maupun seluler dan wartel, sebagai gambaran jumlah prasarana komunikasi di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Jumlah Prasarana Telekomunikasi di Kota Sukabumi Tahun 2003- 2007

Uraian Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1. Jumlah Keluarga

Pelanggan Telepon 13.531 14.211 14.948 16.028 20.326

2. Jumlah Warpostel 643 694 773 891 1.120

3. Kantor Pos 73 74 79 83 194

Jumlah 14.247 14.979 15.800 17.002 21.640 Sumber : RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Wilayah Kota Sukabumi

Identifikasi tingkat perkembangan wilayah di Kota Sukabumi dilakukan pada unit wilayah kelurahan dan kecamatan yang dilihat dari nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) untuk unit wilayah kecamatan dan nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) untuk unit wilayah kelurahan.

Nilai IPK dianalisis berdasarkan data jumlah keseluruhan fasilitas dan data rata-rata jarak terhadap fasilitas yang dijumpai di wilayah kecamatan sedangkan nilai IPD dianalisis berdasarkan data jumlah fasilitas dan data jarak terhadap fasilitas yang dijumpai di wilayah kelurahan. Data fasilitas dan data jarak terhadap fasilitas diperoleh dari Potensi Desa Kota Sukabumi Tahun 2003 dan Tahun 2008.

Dari Podes Tahun 2003 dan Tahun 2008 tersebut dipilih 21 (dua puluh satu) jenis data yang terdiri dari 12 (dua belas) data jenis fasilitas (fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi) dan 9 (sembilan) jenis data jarak (jarak terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi). Jenis data yang digunakan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.1.1. Perkembangan Wilayah Kecamatan

Dari analisis yang dilakukan terhadap data jumlah keseluruhan fasilitas dan data rata-rata jarak terhadap fasilitas tahun 2003 diperoleh hasil rataan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Kota Sukabumi yaitu 22.54 dengan nilai minimum 11.06 (Kecamatan Lembursitu) dan nilai maksimum 39.21 (Kecamatan Cikole). Nilai rataan IPK tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 21.92 dengan nilai minimum 10.35 (Kecamatan Lembursitu) dan nilai maksimum 37.53 (Kecamatan Cikole). Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dan Hirarki Kecamatan Tahun 2003 dan Tahun 2008 ditampilkan secara lengkap pada Lampiran 5 dan 6 sedangkan tingkat perkembangan wilayah kecamatan di Kota Sukabumi Tahun 2003 dan 2008 ditampilkan pada Tabel 19.

Tabel 19. Tingkat Perkembangan Wilayah Kecamatan Tahun 2003 dan Tahun 2008

Kecamatan

Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK)

Jumlah Jenis Fasilitas

(Unit) Hirarki Wilayah

2003 2008 2003 2008 2003 2008

Cikole 39.21 37.53 20 20 Hirarki 1 Hirarki 1

Citamiang 31.54 29.59 20 19 Hirarki 2 Hirarki 2

Gunung Puyuh 29.54 30.15 19 19 Hirarki 2 Hirarki 2

Warudoyong 20.66 19.99 19 19 Hirarki 3 Hirarki 3

Baros 13.64 13.64 12 12 Hirarki 3 Hirarki 3

Cibeureum 12.16 12.16 13 13 Hirarki 3 Hirarki 3

Lembursitu 11.06 10.35 13 13 Hirarki 3 Hirarki 3

Sumber : Hasil Analisis (2011)

Keterangan : 1. Nilai IPK Hirarki I = > 33.57 (Thn 2003) dan > 32.50 (Thn 2008)

2. Nilai IPK Hirarki II = 22.54-33.57 (Thn 2003) dan 21.92-32.50 (Thn 2008) 3. Nilai IPK Hirarki III = < 22.54 (Thn 2003) dan nilai IPD < 21.92 (Thn 2008)

Berdasarkan hasil analisis, hanya 1 (satu) kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah Hirarki I yaitu Kecamatan Cikole. Adapun kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah Hirarki II adalah Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Citamiang. Kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Lembursitu termasuk ke dalam wilayah Hirarki III.

Dilihat dari nilai IPK, terdapat penurunan nilai IPK dari tahun 2003 ke tahun 2008. Hal ini disebabkan karena analisis skalogram menggunakan perbandingan jumlah fasilitas dan rata-rata jarak terhadap fasilitas di setiap kecamatan sehingga memiliki sifat relatif. Sebagai dampaknya, apabila suatu wilayah kecamatan mengalami penambahan jumlah fasilitas sehingga jarak terhadap fasilitas menjadi lebih dekat, nilai IPK pada kecamatan tersebut akan mengalami peningkatan dan nilai IPK kecamatan lain seolah-olah mengalami penurunan. Setelah dilakukan penghitungan nilai IPK, hasil akhir pada analisis tingkat perkembangan kemudian disusun berdasarkan jumlah jenis fasilitas dan ditentukan hirarki wilayahnya. Hirarki kecamatan menunjukkan wilayah-wilayah yang berada pada level perkembangan yang sama.

Wilayah Kota Sukabumi mengalami pemekaran pada tahun 2000, dimana berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, Kecamatan Baros dimekarkan menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Lembur Situ,

Kecamatan Baros dan Kecamatan Cibeureum, yang diistilahkan dengan Kota Baru dan memiliki ciri utama pertanian, sedangkan 4 (empat) kecamatan yang sudah ada (existing) diistilahkan dengan Kota Lama. Pemekaran yang terjadi menyebabkan wilayah Kota Sukabumi memiliki tingkat perkembangan yang berbeda dimana hal ini mendorong pengembangan wilayah Kota Baru sehingga diharapkan perkembangan Kota Sukabumi dapat lebih merata. Adapun dasar pengembangan wilayah Kota Baru yang terletak di selatan Kota Sukabumi adalah Urban Development sedangkan dasar pengembangan wilayah Kota Lama yang terletak di utara Kota Sukabumi adalah Urban Renewal.

Kecamatan Cikole adalah kecamatan wilayah Hirarki I yang terletak di sebelah utara Kota Sukabumi dan termasuk ke dalam wilayah Kota Lama.

Kecamatan Cikole merupakan BWK II pusat Kota Sukabumi yang terdiri dari 6 (enam) wilayah Kelurahan yaitu Kelurahan Cikole, Kelurahan Kebonjati, Kelurahan Gunungparang, Kelurahan Selabatu, Kelurahan Subangjaya dan Kelurahan Cisarua. Fungsi utama kawasan dari Kecamatan Cikole adalah perdagangan dan jasa, pemerintahan/ perkantoran, perumahan serta pariwisata.

Kawasan permukiman di Kecamatan Cikole menyebar mengikuti pola linier dan konsentris pada pusat-pusat pertumbuhan. Kawasan pertanian dengan luas terbatas juga terdapat di Kecamatan Cikole yaitu di sebelah utara Kelurahan Subang Jaya, sebelah utara Kelurahan Cisarua dan sebelah utara Kelurahan Selabatu (Dinas Tata Ruang, Lingkungan Hidup, dan Permukiman Kota Sukabumi, 2004). Dilihat dari fungsi kawasan sebagai pusat kota, Kecamatan Cikole memiliki jumlah jenis fasilitas pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang sangat lengkap. Oleh karena itu, aksesibilitas baik jarak tempuh maupun kemudahan mencapai fasilitas sangat baik karena beragam fasilitas dimilikinya sendiri sehingga aktivitas masyarakat di wilayah ini sangat tinggi dan beragam.

Tingkat perkembangan yang lebih tinggi dimiliki kecamatan ini sebagai dampak dari kebijakan Kota Sukabumi dimana pada awalnya perkembangan fisik bersifat sentralistik (concentric) di wilayah Kota Lama dimana Kecamatan Cikole sebagai pusatnya sehingga penggunaan lahan di Kecamatan Cikole didominasi oleh areal lahan terbangun.

Kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah Hirarki II adalah Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Citamiang. Kedua kecamatan tersebut memiliki jumlah fasilitas lebih sedikit namun memiliki aksesibilitas lebih baik karena berbatasan langsung dengan Kecamatan Cikole yang merupakan pusat kota.

Secara umum, kecamatan yang masuk wilayah hirarki I dan hirarki II merupakan bagian dari Kota Lama yang lebih dahulu berkembang. Kecamatan Citamiang termasuk ke dalam BWK IV Kota Sukabumi dengan fungsi utama kawasan yaitu perdagangan dan perumahan dengan komponen utama kawasan adalah perdagangan, industri, perumahan serta kawasan hijau sedangkan Kecamatan Gunungpuyuh termasuk ke dalam BWK I Kota Sukabumi dengan fungsi utama kawasan perumahan dengan komponen utama kawasan mencakup perumahan, perdagangan, pendidikan tinggi dan hutan kota (Dinas Tata Ruang, Lingkungan Hidup, dan Permukiman Kota Sukabumi, 2004).

Berdasarkan data Podes Tahun 2003 dan 2008, apabila dibandingkan dengan Kecamatan Cikole, jenis fasilitas yang tidak dimiliki Kecamatan Citamiang dan Kecamatan Gunungpuyuh adalah fasilitas pendidikan tinggi (akademi/perguruan tinggi) dan pondok pesantren/madrasah diniyah. Oleh karena itu, jarak tempuh terhadap fasilitas menjadi lebih jauh namun karena kedua kecamatan tersebut dekat dengan Kecamatan Cikole (Hirarki I), ditunjang dengan adanya infrastruktur berupa jalan arteri, maka kemudahan mencapai fasilitas relatif lebih baik. Perkembangan di wilayah Kecamatan Citamiang dan Gunungpuyuh terjadi searah dengan perbaikan infrastruktur dan pertumbuhan di wilayah tersebut.

Kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Lembursitu termasuk kedalam wilayah Hirarki III karena memiliki jumlah fasilitas yang relatif lebih sedikit dan aksesibilitas yang relatif kurang baik karena keempat kecamatan ini terletak jauh dari pusat kota. Kecamatan Warudoyong walaupun merupakan bagian dari Kota Lama, terletak di sebelah selatan dari wilayah Kota Baru dan memiliki jumlah fasilitas lebih sedikit dibandingkan kecamatan lainnya di wilayah Kota Baru.

Berdasarkan Data Podes Tahun 2003 dan 2008, fasilitas yang tidak terdapat di 4 (empat) kecamatan ini adalah fasilitas pendidikan (SLTP, SLTA,dan

Dokumen terkait