• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi pada Berbagai Kelas

H. Analisis Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi pada Berbagai Kelas

dan pemukiman sedangkan kemiringan lereng 2-5% (topografi bergelombang) mempengaruhi perubahan penggunaan lahan RTH Non-Pertanian menjadi infrastruktur kota, pemukiman dan sawah. Pada daerah dengan topografi datar hingga bergelombang, kemudahan membangun bangunan lebih tinggi karena tidak perlu pengolahan seperti metode cut and fill untuk meratakan tanah.

5.4. Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi pada Berbagai Kelas

tegalan (442.97 ha). Secara relatif, lahan Kelas III dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan dengan kelas kemampuan lahan lainnya. Meskipun penggunaan lahan terbangun pada kelas III cukup tinggi yaitu pemukiman (1,275.88 ha), hal ini tidak dapat dihindarkan karena luas lahan Kelas III mencapai 97.8 % dari luas total wilayah Kota Sukabumi. Demikian pula pada lahan-lahan kelas IV dan kelas VI, penggunaan lahan terbanyak adalah RTH Non-Pertanian. Lahan Kelas IV memiliki hambatan lebih besar dari Kelas III dan pilihan tanaman lebih terbatas sehingga jika digunakan untuk pertanian tanaman semusim diperlukan tindakan pengelolaan yang hati-hati. Tanah kelas IV dapat digunakan untuk tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung atau cagar alam.

Kelas VI memiliki hambatan berat sehingga tidak dapat digunakan untuk pertanian (Arsyad, 2010). Penggunaan lahan RTH Non-Pertanian pada kelas IV dan kelas VI dinilai paling tepat mengingat kondisi lahan pada kelas-kelas kemampuan lahan tersebut memiliki kemiringan lereng bervariasi mulai 25 % hingga > 40% serta kepekaan terhadap erosi yang tinggi sehingga penggunaan lahan dapat memberikan fungsi konservasi.

Perbandingan yang dilakukan antara penggunaan lahan aktual dengan kriteria teknis penggunaan lahan untuk masing-masing kelas kemampuan lahan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kecocokan antara penggunaan lahan aktual dengan kriteria teknis pada masing-masing kelas kemampuan lahan.

Berdasarkan hasil analisis, penggunaan lahan aktual yang masih sesuai dengan kelas kemampuan lahan adalah penggunaan lahan di kelas III. Faktor penghambat terberat pada kelas III ini adalah kemiringan lereng 15%. Kesesuaian penggunaan lahan pertanian dan bangunan juga memiliki paramater kesesuaian kemiringan lereng tidak lebih dari 15% sehingga semua penggunaan lahan pada Kelas III dapat dikatakan cocok (sesuai dengan kriteria teknis). Lahan kelas IV dan VI memiliki faktor penghambat terberat berupa kemiringan lereng >15% (kelas IV) hingga >40% (Kelas VI). Dengan demikian penggunaan lahan aktual pada kelas IV dan kelas VI dikatakan tidak cocok karena tidak sesuai antara parameter kesesuaian penggunaan lahan pertanian dan bangunan dengan faktor penghambat yang ada pada kelas IV dan kelas VI. Perbandingan antara penggunaan lahan

aktual dengan kriteria teknis untuk setiap kelas penggunaan lahan tercantum pada Tabel 33.

Tabel 33. Kecocokan Antara Penggunaan Lahan Aktual dengan Kriteria Teknis Masing-masing Kelas Kemampuan Lahan

Kelas Penggunaan Lahan

Kelas III Kelas IV Kelas VI

Luas (ha)

Kecoco- kan dengan Kriteria

Teknis Luas (ha)

Kecoco- kan dengan Kriteria

Teknis Luas (ha)

Kecoco- kan dengan Kriteria Teknis

Infrastruktur Kota 198.3 Cocok 0.7 Tidak 0.1 Tidak

Pemukiman 1275.9 Cocok 5.6 Tidak 1.1 Tidak

Sawah 1693.8 Cocok 3.7 Tidak 0.8 Tidak

Tegalan 443 Cocok 13.5 Tidak 2.4 Tidak

Kolam Ikan Air Tawar 135.7 Cocok 1.1 Tidak 0.2 Tidak

Peternakan 27.3 Cocok - Tidak - -

RTH Non-Pertanian 980.5 Cocok 58.4 Cocok 17.5 Cocok

Sumber : Hasil Analisis (2012)

Selain analisis kecocokan antara penggunaan lahan aktual dengan kriteria teknis masing-masing penggunaan lahan, dilakukan pula analisis kecocokan antara persepsi masyarakat mengenai alokasi penggunaan lahan di setiap kelas kemampuan lahan dengan kriteria teknis penggunaan lahan pada masing-masing kelas kemampuan lahan. Persepsi masyarakat yang diperoleh dianalisis menggunakan metode AHP sehingga diperoleh bobot persepsi masyarakat mengenai alokasi penggunaan lahan untuk setiap kelas penggunaan lahan. Bobot persepsi masyarakat inilah yang akan dibandingkan dengan kriteria teknis penggunaan lahan pada masing-masing kelas penggunaan lahan. Meskipun terdapat banyak faktor yang menentukan penggunaan lahan di suatu wilayah namun persepsi masyarakat sedikit banyak dapat mempengaruhi keputusan penggunaan lahan.

Pada lahan kelas III dan kelas IV, bobot terbesar persepsi masyarakat dalam alokasi penggunaan lahan adalah pengunaan untuk lahan sawah. Persepsi masyarakat mengenai alokasi penggunaan lahan di kelas VI, bobot terbesar adalah pada penggunaan lahan infrastruktur kota dan pemukiman. Hal ini didasari pemikiran masyarakat bahwa lahan kelas III memiliki produktivitas untuk

pertanian lebih tinggi dibandingkan kelas VI tanpa mempertimbangkan faktor fisik seperti kemiringan lereng. Hanya terdapat 1 (satu) tipe penggunaan lahan saja yang memiliki kecocokan antara persepsi masyarakat dengan kriteria teknis kelas kemampuan lahan yaitu tipe penggunaan lahan RTH Non-Pertanian. Hal ini dikarenakan vegetasi berupa pepohonan dapat memberikan fungsi konservasi pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng curam sehingga mengurangi resiko bahaya longsor. Perbandingan antara bobot persepsi masyarakat mengenai alokasi penggunaan lahan dengan kriteria teknis untuk setiap kelas penggunaan lahan ditampilkan pada Tabel 34.

Tabel 34. Kecocokan Antara Persepsi Masyarakat Mengenai Alokasi Penggunaan Lahan dengan Kriteria Teknis Kelas Kemampuan Lahan

Kelas Penggunaan

Lahan

Kelas III Kelas IV Kelas VI

Bobot Persepsi Masyarakat

Kecoco-kan Dengan Kriteria Teknis

Bobot Persepsi Masyara-

kat

Kecoco-kan Dengan Kriteria Teknis

Bobot Persepsi Masyara-

kat

Kecoco-kan Dengan Kriteria Teknis Infrastruktur

Kota 0.128 Cocok 0.137 Tidak 0.201 Tidak

Pemukiman 0.124 Cocok 0.131 Tidak 0.200 Tidak

Sawah 0.187 Cocok 0.120 Tidak 0.073 Tidak

Tegalan 0.154 Cocok 0.159 Tidak 0.096 Tidak

Kolam Ikan Air

Tawar 0.138 Cocok 0.166 Tidak 0.141 Tidak

Peternakan 0.108 Cocok 0.126 Tidak 0.098 Tidak

RTH Non-

Pertanian 0.160 Cocok 0.160 Cocok 0.191 Cocok

Sumber : Hasil Analisis (2012)

Perkembangan penggunaan lahan serta kecenderungan perubahannya dapat diketahui dengan melakukan tumpang tindih peta penggunaan lahan tahun 2007 dengan peta rencana pola ruang Kota Sukabumi tahun 2011-2031. Hasil tabulasi silang luas penggunaan lahan tahun 2007 dan luas penggunaan lahan pada rencana pola ruang tahun 2011-2031 dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35. Perkembangan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Pola Ruang Tahun 2011-2031

NO. PENGGUNAAN

LAHAN

LUAS TAHUN

2007

LUAS TAHUN

2031

KETERANGAN KECENDERUNGAN PENINGKATAN LUAS

1 Infrastruktur Kota 199.2 1,320.1 industri, jalan, jalan kereta api, kesehatan, pariwisata,

pemerintahan/perkantoran, pendidikan, perdagangan dan jasa, pergudangan dan Secapa POLRI.

2 Pemukiman 1,282.5 2,661.3 KECENDERUNGAN PENURUNAN LUAS

1 Pertanian 2,321.4 375.2 sawah, tegalan, perikanan air tawar dan peternakan

2 RTH Non- Pertanian

1,056.4 485.2 Sumber : Hasil Analisis (2012)

Secara umum dapat dilihat terdapat kecenderungan peningkatan penggunaan lahan infrastruktur kota dan pemukiman (Tabel 33). Dari rencana pola ruang, dapat terjadi peningkatan luas lahan infrastruktur kota dari 199.15 ha menjadi 1.320,13 ha hingga tahun 2031 yang terdiri dari penggunaan lahan industri, jalan, jalan kereta api, kesehatan, pariwisata, pemerintahan/perkantoran, pendidikan, perdagangan dan jasa, pergudangan dan Secapa POLRI. Penggunaan lahan pemukiman dapat mengalami peningkatan luas dari 1.282,48 ha menjadi 2.661,26 ha hingga tahun 2031 yang terbagi ke dalam pemukiman, pemukiman kepadatan rendah, pemukiman kepadatan sedang, pemukiman kepadatan tinggi dan rencana pemukiman. Kecenderungan peningkatan luas penggunaan lahan infrastruktur kota dan pemukiman diiringi oleh kecenderungan penurunan luas penggunaan lahan pertanian secara umum (sawah, tegalan, perikanan air tawar dan peternakan) dan RTH Non-Pertanian. Hingga tahun 2031, luas penggunaan lahan pertanian secara umum dapat mengalami penurunan dari 2.321,43 ha menjadi 375.18 ha sedangkan luas penggunaan lahan RTH Non-Pertanian dapat mengalami penurunan dari 1.056,37 ha menjadi 485.15 ha (sekitar 10 % dari luas wilayah Kota Sukabumi).

Terjadinya peningkatan luas penggunaan lahan infrastruktur kota dan pemukiman sejatinya tidak dapat dihindari sebagai akibat dilakukannya kegiatan

pembangunan dan pengembangan wilayah yang memberikan pengaruh terhadap aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Namun demikian pengendalian dalam implementasi dari rencana pola ruang yang telah disusun sangat diperlukan agar tidak menjadi pertumbuhan kota yang tidak terkendali (urban sprawl). Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan mempertahankan keberadaan RTH sesuai amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa dalam perencanaan tata ruang wilayah kota harus menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) dengan proporsi 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

5.5. Arahan Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi

Dokumen terkait