• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELTIAN

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Aklimitasi Hewan Uji

Aklimitasi merupakan proses penyesuaian terhadap lingkungan, iklim, kondisi, atau suasana baru. Sebelum memberikan perlakuan, semua jantan galur wistar melewati proses aklimatisasi selama tujuh hari di Laboratorium Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tikus diberi waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, serta makanan dan minumannya (ad libitum).

3.7.2 Pembuatan Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea)

Bunga telang yang telah menjadi simplisia diblender kemudian diayak. Proses pembuatan ekstrak bunga telang menggunakan teknik maserasi dilakukan dengan merendam 200gram simplisia kering bunga telang. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%. Pemilihan pelarut ini dikarenakan etanol 96% mampu menyari bahan aktif yang lebih banyak mulai dari yang bersifat polar, semipolar dan nonpolar. Diharapkan menghasilkan jumlah ekstrak yang optimal. Pada prosesnya perendaman serbuk simplisia kering bunga telang sebanyak 200 mg mengunakan 1.500 mL pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan selama 2 hari dalam toples

kaca tertutup rapat dan diletakan ditempat yang terhindar dari cahaya.

Setiap 24 jam sekali dilakukan pengadukan.

Setelah 2 hari dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain untuk memisahkan maserat dan filtrat. Filtrat kemudian di remaserasi menggunakan sisa pelarut sebanyak 500 mL. Proses remaserasi dilakukan sama seperti diatas. Selanjutnya maserat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 50◦C sampai terbentuk ekstrak semi kental, kemudian diuapkan dengan water bath pada suhu 50◦C sehingga diperoleh ekstrak kental. Rotary evaporator mampu menguapkan pelarut dibawah titik didihnya dikarenakan prinsip kerja alat ini menggunakan vakum destilasi sehingga tekanan akan menurun dan pelarut menguap dibawah titik didihnya.

3.7.3 Uji Fitokimia

Uji fitokimia adalah metode pengujian awal untuk menentukan kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman sehingga dapat digunakan sebagai obat dalam penyembuhan berbagai penyakit. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan senyawa yang dapat menurunkan kadar kolesterol tikus wistar jantan dalam ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea). Ujinya meliputi:

a. Tes Kandungan Tannin

Sebanyak 1gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit kemudian filtratnya ditambahkan FeCl3 3-4 tetes, jika berwarna hijau biru (hijau-hitam) berarti positif adanya tanin katekol sedangkan jika berwarna biru hitamberarti positif adanya tannin pirogalo.

b. Tes Kandungan Flavonoid

Ekstrak sampel sebanyak 1gram dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan HCl Pekat lalu dipanaskan dengan waktu

15 menit di atas penangas air. Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif flavonoid (flavon, kalkon dan auron).

c. Tes Kandungan Alkoloid

Ekstrak sampel sebanyak 2gram dimasukkan kedalam tabung reaksi ditetesi dengan 5mL HCl 2 N dipanaskan kemudian didinginkan lalu dibagi dalam 3 tabung reaksi, masing-masing 1 mL. Tiap tabung ditambahkan dengan masing-masing pereaksi. Pada penambahan pereaksi Mayer, positif mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau kuning. Pada penambahan pereaksi Wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk endapan coklat. Pada penambahan pereaksi Dragendrof, mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga.

d. Tes Kandungan Steroid/Terpenoid

Sebanyak 2gram ekstrak sampel dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 2mL etil asetat dan dikocok. Lapisan etil asetat diambil lalu ditetesi pada plat tetes dibiarkan sampai kering.

Setelah kering, ditambahkan 2 tetes asam asetatanhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif terpenoid. Apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid.

e. Tes Kandungan Saponin

Ekstrak sampel sebanyak 1gram dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10ml air panas, kemudian didinginkan dan dikocok dengan kuat selama 10 detik. Hasil positif mengandung saponin apabila terbentuk buih setinggi 1-10cm tidak kurang dari 10 menit dan apabila ditambahkan 1 tetes HCl 2 N, buih tersebut tidak hilang.

3.7.4 Persiapan untuk Meningkatkan Kolesterol Darah Tikus

Tikus diberi makan diet tinggi lemak, tinggi kolesterol setiap hari.

Pakan yang diberikan berupa pellet tikus dicampur dengan kuning telur

bebek yang peneliti adaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Witosari & Widyastuti (2014). Berdasarkan penelitian tersebut, pemberian kuning telur bebek sebanyak 2gram/200gBB dapat menaikkan kadar kolesterol pada tikus putih galuur wistar (Rattus norvegicus). Sehingga pada penelitian ini peneliti memberi pakan tinggi lemak menggunakan kuning telur bebek sebanyak 2ml/200gBB/hari.

Kuning telur bebek mengandung 17gram protein, 35gram lemak, dan kolesterol 884mg/100gram sehingga diharapkan mampu meningkatkan kadar kolesterol. Makanan ini secara eksogen meningkatkan kadar kolesterol. Makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol diberikan selama 14 hari sebelum memulai perlakuan menggunakan ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea).

Untuk mengonfirmasi bahwa hewan uji tikus memiliki kadar kolesterol yang tinggi, serum dikumpulkan dari semua tikus untuk melihat kadar kolesterol setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol. Pemberian pakan tinggi lemak hanya dilakukan dua minggu karena pertimbangan bahwa pemberian pakan tinggi lemak dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kematian karena keracunan kolesterol akut (Witosari &Widyastuti, 2014).

Parameter yang digunakan untuk mengonfirmasi tikus mengalami tinggi kolesterol yaitu kadar kolesterol dan berat badan. Untuk mengonfirmasi bahwa hewan uji tikus memiliki kadar kolesterol yang tinggi, serum dikumpulkan dari semua tikus untuk diuji kadar kolesterol setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol.

Keadaan tinggi kadar kolesterol ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol darah diatas normal. Pada tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus), kadar kolesterol darah normal adalah 10-54 mg/dl (Smith dan Mangkoewidjojo 1998). Parameter terjadinya kolesterol yang tinggi adalah apabila kadar total kolesterol mencapai >10-54 mg/dL.

Parameter yang digunakan untuk mengonfirmasi tikus mengalami obesitas yaitu dengan mengukur berat badan dan lingkar perut. Tikus disebut mengalami obesitas jika indeks Lee > 0,300.14. Indeks Lee merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai apakah tikus mengalami obesitas atau tidak, di mana jika pada manusia dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan Indeks Lee dihitung berdasarkan rumus berikut (Lee et al., 2011).

Indeks Lee=

Berat badan(gram)×10 Panjang nasoanal(M m) 3.7.5 Prosedur Perlakuan

Hewan uji yang telah melawati masa aklimitasi dan konsumsi diet pakan tinggi lemak dan kolesterol kemudian dibagi menjadi 4 kelompok secara acak, Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus.

Masing-masing tikus diberi label pada ekornya menggunakan spidol tahan air. Pada kelompok kontrol, tikus tidak diberi diet tinggi lemak.

Sedangkan pada kelompok perlakuan tikus diberi cairan ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dengan dosis yang berbeda-beda.

a. Kelompok Kontrol (P-0): Pakan pellet tikus + aquades/hari/ekor selama 14 hari.

b. Kelompok Perlakuan I (P-1): Diet tinggi lemak + Ekstrak bunga telang dengan dosis 200mg/BB dan diberikan aquades/hari/ekor selama 14 hari.

c. Kelompok Perlakuan II (P-2): Diet tinggi lemak + Ekstrak bunga telang dengan dosis 400mg/BB dan diberikan aquades/hari/ekor selama 14 hari.

d. Kelompok Perlakuan III (P-3) Diet tinggi lemak + Ekstrak bunga telang dengan dosis 600mg/BB dan diberikan aquades/hari/ekor selama 14 hari.

3.7.6 Pengujian Kadar Kolesterol

Kadar kolesterol darah ditetapkan dengan metode pengukuran Enzymatic Endpoint Method dengan spektrofotometri (Kayamori et al.

1999). Kadar kolesterol diukur sebanyak 2 kali saat penelitian. Darah diambil dari ekor dengan menggunakan pipet kapiler hematokrit sebanyak 1 cc, setelah ditampung ditetesi heparin sebagai anti koagulan pada hari pertama setelah aklimasi) dan hari terakhir (Hari ke-14). Kadar awal diukur ketika hari pertama dengan cara pengambilan darah sebagai nilai rujukan normal kadar kolesterol. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada perubahan kadar kolesterol sebelum induksi kadar kolesterol dengan setelah induksi pakan tinggi kolesterol. Uji dilakukan untuk melihat peningkatan kolesterol pada tikus yang sudah diberikan induksi pakan tinggi lemak selama 2 minggu.

3.7.7 Pembuatan Preparat Histopatologi

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menganestesi tikus (kombinasi ketaminexylazine dosis 0,1mg/200gBB), kemudian dilakukan euthanasia melalui emboli pada jantung. Garis median abdominal diinsisi untuk mengekspos organ reproduksi. Testis kemudian ditarik keluar dari skrotum, lalu di bersihkan dari jaringan disekitarnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam pot organ berisi NBF 10% untuk dibuatkan preparat histopatologi.

Setelah itu, jaringan dipotong dan dimasukkan kedalam tissue cassette. Selanjutnya dilakukan dehidrasi secara berturut-turut menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat masingmasing 70%, 80%, 90%, Etanol I, dan Etanol II secara berurutan dalam toples selama 2 jam. Selanjutnya ialah clearing dimana jaringan dibersihkan menggunakan xylol kemudian dicetak menggunakan blok paraffin sehingga sediaan tercetak dalam blok dan disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Setelah itu blok yang berisi jaringan tersebut dipotong menggunakan mikrotom

setebal 4-5 µm. Hasil potongan diapungkan dalam air hangat yang bersuhu 60ºC selama 24 jam untuk merenggangkan agar jaringan tidak terlipat.

Sediaan kemudian diangkat dan diletakkan dalam gelas objek dan diwarnai dengan Hematoxylin dan Eosin (HE). Selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop.

3.7.8 Proses Pengamatan Histopatologi

Variabel yang diamati adalah gambaran histopatologi testis berupa sel spermatogenik pada tubulus seminiferus. Pemeriksaan dan penilaian dilakukan dengan cara preparat testis diamati menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x untuk diperiksa dan dinilai skor spermatogenesisnya menggunakan kriteria Johnsen score. Pengamatan preparat menggunakan teknik double blinding yaitu pengamat tidak mengetahui objek yang diamati termasuk dalam kelompok mana. Sehingga didapatkan pengamatan yang akurat tanpa adanya subjektifitas dari pengamat. Setiap preparat pengamatan dan pemberian skor dilakukan pada lima lapangan pandang, tiap lapang pandang terdapat 1 tubulus seminiferus.

Skor dari masing masing lapangan pandang dijumlah, sehingga didapatkan skor untuk masing-masing tikus. Skor masing masing tikus kemudian diiurutkan dari skor terkecil hingga terbesar untuk mencari nilai median sebagai skor kelompok. Nilai median yang didapatkan dari masing masing kelompok kemudian dibandingkan.

3.7.9 Sistem Skoring

Gambaran histopatologi spermatogenesisnya menggunakan kriteria Johnsen score dengan kriteria skor 1-10 (Johnsen, 1970):

Tabel 2 Kriteria Johnsen Score

Skor Penilaian

10 Epitel tubulus normal, spermatogenesis lengkap, lumen tubulus terbuka, sel spermatozoa ≥ 10

9 Epitel tubulus rusak, lumen tubulus tertutup, sel spermatozoa ≥ 10

8 Sel spermatozoa < 10

7 Sel spermatozoa 0, Sel spermatid ≥ 10 6 Sel spermatozoa 0, Sel spermatid < 10 5 Sel spermatozoa dan Selspermatid 0, sel

spermatosit ≥ 5

4 Sel spermatozoa dan Sel spermatid 0, sel spermatosit < 5

3 Sel spermatogenik hanya terdiri atas sel spermatogonium

2 Sel spermatogenik 0, hanya ada sel sertoli 1 Tidak ada sel sama sekali dalam tubulus

Dokumen terkait