91
dilaksanakan secara sukarela, maka pelaksanaannya dijalankan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri di dalam wilayah dimana debitor berdiam, atau tinggal atau bertempattinggal yang dipilihnya, dengan cara seperti yang tercantum dalam Pasal-Pasal permulaan bagian ini, kecuali mengenai sandera.
Jika hal pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri yang Ketuanya memerintahkan itu, maka berlaku Pasal 195 ayat (2) dan seterusnya.
Permohonan pembatalan lelang tersebut hanya saja pada prakteknya akan tidak mudah untuk dikabulkan oleh Hakim. Hal tersebut karena Hakim Pengadilan Negeri tentunya tetap akan berpatokan pada Buku II Pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang hanya mengharuskan adanya fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri bila ingin melaksanakan parate eksekusi85. Jadi minimal selama syarat tersebut terpenuhi tentunya menurut Hakim parate eksekusi Hak Tanggungan tersebut tetap bisa dilaksanakan. Belum lagi ada beberapa Hakim yang berpendapat kalau eksekusi Hak Tanggungan berlandaskan Pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang Hak Tanggungan.
C. Penentuan Harga Limit Lelang Eksekusi Objek Hak Tanggungan
92
dapat dibenarkan dan disetujui penjual. Penawaran peserta lelang yang berada dibawah nilai limit harus ditolak. Sebaliknya, penawaran peserta lelang yang jauh melampaui nilai limit dengan sendirinya merupakan harga yang dikehendaki oleh penjual. Sekiranya semua peserta lelang mengajukan harga dibawah nilai limit, sehingga lelang belum terlaksana sesuai dengan nilai limit yang disyaratkan, akibatnya lelang ditunda atau dibatalkan apabila penjual menghendakinya86.
Penetapan Penetapan nilai limit lelang Hak Tanggungan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Semarang dilakukan oleh Kreditor berdasarkan appraisal yang dikeluarkan oleh tim penilai independent atau tim penaksir dari kreditor. Appraisal menjadi suatu hal yang wajib dikarenakan untuk melindungi kepentingan debitor. Tim penilai melakukan appraisal atas obyek lelang lalu mengeluarkan dua nilai yaitu nilai pasar atau nilai likuidasi dan nilai pasar atau nilai ikhlas. Nilai limit sendiri tidak boleh berada dibawah nilai likuidasi. Nilai likuidasi sendiri biasanya berkisar 30% dibawah harga pasar. Debitor sama sekali tidak dirugikan oleh ketentuan bahwa nilai limit harus ditentukan oleh Kreditor selaku penjual obyek lelang, karena kreditor menetapkan harga limit berdasarkan appraisal dari tim penilai87
Berdasarka keterangan di atas maka dapat diketahui bahwa hasil appraisal dari tim penilai sangat menentukan berapa besarnya nilai limit.
86 M.Yahya Harahap, Op.cit, hlm.147.
87 Untung Sudarwanto, Wawancara, Kepala Seksi Pelayanan Lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Semarang sekaligus Pejabat Lelang Kelas I, pada tanggal 23 Agustus 2022
93
Kewenangan tim penilai dalam melakukan penilaian atas obyek lelang yang selanjutnya hasil penilaiannya juga dijadikan patokan dalam penetapan nilai limit memang sudah diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Peraturan Mentri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Semarang menentukan adanya dua nilai dalam Appraisal pemohon lelang, yaitu nilai Pasar dan Nilai Likuidasi, yang dimaksud dengan nilai Pasar adalah harga pasaran setempat, harga umum atas barang jaminan kalau dujual dalam keadaan normal, keaadaan normal tersebut maksudnya adalah dalam keadaan pembeli ingin membeli dan penjual berkeinginan juga untuk menjual88. Nilai Likuidasai adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari transaksi jual beli dalam waktu terbatas dimana penjual dalam keadaan terpaksa untuk menjual dan sebaliknya pembeli tidak dalam keadaan terpaksa untuk membeli89.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Semarang telah menyatakan debitor tidak akan dirugikan dengan adanya ketentuan nilai limit ditentukan oleh kreditor sebagai penjual obyek lelang, karena pemberian nilai limit dilakukan dengan dasar appraisal dari tim penilai independent, akan tetapi pada kenyatannya bersumbernya nilai limit dari hasil appraisal tersebut tidak menjamin debitor tidak akan dirugikan, karena kreditor selaku penjual yang menggunakan jasa tim penilai tidak
88 Effendi Peranginangin, Praktek Hukum Agraria Tanah Sebagai Jaminan Kredit, (Jakarta: Esa Study Club, 1981), hlm.4.
89 H.R. Daeng Naja, Op.cit, hlm.229.
94
perduli berapa harga limit yang ditentukan oleh appraisal selama harga limit tersebut masih memungkinkan tertutupnya sisa hutang dari debitor.
Belum lagi jika penjual obyek lelang menggunakan jasa tim penaksir untuk melakukan appraisal, karena tim penaksir tersebut dipastikan berasal dari perusahaan penjual (kreditor) sehingga patut diduga adanya kemungkinan hasil appraisal tersebut dipermainkan.
Pasal 36 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 93/PMK.06/2010 telah mensyaratkan appraisal yang dilakukan oleh tim penaksir tersebut harus berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, akan tetapi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang tidak mempedulikan hal tersebut selama nilai limit yang digunakan oleh penjual obyek lelang tidak dibawah dari nilai likuidasi yang diberikan oleh tim penaksir. Hal tersebut dapat dipahami karena tanggung jawab dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang hanya sebatas formilnya saja. Apabila nilai limit tersebut telah diserahkan pada pejabat lelang dan tidak berada dibawah nilai likuidasi yang terdapat dalam appraisal maka secara formil penjual obyek lelang telah memenuhi syarat dalam hal penetapan nilai limit. Jadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang hanya memposisikan diri dalam hal memastikan penjual obyek lelang telah menyerahkan nilai limit kepada pejabat lelang sebelum lelang dilaksanakan dan nilai limit tersebut tidak berada di bawah nilai likuidasi yang diberikan oleh tim penaksir, tanpa perlu memastikan
95
bahwa appraisal yang diberikan tim penaksir tersebut nilanya masuk akal atau telah sebagaimana mestinya.
Hal tersebut belum ditambah dengan kenyataan bahwa appraisal yang dikeluarkan oleh penilai independent ternyata dapat dibeli oleh oknum mafia lelang, sehingga nilai yang diberikan dalam appraisal tidak dengan nilai yang sebagaimana mestinya. Bahkan tidak menutup kemungkinan bank selaku kreditor ikut meminta penilai independent agar memberikan nilai yang rendah didalam appraisal karena bank melalui perwakilannya ingin membeli sendiri obyek Hak Tanggungan yang akan dilelang tersebut untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang wajar, sehingga bank dapat memperoleh keuntungan dari itu90.
90 Nur Muhajir Hati Nurani R.S., wawancara, Advokat dan Konsultan Hukum, pada tanggal 25 Maret 2023
96
BAB IV