• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA TELANG (Clitoria ternatea) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN MODEL OBESITAS

Elga Efriza

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA TELANG (Clitoria ternatea) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN MODEL OBESITAS"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA TELANG (Clitoria ternatea) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL DAN GAMBARAN

HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN MODEL OBESITAS

TESIS

RISNALDO JAYA 223307043002

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS BIOMEDIS

FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI, DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN

2023

(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA TELANG (Clitoria ternatea) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL DAN GAMBARAN

HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN MODEL OBESITAS

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Biomedis dalam Bidang Biomedis

RISNALDO JAYA 223307043002

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS BIOMEDIS

FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI, DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN

2023

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN......1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan Penelitian...6

1.3.1 Tujuan Umum...6

1.3.2 Tujuan Khusus...6

1.4 Manfaat Penelitian...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......8

2.1 Kolesterol...8

2.1.2 Lipoprotein...8

2.2 Obesitas...10

2.2.1 Patogenesis Obesitas...11

2.3 Testis...12

2.3.1 Anatomi Testis...13

2.3.2 Histopatologi Testis...14

2.4 Tanaman Bunga Telang...16

2.4.1 Morfologi dan Taksonomi...16

2.4.2 Manfaat dan Kandungan...17

2.5 Rattus norvegicus...19

2.6 Kerangka berpikir...20

2.7 Kerangka Konsep...23

BAB III METODE PENELTIAN....24

3.1 Jenis Penelitian...24

3.2 Tempat dan Lokasi Penelitian...24

3.3 Sampel Penelitian...24

3.4 Variabel Penelitian...26

3.5 Definisi Operasional...26

3.6 Alat dan Bahan Penelitian...28

3.7 Prosedur Penelitian...28

3.7.1 Aklimitasi Hewan Uji...28

3.7.2 Pembuatan Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea)...28

3.7.3 Uji Fitokimia...29

3.7.4 Persiapan untuk Meningkatkan Kolesterol Darah Tikus...30

(4)

3.7.5 Prosedur Perlakuan...32

3.7.6 Pengujian Kadar Kolesterol...32

3.7.7 Pembuatan Preparat Histopatologi...33

3.7.8 Proses Pengamatan Histopatologi...33

3.7.9 Sistem Skoring...34

3.8 Analisa Data...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....36

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian...36

4.1.1 Hasil Pengukuran Berat Badan...37

4.1.2 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Total...39

4.1.3 Hasil Uji Fitokimia...41

4.1.4 Hasil Pengamatan Histopatologi Testis...43

4.2 Hasil Analisis Data...45

4.2.1 Uji Normalitas...45

4.2.2 Uji Homogenitas...45

4.2.3 Uji One-Way Anova...46

4.3 Pembahasan...47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....53

5.1 Kesimpulan...53

5.2 Saran...53

DAFTAR PUSTAKA....54

LAMPIRAN....60

(5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia membutuhkan makanan dengan nutrisi yang cukup untuk dapat berfungsi dengan baik. Ketika orang makan dengan sehat, maka akan merasa sehat, bekerja lebih baik, mengalami peningkatan kinerja di tempat kerja, dan menjadi lebih bahagia karena memiliki kondisi yang baik secara sosial. Jika mengonsumsi kalori berlebihan atau tubuh tidak cukup membakar kalori, tubuh mulai menyimpan energi ekstra. Saat ini, produk makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi oleh anak-anak atau remaja.

Sebagian besar makanan yang dijual saat ini lebih banyak mengandung kalori, lemak, gula, garam, dan sebagainya, terutama pada fast food. Sedangkan konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia masih belum mencukupi;

hanya 63,3% yang mengkonsumsi sesuai anjuran. Hal-hal tersebut akan menyebabkan kekurangan gizi atau malnutrisi sehingga meningkatkan risiko obesitas (Mahmudiono dkk., 2022).

Obesitas digambarkan sebagai gangguan keseimbangan energi yang timbul akibat konsumsi kalori yang berlebihan terhadap energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan hidup dan melakukan pekerjaan fisik (Hall & Guo, 2017). Obesitas adalah penyakit kronis dan masalah yang terus meningkat secara global. Prevalensi meningkat di segala usia — anak-anak, remaja, dan dewasa — dan sekarang dianggap sebagai epidemi (Mehrzad, 2020).

Penyebab utama obesitas adalah 'ketidakseimbangan energi' ketika masukan energi melebihi pengeluaran. Asupan energi yang melebihi pengeluaran energi merupakan pendorong utama kenaikan berat badan.

Kualitas asupan makanan juga dapat memberikan efek pada keseimbangan energi melalui jalur hormonal dan neurologis yang kompleks yang memengaruhi rasa kenyang dan mungkin melalui mekanisme lain (Romieu

(6)

dkk., 2017). Kondisi ini dipicu oleh pergeseran pola makan ke arah makanan cepat saji berkalori tinggi yang mengandung lemak berlebih dan gula dengan kandungan serat rendah serta kecenderungan penurunan aktivitas fisik dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak. Beberapa penyebab lain juga dapat dikaitkan dengan obesitas seperti merokok, gangguan tidur, konsumsi obat- obatan, dan faktor lingkungan. Selain itu, obesitas diduga memiliki predisposisi genetik (El Salam, 2018).

Obesitas mempengaruhi hampir semua fungsi fisiologis tubuh dan memiliki konsekuensi kesehatan yang besar termasuk, kesehatan mental, kanker, gangguan kardiovaskular, dan gangguan muskuloskeletal. Semua hal di atas memiliki efek negatif pada individu, ekonomi, kualitas hidup, dan produktivitas kerja (Mehrzad, 2020). Dampak psikologis individu yang mengalami obesitas yaitu rentan terhadap diskriminasi dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan, rendah diri, dan depresi (Rubino dkk., 2020). Obesitas juga dapat mempengaruhi infertilitas pria (El Salam, 2018).

Obesitas adalah penyakit tidak menular yang sangat lazim di seluruh dunia dan umumnya dikaitkan dengan infertilitas pria. Obesitas mempengaruhi spermatogenesis, sehingga mempengaruhi potensi kesuburan pria (El Salam, 2018). Infertilitas adalah masalah kesehatan yang serius yang mempengaruhi sekitar 10% dari semua keluarga di seluruh dunia dan mungkin lebih di negara berkembang (Wang dkk., 2017).

Laporan tentang peningkatan insiden infertilitas pria yang disertai dengan penurunan kualitas air mani telah memicu penelitian tentang pengaruh gaya hidup dan faktor lingkungan terhadap potensi reproduksi pria (Darbandi dkk., 2018). Indeks massa tubuh yang tinggi dikaitkan dengan efek negatif pada kualitas sperma. Pria yang kelebihan berat badan dan obesitas lebih cenderung memiliki konsentrasi sperma rendah yang tidak normal dibandingkan pria dengan berat badan normal (Wang dkk., 2017).

(7)

Obesitas dikaitkan dengan perubahan kualitas semen dalam hal konsentrasi, motilitas, dan morfologi karena kadar hormon gonad yang abnormal. Studi telah menetapkan hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan infertilitas, meningkat pada IMT > 32–35 kg/m2. Peningkatan kadar estrogen pada orang gemuk dapat menyebabkan gangguan spermatogenik, dan akibatnya, hormon ini menunjukkan efek buruk pada spermatogenesis melalui mekanisme umpan baliknya (Dutta dkk., 2019). IMT telah ditemukan menjadi parameter kritis untuk infertilitas (IMT ≥ 30 kg/m2). Studi epidemiologi mendukung korelasi antara IMT dan kesuburan. Hal ini termasuk perubahan jumlah sperma total, konsentrasi sperma, morfologi sperma, dan motilitas yang memiliki korelasi yang sama (Chauduri, 2022).

Tingginya kadar glukosa dan lipid yang bersirkulasi pada individu obesitas dapat mengakibatkan pasokan substrat energi yang berlebihan ke jalur metabolisme dalam sel adiposa dan non-adiposa, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) (Mcmurray dkk., 2016). Reactive oxygen species (ROS), yang merupakan spesies berumur pendek, tidak stabil, dan sangat reaktif yang mengandung setidaknya satu atom oksigen, mampu merebut elektron dari molekul lain untuk mencapai keadaan stabil secara elektronik (Bisht dkk., 2017). Kondisi ketidakseimbangan jumlah ROS dan antioksidan disebut dengan stress oksidatif. Stres oksidatif umumnya dianggap sebagai titik awal timbulnya beberapa penyakit (Giampietro dkk., 2018). Salah satunya adalah infertilitas pria. Sebagian besar masalah yang mengancam kesehatan sistem reproduksi, terutama fungsi testis, terkait dengan stres oksidatif yang diinduksi oleh radikal bebas. Serangan radikal bebas yang mengancam jiwa dapat menyebabkan oklusi arteri dan kerusakan serius pada sel sistem reproduksi, dan akibatnya terjadi keruskan pada spermatogenesis (Asadi dkk., 2017).

Stres oksidatif merupakan faktor penting untuk perkembangan infertilitas pria karena tingkat pembelahan sel yang sangat tinggi dan konsumsi oksigen mitokondria di jaringan testis serta tingkat asam lemak tak

(8)

jenuh yang sebanding di jaringan ini dibandingkan di jaringan lain. Selain itu, tingkat tekanan oksigen rendah karena kelemahan arteri testis; oleh karena itu, ada kompetisi sel yang parah untuk oksigen. Kondisi ini menyebabkan jaringan testis dan sistem reproduksi pria sangat rentan terhadap stres oksidatif (Asadi dkk., 2017).

Ada banyak faktor eksogen dan endogen yang mampu menginduksi produksi ROS yang berlebihan di luar kapasitas antioksidan seluler, sehingga menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif secara negatif mempengaruhi fungsi reproduksi laki-laki dan dapat menyebabkan infertilitas baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mempengaruhi aksis hipotalamus- hipofisis-gonad (HPG) dan mengganggu crosstalk dengan aksis hormonal lainnya (Darbandi dkk., 2018). Faktor lingkungan seperti pola makan, polutan, dan bahan kimia dapat mempengaruhi kapasitas ini. Dengan demikian, sistem antioksidan tubuh saja tidak mampu menetralkan semua radikal bebas dan mencegah komplikasi berbahaya dari stres oksidatif. Oleh karena itu, penggunaan antioksidan dan pengembangan terapi antioksidan dapat memecah reaksi berantai oksidatif dan memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kapasitas tubuh untuk melawan stres oksidatif akibat radikal bebas, dan karenanya meningkatkan proses spermatogenesis (Asadi dkk., 2017).

Antioksidan dapat menghindari kerusakan ini dengan menangkal radikal bebas atau mencegah pembentukannya di sel testis (Asadi dkk., 2017).

Antioksidan bertahan melawan kadar ROS yang berlebihan melalui mekanisme enzimatik (superoksida dismutase, katalase, dan peroksidase) dan non-enzimatik (vitamin, steroid, dll.). Pada kasus di mana ketidakseimbangan antara oksidan (ROS) dan antioksidan condong ke arah oksidan, terjadi stres oksidatif (OS), yang membuat sel dan tubuh berada di bawah tekanan.

Akibatnya, ROS yang berlebihan dapat menginduksi peroksidasi lipid, mengganggu fungsi DNA, RNA serta protein pada spermatozoa dan sel testis lainnya (Darbandi dkk., 2018). Asupan antioksidan eksogen, seperti asam

(9)

askorbat (Vitamin C), α-tokoferol (Vitamin E), karotenoid dan polifenol, dapat ditemukan pada buah-buahan, sayuran, minuman, sereal, dan tumbuhan (Lourenço dkk., 2019). Salah satu tumbuhan yang mengandung antioksidan adalah bunga telang (Clitoria ternatea).

Clitoria ternatea biasa dikenal di Indonesia dengan sebutan bunga telang. Tumbuhan ini merupakan bagian dari tumbuhan famili Fabaceae.

Bunga berwarna biru tua dari Clitoria ternatea telah digunakan selama berabad-abad di banyak negara Asia sebagai obat herbal untuk menyembuhkan berbagai kondisi (Arsianti dkk., 2022). Bunga telang atau Clitoria ternatea tumbuh subur di Indonesia. Petani lokal di Indonesia dapat dengan mudah menanam dan membudidayakan bunga telang. Hal ini terkait dengan sistem morfologi bunga telang yang mendukungnya dapat bertahan di musim kemarau. Masyarakat memanfaatkan bunga telang sebagai obat tradisional untuk pencegahan tumor, infeksi telinga, kondisi kulit, dan masalah tenggorokan. Metabolit sekunder lain yang terdapat pada bunga telang antara lain antosianin, triterpenoid, dan fitosterol (Aziza, 2021).

Fitokimia yang terkandung dalam Clitoria ternatea menampilkan berbagai efek terhadap sel yang berbeda. Secara farmakologis, pentingnya Clitoria ternatea diakui secara luas karena berbagai penelitian menunjukkan bahwa Clitoria ternatea menampilkan berbagai efek seperti antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan (Al-Snafi, 2016).

Bunga telang (Clitoria ternatea) memiliki antioksidan alami yang beragam yang dapat menangkal radikal bebas. Radikal bebas berbahaya bagi tubuh karena reaktivitasnya terhadap biomolekul dan hubungannya dengan banyak penyakit, seperti hambatan pertumbuhan intrauterin, preeklampsia, endometriosis, dan sindrom ovarium polikistik. Bunga telang (Clitoria ternatea) yang kaya akan berbagai antioksidan alami dan bioaktif dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif dan penyakit reproduksi tersebut (Goh dkk., 2021). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan bunga telang (Clitoria ternatea)

(10)

terhadap penurunan kadar kolesterol dan bagaimana gambaran histopatologi testis pada tikus (Rattus norvegicus) yang mengalami obesitas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang mengalami obesitas? dan bagaimana gambaran histopatologi testis tikus wistar yang mengalami obesitas?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui dan menguji efektivitas pemberian ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis pada tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang mengalami obesitas dan bagaimana gambaran histopatologi testis tikus (Rattus norvegicus)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan kadar kolesterol pada darah tikus (Rattus norvegicus) sebelum dan sesudah diberi ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea)

2. Mengetahui gambaran histopatologi testis tikus (Rattus norvegicus) yang mengalami obesitas setelah diinduksi ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea)

3. Mengetahui dosis ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) yang lebih efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis pada tikus (Rattus norvegicus) yang mengalami obesitas

(11)

4. Mengetahui karakteristik ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) melalui uji fitokimia

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi para peneliti, sebagai referensi pengembangan dan kajian ilmu biomedis terkait dengan efektivitas ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis pada tikus (Rattus norvegicus) yang mengalami obesitas

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan pemanfaatan ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis pada tikus (Rattus norvegicus) yang mengalami obesitas

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan tentang pemanfaatan ekstrak bunga telang sebagai antioksidan dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis pada tikus (Rattus norvegicus) yang mengalami obesitas

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolesterol

Sebagian besar kolesterol bersifat lipofilik, Kolesterol membutuhkan transporter agar dapat berpindah ke dan dari jaringan dalam aliran darah.

Lipoprotein bertanggung jawab untuk menjalankan peran ini. Kolesterol terdiri dari sebagian lipid dan sebagian protein yang disebut apolipoprotein dan terikat bersama. Ada lima jenis lipoprotein: kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), lipoprotein densitas menengah (IDL) dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Lipoprotein ini dapat dideteksi secara klinis untuk memperkirakan jumlah kolesterol dalam darah (Huff dkk., 2022).

2.1.2 Lipoprotein

Terdapat lima jenis lipoprotein: kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), lipoprotein densitas menengah (IDL) dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Lipoprotein ini dapat dideteksi secara klinis untuk memperkirakan jumlah kolesterol dalam darah (Huff dkk., 2022).

A. Kilomikron

Ini adalah partikel kaya trigliserida besar yang dibuat oleh usus, yang terlibat dalam pengangkutan trigliserida makanan dan kolesterol ke jaringan perifer dan hati. Partikel ini mengandung apolipoprotein A-I, A-II, A-IV, A-V, B- 48, C-II, C-III, dan E. Apo B-48 adalah protein struktural inti dan setiap partikel kilomikron mengandung satu Apo B-48 molekul. Ukuran kilomikron bervariasi tergantung pada jumlah lemak yang tertelan. Makanan berlemak tinggi menyebabkan pembentukan partikel kilomikron yang besar karena peningkatan

(13)

jumlah trigliserida yang diangkut sedangkan dalam keadaan puasa partikel kilomikron kecil membawa penurunan jumlah trigliserida (Feingold, 2022).

B. VLDL

Partikel-partikel ini diproduksi oleh hati dan kaya akan trigliserida.

Mereka mengandung apolipoprotein B-100, C-I, C-II, C-III, dan E. Apo B-100 adalah protein struktural inti dan setiap partikel VLDL mengandung satu molekul Apo B-100. Mirip dengan kilomikron, ukuran partikel VLDL dapat bervariasi tergantung pada jumlah trigliserida yang dibawa dalam partikel. Ketika produksi trigliserida di hati meningkat, partikel VLDL yang disekresi menjadi besar.

Namun, partikel VLDL lebih kecil dari kilomikron (Feingold, 2022).

C. LDL

Partikel-partikel ini berasal dari partikel VLDL dan IDL dan bahkan lebih diperkaya dengan kolesterol. LDL membawa sebagian besar kolesterol yang ada di dalam sirkulasi. Apolipoprotein yang dominan adalah B-100 dan setiap partikel LDL mengandung satu molekul Apo B-100. LDL terdiri dari spektrum partikel yang bervariasi dalam ukuran dan kepadatan. Kelimpahan partikel LDL padat kecil terlihat berhubungan dengan hipertrigliseridemia, kadar HDL rendah, obesitas, diabetes tipe 2 dan keadaan infeksi dan peradangan. Partikel LDL padat kecil ini dianggap lebih pro-aterogenik daripada partikel LDL besar karena sejumlah alasan. Partikel LDL padat kecil memiliki afinitas yang menurun terhadap reseptor LDL yang mengakibatkan waktu retensi yang lama dalam sirkulasi. Selain itu, LDL lebih mudah memasuki dinding arteri dan mengikat proteoglikan intra-arteri, yang menjebak di dinding arteri. Terakhir, partikel LDL padat yang kecil lebih rentan terhadap oksidasi, yang dapat meningkatkan serapan oleh makrofag (Feingold, 2022).

D. IDL

Penghapusan trigliserida dari VLDL oleh otot dan jaringan adiposa menghasilkan pembentukan partikel IDL yang diperkaya dengan kolesterol.

(14)

Partikel ini mengandung apolipoprotein B-100 dan E. Partikel IDL ini bersifat pro-aterogenik (Feingold, 2022).

E. HDL (high-density lipoprotein)

Partikel high-density lipoprotein diperkaya dengan kolesterol dan fosfolipid dan apolipoprotein A-I, A-II, A-IV, C-I, C-II, C-III, dan E berasosiasi dengan partikel HDL.5Protein struktural inti adalah Apo A-I dan setiap partikel HDL dapat mengandung banyak protein Apo A-I. Selain itu, dengan menggunakan spektrometri massa, protein yang terlibat dalam penghambatan proteinase, aktivasi komplemen, dan respons fase akut telah ditemukan terkait dengan partikel HDL. Partikel HDL dapat diklasifikasikan berdasarkan densitas, ukuran, muatan, dan komposisi apolipoprotein dan sangat heterogen. Partikel HDL memediasi transportasi kolesterol dan senyawa lain dari jaringan perifer ke hati (yaitu, membalikkan transportasi kolesterol), yang merupakan salah satu dari beberapa mekanisme potensial dimana HDL mungkin anti-aterogenik. Selain itu, partikel HDL memiliki sifat anti-oksidan, anti-inflamasi, anti-trombotik, dan anti- apoptosis, yang juga berkontribusi terhadap kemampuannya untuk mencegah aterosklerosis (Feingold, 2022).

Kolesterol memiliki banyak fungsi seperti berkontribusi pada susunan struktural membran serta memodulasi fluiditasnya. Kolesterol berfungsi sebagai molekul prekursor dalam sintesis vitamin D, hormon steroid (misalnya, kortisol dan aldosteron dan androgen adrenal), dan hormon seks (misalnya, testosteron, estrogen, dan progesteron). Kolesterol juga merupakan konstituen garam empedu yang digunakan dalam pencernaan untuk memfasilitasi penyerapan vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak (Di Ciaula dkk., 2018).

Meskipun kolesterol adalah pusat dari banyak fungsi sel yang sehat, kolesterol juga dapat membahayakan tubuh jika dibiarkan mencapai konsentrasi darah yang tidak normal. Ketika kadar kolesterol tidak seimbang dapat menyebabkan berbagai kondisi seperti dislipidemia. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerotik dini (ASCVD) (Huff dkk., 2022)

(15)

2.2 Obesitas

Obesitas biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat badan terhadap tinggi badan. Saat ini, karena kesederhanaan dan biayanya yang rendah, indeks massa tubuh (IMT), yang didefinisikan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (kg/m2), adalah ukuran obesitas yang paling umum. National Institutes of Health dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kelebihan berat badan sebagai memiliki BMI antara 25,0 dan 29,9 kg/m2, dan obesitas memiliki BMI >30,0 kg/m2 (Mehrzad, 2020).

Obesitas merupakan kondisi patologis lemak berlebih yang menumpuk di jaringan di bawah kulit dan menyebar ke organ dan jaringan di seluruh tubuh.

Dari segi kesehatan, obesitas adalah kekurangan gizi yang disebabkan oleh konsumsi makanan tidak sehat yang berlebihan dalam jangka panjang. Pasien obesitas memiliki masalah kesehatan, salah satunya adalah peningkatan kadar kolesterol total > 200 mg/dL (Khutami dkk., 2022).

2.2.1 Patogenesis Obesitas

Berikut faktor-faktor prediktor yang mempengaruhi kondisi obesitas (Kim, 2020):

a. Faktor genetik

Para peneliti menemukan risiko obesitas orang dewasa secara signifikan lebih tinggi jika salah satu orang tua mengalami obesitas, dan efek obesitas orang tua paling besar terjadi pada anak di bawah usia 10 tahun. Selain itu, subset dari 192 anak Obesitas yang satu atau kedua orang tuanya mengalami obesitas memiliki risiko obesitas dewasa tertinggi, menunjukkan kontribusi obesitas masa kanak-kanak dan orang tua terhadap risiko obesitas di masa dewasa

b. Sosial ekonomi

Meskipun obesitas pada masa kanak-kanak dan remaja serta obesitas orang tua merupakan salah satu prediktor yang paling signifikan dari obesitas

(16)

dewasa, status sosial ekonomi telah dikaitkan dengan risiko seseorang mengalami obesitas. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan bergizi yang kurang memdai pada kelompok sosial ekonomi bawah.

c. Aktivitas fisik

Perkembangan obesitas bersifat multifaktorial dan kompleks, dan aktivitas fisik tentunya merupakan faktor penyebabnya. Obesitas diakibatkan oleh ketidakseimbangan di mana asupan energi, biasanya dalam bentuk kalori, melebihi pengeluaran energi, di mana aktivitas fisik merupakan bagiannya, di antara faktor lainnya. Obesitas dikaitkan dengan praktik gaya hidup tidak banyak gerakk (sedentary lifestyle) di kalangan anak-anak, seperti penurunan partisipasi dalam olahraga dan peningkatan menonton televisi.

d. Asupan makanan

Faktor makanan yang berkontribusi terhadap asupan energi dapat memengaruhi ketidakseimbangan energi yang disebutkan di atas yang menentukan obesitas.

2.3 Testis

Testis merupakan endokrin (produksi hormon seks selama steroidogenesis oleh sel Leydig interstisial, lihat bagian “Sel Leydig”) serta kelenjar eksokrin (produksi sperma atau spermatozoa melalui spermatogenesis) (Fietz & Bergman, 2017). Testis menyintesis dua produk penting: testosteron, yang dibutuhkan untuk berkembang biak dan pemeliharaan banyak fungsi fisiologis; dan sperma, yang dibutuhkan untuk kesuburan pria (O’Donnell dkk., 2015).

Testosteron adalah androgen di dalam testis yang diperlukan untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis, dan produksi sperma yang matang sangat bergantung pada kerja androgen di dalam testis. Oleh karena itu, dalam skenario tidak adanya testosteron, atau reseptornya, spermatogenesis tidak berlanjut melampaui tahap meiosis dan mengakibatkan infertilitas pria. Pada pria, sel Leydig bertanggung jawab untuk memproduksi T setelah distimulasi oleh

(17)

hormon luteinizing, hormon glikoprotein yang dikeluarkan dari kelenjar hipofisis sebagai respons terhadap pelepasan gonadotropin-releasing hormon secara pulsatil dari hipotalamus (Grande dkk., 2022).

2.3.1 Anatomi Testis

Testis adalah organ berpasangan yang tergantung di skrotum oleh korda spermatika. Skrotum melindungi testis dan menjaganya pada suhu beberapa derajat di bawah suhu tubuh normal karena menonjol dari dinding tubuh dan dapat berkontraksi atau berelaksasi dengan otot polosnya di dalam lapisan subkutan (Fietz & Bergman, 2017).

Testis kiri letaknya lebih rendah dari yang kanan. Ukuran rata-rata testis adalah panjang rata-rata 4–5 cm, lebar rata-rata 2,5–3 cm, dan ketebalan kira-kira.

1,8–2,4 cm dengan volume kira-kira. 20–25 ml. Setiap testis berbentuk oval dan dikompresi secara lateral dengan posisi miring di dalam skrotum. Ekstremitas atas diarahkan ke depan dan sedikit ke samping; ekstremitas bawah mengarah ke belakang dan sedikit ke arah medial. Perbatasan cembung anterior terlihat ke depan dan ke bawah; batas posterior, yang lurus dan di mana kabelnya dipasang, terlihat ke belakang dan ke atas. Di samping batas posterior, semua bagian testis berbentuk cembung, halus, dan ditutupi lapisan viseral tunica vaginalis.

Epididimis terletak di sepanjang perbatasan testis posterior (Fietz & Bergman, 2017).

Testis dewasa terdiri dari bagian gamet, yang menghasilkan sperma, dan bagian endokrin, yang mengeluarkan testosteron. Spermatogenesis terjadi di bagian gamet, di dalam tubulus seminiferus tempat spermatozoa dihasilkan dan didukung oleh sel Sertoli. Androgen (testosteron) diproduksi oleh sel Leydig di interstitium di antara tubulus seminiferous. Produksi androgen ini juga penting untuk spermatogenesis. Namun, hanya androgen intratestikular lokal yang mendorong spermatogenesis. Androgen eksogen menekan hipofisis dan mematikan spermatogenesis (Silber, 2018).

(18)

Testis menyintesis dua produk penting: testosteron, yang dibutuhkan untuk berkembang biak dan pemeliharaan banyak fungsi fisiologis; dan sperma, yang dibutuhkan untuk kesuburan pria. Sintesis kedua produk diatur oleh hormon endokrin yang diproduksi di hipotalamus dan hipofisis, serta secara lokal di dalam testis. Testosteron sangat diperlukan untuk produksi sperma, namun testosteron dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) diperlukan untuk perkembangan testis yang optimal dan produksi sperma yang maksimal. Sperma diproduksi melalui proses spermatogenesis yang luar biasa kompleks dan dinamis yang membutuhkan kerja sama antara berbagai jenis sel testis (O’Donnell dkk., 2015).

Produksi sperma terjadi di dalam tubulus seminiferus, yang merupakan kumpulan tabung berbelit-belit yang terletak di dalam testis. Produksi testosteron terjadi pada sel yang mengelilingi tubulus seminiferus, yang disebut sel Leydig.

Setelah terbentuk, sel sperma berjalan keluar dari tubulus menuju epididimis, tempat mereka matang dan bersiap untuk ejakulasi (Suede dkk., 2020).

Proses kompleks spermatogenesis terjadi dalam tiga langkah. Langkah pertama melibatkan pembelahan sel mitosis yang memungkinkan tahap sel awal, spermatogonia, berkembang biak. Langkah kedua membutuhkan meiosis, di mana sel diploid membentuk sel haploid. Pembelahan terjadi sampai pembentukan spermatid bulat terjadi. Tahap akhir spermatogenesis meliputi produksi spermatozoa, sel sperma matang dan motil, dari spermatid bulat, melalui proses yang disebut spermiogenesis (Suede dkk., 2020).

2.3.2 Histopatologi Testis

Testis terdiri atas 900 lilitan tubulus seminiferus, yang masing-masing mempunyai panjang rata-rata lebih dari setengah meter, dan merupakan tempat pembentukan sperma (Guyton, 2007). Setiap lobus testis juga terdapat sel interstisial (sel Leydig) yang berfungsi mensekresikan testosteron. Setiap tubulus seminiferus merupakan suatu gelung berkelok yang dihubungkan oleh suatu segmen pendek dan sempit, yaitu tubulus rektus, dengan rete testis, yakni suatu labirin saluran berlapis epitel yang tertanam di mediastinum testis.

(19)

Tubulus seminiferus terdiri dari loop terjalin yang ujungnya membuka ke ruang terbuka rete testis. Rete testis adalah jaringan tubulus, ditemukan di hilus testis, dan berfungsi untuk membawa sperma yang terkumpul ke saluran eferen epididimis saat tubulus seminiferus mengeluarkannya. Epitel germinal membentuk tubulus seminiferus. Invaginasi sel Sertoli menampung banyak sel.

Sel-sel ini termasuk sel germinal yang ada dalam berbagai tahap perkembangan seperti spermatogonia, spermatosit primer dan sekunder serta spermatid.

Persimpangan ketat membran sel menghubungkan sel Sertoli. Zona khusus persimpangan ketat membentuk penghalang darah-testis. Sel germinal melewati rintangan selama pematangan, di mana mereka mendapat perlindungan dari difusi zat eksternal. Sel Sertoli dikenal sebagai "jam biologis" testis. Ketika divisualisasikan dalam bagian histologis, mereka memanifestasikan peningkatan jumlah tetesan lipid seiring waktu (Suede dkk., 2020).

Sel Leydig ditemukan paling menonjol di ruang intertubular, membentuk kelompok yang mengelilingi kapiler. Mereka memproduksi dan mengeluarkan salah satu hormon reproduksi pria yang penting, testosteron. Testosteron sangat penting untuk reproduksi pria karena mengaktifkan sumbu testis hipofisis. Sangat penting untuk perkembangan organ kelamin laki-laki serta maskulinisasi dan pembentukan ciri-ciri seks sekunder. Testosteron memainkan peran penting dalam memulai, memproses, dan mempertahankan spermatogenesis. Produksi hormon tidak berkorelasi dengan jumlah sel Leydig. Investigasi imunohistokimia membuktikan bahwa pembentukan testosteron hanya terjadi pada beberapa sel Leydig meskipun jumlahnya meningkat (Suede dkk., 2020).

(20)

Gambar 2.2 Histopatologi Testis (Fietz & Bergman, 2017).

Bagian melintang dari seluruh testis manusia. Testis dikelilingi oleh tunika albuginea (panah hitam), mengirimkan septa ke dalam jaringan testis (panah abu- abu). Perhatikan arsitektur lobular testis (panah putih) seperti yang juga ditunjukkan pada detail. Persiapan juga termasuk bagian dari saluran eferen (panah putih ganda) serta epididimis (panah hitam ganda) dan pleksus vena pampiniformis (panah hitam) (Fietz & Bergman, 2017).

2.4 Tanaman Bunga Telang

Clitoria ternatea biasa dikenal di Indonesia dengan sebutan bunga telang.

Tumbuhan ini merupakan bagian dari tumbuhan famili Fabaceae. Bunga berwarna biru tua dari Clitoria ternatea telah digunakan selama berabad-abad di banyak negara Asia sebagai obat herbal untuk menyembuhkan berbagai kondisi (Arsianti dkk., 2022). Secara farmakologis, pentingnya Clitoria ternatea diakui secara luas karena berbagai penelitian menunjukkan bahwa Clitoria ternatea menampilkan berbagai efek seperti antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan (Al-Snafi, 2016).

(21)

2.4.1 Morfologi dan Taksonomi

Kedudukan tanaman bunga telang (Clitoria ternatea) dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut (Suarna & Wijaya, 2021).:

Kingdom: Plantae Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Ordo: Fabales

Famili: Fabaceae

Subfamili: Papilionoideae Genus: Clitoria

Spesies: Clitoria ternateaL.

Sinonim: Clitoria albiflora

Nama lain: Butterfly pea, blue pea; kembang telang; bunga telang, bunga celeng

Dalam lingkup taksonomi, bunga telang (Clitoria ternatea) termasuk dalam Leguminosae. Leguminosae adalah nomina conservanda dari famili Fabaceae yang memiliki tiga subfamili berdasarkan morfologi bunganya:

Caesalpinioideae (bunga merak), Mimosoideae (tanaman sensitif), dan Papilionoideae/Faboideae (bunga kacang atau kupu-kupu) (Suarna &

Wijaya, 2021).

Bentuk akar dan batang bunga telang di dataran rendah dan dataran tinggi memiliki persamaan,yaitu akar tunggang berwarna putih kekuningan, batang berbentuk bulat dan berkayu, batang berwarna hijau pada saat masih muda dan cokelat ketika tua. Morfologi bunga di dataran rendah dan dataran tinggi sama-sama memiliki tiga buah mahkota berwarna biru tua dengan sepuluh kepala sari dan satu putik. Perbedaan morfologi

(22)

bunga telang yang dapat diamati yaitu bentuk daun, ukuran daun, polong, dan biji. Bentuk daun bunga telang di dataran rendah yaitu bulat dengan ujung dan pangkal daun membulat, sementara di dataran tinggi bentuk daun bulat telur dengan ujung dan pangkal meruncing. Ukuran daun di dataran rendah lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan dataran tinggi yang lebih panjang dan lebih sempit. Selain faktor lingkungan, morfologi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetik (Hawari & Triharyanto, 2022).

2.4.2 Manfaat dan Kandungan

Tanaman bunga telang telah digunakan selama berabad-abad dalam makanan dan obat-obatan. Di Asia dan Amerika, secara tradisional direkomendasikan untuk pengobatan gigitan ular, sengatan kalajengking, bronkitis kronis, gangguan pencernaan, sembelit, demam, radang sendi, penyakit mata, sakit tenggorokan, penyakit kulit, rematik, sifilis, penyakit mata dan telinga.

Kelopak bunga telang yang kaya akan pigmen antosianin memiliki potensi yang cukup besar untuk diaplikasikan sebagai sumber pewarna alami pada berbagai makanan dan minuman (Chayatayanasin dkk., 2019).

Ekstrak bunga telang menunjukkan aktivitas pemulungan radikal bebas in vitro yang kuat yang meningkat dengan konsentrasi ekstrak. Ekstrak metanol ditemukan paling kuat, diikuti oleh ekstrak kloroform dan petroleum eter (Al- Snafi, 2016).

Bunga telang (Clitoria ternatea) memiliki antioksidan alami yang beragam yang dapat menangkal radikal bebas. Radikal bebas berbahaya bagi tubuh karena reaktivitasnya terhadap biomolekul dan hubungannya dengan banyak penyakit, seperti hambatan pertumbuhan intrauterin, preeklampsia, endometriosis, dan sindrom ovarium polikistik. Bunga telang (Clitoria ternatea) yang kaya akan berbagai antioksidan alami dan bioaktif dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif dan penyakit reproduksi tersebut (Goh dkk., 2021).

(23)

Komponen fitokimia ekstrak bunga telang terutama adalah antosianin turunan delphinidin, termasuk delphinidin-3,5-glukosida, delphinidin-3-glukosida dan enam ternatin berbasis delphinidin utama (ternatin A1, A2, B1, B2, D1 dan D2). Bunga telang telah dilaporkan memiliki berbagai efek farmakologis seperti aktivitas antioksidan, antiglikasi, antimikroba, anti-agregasi platelet, anti- inflamasi, antipiretik, dan antihelmintik. Selain itu, bunga telang memberikan efek antihiperglikemik dan antihiperlipidemia pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan (Chayatayanasin dkk., 2019).

Bunga telang menunjukkan aktivitas antioksidan yang diukur dengan metode Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC) dan 2,2-Diphenyl-1- Picrylhydrazyl (DPPH) Radical Scavenging Assay. Ekstrak bunga telang (400 µg/ml) sangat melindungi eritrosit terhadap hemolisis yang diinduksi AAPH pada inkubasi 4 jam. Ekstrak bunga telang (400 µg/ml) mengurangi peroksidasi lipid membran dan pembentukan gugus karbonil protein dan mencegah pengurangan konsentrasi glutathione dalam oksidasi eritrosit yang diinduksi AAPH (Phrueksanan dkk., 2014).

2.5 Rattus norvegicus

Tikus telah menjadi salah satu spesies laboratorium yang paling umum digunakan sejak penilaian keamanan formal bahan kimia diperkenalkan pada akhir 1940-an. Tikus merupakan spesies mamalia pertama yang dibiakkan secara khusus untuk eksperimen biologi. Tikus menjadi spesies utama yang digunakan dalam evaluasi keamanan obat, pertanian, industry, dan bahan kimia rumah tangga, untuk digunakan manusia. Tikus secara genetis dicirikan dengan baik, ukurannya yang lebih besar dari mencit memungkinkan para ilmuwan untuk melakukan banyak prosedur (Foster & Frost, 2018). Berikut taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus):

Kingdom: Animal Phylum: Chordata

(24)

Subphylum: Vertebrata Class: Mammalia Subclass: Theria Infraclass: Eutheria Order: Rodentia Suborder: Myomorpha Family: Muridae Superfamily: Muroidea Subfamily: Murinae Genus: Rattus

Species: Rattus norvegicus

Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan percobaan yang paling banyak digunakan. Hal ini didasari oleh kemampuan tikus yang memiliki tanggapan cepat, mudah beradaptasi, serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah, yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain.

Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis, dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai, serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah. Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) termasuk hewan nokturnal dan sosial (Wolfenshon and Lloyd, 2013).

(25)

Gambar 2.1 Rattus norvegicus

2.6 Kerangka berpikir

Kolesterol memiliki banyak fungsi pada manusia. Kolesterol juga merupakan konstituen garam empedu yang digunakan dalam pencernaan untuk memfasilitasi penyerapan vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak (Di Ciaula dkk., 2018). Meskipun kolesterol adalah pusat dari banyak fungsi sel yang sehat, kolesterol juga dapat membahayakan tubuh jika dibiarkan mencapai konsentrasi darah yang tidak normal. Ketika kadar kolesterol tidak seimbang dapat menyebabkan berbagai kondisi seperti dislipidemia. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerotik dini (ASCVD) (Huff dkk., 2022). Kondisi ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan obesitas.

Obesitas merupakan kondisi patologis lemak berlebih yang menumpuk di jaringan di bawah kulit dan menyebar ke organ dan jaringan di seluruh tubuh.

Obesitas terjadi kekurangan gizi yang disebabkan oleh konsumsi makanan tidak sehat yang berlebihan dalam jangka panjang. Pasien obesitas memiliki masalah kesehatan, salah satunya adalah peningkatan kadar kolesterol total > 200 mg/dL (Khutami dkk., 2022).

Tingginya kadar glukosa dan lipid yang bersirkulasi pada individu obesitas dapat mengakibatkan pasokan substrat energi yang berlebihan ke jalur metabolisme dalam sel adiposa dan non-adiposa, yang pada gilirannya dapat

(26)

meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) (Mcmurray dkk., 2016).

Kondisi ketidakseimbangan jumlah ROS dan antioksidan disebut dengan stress oksidatif. Stres oksidatif umumnya dianggap sebagai titik awal timbulnya beberapa penyakit (Giampietro dkk., 2018). Salah satunya menyebabkan infertikitas pada pria.

Obesitas adalah penyakit tidak menular yang sangat lazim di seluruh dunia dan umumnya dikaitkan dengan infertilitas pria. Obesitas mempengaruhi spermatogenesis, sehingga mempengaruhi potensi kesuburan pria (El Salam, 2018). Infertilitas adalah masalah kesehatan yang serius yang mempengaruhi sekitar 10% dari semua keluarga di seluruh dunia dan mungkin lebih di negara berkembang (Wang dkk., 2017).

Laporan tentang peningkatan insiden infertilitas pria yang disertai dengan penurunan kualitas air mani telah memicu penelitian tentang pengaruh gaya hidup dan faktor lingkungan terhadap potensi reproduksi pria (Darbandi dkk., 2018).

Indeks massa tubuh yang tinggi dikaitkan dengan efek negatif pada kualitas sperma. Pria yang kelebihan berat badan dan obesitas lebih cenderung memiliki konsentrasi sperma rendah yang tidak normal dibandingkan pria dengan berat badan normal (Wang dkk., 2017).

Antioksidan dapat menghindari kerusakan ini dengan menangkal radikal bebas atau mencegah pembentukannya di sel testis (Asadi dkk., 2017). Antioksidan bertahan melawan kadar ROS yang berlebihan melalui mekanisme enzimatik (superoksida dismutase, katalase, dan peroksidase) dan non-enzimatik (vitamin, steroid, dll.).

Asupan antioksidan eksogen, seperti asam askorbat (Vitamin C), α-tokoferol (Vitamin E), karotenoid dan polifenol, dapat ditemukan pada buah-buahan, sayuran, minuman, sereal, dan tumbuhan (Lourenço dkk., 2019). Salah satu tumbuhan yang mengandung antioksidan adalah bunga telang (Clitoria ternatea).

Clitoria ternatea biasa dikenal di Indonesia dengan sebutan bunga telang.

Tumbuhan ini merupakan bagian dari tumbuhan famili Fabaceae. Bunga berwarna

(27)

biru tua dari Clitoria ternatea telah digunakan selama berabad-abad di banyak negara Asia sebagai obat herbal untuk menyembuhkan berbagai kondisi (Arsianti dkk., 2022). Secara farmakologis, pentingnya Clitoria ternatea diakui secara luas karena berbagai penelitian menunjukkan bahwa Clitoria ternatea menampilkan berbagai efek seperti antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan (Al-Snafi, 2016).

Bunga telang (Clitoria ternatea) memiliki antioksidan alami yang beragam yang dapat menangkal radikal bebas. Radikal bebas berbahaya bagi tubuh karena reaktivitasnya terhadap biomolekul dan hubungannya dengan banyak penyakit, seperti hambatan pertumbuhan intrauterin, preeklampsia, endometriosis, dan sindrom ovarium polikistik. Bunga telang (Clitoria ternatea) yang kaya akan berbagai antioksidan alami dan bioaktif dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan akibat radikal bebas yang dapat menggangu fungsi organ reproduksi pria (Goh dkk., 2021).

(28)

2.7 Kerangka Konsep

Dikelompokkan berdasarkan P3 P2

K P1

Diet Kolesterol Lemak Hingga Obesitas Tikus putih (Rattus norvegicus)

galur wistar

Penurunan kadar kolesterol dan Gambaran histopatologi testis

(Variabel Independen) Diberikan Perlakuan K

Pakan pellet + Aquades

P1 Diet tinggi lemak + Ekstrak

bunga telang 200mg/BB

(Variabel dependen)

P2 Diet tinggi

lemak + Ekstrak bunga

telang 400mg/BB

(Variabel dependen)

P3 Diet tinggi

lemak + Ekstrak bunga

telang 600mg/BB

(Variabel dependen)

(29)

BAB III

METODE PENELTIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif eksperimental yaitu dengan menggunakan desain true experiment atau eksperimental laboratorium. True experiment merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan mengontrol semua variabel luar yang dapat mempengaruhi kegiatan eksperimen. Penelitian ini menggunakan pre-test – post-test control group design untuk mengetahui dan menganalisis efek pemberian ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dalam menurunkan kadar kolesterol dan bagaimana gambaran histopatologis testis pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang mengalami obesitas.

3.2 Tempat dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Farmakologi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2023.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar dengan berat 160-200 gr dan berumur 2-3 bulan. Peneliti memilih tikus jantan galur wistar sebagai subjek uji penelitian karena hewan ini memiliki karakteristik dan fisiologi yang hampir sama dengan manusia dan juga menjadi salah satu hewan yang paling banyak digunakan dalam peneltian biomedis.

1. Kriteria inklusi:

a. Tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) b. Berat badan 1600-200gr

(30)

c. Berusia 2-3 bulan

d. Memiliki kondisi fisik yang sehat e. Tidak ditemukan kelainan anatomi

f. Belum pernah digunakan sebagai sampel penelitian lain 2. Kriteria eksklusi:

a. Tikus putih jantan galur wistar yang mati selama masa percobaan b. Tikus putih jantan galur wistar yang mengalami cacat selama masa percobaan

Langkah yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel, yaitu melakukan perhitungan jumlah sampel. Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus ferderer. Sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok dan besarnya dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rumus federer: (n−1)×(t−1) 15 Keterangan :

n = Jumlah sampel tiap kelompok t = Jumlah Kelompok

Banyak Kelompok : 4 Kelompok

Sampel tiap Kelompok : (n−1)×(t−1)15 (n−1)×(4−1)15

(n−1)×315

3n−315n ≥(15+3)/3 n ≥6

(31)

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan minimal jumlah hewan uji sebanyak 6 ekor per kelompok. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan 24 ekor tikus galur wistar untuk tiap kelompok percobaan.

Pengelompokkan hewan uji dilakukan secara acak kedalam 4 kelompok uji.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel mengacu pada karakteristik atau atribut yang dapat diukur atau diamati dan bervariasi diantara orang atau organisasi yang dipelajari.

Variabel dalam penelitian ini adalah objek pengamatan penelitian, dalam hal ini yakni pemberian ekstrak bunga telang penurunan kadar kolesterol dan gambaran histopatologi testis pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang mengalami obesitas.

A. Variabel X (Bebas): Pemberian Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea)

B. Variabel Y (Terikat): Penurunan Kadar Kolesterol Gambaran Histopatologi testis

C. Variabel Prakondisi: Diet tinggi kolesterol untuk memunculkan kondisi obesitas

3.5 Definisi Operasional

Berikut definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Metode dan Alat Ukur Ekstrak Bunga Telang Ekstrak bunga telang

ialah hasil ekstraksi bunga telang yang didapat melalui proses maserasi dengan bahan etanol selama 2x24 jam. Bunga telang didapatkan dari

Mengukur dosis dengan bantuan

jarum dan

diberikan menggunakan sonde tumpul

(32)

petani yang ada di kota Medan. Ekstrak etanol bunga telang diberikan 1x sehari selama 14 hari pada hewan coba per oral.

Kadar Kolesterol Kadar kolesterol darah ditetapkan dengan metode pengukuran Enzymatic Endpoint Method dengan spektrofotometri

(Kayamori et al. 1999).

Keadaan tinggi kadar kolesterol ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol darah diatas normal.

Enzymatic Endpoint Method

Gambaran

histopatologi testis tikus yang mengalami obesitas

Menilai seberapa besar tingkat kerusakan yang ditimbulkan kondisi obesitas terhadap proses spermatogenesis di tubulus seminiferus pada testis dengan

menggunakan kriteria Johnsen score.

Diidentifikasi menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400x

Tikus mengalami obesitas

Tikus jantan galur wistar (Rattus novergicus) diinduksi makan tinggi kolesterol berupa kuning telur bebek untuk

menaikkan berat badan menjadi obesitas.

Indeks Lee>0,3 (Indeks obesitas Lee dihitung dengan rumus:

Indeks Obesitas Lee = Weight (g0,33): naso-anal length (mm))

(33)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: kandang tikus, timbangan Ohauss, toples kaca, rotary evaporator, blender, pengaduk, rotary evaporator, cawan porselen, tabung reaksi, stopwatch, spuit 3 ml, sarung tangan, masker, jarum suntik sonde berujung tumpul, pipet kapiler darah, spektrofotometer, quantitation kit, p recipitation buffer, kit enzimatik kolorimetri, pipet kapiler hematokrit, tabung ependorf Sementara itu, bahan- bahan yang digunakan yaitu makanan dan minuman hewan percobaan, bunga telang, alkohol, aquadest, ethanol 96% dll.

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Aklimitasi Hewan Uji

Aklimitasi merupakan proses penyesuaian terhadap lingkungan, iklim, kondisi, atau suasana baru. Sebelum memberikan perlakuan, semua jantan galur wistar melewati proses aklimatisasi selama tujuh hari di Laboratorium Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tikus diberi waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, serta makanan dan minumannya (ad libitum).

3.7.2 Pembuatan Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea)

Bunga telang yang telah menjadi simplisia diblender kemudian diayak. Proses pembuatan ekstrak bunga telang menggunakan teknik maserasi dilakukan dengan merendam 200gram simplisia kering bunga telang. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%. Pemilihan pelarut ini dikarenakan etanol 96% mampu menyari bahan aktif yang lebih banyak mulai dari yang bersifat polar, semipolar dan nonpolar. Diharapkan menghasilkan jumlah ekstrak yang optimal. Pada prosesnya perendaman serbuk simplisia kering bunga telang sebanyak 200 mg mengunakan 1.500 mL pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan selama 2 hari dalam toples

(34)

kaca tertutup rapat dan diletakan ditempat yang terhindar dari cahaya.

Setiap 24 jam sekali dilakukan pengadukan.

Setelah 2 hari dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain untuk memisahkan maserat dan filtrat. Filtrat kemudian di remaserasi menggunakan sisa pelarut sebanyak 500 mL. Proses remaserasi dilakukan sama seperti diatas. Selanjutnya maserat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 50◦C sampai terbentuk ekstrak semi kental, kemudian diuapkan dengan water bath pada suhu 50◦C sehingga diperoleh ekstrak kental. Rotary evaporator mampu menguapkan pelarut dibawah titik didihnya dikarenakan prinsip kerja alat ini menggunakan vakum destilasi sehingga tekanan akan menurun dan pelarut menguap dibawah titik didihnya.

3.7.3 Uji Fitokimia

Uji fitokimia adalah metode pengujian awal untuk menentukan kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman sehingga dapat digunakan sebagai obat dalam penyembuhan berbagai penyakit. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kandungan senyawa yang dapat menurunkan kadar kolesterol tikus wistar jantan dalam ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea). Ujinya meliputi:

a. Tes Kandungan Tannin

Sebanyak 1gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit kemudian filtratnya ditambahkan FeCl3 3-4 tetes, jika berwarna hijau biru (hijau-hitam) berarti positif adanya tanin katekol sedangkan jika berwarna biru hitamberarti positif adanya tannin pirogalo.

b. Tes Kandungan Flavonoid

Ekstrak sampel sebanyak 1gram dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan HCl Pekat lalu dipanaskan dengan waktu

(35)

15 menit di atas penangas air. Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif flavonoid (flavon, kalkon dan auron).

c. Tes Kandungan Alkoloid

Ekstrak sampel sebanyak 2gram dimasukkan kedalam tabung reaksi ditetesi dengan 5mL HCl 2 N dipanaskan kemudian didinginkan lalu dibagi dalam 3 tabung reaksi, masing-masing 1 mL. Tiap tabung ditambahkan dengan masing-masing pereaksi. Pada penambahan pereaksi Mayer, positif mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau kuning. Pada penambahan pereaksi Wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk endapan coklat. Pada penambahan pereaksi Dragendrof, mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga.

d. Tes Kandungan Steroid/Terpenoid

Sebanyak 2gram ekstrak sampel dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 2mL etil asetat dan dikocok. Lapisan etil asetat diambil lalu ditetesi pada plat tetes dibiarkan sampai kering.

Setelah kering, ditambahkan 2 tetes asam asetatanhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif terpenoid. Apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid.

e. Tes Kandungan Saponin

Ekstrak sampel sebanyak 1gram dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10ml air panas, kemudian didinginkan dan dikocok dengan kuat selama 10 detik. Hasil positif mengandung saponin apabila terbentuk buih setinggi 1-10cm tidak kurang dari 10 menit dan apabila ditambahkan 1 tetes HCl 2 N, buih tersebut tidak hilang.

3.7.4 Persiapan untuk Meningkatkan Kolesterol Darah Tikus

Tikus diberi makan diet tinggi lemak, tinggi kolesterol setiap hari.

Pakan yang diberikan berupa pellet tikus dicampur dengan kuning telur

(36)

bebek yang peneliti adaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Witosari & Widyastuti (2014). Berdasarkan penelitian tersebut, pemberian kuning telur bebek sebanyak 2gram/200gBB dapat menaikkan kadar kolesterol pada tikus putih galuur wistar (Rattus norvegicus). Sehingga pada penelitian ini peneliti memberi pakan tinggi lemak menggunakan kuning telur bebek sebanyak 2ml/200gBB/hari.

Kuning telur bebek mengandung 17gram protein, 35gram lemak, dan kolesterol 884mg/100gram sehingga diharapkan mampu meningkatkan kadar kolesterol. Makanan ini secara eksogen meningkatkan kadar kolesterol. Makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol diberikan selama 14 hari sebelum memulai perlakuan menggunakan ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea).

Untuk mengonfirmasi bahwa hewan uji tikus memiliki kadar kolesterol yang tinggi, serum dikumpulkan dari semua tikus untuk melihat kadar kolesterol setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol. Pemberian pakan tinggi lemak hanya dilakukan dua minggu karena pertimbangan bahwa pemberian pakan tinggi lemak dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kematian karena keracunan kolesterol akut (Witosari &Widyastuti, 2014).

Parameter yang digunakan untuk mengonfirmasi tikus mengalami tinggi kolesterol yaitu kadar kolesterol dan berat badan. Untuk mengonfirmasi bahwa hewan uji tikus memiliki kadar kolesterol yang tinggi, serum dikumpulkan dari semua tikus untuk diuji kadar kolesterol setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol.

Keadaan tinggi kadar kolesterol ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol darah diatas normal. Pada tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus), kadar kolesterol darah normal adalah 10-54 mg/dl (Smith dan Mangkoewidjojo 1998). Parameter terjadinya kolesterol yang tinggi adalah apabila kadar total kolesterol mencapai >10-54 mg/dL.

(37)

Parameter yang digunakan untuk mengonfirmasi tikus mengalami obesitas yaitu dengan mengukur berat badan dan lingkar perut. Tikus disebut mengalami obesitas jika indeks Lee > 0,300.14. Indeks Lee merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai apakah tikus mengalami obesitas atau tidak, di mana jika pada manusia dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan Indeks Lee dihitung berdasarkan rumus berikut (Lee et al., 2011).

Indeks Lee=

Berat badan(gram)×10 Panjang nasoanal(M m) 3.7.5 Prosedur Perlakuan

Hewan uji yang telah melawati masa aklimitasi dan konsumsi diet pakan tinggi lemak dan kolesterol kemudian dibagi menjadi 4 kelompok secara acak, Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus.

Masing-masing tikus diberi label pada ekornya menggunakan spidol tahan air. Pada kelompok kontrol, tikus tidak diberi diet tinggi lemak.

Sedangkan pada kelompok perlakuan tikus diberi cairan ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dengan dosis yang berbeda-beda.

a. Kelompok Kontrol (P-0): Pakan pellet tikus + aquades/hari/ekor selama 14 hari.

b. Kelompok Perlakuan I (P-1): Diet tinggi lemak + Ekstrak bunga telang dengan dosis 200mg/BB dan diberikan aquades/hari/ekor selama 14 hari.

c. Kelompok Perlakuan II (P-2): Diet tinggi lemak + Ekstrak bunga telang dengan dosis 400mg/BB dan diberikan aquades/hari/ekor selama 14 hari.

d. Kelompok Perlakuan III (P-3) Diet tinggi lemak + Ekstrak bunga telang dengan dosis 600mg/BB dan diberikan aquades/hari/ekor selama 14 hari.

(38)

3.7.6 Pengujian Kadar Kolesterol

Kadar kolesterol darah ditetapkan dengan metode pengukuran Enzymatic Endpoint Method dengan spektrofotometri (Kayamori et al.

1999). Kadar kolesterol diukur sebanyak 2 kali saat penelitian. Darah diambil dari ekor dengan menggunakan pipet kapiler hematokrit sebanyak 1 cc, setelah ditampung ditetesi heparin sebagai anti koagulan pada hari pertama setelah aklimasi) dan hari terakhir (Hari ke-14). Kadar awal diukur ketika hari pertama dengan cara pengambilan darah sebagai nilai rujukan normal kadar kolesterol. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada perubahan kadar kolesterol sebelum induksi kadar kolesterol dengan setelah induksi pakan tinggi kolesterol. Uji dilakukan untuk melihat peningkatan kolesterol pada tikus yang sudah diberikan induksi pakan tinggi lemak selama 2 minggu.

3.7.7 Pembuatan Preparat Histopatologi

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menganestesi tikus (kombinasi ketaminexylazine dosis 0,1mg/200gBB), kemudian dilakukan euthanasia melalui emboli pada jantung. Garis median abdominal diinsisi untuk mengekspos organ reproduksi. Testis kemudian ditarik keluar dari skrotum, lalu di bersihkan dari jaringan disekitarnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam pot organ berisi NBF 10% untuk dibuatkan preparat histopatologi.

Setelah itu, jaringan dipotong dan dimasukkan kedalam tissue cassette. Selanjutnya dilakukan dehidrasi secara berturut-turut menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat masingmasing 70%, 80%, 90%, Etanol I, dan Etanol II secara berurutan dalam toples selama 2 jam. Selanjutnya ialah clearing dimana jaringan dibersihkan menggunakan xylol kemudian dicetak menggunakan blok paraffin sehingga sediaan tercetak dalam blok dan disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Setelah itu blok yang berisi jaringan tersebut dipotong menggunakan mikrotom

(39)

setebal 4-5 µm. Hasil potongan diapungkan dalam air hangat yang bersuhu 60ºC selama 24 jam untuk merenggangkan agar jaringan tidak terlipat.

Sediaan kemudian diangkat dan diletakkan dalam gelas objek dan diwarnai dengan Hematoxylin dan Eosin (HE). Selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop.

3.7.8 Proses Pengamatan Histopatologi

Variabel yang diamati adalah gambaran histopatologi testis berupa sel spermatogenik pada tubulus seminiferus. Pemeriksaan dan penilaian dilakukan dengan cara preparat testis diamati menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x untuk diperiksa dan dinilai skor spermatogenesisnya menggunakan kriteria Johnsen score. Pengamatan preparat menggunakan teknik double blinding yaitu pengamat tidak mengetahui objek yang diamati termasuk dalam kelompok mana. Sehingga didapatkan pengamatan yang akurat tanpa adanya subjektifitas dari pengamat. Setiap preparat pengamatan dan pemberian skor dilakukan pada lima lapangan pandang, tiap lapang pandang terdapat 1 tubulus seminiferus.

Skor dari masing masing lapangan pandang dijumlah, sehingga didapatkan skor untuk masing-masing tikus. Skor masing masing tikus kemudian diiurutkan dari skor terkecil hingga terbesar untuk mencari nilai median sebagai skor kelompok. Nilai median yang didapatkan dari masing masing kelompok kemudian dibandingkan.

3.7.9 Sistem Skoring

Gambaran histopatologi spermatogenesisnya menggunakan kriteria Johnsen score dengan kriteria skor 1-10 (Johnsen, 1970):

Tabel 2 Kriteria Johnsen Score

Skor Penilaian

10 Epitel tubulus normal, spermatogenesis lengkap, lumen tubulus terbuka, sel spermatozoa ≥ 10

(40)

9 Epitel tubulus rusak, lumen tubulus tertutup, sel spermatozoa ≥ 10

8 Sel spermatozoa < 10

7 Sel spermatozoa 0, Sel spermatid ≥ 10 6 Sel spermatozoa 0, Sel spermatid < 10 5 Sel spermatozoa dan Selspermatid 0, sel

spermatosit ≥ 5

4 Sel spermatozoa dan Sel spermatid 0, sel spermatosit < 5

3 Sel spermatogenik hanya terdiri atas sel spermatogonium

2 Sel spermatogenik 0, hanya ada sel sertoli 1 Tidak ada sel sama sekali dalam tubulus

3.8 Analisa Data

Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan bantuan SPSS (Statistic of Package for Social Science) 25.0. for windows. Uji normalitas data dianalisis dengan pendekatan kolmogorov-smirnov test (p > 0,05). Untuk menguji signifikansi antar kelompok ujicoba dilakukan dengan teknik analisis varians satu jalur atau One Way ANOVA pada derajat kepercayaan 95% (p <

0,05). Analisis atau uji lanjutan dilakukan menggunakan Post Hoc Test dengan teknik LSD.

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian dan penjelasan hasil pengambilan serta pengolahan data. Pembahasan dimulai dari pemaparan gambaran umum subjek penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian, serta pembahasan hasil penelitian.

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar dengan berat badan 200-300gr. Hewan uji dibagi kedalam 4 kelompok, kelompok kontrol hanya diberi pakan biasa dan aquades, kelompok perlakuan diberi pakan tinggi lemak dan ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dengan dosis yang berbeda, yaitu 200mg/KgBB, 400mg/KgBB, dan 600mg/KgBB. Perhitungan sampel didasarkan pada rumus ferderer untuk 4 kelompok dan didapatkan hasil sebanyak 6 ekor perkelompok, sehingga total sampel pada penelitian ini yaitu 24 ekor tikus.

Berdasarkan karakteristik hewan uji, secara umum tikus berada dalam kondisi yang sehat selama penelitian ini berlangsung, yaitu sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Sebanyak 24 ekor hewan uji dapat mengikuti penelitian ini sampai akhir tanpa adanya drop out. Berikut karakteristik hewan uji penelitian:

Tabel 3 Karakteristik Hewan Uji

Komponen Kelompo

k K

Kelompo k P1

Kelompo k P2

Kelompo k P3 Jenis Tikus Rattus norvegicus putih galur wistar

Jenis Kelamin Jantan

Kondisi Umum Warna bulu putih, sehat, dan aktif Rata-rata Berat

Badan Awal 238gr 235gr 244gr 242gr

(42)

Rata-rata Berat

Badan Akhir 240gr 325gr 334gr 333gr

Tikus diberi makan diet tinggi lemak, tinggi kolesterol setiap hari.

Pakan yang diberikan berupa kuning telur bebek. Makanan ini secara eksogen meningkatkan kadar kolesterol. Makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol diberikan selama 14 hari sebelum memulai terapi pemberian ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea). Parameter yang digunakan untuk mengkonfirmasi tikus mengalami obesitas yaitu berat badan melalui perhitungan indeks Lee.

4.1.1 Hasil Pengukuran Berat Badan

Berat badan tikus diukur menggunakan timbangan digital sedangkan panjang nasoanal diukur menggunakan meteran. Penimbangan berat badan dilakukan sebelum dan setelah induksi diet tinggi lemak.

Untuk mengonfirmasi apakah diet tinggi lemak mampu meningkatkan kadar kolesterol total dan obesitas. Menentukan tikus mengalami obesitas atau tidak yaitu dengan menggunakan perhitungan nilai indeks Lee, dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4 Berat badan tikus

Parameter Kelompok

Rata-rata Sebelum diet

tinggi lemak

Setelah diet tinggi lemak

Berat Badan (gr) Kontrol 238gr 240gr

P1 235gr 325gr

P2 244gr 334gr

P3 242gr 333gr

Panjang Naso-anal (mm) Kontrol 214mm 215mm

P1 216mm 221mm

P2 217mm 220mm

P3 216mm 217mm

(43)

Indeks lee Kontrol 0.28 0.28

P1 0.28 0.31

P2 0.28 0.31

P3 0.28 0.32

Berdasarkan data yang diperoleh, sebelum dilakukannya diet tinggi lemak nilai indeks Lee pada kelompok perlakuan 0.28. Nilai ini lebih kecil dari <0.3 atau belum termasuk dalam kondisi obesitas. Setelah mengonsumsi diet tinggi lemak berupa kuning telur bebek selama 14 hari, berat badan dan panjang nasoanal tikus kembali dihitung untuk menentukan nilai indeks Lee. Pada kelompok perlakuan 1 nilai indeks Lee berubah menjadi 0.31, kelompok perlakuan 2 0.31, dan kelompok perlakuan 3 0.32. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa hewan uji pada kelompok perlakuan berada dalam kondisi obesitas sebelum dilakukan pengujian pemberian ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) terhadap perbaikan fungsi testis

(44)

4.1.2 Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Total

Pengukuran kadar kolesterol total dilakukan untuk mengonfirmasi bahwa hewan uji tikus memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Pengukuran dilakukan dengan mengumpulkan serum dari semua tikus setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol, yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 5 Kadar Kolesterol Total Tikus

No Kelompok Pengulangan

Kadar Kolesterol total setelah

diet tinggi lemak (mg/dl)

Kadar kolesterol total setelah

pemberian ekstrak bunga telang

(mg/dl) 1

Kontrol

1 40.1 40.2

2 2 39.2 39.6

3 3 40.2 40.8

4 4 38.4 38.7

5 5 39.1 39.9

6 6 38.1 38.4

Rata-rata 39.18 39.6

7

Perlakuan I

1 70.1 59.9

8 2 68.9 59.5

9 3 71.2 60.1

10 4 70.5 57.2

11 5 69.7 58.2

12 6 70.2 58.6

Rata-rata 70.1 58.91

13

Perlakuan II

1 70.6 46.5

14 2 69.1 44.6

15 3 71.5 47.4

16 4 71.9 47.1

17 5 70.2 45.7

18 6 70.8 48.1

Rata-rata 70.68 46.56

19

Perlakuan III

1 70.2 40.4

20 2 71.2 41.4

21 3 69.6 42.7

22 4 72.2 41.9

Gambar

Gambar 2.2 Histopatologi Testis (Fietz &amp; Bergman, 2017).
Gambar 2.1 Rattus norvegicus
Tabel 4 Berat badan tikus
Tabel 5 Kadar Kolesterol Total Tikus
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hikmatul, Maghfiroh, 2013, Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana) Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Total Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus strain

Tujuan: Membuktikan adanya pengaruh ekstrak Acalypha indica linn terhadap gambaran histopatologi hipokampus tikus Rattus norvegicus strain wistar yang

darah tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus) yang telah diinduksi.

Skripsi dengan judul “ Pengaruh Pemberian Herbisida Golongan Paraquat Diklorida Per− Oral Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek propolis terhadap peningkatan kadar kolesterol HDL pada tikus galur wistar jantan.. Metode yang digunakan

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP KADAR HORMON TESTOSTERON DAN BERAT TESTIS. PADA TIKUS PUTIH JANTAN

Menganalisis pengaruh seduhan daun zaitun (Olea europaea L.) terhadap kadar glukosa darah puasa tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar) jantan yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung tempe terhadap jumlah eritrosit tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang