• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

B. Penyajian Data dan Analisis

Sorogan (halaman 49-52 tentang huruf-huruf potongan, waqaf, cara membaca ًَة, َ ة, َ تى, اًئ, dan اًى di akhir kalimat).

XII 53-54 Teori (pengenalan huruf-huruf hijaiyah).

Sorogan (halaman 53-54 tentang huruf-huruf hijaiyah dan praktik langsung membaca Taawudz, Basmallah, surat Al-Kautsar dan surat At-

Takatsur.

Sumber Data: Dokumentasi Lembaga Cheng Hoo Mengaji

membunyikan kata kunci, pertama bersama-sama dan terus di ulang.

Setelah itu santri di minta untuk membaca halaman ke dua. setelah pembelajaran kalsikal, maka santri secara individual menghadap ke pengajar untuk membaca halaman yang telah dibacanya tadi. Setelah selesai pembelajaran, maka santri di minta untuk membaca doa pulang.”37

Penerapan metode tersebut adalah cara agar santri mudah mengingat huruf-huruf hijaiyah, karena yang diajarkan dalam kata kunci langsung menggunakan huruf sambung dan hasilnya hanya dalam lima kali pertemuan, santri sudah mampu menyelesaikan satu buku tilawah.

Bagi santri yang agak lambat, maksimal tujuh kali pertemuan sudah mampu membaca ayat.

Dalam penerapan pembelajaran tersebut masih membutuhkan beberapa hal yang dapat mendukung efektivitas pembelajaran di antaranya seperti tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, materi pembelajaran dan juga media pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Fatatun Nafisah, selaku pengajar berikut ini:

“Tujuan pembelajaran yang saya tau ya mbak, ya agar santrinya cepet bisa ngaji mbak. Jadi kan orang orang tau kalau metode ini beda dengan yang lainnya, kalo metodenya ya jelas MetodeTajdied mbak. Materi itu tergantung pada tingkatannya mbak, jadi kan pas masuk nanti santrinya di tes dulu, bisa ngaji atau nggak, trus kalau bisa ngajinya itu lancar atau tidak. Ya gitu wes mbak. Nah kalau media pembelajaran ya buku tilawah atau tajwid, trus nanti juga ada alat peraganya mbak. Alat peraga itu ya isinya sama kayak buku tajwid atau tilawah tapi besar mbak kayak papan. Kan yang di ajar ngaji orang tua to mbak, jadi takutnya nanti nggak kelihatan. Terus selain itu untuk materi tajwid harus ada papan dan spidol. Kan kalo tajwid harus diterangkan secara mendalam biar faham mbak.38

37 Riayatul Husnan, Wawancara, Jember, 21 Nopember 2016.

38 Fatatun Nafisah, Wawancara, Jember, 21 Nopember 2016.

Berdasarkan wawancara di atas dapat diketahui bahwa tujuan, media dan materi pembelajaran adalah hal yang sangat penting dalam mendukung proses belajar mengajar di Lembaga Cheng Hoo Mengaji.

2. Problematika yang dihadapi dalam Implementasi Pembelajaran Tilawatil Qur’an di Lembaga Chenghoo Mengaji Kaliwates Jember Tahun Ajaran 2016-2017.

Mendidik orang tua sebenarnya tidak semudah yang dibayangkan dibanding mendidik anak-anak. Ada beberapa problem yang dihadapi dalam Implementasi Pembelajaran Tilawatil Qur’an di Lembaga Chenghoo Mengaji Kaliwates Jember Tahun Ajaran 2016-2017 yang berdasarkan observasi, wawancara dan dokumentasi. Di antaranya adalah:

a. Faktor Internal 1) Fisik

a) Penglihatan dan pendengaran

Ketika usia sudah mulai bertambah, maka ketajaman penglihatan dan pendengaranpun mulai menurun. Sehingga tidak jarang para santri menggunakan kacamata seperti yang di ungkapkan oleh Subekti, santri tajwid berikut ini:

“ya namanya sudah tua ya mbak, kadang pandangan saya itu tiba-tiba kabur, jadi kalau tidak pakai kacamata ya tidak kelihatan. Orang tua itu ya memang gini mbak, sudah mulai rewel. Karena tubuhnya kan juga sudah mulai menurun kerjanya. Tapi karena masih kepengen bisa ngaji, jadi ya harus di paksa.”39

39 Subekti, Wawancara, 14 Desember 2016.

Faktor usia memang menyebabkan fungsi organ tubuh tidak lagi optimal sehingga diperlukan adanya alat bantu untuk menunjang penglihatan. Selain penglihatan, faktor usia juga mengurangi fungsi pendengaran. seperti yang diungkapkan Muhammad Tjahyono, santri yang baru belajar tilawah berikut ini:

“saya itu memang agak kurang di pendengaran, la umur emang sudah hampir 70 lo mbak, jadi ya maklum. Ya kalau dulu masih seusia mbaknya ya normal mbak, sekarang itu kalau nggak dekat ya kurang jelas gitu aja”40

Karena berkurangnya faktor penglihatan dan pendengaran, maka di Lembaga Cheng Hoo Mengaji kegiatan pembelajaran dibatasi hanya maksimal 5 santri perkelas, hal tersebut bertujuan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Ketika pembelajaran secara klasikal telah selesai, maka santri di minta untuk belajar secara individual.

b) Artikulasi atau pengucapan

Faktor artikulasi atau pengucapan memang sering kali menjadi problem dalam belajar mengaji, apalagi bagi orang tua yang kondisi fisiknya sudah menurun. Seperti yang di ungkapkan Fatatun Nafisah, selaku pengajar di Lembaga Cheng Hoo Mengaji berikut ini:

40 Muhammad Tjahyono, Wawancara, 14 desember 2016.

“emm orang tua itu memang susah mbak mengucapkan huruf- huruf yang agak sulit, seperi dza, za, tsa, dlo, ya biasanya pelafalan huruf-huruf itu sih mbak yang susah. Apalagi kan mungkin lidahnya masih kaku ya mbak, jadi nggak bisa-bisa mbak”41

Karena pelafalan atau artikulasi ini sangat penting ketika belajar membaca al-qur’an maka di Lembaga Cheng Hoo Mengaji para ustadz ataupun ustadzah senantiasa menuntun satu persatu santri untuk mencoba belajar dan membunyikan huruf.

c) Ketahanan tubuh dan penyakit

Ketahanan tubuh juga sangat penting bagi santri yang akan belajar, karena ketika tubuhnya sehat maka santri dapat fokus belajar dengan baik. Begitu juga yang telah di ungkapkan oleh H. Lukman berikut ini:

“Kesulitan santri itu biasanya dari faktor usia yang rata-rata sudah dewasa bahkan manula membuat cepet lupa, daya tahan tubuh atau kesehatan yang tidak optimal membuat cepet lelah dan kurang konsentrasi”42

Berdasarkan observasi di Lembaga Cheng Hoo Mengaji, maka biasanya santri memang sering mengeluh merasa lelah ketika harus terus belajar, maka dari itu pengajar tidak bisa memaksakan pembelajaran. Pengajar membuat situasi belajar yang santai dan juga memberikan istirahat sejenak, agar santri melakukan hal disukainya. Setelah di rasa cukup, maka santri di minta kembali untuk belajar.

41 Fatatun Nafisah, wawancara, 21 nopember 2016.

42 H. Lukman, wawancara, 21 Nopember 2016.

Selain H. lukman, Ulva Nurmala Sari juga mengungkapkan hal yang sama bahwa:

“orang tua itu kalau belajar gak bisa lama sih mbak, kalau sudah lebih dari satu jam itu gak konsentrasi, la kadang malah ada mbak yang baru sebentar sudah capek. Biasanya kakinya kesemutan kalau duduk lama.”43

Karena waktu belajar yang lebih dari satu jam di anggap kurang kondusif bagi orang tua, maka di Lembaga Cheng Hoo Mengaji waktu belajar para santri maksimal satu jam, akan tetapi ketika sebelum satu jam santri telah merasa lelah, maka ustadz/ustadzah memberikan waktu untuk beristirahat sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

2) Non fisik

a) Motivasional

Motivasi adalah hal yang penting untuk mendasari suatu kegiatan yang dilakukan, tanpa adanya motivasi maka kegiatan tersebut terasa kurang berarti. Seperti yang di ungkapkan Hong Tjai berikut ini:

“saya itu baru masuk Islam, istilahnya mualaf lah ya.

Makanya saya kepengen bisa ngaji, biar saya juga bisa shalat yg khusyuk. Saya itu sibuk, tapi saya seneng ada orang ngaji gitu, kebetulan teman teman saya kayak Chok Bien gitu ngajak ke sini untuk ngaji”44

Dengan adanya motivasi, maka semangat untuk melakukan hal yang diinginkan juga semakin tinggi, pembelajaran di Lembaga Cheng Hoo Mengaji ini biasanya

43 Ulva Nurmalasari, wawancara, 21 Nopember 2016.

44 Hong Tjai, wawancara, 14 Desember 2016.

dilakukan seminggu dua kali, akan tetapi terkadang ada juga yang belajar mengaji lebih dari dua kali dalam seminggu.

Karena ingin cepat bisa mengaji. Abdul Latif juga mengungkapkan bahwa:

“kalau menurut saya, motivasi itu penting. Karena kenapa, jika motivasinya tinggi maka semangat belajarnya juga tinggi dan jika semangat belajarnya tinggi maka presentase untuk bisanya itu juga tinggi.”45

Motivasi adalah kekuatan untuk mendorong santri untuk cepat bisa mengaji, setelah selesai atau sebelum di mulai pembelajaran, pengajar juga memberikan sedikit pengarahan tentang pentingnya belajar al-Qur’an agar santri termotivasi untuk belajar dan cepat bisa mengaji.

b) Menghilangkan apa yang sudah dipelajari semula

Karena sebelumnya atau di masa kecil beberapa santri pernah belajar mengaji, maka sulit untuk mengubah pengetahuan dari masa kecil yang selama ini dianggapnya benar, meskipun terkadang pengetahuan tersebut belum tentu benar. Ulva Nurmala Sari mengungkapkan bahwa:

“Masalahnya kadang bapak-bapak itu susah panjang pendeknya karena makai lagu lo mbak, lagu kayak orang ngaji jaman dulu gitu lo, bapaknya kan sudah terbiasa to dari dulu kalau ngaji kayak gitu, jadinya susah mbak untuk ngerubah kebiasaannya itu, butuh tenaga ekstra mbak. Dan harus pelan- pelan serta telaten”46

45 Abdul Latif, wawancara, 21 Nopember 2016.

46 Ulva Nurmalasari, wawancara, 21 Nopember 2016.

Berdasarkan observasi yang di lakukan, peneliti melihat bahwa memang ada beberapa santri yang mengaji dengan menggunakan lagu atau irama tertentu. Sehingga karena lagu tersebut panjang dan pendeknya huruf menjadi berantakan. Santri condong mengaji dengan mengikuti iramanya sendiri, tanpa tahu jika huruf yang dibacanya tersebut di baca panjang atau pendek.

Maka kemudian pengajar mencoba agar santri membunyikan beberapa bacaan tanpa menggunakan lagu, dan untuk mengubah kebiasaan tersebut, santri membutuhkan waktu hingga beberapa kali pertemuan. Setelah itu, mulai perlahan santri akan merubah kebiasaan tersebut.

c) Daya ingat atau lupa

Lupa merupakan hal yang sering terjadi pada manusia, terutama bagi mereka yang telah berusia dewasa atau bahkan manula. Nurul Hadi mengungkapkan bahwa:

“salah satu masalah saya kalau belajar ngaji itu ya lupa sama huruf nya mbak, perasaan hurufnya mirip. kadang juga kebalik balik. Kan sudah faktor usia gini ini mbak”47

Selain santri, pengajar juga mengungkapkan bahwa kesulitan yang sering di hadapi santri ketika dalam pembelajaran adalah kurangnya kemampuan ketika mengingat

47 Nurul Hadi, wawancara, 08 Desember 2016.

huruf. Seperi yang di ungkapkan Fatatun Nafisah, selaku pengajar di Lembaga Cheng Hoo Mengaji berikut ini:

“Kesulitan yang di hadapi biasanya santri sering lupa dengan huruf-huruf nya, dan biasanya ustadzah mengarahkan untuk mengingat kata kunci”48

Salah satu solusi agar peserta mudah mengingat yaitu dalam metode mnemonic dan SAS yang ada di dalam buku Tajdied ini menggunakan kata kunci. Sehingga santri hanya perlu mengingat kata kuncinya saja. Ketika santri lupa dengan hurufnya, maka hanya tinggal melihat kata kunci diatasnya saja.

Dokumen terkait