• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini

pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu, dan tentu saja hal itu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.31

Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat disipsahkan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris kita tahu bahwa banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100-200 miliar sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal.

Namun hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5 % potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.

Hal ini meunjukan bahwa dari ratusan miliar sel otak yang telah Allah SWT anugrahkan tersebut, ternyata hanya baru sedikit sekali yang saling berhubungan dengan sel-sel otak lainnya, antara lain adalah; sel-sel otak yang menegendalikan detak janjung, pernapasan, gerak refleks, pendengaran dan naluri hidup.

Tidak hanya itu bahkan pada saat anak usia 3 tahun, sel otak telah membentuk sekitar 1000 triliun jaringan koenksi/sinapsis.

Jumlah ini 2 kali lebih banyak dari yang dimiliki orang dewasa.

Sebuah sel otak dapat berhubungan dengan 15000 sel lain. Dimana sinaps-sinaps yang jarang digunakan lambat laun akan mati, sementara yang sering digunakan akan semakin kuat dan

31 Suyadi dan Maula, KONSEP DASAR PAUD, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. Ke-1, h. 1.

permanen.32

Sementara itu kita tahu bahwa pada usia 0-6 tahun adalah masa yang sangat menentukan untuk perkembangan anak pada tahap selanjutnya, masa ini sering disebut sebagai the golden of age, atau masa keemasan anak! Namun periode ini juga sebagai periode yang sangat kritis untuk menentukan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Hal inilah yang menunjukan para psikolog dan pakar pendiikan berkesimpulan bahwa untuk bisa menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dimulai sejak usia 0-6 tahun yaitu melalui PAUD. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa metode pendidikan pada anak usia dini akan menentukan keberhasilan seseorang di kemudian hari. Banyak praktek-praktek pendidikan yang salah yang dilakukan pada anak usia dini (usia TK dan SD), sehingga pendidikan gagal menghasilkan siswa yang dapat berpikir kritis dan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan.33

Dari pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa yang dinamakan anak usia dini adalah usia 0 sampai 6 tahun, dimana pada saat itulah potensi anak dapat dimaksimalkan. pada masa itu merupakan pondasi dasar terbentuknya kecerdasan anak. Karena dalam menempuh jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi sangat ditentukan oleh apa yang dipersiapkan sejak dini. Dimana pendidikan tersebut dapat dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

32 Suyadi dan Maulidya Ulfa, KONSEP DASAR PAUD, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2013), Cet. Ke-1, h. 2-3.

33 H.E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan PAUD, (Jakarta; PT Remaja Rosdakarya).

2. Kriteria Pendidikan Anak Usia Dini.

Pendidikan anak usia dini hendaknya belajar dalam suasana yang menyenangkan. Mereka tidak bisa dipaksa untuk menyenangi sesuatu tetapi pendidik harus berusaha keras untuk bisa membuat anak didik menyenangi sesuatu bukan dengan cara memaksa.

Kreatifitas pendidik sangat penting dalam usaha menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan membuat anak usia dini tertarik untuk belajar. Untuk dapat melaksanakan pendidikan yang mengarah pada pendidikan santun anak, maka diperlukan beberapa kriteria pendidikan santun anak usia dini.

Kriteria pendidikan santun anak usia dini yaitu:34 a. Menghargai hak-hak anak usia dini di sekolah.

b. Menciptakan lingkungan yang kekeluargaan.

c. Memberikan pendidikan yang relevan dengan kehidupan.

d. Menunjang kebutuhan jasmani dan rohani anak usia dini.

e. Menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran.

f. Belajar tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas.

g. Memberikan raung kreasi untuk anak usia dini.

3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini.

Prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini terdapat banyak prinsip yang dikemukakan oleh para ahli.

Seperti dikemukakan Suyadi dan Maulidya dalam bukunya Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, menyatakan bahwa dapat dipetakan menjadi 2 kategori yaitu:

34 Sugiman Muchlis dan Ridjaluddin, Pendidikan Anak Usia Dini, (Ciputat:

Lembaga Kajian Islam “Noegraha”, 2014), cet. 1, h. 330

a. Prinsip-prinsip teoritis dalam pembelajaran atau kegiatan pendidikan anak usia dini.

Menurut Doouglas H. Clement membagi prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini kedalam 4 kategori yaitu; anak sebagai peserta didik aktif, anak sebagai pembelajar sosial-emosional, anak sebagai peserta didik independent (penanggung jawab atas kegiatan yang dilakukannya sendiri) dan kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata.

b. Prinsip-prinsip praktis dalam pembelajaran atau kegiatan pendidikan anak usia dini.

Salah satu pilar konsep dasar pendidikan anak usia dini adalah prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini dikemukakan 13 prinsip pelaksanaan pembelajaran pendidikan anak usia dini35

1). Berorientasi pada kebutuhan anak.

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak.

2). Pembelajaran anak sesuai dengan perkembangan anak.

Pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembagan anak, baik usia maupun kebtuhan individual anak. Perkembangan anak memiliki pola tertentu sesuai dengan garis waktu perkembangan, setiap anak berbeda perkembangannya dengan anak yang lain, ada yang cepat ada yang lambat. Oleh karena itu, pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan baik lingkup maupun tingkat kesulitannya dengan kelompok usia anak.

35 Suyadi dan Maulidya Ulfa, KONSEP DASAR PAUD, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2013), Cet. Ke-1, h. 31.

3). Mengembangkan kecerdasan majemuk anak.

Pembelajaran anak usia dini hendaknya tidak menjejali anak dengan hafalan (termasuk membaca menulis dan berhitung; calistung), tetapi mengembangkan kecerdasannya. Kunci kecerdasan anak adalah kematangan emosi, bukan pada kemampuan kognisi karena serabut otak kognisi pada anak belum terbentuk atau belum tumbuh dengan baik. oleh karena itu, ukuran kecerdasan anak pada kemampuan kognitif (calistung), melainkan pada kematangan emosi. Dengan demikian, meskipiun anak usia dini telah mampu membaca, meulis, dan menghitung dengan baik, belum tentu ia anak yang cerdas. Justru sebaliknya, ada kemungkinan stimulasi yang berlebihan untuk pengembangan kognitif sehingga pengembangan kecerdasan yang lain menjadi terabaikan. Jika ini yang terjadi, anak tersebut mengalami distorsi kecerdasan secara besar-besaran.

4). Belajar melalui bermain.

Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini.

Dengan menggunakan strategi, metode, materi atau bahan, dan media yang menarik, permaina dapat diikuti anak secara menyenangkan. Melalui bermain, anak diajak untuk bereksplorasi (penjajakan), menemukan, dan memanfatkan benda-benda disekitarnya.

Montessori memandang permainan sebagai

“kebutuhan bathiniyah” setiap anak, karena bermain mampu menyenangkan hati, meningkatkan keterampilan, dan

meningkatkan perkembangan anak. Konsep bermain inilah yang kemudian disebutnya sebagai belajar sambil bermain.

5). Tahapan pembelajaran anak usia dini.

Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana sampai yang kompleks, dari yang bergerak ke verbal, dan dari diri sendiri ke lingkungan sosial.

6). Anak sebagai pembelajar aktif.

Anak melakukan sendiri pembelajarannya dan guru hanya sebagai fasilitator atau mengawasi dari jauh.

7). Interaksi sosial anak.

Ketika anak berinteraksi dengan teman sebayanya, maka anak akan belajar, begitu juga ketika anak berinterasi dengan orang dewasa (guru, orang tua).

Inilah sebabnya mengapa anak “tanpa belajar”

bahasa, pada usia 4-5 tahun ia telah mempunyai kosakata lebih dari 14.000 kata. Kekayaan kosakata ini diperoleh anak-anak ketika berinteraksi dengan orang-orang dewasa, khususnya ibunya.

8). Lingkungan yang kondusif.

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa, sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

9). Meransang kreatifitas dan inovasi

Kegiatan pembelajaran di pendidikan anak usia dini harus merangsang daya kreativitas dengan tingkat inovasi

tinggi. Dalam hal ini permainan-permainana sains dapat disajikan dalam berbagai kegiatan di pendidikan anak usia dini.

Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rassa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk dapat berfikir kritis dan memecahkan hal-hal baru.

10). Mengembangkan kecakapan hidup.

Pembelajaran (kegiatan) di pendidikan anak usia dini harus mampu mengembangkan kecakapan hidup anak dari berbagai aspek secara menyeluruh (the whole child).Tujuaannya adalah agar kelak anak dapat berkembang menjadi manusia yang utuh dan memiliki kepribadian atau akhlak mulia, cerdas dan terampil, mampu bekerjasama dengan orang lain, mampu hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

11). Memanfaatkan potensi lingkungan.

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar kita atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik/guru, termasuk dalam hal ini adalah bahan-bahan untuk membuat permainan edukatif sendiri.

12). Pembelajaran sesuai dengan kondisi sosial budaya.

Kegatan atau pembelajaran pada anak usia dini harus sesuai dengan kondisi sosial budaya dimana anak tersebut berada. Apa yang dipelajari anak adalah persoalan nyata sesuai dengan kondisi dimana anak dilahirkan.

13). Stimulasi secara holistik.

Kegiatan atau pembelajaran anak usia dini harus bersifat terpadu atau holistik. Anak tidak boleh hanya dikembangakan kecerdasan kecerdasan tertentu saja seperti IPA, Matematika, bahasa, secara terpisah, tetatpi terintegrasi dalam satu kegiatan.

Menurut Sugiman Muchlis dan Ridjaludin dalam bukunya Pedidikan Anak Usia Dini mengungkapkan bahwa pendidikan anak usia dini dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut36:

a. Menggunakan variasi media yang menarik.

b. Melibatkan dan mengembangkan seluruh panca indra.

c. Menyediakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.

d. Memberikan kesempatan pada anak untuk memahami, menghayati dan mengalami secara langsung nilai-nilai, melalui proses pembelajaran.

Dokumen terkait