• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Problem based Learning (PBL) terhadap berpikir kritis

BAB 1 PENDAHULUAN

D. Teknik Analisis Data

1. Pengaruh Model Pembelajaran Problem based Learning (PBL) terhadap berpikir kritis

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwaeffect sizepengaruhmodel pembelajaran problem based learning (PBL) terhadap berpikir kritis adalah dengan katagori effectsangat tinggi, dengan rata-rata 1.78. Jumlah pustaka dengan katagori pengaruh sangat tinggi adalah 40%, katagori effecttinggi 40%, dan katagori effect sedang 20%.

Dari rata-rata hasil effect size pada tabel tersebut, bahwa model pembelajaran problem based learning (PBL) mampu meningkatkan berpikir kritis siswa. Hal ini desebabkan oleh model pembelajaran problem based learning (PBL), dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir yang lebih tinggi dalam situasi yang berorientasi pada masalah.Problem based learning (PBL) didasari pada situasi bermasalah dan membingungkan, sehingga akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan tertarik untuk menyelidiki permasalahan tersebut. Pada saat menyelidikan, maka siswa menggunakan tahap berpikir kritis untuk menyelidiki masalah, menganalisis berdasarkan bukti dan mengambil keputusan berdasarkan hasil penyelidikan yang diperoleh67.

67Nafiah, Y. N., & Suyanto, W. (2014). Penerapan model problem-based learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(1)

Model problem based learning (PBL) mampumembangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa dan membawa siswa ke dalam suasana rasa senang, gembira, dan bersemangat untuk belajar68. Oleh karena itu, model problem based learning layak digunakan sebagai model pembelajaran untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran selama proses pembelajaran berlangsung dan sebagai pedoman dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.Peningkatan berpikir kritis siswa terjadi karena dalam langkah-langkah penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) dapat mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa69. Pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning(PBL) diawali dengan orientasi permasalahan.Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa, pemberian masalah yang kompleks saat pembelajaran dimulai pada problem based learning(PBL) akan menciptakan kebutuhan mengetahui lebih banyak.

Keunggulan dari model pembelajaran problem based learning(PBL) ini yaitu dapat membuat siswa berpikir kritis, karena siswa dituntut untuk bisa merumuskan sendiri suatu permasalahan kemudian mengumpulkan data

68Marhamah, I. (2019). Pengaruh model pembelajaran problem based learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI IPA SMAN I Praya Barat Daya Tahun Pelajaran 2018/2019(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Mataram).

69Rachma, A. (2016). Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 22 Malang. Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 22 Malang/Annisa Rachma.

yang didapatkan. Selanjutnya siswa membuat hipotesis dan kesimpulan.

Sehingga model probel based learning(PBL) dianggap dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.Seorang diakatakan memiliki kemampuan berpikir kritis apabila mampu memeberikan jawaban yang versifat reflektif, produktif dan evaluative terhadap suatu permasalahan terhadap suatu model kajian.

Dari penelitian-penelitian terdahulu tentang model pembelajaran problem based learningberpengaruhdalam meningkatkan berpikir kritis mengalami peningkatan dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning70,dan pembelajaran menggunakan model problem based learning(PBL) pada kelas eksperimen mengalamipeningkatan kemamampuan berpikir kritis siswa lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol71. Hasil pengaruh model pembelajaran problem based learning (PBL) dalam meningkatkan berpikir kritis berdasarkan katagori disajikan pada Gambar 4.1, dan analisis lebih lanjut, dilihat dari jenjang pendidikan, tampak pada Tabel 4.4, dan data selengkapnya disajikan pada lampiran 4.

70Yoswita, Dewi Fertika dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Leraning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Program Studi Pendidikan Biolongi, Fakultas Kenguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Jurnal Ilmu Pendidikan (online), http://jurnal.fkip.unila.ac.id/, diakses 7 Maret 2016.

71Ayuninggrum, Diah dan Sri Muliyani Endang Susilowati. 2015. Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Materi Protista. Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Jurnal tidak diterbitkan (online),

Gambar 4.1 Persentase pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap berpikir kritis

Tabel 4.4Hasil effect sizemodel problem based learning (PBL) terhadap berpikir kritis berdasarkan jenjang pendidikan

Kode pustaka Jenjang pendidikan Effect Size Katagori

3a SD 0.81 Effecttinggi

1a,4a SMP/Mts 0,78 Effect sedang

2a,5a SMA 3.27 Effect sangat

tinggi Rata – rata effect size 4.86 Effect sangat

tinggi Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.

Secara visual hasil rata- rata effect sizeberpikir kritis menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) berdasarkan jenjang pendidikandi sajikan pada Gambar 4.2

0%

10%

20%

30%

40%

Efek Sedang Efek Tinggi Efek Sangat Tinggi 20%

40% 40%

Persentase

Gambar 4.2 Hasil Effect size modelproblem based learning (PBL) terhadap berpikir kritis berdasarkan jenjang pendidikan

Hasil penelitian menunjukan bahwa, dari hasil rata - rata effect sizepada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2, menunjukan model pembelajaran problem based learning (PBL) dalam meningkatkan berpikir kritis pada jejang pendidikan, (SD, SMP/MTs, dan SMA/MA), denganhasil rata-rataeffect size 4.86 katagori sangat tinggi.

Tinggi dan rendahnya efek size pada jenjang pendidikan, dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki siswa. Karakteristik siswa tingkat SD yaitu, seperti seneng bemain, bergerak, bekerja keras dalam kelompok, dan seneng melakukan sesuatu secara langsung72. Pada jenjang SMP/MTs siswa sudah memasuki usia 12-15 tahun, dan sudah memasuki usia remaja, tidak mau diperlakukan layaknya anak- anak. Namun belum cukup matang dalam

72Alfin, J. (2014). Analisis Karakteristik siswa pada tingkat sekolah dasar.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

SD SMP/MTs SMA

0,82 0,78

3,27

Effect size

berpikir. Sedangkan pada jenjang SMA, pemikiran sudah ada kemajuan, mampu membedakan mana yang baik dan salah, menentukan prioritas, mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya, menerima keadaan fisik, mampu menggunakan secaraefektif, mencapai kemandirian emosional, mampu memilih dan mempersiapkan karir di masa depan dengan minat dan kemampuan73.

Perbedaan peningkatan kemampun siswa di setiap jenjang pendidikan pada tingkat SD, SMP/MTs, dan SMA/MA, secara psikologis siswa berada pada tahap operasional formal berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget yaitu pada usia dini, remaja, dan sampai dewasa74.Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi dalam empat tahapan, yakni sensorimotor, praoperasional, operasi konkret dan operasi formal. Tiap-tiap tahap berkaitan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda- beda. Menurut Piaget semakin banyak informasi tidak membuat pikiran anaklebih maju.Kualitas kemajuannya berbeda-beda.

Perolehan hasil siswa jenjang SD, dan SMP berdasarkan hasil effect size, hasil berpikir kritis siswa SD lebih tinggi dibandingkan siswa pada jenjang SMP/Mts. Hal ini dikarnakan siswa SDtingkat kognitifnya belum terganggu dengan faktor faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa merendah.

73Zuchdi, D., Ghufron, A., Syamsi, K., & Masruri, M. S. (2014). Pemetaan implementasi pendidikan karakter di SD, SMP, dan SMA di kota Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, (2).

74 Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 19.

Faktor tersebut meliputi faktor internal yaitu seperti fisiologis (keadaan fisik, kondisi panca indra) dan psikologis (sikap, minat, kecerdasan, dan kemampuan kognitif),sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan (masyarakat dan keluarga), kurikulum, pengajar, sarana pengajar, fasilitas, dan administasi75. Siswa jenjang SD, dan siswa jenjang SMP dalam menyikapi faktor tersebut berbeda beda, siswa SMP, sudah memasuki usia remaja (pubertas) dan tingkat kognitifnya lebih tinggi dan sudah memiliki tingkatkan emisional yang berbeda, dan masing seneng-senang atau bergaul bersama teman sebayanya, sehingga, saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga membut berpikir kritis siswa meredah.

2. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap

Dokumen terkait