• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Pragmatik

Dalam dokumen "iull ztJii (Halaman 30-41)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2. Pengertian Pragmatik

Dalam kehidupan sehari-hari bahasa memegang peranan penting sebagai media komunikasi dalam percakapan diberbagai situasi (konteks) tutur, baik menggunakan bahasa lisan maupun menggunakan bahasa tulisan yang menimbulkan berbagai implikatur.

Pemakaian bahasa dalam kaitannya dengan konteks adalah termasuk dalam kerangka pembicaraan pragmatik. Selain itu penulis juga merasa bahwa penyelidikan ilmiah terhadap hal-hal yang tersirat didalam suatu tuturan pada suatu kelompok masyarakat adalah layak dilakukan.

Heatherington (1997), mengatakan bahwa pragmatic adalah ilmu yang menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasu khusus dan terutama memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks social performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Pragmatik menelaah keseluruhan prilaku insan.

Terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambing- lambang. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insane berprilaku dalam keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda.

Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramanisasikan atau disandikan dalam struktur suatu bahasa. Pragmatik merupakan telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantic, sesuai dengan perkataan lain,memperbincangkan segala aspek makna yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan (Tarigan, 1986).

Pendapat Lavinson (Nababan,1987) Mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Disini, pengertian atau pemahaman bahasa menunjukkan kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan diluar makna kata dan hubungan tata bahsanya, yakni dengan konteks pemakaiannya. Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai dengan kalimat itu.

Demikian beberapa pengertian pragmatik yang diberikan oleh pakar linguistik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa yang berhubungan dengan situasi dan kondisi dimana bahasa itu digunakan.

Berbicara mengenai pragmatic, kita tidak akan terlepas dari:

1. Aspek tindak tutur (speech act) 2. Aspek situasi ujaran

Menurut Austin (dalam Nababan 1984) mengkaji suatu tindak ujar, terdiri atas tiga sudut pandangan yaitu:

1. Konsep Lokusi 2. Konsep ilokusi, dan 3. Konsep perlokusi.

Konsep lokusi merupakan suatu konsep

Konsep lokusi locution yang memandang suatu kalimat atau ujaran sebagaim tindakan bahasa,umpahmanya, menyuruh, memanggil, menyatakan setujuh, menyampaikan keberatan dan sebagainya. Konsep perlokusi perlucotion, yaitu efek atau apa yang dihasilkan kalimat atau ujaran itu. Umpamanya kalimat siapa bilang? (sesuatu) sebagai predikat, secara ilokusi, kalimat ini bertanya sesuatu (adalah pernyataan), tetapi secara perlokusi, tergantung pada situasi dan konteks kalimat itu berarti atau diterima sebagai “pernyataan tidak percaya”.

Menurut Leach (dalam Tarigan 1989) aspek situasi ujaran menyangkut:

1. Pembicara atau penyimak 2. Konteks ujaran

3. Tujuan ujaran

4. Ucapan sebagai produk tindak verbal.

Dalam setiap situasi ujaran haruslah ada pihak pembicara (atau Penulis), dan pihak penyimak ( atau pembaca). Kata konteks dapat diartikan dengan berbagai cara, misalnya kita memasukkan aspek-aspek yang sesuai atau relevan mengenai latar fisik dan social suatu ucapan.

Konteks diartikan sebagai setiap latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh pembicara dan penyimak terhadap apa yang dimaksud oleh pembiicara dengan suatu ucapan tertentu.

Bila tata bahasa mengagap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat (dalam sintaksis) dan proposi-proposisi (dalam simantik), maka pragmatic menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung didalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini pragmatic menggarap bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret. singkatnya, ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan suatuntindak ujar.

Pengertian lain dari kata ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatic, yaitu mengacu kepada produk suatu tindak verbal itu sendiri.

Dengan kata lain bahwa suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatic dan yang paling menonjolkan pragmatic seabagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan.

3. Pengertian Implikatur

Implikatur sudah menjadi bagian dari tuturan percakapan sehari- hari.Implikatur merupakan maka emplisit atau tersirat, implicit memiliki arti yang tersimpul tetapi tidak dinyatakan. Sejalan dengan pemahaman tersebut dapat dipahami bahwa implikatur adalah makna yang tersembunyi didalam sebuah tuturan dalam suatu percakapan. Pemahaman terhadap implikatur tidak lepas dari asas kerjasama antar kedua penutur dalam suatu interaksi percakapan.

Menurut Brown Yule (1996) Istilah implikatur dipakai sebagai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang mungkin berbedah dari apa yang sebenarnya diakatakan oleh penutur. pendapat ini bertumpuh pada suatu makna yang berbedah dengan makna tuturan secara harfiah.

Senada dengan pendapat tersebut, H. P. Grice, menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam sebuah konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari yang dinyatakan sebelumnya (Gasdar, 1979:38). Implikatur cakapan dipakai untuk menerangkan makna implisit dibalik apa yang diucapkan atau dituliskan sebagai suatu yang diimplikasikan.

Menurut Grice (dalam Wahid 1996) bahwa implikatur digunakan untuk menjelaskan apa yang diimplikasikan, disaranakan atau yang

dimaksud oleh pembicara berbeda dengan apa yang dikatakan secara literal. Atau dengan kata lain, implikatur adalah yang menerangkan perbedaan antara apa yang diucapakan dengan apa yang diimplikasikan (Nababan, 1987).

a.Teori implikatur Grice

Grice (2004) membedahkan dua macam makna dalam implikatur percakapan yang disebut “Makna alamiah dan makna nonalamiah”.

Sebagai contoh makna alamiah “awan yang gelap diudara” berarti

“bahwa akan turun hujan”. Makna non alamiah adalah apa yang dimaksud dalam situasi tindakan berkomunikasi atau pesan yang dimaksudkan untuk dikomunikasikan. Atau dengan kata lain “Sesuatu komunikasi terdiri atas maksud dari “pengirim” utuk menyebabkan

“penerima” berpikir atau berbuat sesuatu hal, hanya dengan upaya

“penerima” sadar atau tahu bahwa “pengirim” ingin menimbulkan pikiran atau perbuatan itu.

Teori kedua Grice (2004) adalah teori tentang bagaimana orang menggunakan bahasa. Dalam teori inilah dikembangkan konsep implikatur, karena menurut Grice ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan sebagai suatu tindakan berbahasa. Menurut analisisnya, perangkat asumsi yang memandu tindakan orang dalam percakapan untuk mencapai hasil yang baik. Paduan itu adalah kerja sama yang terdiri atas empat aturan percakapan yang

mendasar yang dipandang sebagai dasar-dasar umum yang mendasari kerja sama penggunaan yang bahasa yang efisien yang secara keseluruhan disebut dasar kerja sama. Empat dasar kerja sama itu adalah sebagai berikut:

1) Kuantitas, terdiri atas dua aturan khusus:

a) Buat sumbangan anda seinformatif yang diperlukan (untuk tujuan percakapan)

b) Jangan membuat sumbangan anda lebih informstif dari apa yang diperlukan.

Misalnya, Fatma memintah pertolongan kepada Baya untuk dibelikan telur sebanyak 5 butir. Fatma mengharapkan bantuan si Baya tidak lebih dan tidak kurang dari padaapa yang diperlukan.

Jadi, si Baya membelikan sebanyak 5 butir bukan 4 atau 6.

2) Kualitas, juga terdiri atas dua aturan khusus:

a) Jangan katakana apa yang Anda anggap salah

b) Jangan katakana sesuatu yang Anda tidak dapat dukung dengan bukti yang cukup.

Misalnya, Bila Nasmi sedang bekerja sama dengan Risna,Nasmi akan mengharapkan bantuan dari Risna yang benar bukan yang palsu. Umpamanya dalam membuat kue, Nasmi memerlukan kue dan memintahnya kepada Risna, Nasmi tidak mengharapkan Risna member garam kepadanya.

3) Hubungan, aturan ini terdiri atas satu aturan khusus saja, yakni

“Perkataan anda harus relevan”.

Kalau Piyu dan Ibnu sedang bekerja sama membuat pintu rumah, dan pada suatu ketika Piyu memerlukan dan meminta lem kayu kepada Ibnu, Piyu tidak akan mengharapkan Ibnu memberikan cat kepadanya kalaupun itu akan dibutuhkan pada suatu ketika nanti.

4) Cara, yaitu yang mengenai bukan apa yang dikatakan tetapi bagaimana itu diungkapkan.

Misalnya, Ayyub dan Asri sedang bersama-sama mengangkat suatu balok, yang seorang mengharapkan yang lain mengisyarat dengan jelas kalau dia mau bergerak, dan kalau seorang mau meletakkan balok itu, dia harus kerjakan itu dengan pelan.

Grice (2004) juga menyebut adanya aturan-aturan lain (yang umpamanya bersifat social, estetis, atau susila/moral). Hal ini yang dikembangkan oleh Leech yang mengagap aturan kesopanan bukan setingkat dengan aturan atau maksim yang dapat ditambahkan kepada yang 4 butir di atas, tetapi adalah suatu dasar berbahasa tersendiri yang disebutnya dasar kesopanan.

Dalam pergaulan sosial kedua dasar yang dihasilkan implikatur percakapan itu, dasar kerja sama dan kesopanan sama-sama berfungsi dan bekerja. Dalam keadaan yang satu, dasar kesopanan yang lebih dominan

atau menentukan dan dalam situasi yang lain dan dasar kerja samalah yang lebih menentukan apa yang sewajarnya yang diucapkan pembicara dan bagaimana seharusnya cara menginterpretasi atau mengartikan apa yang didengar.

Pandangan Grice berguna sekali membantu kita memahami tindakan manusia dalam interaksi dan pergaulan bersama. Pentingnya dasar kerja sama dan implikatur percakapan yang mendasarinya akan lebih jelas kita pahami kalau kita perhatikan apa yang terjadi kalau aturan-aturan dasar kerja sama dilanggar atau tidak diikuti. Dibawah ini kita lihat beberapa kemungkinan pelanggaran.

a) Seseorang dapat menyalahi suatu aturan secara diam-diam atau tidak nampak, dalam hal ini mungkin sekali akan memperdaya orang lain.

b) Seseorang bisa tidak mau melaksanakan suatu aturan (maksim) dan atau seluru Dasar Kerja Sama (DKS) itu. Dia mungkin katakana atau isyaratkan dia tidak akan bekerjasama sebagaimana dituntut oleh suatu aturan DKS itu.

c) Seseorang dihadapkan dengan benturan: dia, umpamanya, tidak dapat memenuhi aturan kuantitas yang pertama (Anda harus seinformatif yang diperlukan). Tanpa melanggar aturan kualitas yang kedua (“Jangan katakana sesuatu yang anda tidak cukup bukti”).

d) Seseorang bisa terang-terangan dapat melanggar suatu aturan.

Dalam hal ini, pembicara dapat memenuhi aturan yang diperlukan tanpa melanggar aturan yang lain (= tidak ada benturan).

Dalam contoh-contoh di bawah ini, sesuatu aturan dilanggar pada tingkat harfiah(= apa yang diucapkan pembicara) tetapi pendengar itu berhak menganggap bagawa aturan itu, atau paling sedikit DKS secara keseluruhan, dituruti oleh pembicara pada tingkatimplikasi.

a. Pelanggaran aturan kuantitas yang pertama: “Buat sumbangan Anda seinformatif yang diperlukan.

Asri menulis suatu surat keterangan bagi sesorang mahasiswa yang bernama Ayub yang melamar suatu pekerjaan sebagai asisten dosen ilmuh Falsafah. Surat keterangannya berbunyi sebagai berikut:

“Dengan hormat, Bahasa Indonesia Sdr. Ayub adalah amat baik, dan dia secara teratur menghadiri pertemuan response. Salam saya.”

Interpretasi: Asri tidak menolak memberikan surat keterangan yang diminta, sebab jika memang tidak mau memenuhi permintaan itu, dia tentu tidak akan menulis surat itu. Bukan juga dia tidak mampu memberikan informasi yang lebih banyak oleh karena dia tidak tahu sebab pelamar itu adalah mahasiswanya. Lagi pula tentu diaa tahu bahwa suatu surat keterangan diharapkan lebih banyak informasi. Jadi rupanya dia ingin memberikan informasi lain yang dia tidak suka menuliskannya anggapan ini hanya dapat diterima kalau si Ayyub itu

tidak pandai mengenai ilmu Falsafah. Jadi inilah yang si Asri implikasikan.

b. Pelanggaran Aturan Kualitas yang Pertama: “Jangan katakan sesuatu yang Anda tahu tidak benar.”

Si X, yang selama ini bersahabat erat dengan si M. Si X membocorkan rahasia si M kepada saingan bisnisnnya si M. si M dan para pendengar mengetahui hal ini. Si M lalu mengatakan: “Si X adalah teman yang baik.”

Interpretasi: adalah amat jelas bagi si M dan bagi pendengarnya baahwa apa yang dikataakaan si M atau secara lahiriaah diucaapkannya, adalah sesuatu yang ia tidak yakini, dan para pendengarnya bahwa si M tahu baahwa hal itu jelas bagi pendengarnya. Jadi, kalau ungkapan si M itu tidak sama sekali tanpa makna, maka yang mau disampaikan si M adalah suatu keterangan yang lain dari yang diucapkannya secaara lahiriah, namun yang mau yang disampaikannya itu jelas ada hubungannya dengan yang diucapkannya itu: yang jelas yang paling berhubngan dengan itu ialah kebalikan atau lawan yang diucapkannya itu, itu yang diimplikasikan ucapan si M.

Ada juga pelanggaran aturan-aturan yang lain (Relasi dan Cara), tetapi jumlah dan macamnya lebih terbatas dan juga belum begitu banyak dikaji. Kiranya cukup dikatakan di sini bahwa ketiga aturan khusus dari aturan cara yang lebih banyak dilanggar ialah:

a. “Hindarkan kekaburan”;

b. “Hindari kedwimaknaan”;

c. “Anda harus berbicara singkat”.

b. Ciri-ciri implikatur percakapan

Adapun cirri-ciri implikatur percakapan adalah sebagai berikut:

1) Sebagai implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu, umpamanya dengan menambahkan suatu klausa yang mengatakan bahwa seseorang tidak mau memakai atau menggunakan implikatur percakapan itu, atau dengan memberikan suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.

2) Biasanya tidak ada cara yang lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan.

3) Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih

Dalam dokumen "iull ztJii (Halaman 30-41)

Dokumen terkait