• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pembagian Hasil

Dalam dokumen perlindungan hukum bagi para pihak dalam (Halaman 62-72)

BAB II PRAKTIK PERJANJIAN KERJA SAMA PENGGARAPAN

B. Praktik Perjanjian Kerjasama Penggarapan Sawah anatara pemilik

4. Sistem Pembagian Hasil

49

sedangkan saya Cuma menyiapkan fasilitas saja tempatnya bercocok tanam.71

50

Bapak Herman selaku pemilik lahan mengungkapkan bahwa:

“Sistem bagi hasil yang digunakan di sini dari dulu sampai sekarang adalah sistem bagi hasil ½ atau 50:50 atau yang sering disebut dengan sistem nandu, dan sudah di sepakati dalam perjanjian kerjasama bagi hasil dalam penggaraan sawah antara pemilik lahan dan penggarap. Dalam melakukan perjanjian kerjasama bagi hasil antara pemilik lahan dan penggarap tanpa adanya saksi lain yang menyaksikan dan dengan melalukannya secara lisan atau tidak tertulis, perjanjian kerjasama yanng dilakukan atas dasar rasa saling percaya sesama manusia. Sehingga dalam pembagian hasil petani dan pemilik melakukan bagi hasil setelah hasil panen terjual dan terkumpul semuanya.72 Dalam melakukan perjanjian kerjasama dalam penggarapan sawah baik pemilik lahan dan petani penggarap menyetujui cara atau sistem bagi hasil ½ atau 50:50 tanpa ada yang merasa terbebani satu sama lain karena sistem nandu ini sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun sejak dulu. Berikut respon pemilik lahan dan penggarap dengan menggunakan sistem bagi hasil ½ atau 50:50 yaitu:

Seperti halnya, peneliti juga melakukan wawancara bersama bapak H. Padli selaku pemilik lahan:

Tiang sak jari epen bnagket setuju lek caren bagik hasil mauk pade-pade setenge, disampingk mauk nikmatin hasil bangketk dait ndkh perlu sugulan modal sak belek sikh ja olah bangketk. Keuntungan sak bukh mauk endah bangketkh ndkn nganggur.”

Artinya: Saya sebagai pemilik lahan pertanian menyetujui cara pembagian hasilnya yaitu sama-sama mendapatkan ½ , disamping saya dapat menikmati hasil sawah saya dan tidak perlu mengeluarkan modal yang banyak juga untuk mengelola lahan pertanian saya. Keuntungan yang di

72 Bapak Herman (pemilik lahan), Wawancara, 15 Mei 2022

51

dapatkan juga lahan pertanian saya tidak di anggurin begitu saja.”73

Sama seperti yang diungkapkan oleh Ibuk Semah selaku penggarap sawah:

Aku sak jari petani sik luek maukh manfaat atau keuntungan sak bukh idap, selebihn malik tetepkh mauk asah kemampuank betani. Sengak aku dekh bedoe bangket taokh jak betaletan, jarin sik senengkh demen arak sak mele kerjesame tegawekan bangketn dengan sistem nandu.

Keuntungan bagi aku sak jari petani molahk ape-ape melekh talet dek arak jak larangk”.

Artinya: Sebagai petani penggarap saya mendapatkan manfaat yang dapat saya rasakan yaitu saya dapat tetap mengasah kemampuan saya dalam bertani. Karena saya tidak mempunyai lahan pertanian, jadi saya bahagia melakukan kerjasama dengan sistem nandu ini, keuntungan bagi saya yaitu saya dapat dengan leluasa mengelola lahan pertanian itu terserah tanaman apa yang mau saya tanam.”

74

Peneliti juga melakukan wawancara bersama bapak Kariman selaku pemilik lahan:

aku sak epen bangket merasek ndk tebebani same sekali sik perjanjian kerje same kadu sistem bagik hasil mauk pade-pade setenge no. Sengak aku ndkh tao atau ndkn arak keahliank kelola bangket sak bedoekh no, terlebeh malik aku bedoe pegawean tetep ska ndkh bau sambilan.

Nah oleh karne no, aku sa jari epen bangket merasekh teuntungan sik kerje same barak mene75

Artinya: saya sebagai pemilik lahan sawah merasa tidak terbebani sama sekali dengan perjanjian kerja sama dengan sistem bagi hasil yang sama-sama mendapatkan 1/2 ini. Karena saya tidak bisa mengelola sendiri lahan pertanian yang saya miliki, terlebih lagi saya memiliki

73 Bapak Padli (Pemilik lahan), Wawancara, 15 Mei 2022

74 Ibu Semah (penggarap), Wawancara, 16 mei 2022

75 Bapak Kariman, Pemilik Lahan, (Wawancara), 15 April 2022

52

pekerjaan tetap yang tidak bisa saya kesampingkan. Oleh karena itu, saya sebagai pemilik lahan merasa di untungkan dengan kerjasama seperti ini.

Wawancara juga yang dilakukan bersama Bapak Jum selaku penggarap sawah:

Aku garep bangket pak Kariman, dengank gawek kerje same barak mene sak sak sistem bagik hasil mauk pade- pade 50. Menurutk inikh mauk keuntungan sak lebih belek. Sehingge maukh penuhin kebutuhan kanak-kanak sak sekolah.”76

Artinya: Saya menggarap sawah milik bapak kariman, dengan melakukan kerja sama seperti ini, dengan sistem pembagian hasil sama-sama ½ atau 50:50. Saya merasa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan hasilnya bisa saya tabung buat keperluan anak-anak untuk sekolah.

Wawancara yang sama juga peneliti dilakukan bersama bapak Adis selaku pemilik lahan:

Sebage epen lahan engat bangket sak ndkh tao yak garep atao runguk mesakh sengakh sak sibuk bedagang dait endah keahliank lek bertani no kurang, jarin aku endeng tulung jok inak Rafi’ah garepank bangketk dengan imbalan bagik hasil pade-pade stenge atao ½.77

Artinya: Saya selaku pemilik lahan melihat sawah saya yang tidaak bisa saya garap sendiri karena sibuk berdagang dan keahlian saya dalam bertani juga kurang, maka saya meminta ibuk Rafi’ah untuk menggarap sawah yang saya punya. Karena pak haris memiliki keahlian dalam bertani, dimana pembagian hasil akan di bagi ½.

Wawancara juga saya lakukan pada ibuk rafia’ah selaku penggarap.

76 Bapak Jum, penggarap, (Wawancara), 16 Mei 2022

77 Bapak Adis, pemilik lahan, (wawancara), 12 april 2022

53

aku sak jari petani gawek kerje same garep bangket sengakn sak pembagian hasiln tesame ratean baik jok aku sak jari petani maupun epen bangket sesuai kesepakatan, dait alesank garep bnagket pak adis sengak nie jari kepale dusun lek Lantan Duren Jarin den arak waktun jak gawekan dirikn bangketn, dait kebetulan aku dekn arak jakh gawek ye ampokh mele garepan bangket”.78

Artinya: saya sebagai petani penggarap melakukan kerja sama dalam pengolahan lahan sawah yang hasilnya disama rata kan baik untuk penggarap maupun pemilik sesuai kesepakatan, dan saya menggarap lahan sawah milik pak adis karena dia seorang kepala dusun di lantan duren, dia tidak punya waktu untuk menggarap lahannya sendiri karena sibuk mengurus kebutuhan masyarakat, saya sebagai penggarap juga tidak mempunyai pekerjaan tetap makanya saya mau menggarap lahan pertanian milik pak adis.

Penelitian di atas menunujukan cukup banyak petani dan pemilik menggunakan sistem nandu sebagai alternatif kerjasama, bahkan bisa dikatakan semua masyarakat Desa Lantan. Sistem nandu lebih di pilih oleh masyarakat karena petani penggarap lebih menguasai lahan pertanian tanpa ada campur tangan dari pemilik lahan, sehingga dapat memperhitungkan biaya yang dikeluarkan sampai panen.

Dengan sistem tersebut penggarap bebas mau menanam jenis tanaman apa yang diinginkan, dengan tetap mempertimbangkan keuntungan yang akan diperoleh setelah di bagi dua dengan pemilik lahan. Praktik nandu ini sudah tidak asing lagi di dalam telinga penduduk Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara, oleh karena itu masyarakat Desa Lantan lebih memilih menggunakan praktik nandu terlebih lagi kebanyakan petani penggarap hanya menyelesaikan tingkat pendidikan sampai SD, dan SMP.79

78 Ibuk Rafi’ah (penggarap), wawancara, 12 april 20222

79 Munawir, amak jum, amak solihin, amak saleh, inak semah, amak nuriman, Wawancara, (Petani Penggarap), 12 Februari 2022

54

Berikut akan peneliti akan paparkan nama-nama pemilik lahan dan penggarap yang melakukan perjanjian kerjasama penggarapan sawah dengan sistem bagi hasil yaitu sebagai berikut:

Tabel 7.

Nama-Nama Pemilik Lahan Dan Penggarap Dengan Sistem Bagi Hasil Nandu

No Pemilik Lahan Penggarap Sistem Nandu

1 Bapak H. Padli Ibu Semah ½

2 Ibu Rohaini Bapak Munawir ½

3 Bapak Kariman Bapak Jum ½

4 Ibu Muslehatun Bapak Solihin ½

5 Bapak Herman Bapak Nuriman ½

6 Ibu Mega Bapak Saleh ½

7 Bapak Gafur Ibuk saini ½

8 Bapak Adis Ibuk Rafia’ah ½

Dari data yang peneliti paparkan di atas menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang melakukan perjanjian kerja sama penggarapan sawah dengan sistem bagi hasil di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara. 80

Masyarakat Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara melakukan perjanjian kerjasama bagi hasil menggunakan sistem nandu, karena sistem nandu sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun dilakukan sejak dulu, dan sistem nandu merupkan sistem kerjasama bagi hasil yang dianggap paling mudah dilakukan. Tapi dalam melakukan perjanjian kerjasama bagi hasil di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara ini tidak pernah memperhatikan akibat di kemudian hari, karena perjanjian kerjasama yang mereka lakukan tanpa melibatkan saksi dan tanpa pejanjian tertulis. Oleh karena itu persoalan yang sering sekali terjadi pada saat hasil panen di peroleh dan

80 Dokumentasi, data-data Desa Lantan 2022

55

pada saat pembagian hasil itu sering terjadi penipuan, ketidak sesuaian kesepakatan di awal akad, kerugian yang dirasakan oleh salah satu pihak.

Peneliti dapat simpulkan dalam satu rangkuman dari hasil wawancara alasan pemilik lahan memilih praktik nandu adalah karena pemilik lahan secara sepenuhnya menyerahkan lahan pertaniannya, akan tetapi ada beberapa faktor yang yang membuat pemilik lahan memilih praktik nandu yaitu faktor pekerjaan yang tidak bisa di tinggali dan tidak mempunyai keahlian untuk mengelola sendiri lahan pertaniannya. Oleh karena itu petani penggarap sangat berperan penting dalam mengelola lahan pertanian pemilik lahan yang tidak bisa mengolah sendiri lahan pertanian yang mereka miliki. Dengan praktik nandu yang digunakan oleh pemilik lahan secara langsung di berfikir bahwa dia tidak banyak mengeluarkan biaya, tenaga, dan dia hanya akan menerima hasil bersih dari kesepakatan yang sudah di sepakati di awal perjanjian kerjasma.81

5. Praktik penyelesaian sengketa dalam penggarapan sawah di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara

Pada saat pembagian hasil panen ½ atau 50:50 terjadi eksploitasi, persoalan, penipuan, ketidak sesuaian perjanjian di awal dalam melakukan pembagian hasil pertanian tersebut. Ibu Rohaini (pemilik lahan dan bapak munawir (penggarap), dimana perjanjian yang awalnya mereka sepakati pembagian hasil panen akan di bagi dua (1/2) antara pemilik awah dan penggarap dengan sama rata. Lalu, setelah hasil panen laku terjual oleh si penggarap dengan jumlah pendapatan Rp.

13.500.000 maka jika di bagi dua masing-masing akan mendapatkan Rp. 6.750.000. Namun disini terjadi eksploitasi atau penipuan dimana si penggarap menentukan sendiri bagiannya lebih awal tanpa sepengetahuan pemilik sawah dengan mengambil sejumlah Rp. 6.500.000 dengan alasan dia

81 Bapak Padli, Ibuk Rohaini, Bapak Kariman, Ibuk Muslehatun, Ibuk mega, Bapak Herman, Wawancara, (Pemilik Lahan), 13 Februari 2022

56

lebih banyak mengeluarkan modal dan tenaga. Pada saat pembagian hasil bersama pemilik sawah, penggarap hanya membawa sisa uang yang sudah dia ambil terlebih dahulu.

Kemudian penggarap memberitahukan kepada pemilik sawah bahwa pendapatan dari hasil panen berjumlah Rp. 7.000.000, lalu Rp. 7.000.000 tersebut akan di bagi dua antara pemilik sawah dan penggarap jadi masing-masing dari mereka mendapatkan sama-sama Rp. 3.500.000.

Sistem bagi hasil yang terjadi di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara ini, mereka telah melakukan pembagian hasil dengan cara memotong jumlah biaya/modal yang pernah dia keluarkan terlebih dahulu oleh penggarap sawah, setelah dia mengambil bagian terlebih dahulu baru sisa dari yang sudah dia ambil itu yang dia bagi dua dengan pemilik sawah. Penggarap sawah secara tidak di sadari dia memperoleh keuntungan tiga kali lipat dari hasil yang didapatkan pemilik sawah, sedangkan pemilik lahan mendapat bagian bersih setelah dikurangi.

Ketika masalah seperti kasus di atas muncul, akibat dari penggarap dan pemilik sawah melakukan perjanjian kerja sama dengan secara lisan dan tanpa adanya saksi yang melihat bahwa mereka melakukan kerja sama bagi hasil. Maka pihak kepala dusun atau kepala desa mempertemukan kedua belah pihak untuk diminta pernyataannya dengan sejujur-jujurnya, dan apabila salah satu pihak bersalah atau melakukan pembagian secara tidak adil maka dia harus mengganti agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dari hasil kerja sama yang dilakukan antara penggarap dan pemilik lahan. Selain itu juga, apabila permasalahan seperti ini muncul mereka tidak lupa juga mendatangkan tokoh agama, agar bisa memberi pandangan bagi kedua belah pihak bagaimana perjanjian kerjasama yang baik menurut Islam. Karena jika masalah seperti ini muncul dalam melakukan kerja sama bagi hasil tidak bisa diselesaikan dengan kedua belah pihak saja, apalagi pihak yang merasa dirugikan dan pihak menurtnya banyak mengeluarkan modal atau biaya

57

sudah sama-sama panas, maka masalah seperti ini harus melibatkan pemerintah desa, tokoh agama. Seperti wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa penggarap atau pemilik lahan.

Wawancara yang dilakukan bersama Ibuk Rohaini selaku pemilik lahan:

Pas jelon pembagian hasil panen datenglah munawir jok bale langsung atongan kepeng no, sendekaman tebagik sikn sugulan selapukan kepeng no sejumlah Rp. 7.000.000 nah demen wah tebagik due mauk pade Rp. 3.500.000. jarak pire jelo bedaitk kance seninen, sikn jorak-jorakh kene kak Roh luek kepengd nane jak sukur aneh mauk pade-pade Rp.

6.700.000 ndk sak rugi lalok. nah aku langsungk kemomotan, ndkh nyangke jak ajak’ank sik kanak no unin angenk padahal sampun aku, buk langsungk kene seninen surukank munawir dateng jok bale bareh selse sembayang magrib. Ndkh lupak endah sikh suruk pak kadus kance tokoh agame dateng jok bale adekt beriuk-beriuk selsean masalah ne sampen dait titik terang, sengak lamunk yak raos kance nie doang jak ndkn jak inik selse”.82

Artinya: pada saat hari pembagian hasil panen, datang lah munawir kerumah langsung anterin uang itu, sebelum di bagi dia mengeluarkan uang itu sejumlah Rp. 7.000.000, pada saat di bagi dua masing-masing dapat Rp. 3.500.000.

jarak beberapa hari saya ketemu dengan istrinya dia becanda-becanda bilang kak Roh banyak uang sekarang, syukur dapet Rp. 6.700.000 tidak terlalu rugi. Pada saat itu ketika dengar dia ngomong begitu saya langsung kaget baget, tidak pernah nyangka dia bohongin saya yang sekaligus sepupunya sendiri, pada saat itu juga saya langsung bilang ke istrinya untuk menyuruh munawir dateng kerumah selesai sholat magrib. Tidak lupa pula saya suruh kepala Dusun dan tokoh agama datang kerumah untuk menyelesaikan masalah yang saya alami agar

82 Ibuk Rohaini, pemilik Lahan, (Wawancara), 15 april 2022

58

menemukan titik terang. Karena jika akan menyelesaikan dengan dia saja tidak akan bisa terselesaikan.

Wawancara yang dilakukan bersama Ibuk Saini selaku petani penggarap:

“ Lamun lek te jak leman laek ye doang ntant selsean masalah lamunt arak masalah demen gawek kerje same, lamunt dek tao selsean sik ite sak bermasalah nah jalan sekek-sekekn jak empohan Rt, lamun dek bau selse sik Rt empohan malik pak kadus, Nah ndkn inik selse sik kadus, empohan kepale dese kance ustad tokoh agame, adekn dek arak jari musuhan lek jelo lemak”.83

Artinya: Kalau di sini dari dulu memang selalu begini cara penyelesaian sengketa atau masalah dalam melakukan kerja sama, ketika kita kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan masalah jalan satu-satunya adalah memanggil Rt, jika Rt tidak dapat menyelesaikan masalah itu juga maka Kepala Dusun di panggil, Kepala Dusun juga tidak dapat menyelesaikan maka kita memanggil Kepala Desa sekaligus Tokoh Agama atau Ustad sekaligus, supaya tidak terjadi permusuhan di kemudian hari.

Maka dalam melakukan kerjasama dalam bidang apapun baik pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan bisnis lainnya, hendaklah kedua belah pihak membawa saksi yang akan menyaksikan akad kerjasamanya dan sebaiknya dilakukan dengan cara tertulis jangan hanya mengandalkan rasa saling percaya saja karena kita tidak tau dikemudian hari muncul persoalan seperti ketidakjujuran, penipuan. Dengan melibatkan saksi dan melakukan perjanjian secara tertulis, maka jika muncul persoalan seperti yang saya sebutkan di atas dapat di selesaikan langsung baik secara kekeluargaaan maupun secara hukum.

83 Ibuk Saini, Penggarap, (Wawancara), 09 juni 2022

59 BAB III

ANALISIS PRAKTIK PERJANJIAN KERJA SAMA PENGGARAPAN SAWAH ANTARA PEMILIK LAHAN DAN

PENGGARAP DI DESA LANTAN

Kegiatan perniagaan yang dilakukan umat muslim merupakan sebuah

kegiatan ekonomi atau bermuamalah yang memiliki sifat rabbani dan ilahiah yang artinya bahwa semua kegiatan bermuamalah selalu di landasi dengan nilai-nilai tauhid yaitu segala sesuatu yang atas kehendak Allah Swt.

Kegiatan muamalah yang dilakukan di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara adalah melaukan kegiatan perjanjian kerjasama bagi hasil penggarapan sawah. Berbagai macam cara petani dan pemilik lahan untuk dapat mengolah lahan pertanian mereka dengan baik agar memberikan keuntungan dan hasil yang berlimpah. Salah satu cara dengan membangun kerjasama antara pemilik sawah dengan penggarap untuk mengolah lahan pertanian. Aktivitas seperti ini seringkali kita temukan karena pada dasarnya manusia itu saling membutuhkan, dalam dunia perekonomian manusia itu adalah mahluk sosial. Seperti yang sudah kita ketahui, tidak sem ua masyarakat itu mempunyai lahan pertanian maupun perkebunan yang dapat mereka kelola dan jaga. Oleh karena itu, dengan banyaknya masyarakat yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam bercocok tanam dalam pertanian dan perkebunan, maka para pemilik lahan bisa melakukan kerjasama dengan para petani penggarap untuk mengolah lahannya.

Berdasarkan paparan di atas tentang kondisi masyarakat sangat penting adanya kerja sama antara masyarakat yang memiliki lahan pertanian dan petani penggarap yang tidak mempunyai lahan pertanian dengan memiliki kemampuan dalam bercocok tanam serta memiliki kemampuan mengelola lahan pertanian, mempunyai tanggung jawab yang tinggi sehingga lahan tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang dapat di bagi sama rata antara pemilik sawah dan petani penggarap sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan muamalah seperti ini sudah sangat jelas disinggung di dalam al-Qur’an, Hadist, Ijmaq. Oleh karen itu dalam kajian analisis yang peneliti lakukan, peneliti akan mencoba menggambarkan

60

posisi kegiatan perjanjian kerja sama penggarapan sawah yang terjadi di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara. Berkaitan dengan paparan data pada BAB II, maka peneliti dapat paparkan beberapa hal yang dapat di analisis.

A. Analisis Praktik Perjanjian Kerja sama Penggarapan Sawah antara Pemilik Sawah dan Penggarap di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah.

Analisis terhadap prosedur atau mekanisme perjanjian kerjasama penggarapan sawah antara pemilik lahan dan penggarap yang terjadi di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara yang dilakukan dengan mekanisme:

1. Pengutaraan niat

Pada tahap pengutaraan niat ini,baik pihak pemilik lahan maupun penggarap saling mendatangi satu sama lain kerumah pemilik lahan atau penggarap yang menurut mereka cocok dan menawarkan kerjasama dalam penggarap sawah dengan imbalan bagi hasil. Berdasarkan gambaran temuan penelitian di atas terlihat dengan jelas pemenuhan rukun dan syarat sahnya sebuah akad atau perjanjian. Dimana rukun dan syarat sahnya akad atau perjanjian sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Syamsul Anwar yang terdiri dari: pertama, para pihak yang membuat akad; kedua, pernyataan kedua belah pihak; ketiga, objek akad; keempat, tujuan akad. Sedangkan syarat-syarat sebuah akad itu adalah: pertama, adanya ijab dan kabul, dengan kata lain tercapainya kata sepakat;

kedua, objek akad itu dapat di serahkan; ketiga, dapat ditentukan;

keempat, objek itu dapat di transaksikan (berupa benda bernilai);

kelima, tidak bertentangan dengan syarat.84

Merujuk pada paparan temuan peneliti terkait dengan kegiatan praktik perjanjian kerjasama penggarapan sawah antara pemilik lahan dan penggarap sawah yang terjadi di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara, maka penliti dapat simpulkan bahwa rukun dan syarat pertama diri sebuah perjanjian kerjasama itu telah terpenuhi yaitu adanya para pihak yang melakukan akad perjanjian

84 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 96-98

61

kerjasama tersebut. Maksud dari para pihak itu yaitu pemilik lahan yang mempunyai lahan pertanian untuk diserahkan kepada petani penggarap untuk di kelola dengan baik. Kedua belah pihak yaitu antara pemilik lahan dan penggarap yang melakukan perjanjian kerjasama penggarapan sawah ini adalah pihak-piha yang sudah dewasa, dan secara konsep hukum ekonomi syariah sudah dapat dikatakan sebagai pihak-pihak yang telah cakap hukum, baik cakap menerima hukum maupun dalam bertindak hukum.

Pengutaraan niat ini merupakan wujud dari rukun ketiga dari sebuah perjanjian atau akad dalam hukum ekonomi syariah, yaitu ada pernyataan untuk meningkatkan diri atau bisa di sebut ijab dan kabul. Ijab dan kabul yang di maksud disini adalah mempresentasikan adanya perizinan atau rasa saling ridha tanpa ada yang terbebani satu sama lain.

Jika merujuk pada konsep hukum bisnis, objek dari suatu prestasi pada akad atau perjanjian adalah pertama, melakukan sesuatu; kedua, tidak melakukan sesuatu; ketiga, memberikan atau menawarkan sesuatu.85kegiatan praktik perjanjian kerjasama penggarapan sawah antara pemilik lahan dan penggarap dapat dikategorikan sebagai pihak-pihak yang melakukan sesuatu dan memberikan sesuatu. Pihak pemilik lahan memiliki prestasi berupa memberikan lahan pertaniannya untuk di kelola dan dimanfaatkan, sedangkan penggarap memiliki prestasi berupa melakukan sesuatu atau dengan kata lain penggarap menerima fasilitas atau tempat untuk bercocok tanam serta penggarap harus mengelola, merawat tanaman yang ditanam sampai panen tiba sehingga hasilnya bisa di bagi.

Sedangkan jika merujuk pada hukum ekonomi syariah, hukum perjanjian Islam jika objek akad itu berupa perbuatan, maka objek tersebut tentu harus ditentukan, maksudnya harus jelas dan diketahui oleh para pihak. Dengan begitu objek akad perjanjian dalam melakukan perjanjian kerjasama penggarapan sawah ini

85 Tomas Soni Tambunan dan Wislon R.G Tambunan, Hukum Bisnis, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2019), hlm 62.

Dalam dokumen perlindungan hukum bagi para pihak dalam (Halaman 62-72)

Dokumen terkait