• Tidak ada hasil yang ditemukan

GINEKOLOGI

II. Prevalensi

Angka kejadian retensio urin pasca histerektomi vaginal sekitar 15 % dan jika ditambah kolporafi terjadi retensio urin mencapai 29 %. Sedangkan untuk kasus obstetrik Kartono H. dalam penelitiannya mendapatkan kejadian retensio urin pasca seksio sesarea sebesar 17,1 % jika kateter menetap dipertahankan 6 jam. Sedangkan jika dipertahankan selama 24 jam 7,1 % angka kejadiannya (rate ratio risk 2,4 kali terjadi retensio urin jika kateter menetap dipasang 6 jam dibanding 24 jam). Soetoyo melaporkan kejadian retensio urine post partum di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya sebesar 12%.

Sementara Fahmialdi dari RS M Djamil Padang, dari penelitiannya mendapatkan kejadian retensio urine post partum sebesar 11,2% (1,3)1,4,5 III. Penyebab Retensio Urin

Secara umum retensio urin pada wanita dapat disebabkan oleh karena kelainan kandung kemih dan kelainan uretra. Retensio urin pada masa nifas

RETENSIO URIN PASCA TINDAKAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

182

disebabkan oleh trauma intra partum, merupakan penyebab utama terjadinya retensio urin,dimana terdapat perlukaan pada uretra dan vesika urinaria. Hal ini terjadi karena adanya penekanan yang cukup berat dan berlangsung lama terhadap uretra dan vesika urinaria oleh kepala bayi yang memasuki panggul.

Penekanan ini menyebabkan edema pada leher buli-buli serta terjadinya ekstravasasi darah didalam buli-buli, ostium uretra internum tersumbat oleh edema mukosa dan kontraksi vesika jelek akibat ekstravasasi darah ke dalam dinding buli-buli. Penyebab lain adalah :

1. Refleks kejang sfingter uretra, terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih.

2. Hipotoni otot selama hamil dan nifas, dimana tonus dinding buli-buli sejak masa kehamilan sampai post partum masih sangat menurun. Banyak ibu-ibu yang tidak dapat berkemih dalam posisi tidur telentang.2,7

Retensi urin pasca seksio sesarea disebabkan oleh karena :

1. Seksio sesarea riwayat partus lama , terjadi edema dan hematom jaringan periuretra akibat penekanan kepala janin pada dasar panggul.

2. Ketidakhati-hatian operator dalam mengidentifikasi kandung kemih dan menyisihkannya

3. Nyeri luka insisi dinding perut yang mengakibatkan spasme otot levator, kontraksi spastik sfingter uretra dan akhirnya pasien enggan mengkontraksikan otot dinding perut guna memulai pengeluaran urin.

4. Penyebab lain adalah penggunaan anestesia, baik umum maupun regional.2,7

Retensi urin pasca operasi ginekologi disebabkan oleh :

1. Ketidakhati-hatian operator dalam mengidentifikasi kandung kemih dan menyisihkannya

2. Rasa nyeri edema, spasme otot pubokoksigeus yang timbul selama dan sesudah operasi.

3. Pasca rindakan TAH/Radikal Histerektomi, dalam pengangkatan ligamentum sakrouterina dan kardinale terjadi cedera pada nervus pudendus

183 IV. Fisiologi Berkemih

Proses berkemih diatur oleh sistem saraf pusat (SSP) dan organ berkemih.

Bagian dari SSP yang terlibat adalah kortek serebri dan pons, beserta sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sedangkan organ berkemih adalah kandung kemih dan uretra.

Fungsi kandung kemih ditandai dengan penyimpanan volume urin yang adekuat pada kondisi tekanan yang rendah tanpa disertai adanya kebocoran dan sensasi berkemih yang tidak diinginkan (urgensi) yang disertai dengan periode penghalangan pengeluaran urin secara efisien. Organ berkemih bekerja dibawah kendali saraf yang dikontrol secara ketat. Sedikit literatur yang dapat menjelaskan mengenai mekanisme nerurofisiologis dalam pengaturan uretra. Sebagaimana yang kita ketahui, mekanisme kerja uretra berbanding terbalik dengan kandung kemih yaitu pada saat penyimpanan urin, uretra berkontraksi sedangkan kandung kemih berelaksasi dan sebaliknya.

Susunan saraf pusat yang mengatur kandung kemih, berpusat pada lobus frontalis, pada daerah yang disebut daerah Area Detrusor Piramidal (Pyramidal Detrusor Area). Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut Pontine Mesencephalic Reticular Formation, yang kemudian disebut sebagai Pusat Berkemih Pontin (Pontine Micturition Centre). Dan sistem ini ditunjang oleh sistem refleks sakralis yang disebut sebagai Pusat Berkemih Sakralis (Sacralis Micturition Centre). Jika jalur persarafan antara pusat berkemih pontin dan sakralis dalam keadaan baik, maka proses berkemih akan berlangsung baik akibat dari refleks berkemih yang menghasilkan serangkaian kejadian berupa relaksasi dari otot lurik uretra, kontraksi otot detrusor dan pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra9.

Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terutama terdiri dari sistem saraf otonom, khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi kontraksi detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis melalui nervus pelvikus dan muncul dari S2 - S4. Sedangkan transmisi simpatis muncul dari T10– T12, membentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama dengan saraf parasimpatis membentuk pleksus pelvikus9.

RETENSIO URIN PASCA TINDAKAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

184

Apabila kandung kemih dalam keadaan kosong, proses pengisian akan dimulai. Korteks akan memerintahkan pons untuk menghambat parasimpatik dan mengaktifkan mekanisme simpatis. Neurotransmiter epinefrin akan dikeluarkan untuk merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta. Reseptor beta banyak terdapat pada puncak kandung kemih, sedangkan reseptor alfa tersebar pada daerah dasar kandung kemih dan otot detrusor uretra.

Rangsangan epinefrin pada kedua reseptor ini akan menyebabkan relaksasi kandung kemih dan kontraksi dari uretra. Pada pengisian 150 cc (setengah kapasitas kandung kemih), sudah mulai ada perintah ke kortek untuk mengurangi aktifitas simpatik, dan mulai perlahan mengaktifkan parasimpatis. Itulah sebabnya keinginan berkemih pertama kali dirasakan saat kandung kemih berisi setengah kapasitas9.

Bila kandung kemih sudah penuh dan regangan sudah sampai pada kapasitas maksimal, kortek memerintahkan pons untuk melakukan hambatan pada simpatik, sehingga parasimpatik bekerja. Kalau parasimpatik dirangsang, maka neurotransmiter kholinergik yaitu asetilkholin akan dihasilkan dan merangsang reseptor kholinergik yaitu muskarinik dan nikotinik. Muskarinik terdapat pada otot polos (otot detrusor) kadung kemih, dan nikotinik terdapat pada otot rabdospingter yaitu lapisan otot yang melapisi uretra. Rangsangan asetilkolin pada reseptor kolinergik ini menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra9.