• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bab III PENUTUP

B. Pembahasan

2. Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia

Keterampilan Menulis Akademik: Panduan bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi- 115

(1991:84) mengemukakan dua prinsip tersebut (1) pembelajaran yang berpusat pada makna (meaning centered) maksudnya pengalaman berbahasa pembelajar baik secara lisan maupun tulisan harus bermakna dan bertujuan, fungsional, dan nyata atau realistis. Aktivitas dan pemilihan materi harus mengacu pada tujuan pembelajaran secara nyata dan kontekstual. (2) Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered) maksudnya pembelajaran diorientasikan dengan dan untuk pembelajar.

Dalam pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama dan pelaku pembelajaran.

Kegiatan belajar mengajar akan dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif ditentukan oleh beberapa komponen meliputi komponen tujuan, peserta didik dan pendidik, bahan atau materi pelajaran, teknik, metode, media pembelajaran, dan evaluasi.

Dalam konteks ini, pendidik mempunyai peranan penting dalam pembelajaran. Menurut Sardiman (2005:143), peranan pendidik dalam kegitan pembelajaran, antara lain (1) informator, (2) organisator, (3) motivator, (4) direktor, (5) inisiator, (6) transmitter, (7) fasilitator, (8) mediator, dan (9) evaluator.

116- Keterampilan Menulis Akademik: Panduan bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi

dalam konteks komunikatif. Maksudnya aktivitas peserta didik difokuskan pada bagaimana peserta didik menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Banyak faktor yang menyebabkan pembelajaran bahasa tidak berlangsung komunikatif. (1) rendahnya kompetensi komunikatif pendidik bahasa Indonesia; (2) model kelas yang besar menyebabkan aktivitas peserta didik tidak merata; (3) interaksi kelas kurang berjalan secara optimal. Selain faktor tersebut, kecenderungan pembelajaran bahasa di sekolah masih didominasi dengan pemberian pengetahuan dari pada kemahiran berbahasa.

Hal tersebut sejalan dengan hasil survei Suparno (1997:35) yang menyatakan bahwa (a) pendidik masih cenderung memberikan penjelasan tentang bahasa, bukan pelatihan keterampilan berbahasa secara integratif dan komunikatif; (b) sebagian besar pendidik belum memiliki penguasaan yang memadai tentang taksonomi kemahiran berbahasa Indonesia (c) kelas yang besar berakibat pendidik mengikuti dinamika kelas bukan pendidik menciptakan dinamika kelas; (d) pendidik kurang menggunakan sumber lain selain buku teks;

(e) masih banyak pendidik yang kebakuan bahasanya kurang ideal.

b. Pembelajaran Bahasa yang Disajikan Secara Diskrit

Pembelajaran bahasa Indonesia masih cenderung dilakukan dengan model diskrit. Keterampilan berbahasa yang idealnya disajikan secara terintegrasi belum dapat diimplementasikan secara optimal di kelas. Aspek-aspek kemahiran berbahasa masih disajikan secara terpisah.

Misalnya, pendidik mengajarkan keterampilan menyimak, seakan-akan pendidik hanya terfokus pada keterampilan menyimak saja. Sebenarnya, apabila pendidik memahami hakikat pembelajaran integratif (tematis), pembelajaran bahasa dapat berlangsung secara alamiah sesuai dengan

Keterampilan Menulis Akademik: Panduan bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi- 117

hakikat fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Pola implementasi integratif ini akan mendorong kemahiran berbahasa peserta didik secara baik.

Untuk memperlancar kegiatan pengajaran bahasa secara integratif diperlukan metode atau suatu rumusan sistem cara pengajaran, karena metode pengajaran yang bervariasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengajaran. Dalam menerapkan metode pengajaran bahasa ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan terlebih dahulu oleh para pengajar yang antara lain adalah sebagai berikut: (1) pengajaran harus disesuaikan dengan kultur sosial dari objek peserta didik, (2) Menggunakan metode yang dianggap mudah oleh para peserta didik (3) Melalui pendekatan yang sifatnya komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Rendahnya Persepsi Peserta Didik terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia harus memperhatikan karekteristik peserta didik. Hal ini digunakan untuk melihat kecenderungan dan keinginan peserta didik dalam pembelajaran bahasa tersebut. Menurut Van Els (1984:27), karakteristik peserta didik atas empat bagian, yakni (1) umur peserta didik, (2) bakat, (3) pengetahuan peserta didik, (4) sikap yang meliputi minat, motivasi, dan kepribadian.

Komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran.

Pembelajaran bahasa harus memperhatikan tingkat perkembangan usia peserta didik. Hal ini berkaitan dengan pemilihan materi atau contoh-contoh yang diberikan pendidik. Pendidik juga harus memahami bakat bahasa dan pengetahuan peserta didik. Karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik adalah sikap, meliputi minat, motivasi, dan kepribadian.

118- Keterampilan Menulis Akademik: Panduan bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi

Berdasarkan pengalaman ketika mengajar, persepsi peserta didik terhadap pembelajaran bahasa Indonesia berada pada taraf yang rendah. Kondisi ini berdampak pada rendahnya motivasi peserta didik terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini berimplikasi pada rendahnya hasil belajar peserta didik.

d. Pemanfaatan Pokok Sumber Belajar (Buku Teks) dalam Pembelajaran

Dalam konteks ini, harus dapat memilih dan menentukan sumber belajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Karena pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan, bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, pendidik dapat mengurangi dan menambah isi buku yang digunakan sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.

Dengan demikian, pendidik harus mandiri dan kreatif.

Pendidik harus menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum sekolahnya. Pendidik dapat memanfaatkan bahan ajar dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan sebagainya). Bahan ajar dikaitkan dengan isu-isu lokal, regional, nasional, dan global agar peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan.

Untuk pelajaran membaca, misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar, baik lokal maupun nasional.

Kedua jenis sumber ini dapat dimanfaatkan. Bahan bacaan yang mengandung muatan nasional dan global dapat diambil dari surat kabar berskala nasional, sedangkan bahan bacaan yang mengandung muatan lokal dapat diambil dari surat kabar daerah. Berdasarkan bahan bacaan tersebut, pendidik dapat mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia yang kontekstual. Bahan ajar yang beragam jenis

Keterampilan Menulis Akademik: Panduan bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi- 119

dan sumbernya ini juga dapat digunakan untuk pelajaran- pelajaran yang lain, seperti menulis, mendengarkan, dan berbicara. Di samping itu, pendidik juga dapat memanfaatkan televisi dan komputer (internet) sebagai media pembelajaran.

Namun kenyataannya, buku ajar yang digunakan oleh pendidik merupakan buku ajar yang disusun oleh tim penulis buku atau pun buku yang diterbit dari berbagai penerbit.

Oleh sebab itu, kadang-kadang buku ajar yang digunakan belum tentu sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tidak kontekstual. Untuk itu, idealnya setiap pendidik atau wilayah harus dapat menyusun buku ajar yang digunakan dengan mengacu standar isi yang ditetapkan dan sesuai kebutuhan.

e. Alat Evaluasi yang tidak Relevan

Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun bahasa. Selain itu soal yang dibuat hendaknya menuntut penalaran yang tinggi.

Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara·

mengidentifikasi materi yang dapat mengukur perilaku pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, atau evaluasi.

Perilaku ingatan juga diperlukan namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum peserta didik dapat mengukur perilaku yang disebutkan di atas, membiasakan menulis soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis dan mengukur keterampilan pemecahan masalah; dan menyajikan dasar pertanyaan (stimulus) pada setiap pertanyaan, misalnya dalam bentuk ilustrasi/bahan bacaan seperti kasus.