• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

Dalam dokumen Manajemen Wakaf Produktif - Repository UMJ (Halaman 103-113)

REGULASI PENGELOLAAN WAKAF DI INDONESIA

3. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang Wakaf

Pembahasan pada tema ini akan diramu dari berbagai sumber regulasi wakaf, seperti Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, mengenai tema pengelolaan dan Pengembangan wakaf ini terdapat pada Bab V dari pasal 42 - 46, kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 ditemukan dalam Bab V Pasal 45 - 48 dan dilengkapi dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, kemudian Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf berbentuk uang, serta Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf.

Dalam Pasal 1 Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 Tahun 2010, Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf adalah proses memproduktifkan harta benda wakaf baik yang dilakukan oleh nazhir sendiri atau bekerjasama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan wakaf.

Pasal 42 UU Nomor 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Pengelolaan dan pengembangan tersebut dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah, dilakukan secara Produktif, dan jika diperlukan

penjamin maka digunakan lembaga penjamin syariah (pasal 43 ayat (1),(2) dan (3)). Dalam penjelasan UU Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun.

Dalam Bab V pasal 42 sampai dengan 46 UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, terdapat prinsip- prinsip dasar pengelolaan dan pengembangan wakaf, yaitu:

1. Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.

2. Pengelolaan dan pengembangan tersebut dilaksanakan sesuai prinsip syariah, secara produktif, dan dijamin dengan lembaga penjamin syariah.

3. Tidak diperkenankan melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf, kecuali atas izin tertulis dari BWI dengan syarat yang sangat ketat, BWI hanya dapat memberikan izin jika harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai peruntukannya yang dinyatakan dalam AIW

4. Nazhir bisa diberhentikan oleh BWI dan diganti dengan nazhir lain, apabila:

a. Meninggal dunia bagi nazhir perseorangan;

b. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk nazhir organisasi atau nazhir badan hukum

c. Atas permintaan sendiri

d. Tidak melaksanakan tugasnya sebagai nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

e. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pengunaan kata wajib merupakan penegasan pentingnya wakaf dikelola dengan baik, prinsip ini sangat mendasar dan dapat diartikan bahwa jika ada asset wakaf sampai hari ini tidak dikelola dan dikembangkan sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, maka nazhirnya tidak melaksanakan amanah dengan baik. Kemudian UU Wakaf juga mengamanahkan kepada nazhir untuk mengembangkan wakaf secara produktif sesuai dengan prinsip syariah, dan dijamin oleh penjamin syariah, ini menginspirasi bahwa selain wajib dikelola, nazhir harus mampu mengelola asset wakafnya secara produktif.

Faktanya masih banyak asset wakaf yang tidak dikelola oleh nazhir apalagi diproduktifkan, dalam pasal 45 ayat satu (1) point d, dinyatakan bahwa

BWI bisa memberhentikan nazhir yang tidak melaksanakan tugasnya, yaitu pengelolaan dan pengembangan wakaf, apakah hal ini sudah dilakukan oleh BWI, sepertinya penulis belum mendengar BWI memberhentikan nazhir, namun sekali lagi ada peluang bagi BWI menggunakan pasal ini demi perbaikan pengelolaan dan pengembangan wakaf, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa perubahan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia.

Pasal ini juga seharusnya mendorong BWI untuk lebih gencar lagi menyiapkan nazhir yang profesional, dengan cara melakukan pelatihan dan pembekalan bagi nazhir yang sekarang sedang bertugas maupun calon-calon nazhir, sehingga jika pasal 45 ayat satu (1) benar-benar mau diterapkan maka sudah siap tenaga-tenaga nazhir profesional yang mengerti persis keinginan dan amanah UU Wakaf.

Pengelolaan dan Pengembangan wakaf juga terdapat dalam PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004, pada Bab V Pasal 45 – 48 dijelaskan bahwa:

1. Pengelolaan dan Pengembangan wakaf harus sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, yang bisa dilihat dalam AIW.

2. PP Nomor 42 Tahun 2006 menjelaskan lebih rinci bahwasanya sesuai tidaknya tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf bisa dilihat dari kesesuaian pengelolaan dan pengembangan wakaf dengan AIW.

3. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf

dari perorangan/organisasi/badan hukum asing berskala nasional dan internasional serta harta benda wakaf terlantar dapat dilakukan oleh BWI

4. Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf harus berpedoman pada Peraturan BWI

5. Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf berupa uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan/atau instrumen keuangan syariah.

Untuk melaksanakan PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang administrasi Pendaftaran Wakaf uang, dan pada pembahasan kali ini penulis akan memadukannya dengan Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf berbentuk uang.

Dari dua (2) peraturan ini dapat disimpulkan tentang prinsip-prinsip dasar pengelolaan wakaf uang, sebagai berikut:

1. Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah

2. Wakaf uang dapat dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan untuk waktu selamanya

3. Wakaf uang untuk jangka waktu tertentu minimal berjumlah Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan jangka waktu lima (5) tahun

4. Wakif dipersilakan menentukan penerima manfaat wakaf uang jika wakaf uangnya minimal

Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

5. Wakaf uang bisa dilakukan secara langsung datang ke LKS-PWU atau secara tidak langsung melalui media electronic channel (atm, internet banking, dan mobile banking)

6. Diperbolehkan melakukan wakaf uang secara kolektif, yaitu wakaf uang yang berasal dari lebih dari satu (1) orang Wakif

7. Pendaftaran wakaf uang kolektif disampaikan kepada Menteri dan BWI setiap tiga (3) bulan sekali

8. Imbalan bagi nazhir wakaf uang adalah sebagai berikut:

Besarnya Hasil Bersih Investasi

Wakaf Uang

Imbalan Bagi Nazhir Wakaf Uang

> 90% 10%

70 – 89% 9%

50 – 69% 8%

< 50% 5%

Sebagai Contoh: Jika Nazhir A total wakaf uang dalam satu tahun adalah Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan uang wakaf tersebut dalam satu (1) tahun menghasilkan hasil bersih investasi sebesar Rp. 900.000.000.000,- (sembilan ratus milyar rupiah) maka imbalan bagi nazhir A dalam satu (1) tahun adalah sebesar Rp. 90.000.000.000,-.(sembilan puluh juta rupiah).

Sudah ada kemudahan pelaksanaan wakaf uang, misalnya melalui media electronic channel (atm, internet banking, Mobile Banking), namun sejauh pengamatan penulis belum menemukan form wakaf uang dalam atm bank- bank yang telah ditunjuk sebagai LKS-PWU. Kemudian bagaimana status lembaga-lembaga swasta yang riil juga menerima wakaf uang, perlu sertifikasi dan penunjukan resmi oleh BWI. Kemudian untuk mengembangkan wakaf produktif perlu pula ditumbuhkan nazhir-nazhir organisasi dan badan hukum yang didirikan masyarakat dimasa akan datang.

Kemudian BWI juga telah mengeluarkan Peraturan BWI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan harta benda wakaf, dalam Pedoman BWI ini terdapat prinsip dasar Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf, sebagai berikut:

1. Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan fungsi dan peruntukannya

2. Jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan wakaf, maka BWI berhak memberhentikan nazhir dengan audit komprehensif dan proses pembelaan terlebih dahulu

3. Harta benda perorangan/organisasi/badan hukum asing dan harta benda wakaf terlantar dikelola oleh BWI

4. Portfolio wakaf, 60% investasi dalam instrumen LKS dan 40% diluar LKS

5. Persyaratan penyaluran manfaat hasil pengelolaan secara langsung, sebagai berikut:

a. Program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dijalankan sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan (pembangunan fasilitas umum seperti jembatan, MCK, mesjid, pendidikan murah, pendidikan ketrampilan, pengobatan bagi masyarakat miskin, bantuan UKM, penyediaan da’i, dll)

b. Tepat sasaran

c. Berdampak pada pengurangan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan

d. Progam berkesinambungan dan mendorong kemandirian masyarakat,

6. Penyaluran manfaat hasil pengelolaan secara tidak langsung dapat melalui:

a. Lembaga Pengelola Zakat b. Baitul mal wa tamwil

c. Lembaga Kemanusiaan Nasional

d. Lembaga pemberdayaan masyarakat nasional e. Yayasan/perkumpulan/ormas

f. Lembaga nasional atau internasional yang melaksanakan program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

7. Syarat lembaga penerima manfaat hasil pengelolaan wakaf, secara tidak langsung, sebagai berikut:

a. Memiliki kelengkapan legal formal (Lembaga/

yayasan/perkumpulan/ormas) b. Telah beroperasi dua (2) tahun

c. Menyertakan laporan audit independen dua (2) tahun terakhir

d. Memiliki program yang jelas dan memberikan dampak positif.

Dalam dokumen Manajemen Wakaf Produktif - Repository UMJ (Halaman 103-113)