BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Pembahasan
1. Program Pemberdayaandalam Peningkatan Kemampuan
kelompok yang terbentuk pada Desa Mattiro Bombang. Pemberdayaan yang dilakukan instansi ini sangat membantu masyarakat dalam pekerjaannya dan pada ekonomi rumah tangga masyarakat miskin.
(b) Fase Partisipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembangunan untuk menuju kemandirian.
(c) Fase Emansipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada fase emansipatori ini masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan dirinya sehingga dapat dilakukan dalam mengaktualisasikan dirinya. Puncak dari kegiatan proses pemberdayaan masyarakat ini adalah ketika pemberdayaan ini semuanya datang dari keinginan masyarakat sendiri (fase emansipatoris).
Maka dari itu ada tiga hal pemberdayaan yang harus dilakukan pada suatu desa antara lain:
a. Kemampuan Ekonomi RT Nelayan
Meningkatkan kemampuan pemberdayaan ekonomi rumah tangga nelayan melalui berbagai cara memang harus dilakukan agar masyarakat nelayan miskin bisa keluar dari kemiskinan yang membelenggunya serta keterbelakangan pengetahuan untuk hidup lebih layak seperti manusia modernisasi yang selalu mengikuti perkembangan zaman.
Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bertahap melalui tiga fase yaitu:
(a) Fase Inisiasi adalah bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah, dan masyarakat hanya melaksanakan apa yang
direncanakan dan diinginkan oleh pemerintah dan tetap tergantung pada pemerintah.
Berdasarkan teori proses pemberdayaan diatas maka dapat diasumsikan bahwa untuk menjadikan masyarakat keluar dari permasalahan hidup seperti kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan sebagainya. Pemerintah memang harus bisa memberdayakan masyarakat yang ketinggalan agar bisa mandiri dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti pada masyarakat Nelayan miskin di Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara Kabupaten Pangkep pemerintah membentuk program Koperasi Nelayan Bina Usaha kepada masyarakat Nelayan untuk menggunakan dana Koperasi Nelayan Bina Usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau menggunakannya untuk membuat usaha untuk menambah penghasilan masyarakat Nelayan di Desa Mattiro bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara dari ini mereka bisa memperoleh hasil keuntungan dan diputar kembali untuk menambah pemasukan pedapatan Nelayan di Desa Mattiro Bombang dengan kesepakatan dana yang dipinjam harus bisa dikembalikan setelah tiba waktu perjanjian yang telah disepakati. Koperasi Nelayan Bina Usaha ini mempunyai anggota 136 orang dengan modal pinjaman Koperasi sebesar Rp_ 100.000.000,- dana ini bersumber dari Kementerian Koperasi dan UMKM R.I program pembiayaan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dengan menggunakan sistem pola syariah dengan pinjaman yang diberikan kepada setiap anggota antara Rp_ 500.000,- s/d
Rp_ 4.000.000,-dengan perbunga atau Margin sebesar 1,5% per bulan dan angsuran pinjaman 10 s/d 24 bulan. Anggota yang dilayani simpan pinjam untuk tahun buku 2014 sebanyak 16 orang, dibanding tahun 2013 sebanyak 13 orang meningkat 3 orang. Total pemberian pinjaman untuk tahun buku 2014 Rp_ 20.000.000,- dibanding tahun 2013
Rp_ 16.500.000,- menurun Rp_ 3.500.000,- atau 21,21% (daftar terlampir).
PERKEMBANGAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI NELAYAN BINA USAHA
No URAIAN TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014
1. Anggota/Nasabah yang dilayani (Org)
24 13 16
2. Pemberian Pinjaman
(Rp) 36.000.000.- 18.500.000.- 20.170.000.- 3. Sisa Pokok Pinjaman 71.843.000.- 55.052.500.- 51.985.500.- 4. Margin/Pendapatan
Bagi Hasil 11.269.000.- 6.614.500.- 4.269.500.- 5. Biaya Operasional 7.681.737.- 5.714.140.- 3.176.500.- 6. Sisa Hasil Usaha 3.587.263.- 900.360.- 1.093.000.-
Berdasarkan tabel diatas dapat diterangkan bahwa perkembangan unit simpan pinjam Koperasi Nelayan Bina Usaha dari tahun ke tahun
ternyata mengalami pasang surut mulai dari tahun 2012 jumlah nasabah mencapai 24 orang ditahun 2013 turun sampai pada 13 orang dan tahun 2014 jumlah nasabah kembali naik 16 orang. Begitu pula dengan pemberian modal usaha ditahun 2012 sebanyak Rp_ 36.000.000.- ,tahun 2013 sebanyak Rp_ 18.500.000.- dan pada tahun 2014 kembali naik sebanyak Rp_ 20.170.000.-. Ini menunjukkan bahwa program bantuan dana Koperasi Nelayan Bina Usaha yang dicanangkan Kementerian Koperasi dan UMKM RI yang diberikan kepada masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara ini masih mengalami pasang surut pinjaman kepada masyarakat ini terbukti dari jumlah anggota Koperasi yang mengambil dana tiap tahun naik turun.
(b) Fase Partisipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembangunan untuk menuju kemandirian.
Dalam fase partisipatoris ini pemerintah kota Pangkep melakukan program pemerintah berupa bantuan Keramba Jaring Apung (KJA) kepada Nelayan di Desa Mattiro Bombang Liukang Tupabiring Utara Kabupaten Pangkep dengan maksud agar masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang ini melakukan budidaya ikan agar mendapat tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti budi daya ikan Gamasi, Tengkiri, Buronang dan lain-lain sebagainya. Dengan adanya program pemerintah ini masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang
bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan besar dan digunakan untuk kepentingan keluarga serta kepentingan lain yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang ini dan program ini pula menjadikan masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang menjadi mandiri serta mampu keluar dari lubang jeratan kemiskinan yang selama ini membelenggu sebagian besar Nelayan di Desa Mattiro Bombang.
Dengan budidaya karamba jaring apung (KJA) ini masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang mampu melakukan panen raya ikan tiap bulan untuk di jual ke kota Pangkep dan Makassar.
(c) Fase Emansipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada fase emansipatori ini masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan dirinya sehingga dapat dilakukan dalam mengaktualisasikan dirinya. Puncak dari kegiatan proses pemberdayaan masyarakat ini adalah ketika pemberdayaan ini semuanya datang dari keinginan masyarakat sendiri (fase emansipatoris).
Pada fase emansifatoris ini pemerintah membuat program berupa bantuan alat tangkap kepiting kepada Nelayan di Desa Mattiro Bombang dengan maksud agar Nelayan di Desa Mattiro Bombang dapat mempergunakan alat ini untuk menangkap kepiting yang biasa dilakukan oleh nelayan di Desa Mattiro Bombang setiap harinya. Dengan alat dan bantuan ini diharapkan dapat menambah penghasilan masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang karena penangkapan kepiting yang
melimpah dengan menggunakan alat bantuan dari pemerintah. Program ini termasuk program yang berhasil di Desa Mattiro Bombang karena masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang dapat menghasilkan kepiting setiap harinya dengan pendapatan kepiting yang melimpah dengan menggunakan alat bantuan dari pemerintah tersebut. Dengan begini masyarakat Nelayan bisa bernapas lega akibat program alat tangkap kepiting yang dicanangkan oleh pemerintah berhasil meningkatkan pendapatan kepiting kepada masyarakat Nelayan di Desa Mattiro Bombang, hasilnya pun tidak main-main kepiting yang sudah ditangkap langsung dijual kepada pappalele kemudian pappalele ini mengupas kulit kepiting ini sehingga dikemas setengah jadi kemudian di jual ke kota Pangkep dan Makassar. Di Makassar kepiting kemasan setengah jadi ini kemudian dikumpulkan digudang di Kima kota Makassar untuk siap-siap di Ekspor keluar negeri seperti ke negara Jepang, Korea, China dan negara lain yang membutuhkan.
Oleh karena itu, pemerintah harus bisa memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan miskin agar bisa keluar dari penderitaan kemiskinan dan keterbelakangan yang diderita misalnya bantuan modal, pemberian keahlian, kepada masyarakat rumah tangga nelayan miskin sangat baik untuk membantu perekonomian masyarakat nelayan di kawasan pesisir yang merupakan kelompok masyarakat yang paling tertinggal dalam berbagai sentuhan pembangunan selama ini. Khususnya pada kelompok nelayan tradisional yang dicirikan oleh teknologi produksi yang rendah,
sehingga kemampuan akses terhadap produksi (finishing ground) relatif rendah, akibatnya hasil produksi yang diperoleh juga rendah pula.
Implikasi dari itu semua, tingkat pendapatan kelompok nelayan ini sangat rendah.
Pada kelompok nelayan tradisional, peranan istri nelayan di tuntut semakin lebih besar dalam mencari alternatif pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Studi ini bertujuan menganalisis peranan wanita nelayan terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga serta alternatif kegiatan ekonomi wanita nelayan guna membantu ekonomi keluarga.
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh desa tersebut atau yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Artinya bahwa semua desa mempunyai potensi baik itu di daratan maupun di desa kepulauan. Potensi yang harus diberdayakan bukan hanya potensi pada sumber daya alamnya saja akan tetapi sumber daya manusianya pun harus diberdayakan. Dari situlah kita dapat melihat bagaimana kemampuan dari masyarakat itu sendiri untuk mengelola potensi yang ada. Dengan bagaimanapun caranya apakah dari kerjasama masyarakat atau dengan bantuan-bantuan dari pihak lain.
Desa Mattiro Bombang merupakan desa kepulauan yang kaya akan potensi pada kelautan, oleh karena itu sebagian besar masyarakatnya adalah masyarakat nelayan yang menggantungkan
hidupnya pada hasil laut. sesuai dengan hasil wawancara Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan bahwa
“Masyarakat Desa Mattiro Bombang adalah sebagian besar merupakan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil tangkap di laut, akan tetapi karena keterbatasan alat sehingga masyarakat hanya mampu menghasilkan tangkapan sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya saja. Sehingga dari dinas kelautan dan perikanan mengupayakan memberikan bantuan alat- alat penangkapan dengan menyampaikan proposal usulan dari masyarakat ke pemerintah daerah bahkan sampai ke pusat.”(wawancara 21/10/15)
Potensi-potensi yang ada di Desa Mattiro Bombang dapat dikatakan cukup besar salah satunya yang bisa dikatakan cukup berpotensi adalah pada hasil laut penangkapan kepitingnya. Populasi kepiting di desa ini sangat melimpah, sehingga bisa dikatakan hampir semua nelayan dengan pekerjaan mencari kepiting, apalagi ditunjang dengan adanya industri kecil pengupasan kepiting. Potensi-potensi yang ada di Desa Mattiro Bombang ini harusnya pemerintah setempat atau pemerintah daerah harusnya menjadikan suatu asset daerah dengan memberikan bantuan-bantuan yang cukup memadai seperti akses atau kerjasama dengan industri-industri kecil yang ada di desa untuk mengekspor daging-daging kepiting yang telah di kemas setengah jadi dari industri yang ada di desa sehingga adanya saling menguntungkan antara masyarakat dengan daerah. Daerah mendapatakan pendapatan sebagai PAD dan masyarakat bisa lebih sejahtera. Selain dari bantuan akses, pemerintah harus lebih memperhatikan bantuan-bantuan alat tangkap kepada masyarakat.
Pendapat masyarakat terkait bantuan-bantuan dari pemerintah, hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, yang mengatakan bahwa
“Terkait dengan bantuan, kami hanya menerima bantuan alat tangkap khususnya pada penangkapan kepiting sudah lama, dan sekarang semuanya sudah rusak dan sampai sekarang tidak ada lagi bantuan alat tangkap sehingga kami membuat sendiri alat penagkapan dengan alat yang terbatas,”(wawancara 26/10/15)
Pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa dengan keterbatasan yang dimiliki masyarakat sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah pada alat-alat untuk digunakan mencari kepiting di laut.
Karena alat-alat yang digunakan oleh masyarakat pada sekarang ini sangatlah terbatas, sehingga penghasilan yang didapatkan oleh masyarakat hanya digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari saja tidak ada yang dapat ditabung untuk keperluan lainnya. Dari keadaan ini sehingga dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat belum tercapai.
Potensi yang lain seperti hasil penangkapan ikan dengan pembudidayaan ikan. Hasil tangkapan ikan yang di dapatkan oleh nelayan pada umumnya hanya di jual di pasar saja terkecuali dengan budidaya ikan atau KJA (karambak jaring apung). Ada suplayer langsung yang ambil di tempat panen, sehingga masyarakat tidak terlalu sulit untuk memasarkan keluar. Itu pun hanya kerjasama langsung masyarakat dengan suplayer itu sendiri tidak ada campur tangan dari pemerintah.
Seharusnya pemerintah memiliki peran yang penting untuk menyediakan akses atau pemasaran hasil tangkap dan hasil budidaya ikan dari
masyarakat. Bantuan-bantuan pun dari pemerintah sudah dalam bentuk materi sudah tidak ada, yang ada hanya dalam bentuk fisik seperti jaring dan pipa besar yang dipakai untuk membuat tempat pembudidayaan atau karambak. Hasil wawancara dengan ketua kelompok pembudidayaan KJA(Keramba Jaring Apung)
“Bantuan pertama pemerintah dalam pembudidayaan kerambak jaring apung sekitar tahun 90 an dalam bentuk alat-alat seperti jaring, bibit, dan lain-lain yang dibutuhkan dalam pembudidayaan.
Sekarang sudah tidak ada bantuan hanya dari hasil budidaya itulah yang kami belikan alat-alat yang dibutuhkan untuk mengganti alat- alat yang telah rusak. Dan budidaya KJA ini hanya masih ada sampai sekarang di pulau salemo di pulau –pulau yang lain sudah tidak ada”(wawancara 26/10/15)
Pernyataan di atas kita dapat melihat bahwa kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan akan keberlangsungan program peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa dikatakan cukup minim. Mengapa saya katakan seperti itu karena bantuan-bantuan pemerintah terhadap kelompok pembudidayaan KJA sangat minim jika dilihat dari pernyataan masyarakat bahwa bantuan ada pada tahun 90 an dan sampai sekarang sudah tidak ada. Dan bisa di perkirakan bahwa dalam satu kelompok terdiri 20 orang yang mau membagi hasil dari budidaya itu. Dimana lagi dengan alat-alat yang rusak mau diganti dengan yang baru, sehingga hasil dari budidaya setelah dibagi hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
25 tahun yang lalu masyarakat Desa Mattiro Bombang menerima bantuan dan yang masih berlanjut sampai sekarang hanya di Pulau Salemo. Salah satu penyebabnya karena kurangnya koordinasi dari
pemerintah dengan masyarakat, dengan anggota kelompok lainnya, terlepas dari itu alat-alat yang digunakan sudah tidak layak pakai dan mau mengganti yang baru biaya cukup besar dengan panen yang bisa dikatakan gagal sehingga tidak ada biaya untuk melanjutkan budidaya tersebut. Disinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam mengkoordinir kubutuhan-kebutuhan masyarakat supaya dapat diberikan bantuan sehingga kehidupan masyarakat nelayan bisa keluar dari image keterpurukan dalam kemiskinan menuju hidup keberdaayan.
Daerah kepulauan yang dikelilingi lautan, Budidaya rumput laut di Desa Mattiro Bombang juga cukup berpotensi, selain menangkap kepiting dan budidaya KJA, budidaya rumput laut adalah pekerjaan tambahan masyarakat, dan dapat menambah penghasilan bagi masyarakat nelayan.budidaya rumput laut ini dimulai tahun 2011 sampai sekarang dan dirasa cukup membantu kebutuhan masyarakat . Hasil wawancara dari Dinas Kelautan dan Perikanan
“Program pemerdayaan masyarakat di desa mattiro bombang khususnya pada budidaya rumput laut, dinas kelautan dan perikanan sangat mengapresiasi dan sangat mendukung dan berupaya memberikan bantuan alat-alat seperti tali dan bibit kepada kelompok-kelompok masyarakat di tambah dengan sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat”(wawancara 21/10/15)
Pernyataan di atas dapat dideskripsikan bahwa pemerintah sedikit merespon program tersebut bahkan sedikit memberikan kontribusi yang cukup menunjang proses kegiatan budidaya masyarakat dengan memberikan sedikit bantuan berupa alat-alat yang diperlukan untuk
budidaya rumput laut. meskipun sebenarnya masyarakat merasa bantuan itu masih kurang akan tetapi masyarakat syukuri saja. Akan tetapi bukan hanya itu yang diharapkan oleh masyarakat melainkan mengharapkan pemerintah bekerjasama dengan masayarakat atau akses pemasaran sehingga budidaya ini bisa berlanjut dan dapat menjadikan masyarakat memiliki penghasilan tambahan yang dapat di tabung untuk kehidupan kedepannya. Tetapi terbalik dengan apa yang diharapkan memang ditahun-tahun sebelumnya karena harga rumput laut per kilogramnya lumayan tinggi tapi tahun-tahun terakhir ini sangat memperhatinkan harga perkilonya turun drastis. Keadaan seperti inilah yang menjadi masalah pada masyarakat. Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat
“Dengan proposal ajukan kami hanya menerima bantuan alat seperti 1 bentangan tali dengan ukuran 17 m dan bibit rumput laut 20 kg per orangnya dalam kelompok dan itu sangat kurang, di tambah dengan harga selalu melejit turun sehingga banyak pada saat ni hanya menyimpan rumput lautnya yang sudah di panen”
(wawancara 26/10/15)
Berdasarkan dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa bantuan- bantuan yang diterima oleh masyarakat nelayan sangatlah minim, sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya lagi untuk penambahan modal. Program pemberdayaan pada masyarakat nelayan seharusnya lebih menjadi perhatian pemerintah terkhususnya masyarakat nelayan yang tergolong kurang mampu sehingga kesejahteraan masyarakat nelayan lebih meningkat bukan hanya terkhusus pada masyarakat nelayan yang ada di Desa Mattiro Bombang akan tetapi semua masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan yang ada Di Kabupaten
Pangkep. Tapi melihat responsibilitas pemerintah terhadap kepedulian masyarakat yang masih sangat minim tidak membuat kehidupan masyarakat lebih sejahtera.
Sosialisasi ataupun pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh pihak pemerintah ataupun aparatur pemerintahan yang bersangkutan pada sebelum program pemberdayaan, bisa dikatakan cukup menunjang pada pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan atau pembudidayaan rumput laut, akan tetapi yang selalu menjadi masalah dalam pengelolaan adalah terkendala pada masalah biaya masyarakat untuk beroperasi. Dan sistem pemasaran yang kurang akses sehingga masyarakat terkadang memasarkan pada pedagang eceran dengan harga yang sangat minim dan sangat rendah dan membuat pendapatan masyarakat hanya dapat memenuhi pada standar kebutuhan masyarakat dan modal untuk beroperasi berikutnya, sehingga budidaya dapat berkelanjutan.
b. Kemampuan Pendidikan Rumah Tangga Nelayan
Kemampuan pendidikan ini bisa berbentuk pelatihan, pendampingan, penataran dan lain-lain. Dan bagaimana disini pemerintah berupaya memberikan pemberdayaan pendidikan kepada masyarakat nelayan miskin agar bisa bersaing diera globalisasi seperti saat ini dan pemberdayaan harusnya dimulai dari individu atau masyarakat. individu yang dimaksud disini adalah pemberdayaan keluarga (Rumah Tangga) dan setiap anggota keluarga. Asumsi yang dibangun adalah, apabila
setiap anggota keluarga dibangkitkan keberdayaannya maka unit-unit keluarga berdaya ini akan membangun suatu jaringan keberdayaan yang lebih luas lagi. Jaringan yang lebih luas ini kemudian akan membentuk apa yang dinamakan sebagai keberdayaan sosial. Keluarga (rumah tangga), di dalam konsep pemberdayaan ini didudukkan sebagai produser sekaligus konsumer.
Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bertahap melalui tiga fase yaitu:
(a) Fase Inisiasi adalah bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah, dan masyarakat hanya melaksanakan apa yang direncanakan dan diinginkan oleh pemerintah dan tetap tergantung pada pemerintah.
Pada fase inisiasi ini, pemerintah membuat program dengan mendirikan sekolah kepada generasi muda di Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara Kabupaten Pangkep mulai dari tingkat SD, SMP, sampai pada tingkat SMA. Program pendirian sekolah ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghasilkan generasi- generasi yang cerdas, berprestasi sehingga mampu bersaing diera globalisasi ini baik itu ditingkat kabupaten, propinsi, nasional ataupun ketingkat Internasional. Program ini memang membuktikan bahwa masyarakat di Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara ini sudah mulai menyadari betul perlunya mengenal kemajuan atau pemahaman bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan sumber daya manusia pada suatu daerah sebab kemajuan
suatu daerah kedepan atau masa yang akan datang sangat ditentukan oleh generasi yang memiliki tingkat sumber daya manusia yang mempuni untuk membangun daerah, dengan pendidikan yang tinggi automatis tingkat pemahaman dan cara pandang dalam hidup bermasyarakat akan lebih baik jika dibanding dengan cara pandang dari masyarakat yang tingkat pendidikannya yang rendah. Dari sini penduduk di Desa Mattiro Bombang ini ternyata tidak puas hanya mengenyam pendidikan hanya sampai pada tingakat SMA berdasarkan program pemerintah Kabupaten Pangkep ini akan tetapi mereka malahan memiliki pandangan bahwa dengan pendidikan yang tinggi akan membuka peluang sumber daya manusia yang siap saing keera globalisasi yang sedang menggeliat seperti pada saat inidari itu kebanyakan penduduk di Desa Mattiro Bombang menyadari betul bahwa mereka perlu mendorong generasi- generasi muda di Desa Mattiro Bombang untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi seperti ketingkat Universitas agar mereka memiliki generasi yang siap membangun daerahnya dikelak kemudian hari apabila telah diberi amanah untuk memangku jabatan di Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara Kabupaten Pangkep serta hidup bermasyarakat secara tentram dan damai.
(b) Fase Partisipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembangunan untuk menuju kemandirian.
Seperti pada fase inisiasi pemerintah membuat program mendirikan sekolah SD sampai dengan SMA kepada penduduk yang ada di Desa Mattiro Bombang, pada fase partisipatoris ini pemerintah juga menambah program dari segi pendidikan kepada masyarakat di Desa Mattiro Bombang dengan merekrut guru-guru yang memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai serta kompeten pada bidangnya masing- masing. Ini membuktikan bahwa pemerintah ingin melihat penduduk di Desa Mattiro Bombang ini mengalami kemajuan dari segi pendidikan demi kemajuan desa masa yang akan datang. Dengan perekrutan guru-guru yang kompeten pada bidangnya masing-masing tentunya membawa perubahan yang besar kepada generasi-generasi muda yang ada di Desa Mattiro Bombang ini, apalagi guru yang direkrut kebanyakan dari pulau di Desa Mattiro Bombang yang sudah tau dan kenal benar ciri dan karakter penduduk yang ada di Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara. Oleh karena itu penduduk yang ada di Desa Mattiro Bombang sudah tidak asing lagi dengan keberadaan guru-guru ini karena mereka sudah hidup berbaur setiap hari dengan masyarakat Desa Mattiro Bombang. Maka mereka sudah saling kenal mengenal satu sama baik sikap, karakter maupun perilaku setiap harinya sang guru. Beginilah program perekrutan guru yang dilakukan oleh pemerintah untuk melancarkan proses belajar mengajar generasi muda di Desa Mattiro Bombang dengan menempatkan penduduk asli pulau yang memiliki kapasitas dan kompeten yang memadai untuk mencerdaskan penduduk