• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Pola Asuh Anak

Dijelaskan oleh Chabib Thoha (1996 : 108) bahwa Pola asuh merupakan suatu cara yang terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggungjawab kepada anak. Dimana tanggung jawab untuk

mendidik anak ini merupakan tanggungjawab primer, oleh karena anak adalah hasil dari buah kasih sayang yang diikat dalam tali perkawinan antara suami dan istri dalam suatu keluarga

Pola asuh anak juga dikemukakan oleh Akmal Janan Abror (2009:18) dalam skripsi yang berjudul “pola asuh orang tua karir dalam mendidik anak”. Beliau

mengemukakan bahwa Pola asuh ini merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak-anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain adalah cara orang tua memberikan peraturan kepada anaknya, cara memberikan hadiah atau hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak, sehingga dengan demikian yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengasuhan atau disebut juga “parenting” adalah proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan(“alternative care”).

Pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak- anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Menurut Suardiman (1983 : 22) memberikan pengertian bahwa pola asuh adalah cara mengasuh anak,

usaha memelihara, membimbing, membina, melindungi anak untuk kelangsungan hidupnya.

Ada beberapa bentuk pola asuh yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain dalam menanamkan disiplin pada anak-anaknya yang di kembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock (1972:344-440) seperti yang dikutip oleh Ihromi dalam bukunya bunga rampai sosiologi keluarga (2004:51-52):

a. Otoriter

Orang tua yang dalam mendidik anaknya mempergunakan pola asuh otoriter memperlihatkan karakteristik dengan memberi sedikit keterangan atau bahkan tidak memberikan keterangan kepada anak tentang alasan-alasan mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, mengabaikan alasan-alasan yang masuk akal dan anak tidak diberi kesempatan untuk menjelaskannya, hukuman (punishment) selalu diberikan orang tua kepada anak yang melakukan perbuatan salah, hadiah atau penghargaan (reward) jarang diberikan kepada anak yang telah melakukan perbuatan baik atau telah menunjukkan prestasinya.

b. Demokratis

Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan karakteristik adanya pengertian bahwa anak mempunyai hak untuk mengetahui mengapa suatu aturan dikenakan padanya, anak diberi kesempatan untuk menjelaskan mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan kepadanya.

Pola asuh demokratis ini orang tua mendukung sekaligus memberikan penjelasan atas perintah atau keputusan yang diberikan. Orang tua mendorong anak

untuk dapat berdiri sendiri semua keinginan dibuat berdasarkan persetujuan dengan anaknya.

Dalam menerapkan pola asuh demokratis orang tua memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan tersebut kebebasan yang tidak mutlak dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan anak.

Keinginan dan pendapat anak diperhatikan dan apabila sesuai dengan norma- norma pada orang tua maka disetujui untuk dilakukan, sebaliknya kalau keinginan dan pendapat anak tidak sesuai kepada anak maka diberikan pengertian, diterangkan secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan bahwa perbuatannya tersebut hendaknya tidak diperlihatkan lagi.

Dengan cara demoktratis ini pada anak akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk memperlihatkan tingkah laku dan selanjutnya memupuk kepercayaan dirinya.

c. Permisif atau Penelantaran

Orang tua yang menerapkan pola asuh Penelantaran membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang menjadi batasan dari tingkah lakunya. Hanya pada hal-hal yang dianggapnya sudah “keterlaluan” orang tua baru bertindak. Pada cara penelantaran ini pengawasan menjadi longgar, anak terbiasa mengatur sendiri apa yang dianggapnya baik.

Pada umumnya keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua orang tuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang sebaik-baiknya. Orang tua sudah mempercayakan masalah pendidikan anak kepada orang lain yang bisa mengasuh

khusus atau bisa pula anggota keluarga yang tinggal dirumah. Orang tua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi, menegur, dan mungkin memarahi kalau

tindakan anak sudah dianggap keterlaluan. Orang tua tidak bisa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab, dan merasa anak harus tahu sendiri. Karena harus menentukan sendiri maka perkembangan kepribadiannya menjadi tidak terarah. Pada anak tumbuh kekakuan yang terlalu kuat serta mudah menimbulkan kesulitan-kesulitan kalau harus menghadapi tuntutan-tuntutan yang ada dalam lingkungan sosialnya.

Hal senada juga dikemukakan oleh Diana Baumrind yang dikutif oleh (John W.Santrock, 2003:185) bawha tekhnik pengasuhan anak adalah sebagai berikut:

a. Pengasuhan authoritarian (authoritarian parenting)

Merupakan gaya yamg membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang bersifat outoritarian membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal.

b. Pengasuhan autoritatif (authoritative parenting)

Mendorong remaja untuk bebas terapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Komunikasi veebal timbale balik bisa berlangsung dengan bebas dan orang tua bersikap hangatdan bersifat membesarkan hati remaja.

c. Pengasuhan permisif

Pengasuhan permisif dibagi menjadi dua yaitu gaya pengasuhan permisif tidak peduli (permissive indiffered parenting) dan pengasuhan pemisif memanjakan

(permissive indulgent parenting). Pengasuhan permisif tidak peduli merupakan suatu pola dimana sang orang tua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan remaja.

Sedangkan pengasuhan permisif memanjakan merupakan suatu pola dimana orang tua sangat terlibat dengan remaja tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Pengasuhan permisif memanjakan berkaitan dengan ketidak cakapan sosial remaja, terutama kurangnya penegendalian diri.

Walaupun pengasuhan yang konsisten biasanya disarankan, orang tua yang bijak dapat merasakan pentingnya bersikap lebih permisif dalam situasi tertentu, dan lebih bersifat otoriter pada situasi yang lain, namun lebih autoritatif di situasi yang lainlagi.

Orang tua belum tentu menggunakan satu pola saja, ada kemungkinan menggunakan ketiga pola sekaligus ataupun bergantian. Walaupun demikian ada kecendrungan orang tua untuk lebih menyukai atau lebih sering menggunakan pola tertentu, yang dalam penggunaannya dipengaruhi oleh sejumlah faktor (Ihromi,2004:52-53) antara lain :

a. Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka. Bila orang tua menganggap bahwa pola orang tua mereka yang terbaik, maka ketika mempunyai anak mereka kembali memakai pola yang mereka terima. Sebaliknya, bila mereka menganggap bahwa pola orang tua mereka dulu salah. Biasanya mereka menggunakan pola yang berbeda.

b. Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat sekitarnya. Pilihan ini terutama dilakukan oleh orang tua yang usianya masih muda dan kurang

pengalaman. Mereka lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap baik oleh masyarakat sekitarnya dari pada oleh keyakinannya sendiri.

c. Usia dari orang tua. Orang tua yang usianya lebih muda cendrung untuk memilih pola yang demokratis atau permisif dibanding dengan mereka yang sudah lanjut usia.

d. Kursus-kursus. Orang dewasa yang telah mengikuti kursus persiapan perkawinan, kursus kesejahteraan keluarga atau kursus pemeliharaan anak, akan lebih mengerti tentang anak dan kebutuhan-kebutuhannya, sehingga mereka cendrung untuk menggunakan pola yang demokratis.

e. Jenis kelamin orang tua. Pada umunya wanita lebih mengerti tentang anak oleh karena itu lebih demokratis terhadap anaknya dibanding dengan pria.

f. Status sosial ekonomi juga mempengaruhi orang tua dalam menggunakan pola asuh mereka bagi anaknya.

g. Konsep peran orang tua. Orang tua yang tradisional cendrung lebih menggunakan pola yang otoriter dibanding orang tua yang lebih modern.

h. Jenis kelamin anak. orang tua juga memberlakukan anak-anak mereka sesuai dengan jenis kelaminnya, misalnya terhadap anak perempuan, mereka harus menjaga lebih ketat sehingga menggunakan pola yang otoriter, sedangkan anak laki-laki cendrung lebih permisif atau demokratis, atau mungkin juga sebaliknya.

i. Usia anak. pada umunya usia yang otoriter sering digunakan pada anak-anak kecil, kerena belum mengerti secara pasti mana yang baik dan yang buruk, mana

yang salah dan yang benar, sehingga orang tua lebih sering memaksa atau menekan.

j. Kondisi anak. Bagi anak-anak yang agresif, lebih baik menggunakan pola yang otoriter, sedangkan anak-anak yang mudah merasa takut dan cemas lebih tepat digunakan pola yang demokratis.

Orang tua dalam pengasuhannya akan menggunakan salah satu pola pengasuhan saja atau bahkan menggunakan ketiga pola pengasuhan. Ini sesuai dengan pemahaman dari setiap orang tua tentang bagaiman pola pengasuhan yang baik menurutnya.

Pola asuh orang tua sangat menentukan perkembangan kecerdasan anak.

Stimulus yang diberikan orang tua juga mempunyai peranan yang penting. Jadi stimulus adalah kegiatan merangsang secara memadai kemampuan dasar agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimilikinya. Dalam memberikan stimulus dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan yaitu usia 4 bulan sampai usia 6 tahun.

Ada beberapa prinsip dalam melakukan stimulus terhadap anak usia dini, antara lain:

a. Stimulus dilakukan berdasarkan kasih sayang dari orang tua maupun keluarga b. Selalu menunjukkan perilaku yang baik

c. Stimulus dilakukan dengan benar, maksudnya sesuai dengan tahap perkembangan d. Menggunakan alat bantu dan permainan yang aman bagi anak

e. Berikan kesempatan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan

Pola pengasuhan orang tua dalam peningkatan kognitif anak antara lain:

a. Meceritakan dongeng pada anak sebelum tidur

b. Memperdengarkan dan mengajari anak dalam bernyanyi serta bermain music c. Melakukan dialog pada anak tentang segala hal

d. Mengajak anak untuk mengimajinasikan dalam bentuk gambar atau lukisan e. Mengajak anak untuk melakukan eksperimen, misalnya mengajak anak untuk

memasak bersama

f. Mengasah kemampuan mengingat anak dengan bermain puzzle g. Mengajak anak dengan bermain tebak-tebakan

h. Mengajak anak dengan bermain peran

Dengan penerapan pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua maka diharapkan dapat meningkatkan kognitif anak itu sendiri.

Dokumen terkait