• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistematika Pembahasan

Dalam dokumen Ayu Fitri Jannati Usman_084 111 249.pdf (Halaman 38-69)

BAB I PENDAHULUAN

J. Sistematika Pembahasan

Setelah itu hasil contingency coefficient akan diinterpretasikan menurut ukuran-ukuran yang konservatif. Subana mengemukakan tentang tabel kategori contingency coefficient yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.3

Kategori Contingency Coefficient (Koefisien Kontingensi)

C = 0 Tidak mempunyai relasi

0 < C < 0,2 Cmaks Korelasi rendah sekali 0,2 Cmaks < C < 0,4 Cmaks Korelasi rendah 0,4 Cmaks < C < 0,6 Cmaks Korelasi sedang 0,6 Cmaks < C < 0,8 Cmaks Korelasi tinggi 0,8 Cmaks < C < Cmaks Korelasi tinggi sekali

C = Cmaks Korelasi sempurna

(Subana, 2000: 152).

dengan penelitian yang akan dilakukan. Setelah itu masuk pada kajian teori yang dijadikan sebagai dasar dalam melakukan penelitian.

Bab ketiga, penyajian data dan analisis. Di dalamnya memuat gambaran objek penelitian, penyajian data, analisis dan pengujian hipotesis dan berisi pembahasan.

Bab keempat, penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dilanjutkan dengan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan lembaga pendidikan.

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum terpublikasikan. Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sampai sejauh mana orisinalitas dan perbedaan penelitian yang hendak dilakukan (STAIN Jember, 2014: 39).

Beberapa Penelitian yang sudah dilakukan terkait terkait dengan penelitian ini antara lain :

1. Siti Munadhiroh, 2009, IAIN Walisongo Semarang dalam skripsinya yang berjudul “Korelasi mengikuti pengajian dzikir Al-Khidmah dengan Ukhuwah Islamiyah Jama’ah di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal”

Kajian dalam penelitian ini difokuskan untuk mengakaji dan meneliti tentang kegiatan pengajian dzikir Al-Khidmah yang diikuti oleh jama’ah yang merupakan masyarakat Kecamatan Waleri kabupaten Kendal.

Penelitian tersebut menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dan analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi product moment.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada korelasi positif antara kegiatan dzikir Al-Khidmah dengan Ukhuwah Islamiyah Jama’ah artinya semakin rutin mengikuti kegiatan dzikir maka semakin kuat pula hubungan ukkhuwah islamiyah jama’ahnya.

27

Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah membahas tentang kegiatan dzikir, sedangkan perbedaannya yaitu pada variabel “Y” menggunkan hasil belajar siswa.

2. Erny Sulystya, 2008, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di pondok Pesantren Al-Qodiri Jember”. Kajian dalam skripsi tersebut adalah tentang masalah sosial kehidupan masyarakat terhadap aspek kepercayaan dan kebudayaan. Penelitaian yang ditulis oleh Erny ini menggunakan pendekata penelitian kualitatif dengan menggunakan study orientasi Pengikut dzikir manaqib. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa para pengikut dzikir manaqib mempunyai berbagai orientasi menurut versi mereka masing – masing selain sebagai upaya untuk mendekatkan diri pada Allah Swt. Dzikir manaqib dapat menciptakan ketenangan dan menciptakan motivasi serta semangat baru bagi jama’ah pengikutnya.

Persamaan dan perbedaan dari penelitian yang terdahulu yaitu Persamaannya adalah membahas tentang dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Sedangkan perbedaannnya adalah penelitian terdahulu menggunakan pendekatan penelitian kualitatif sedangkan penelitian yang dilakukan kini menggunakan penelitian kuantitatif.

3. Anis Thohiroh, 2011, STAIN Salatiga dalam skripsinya yang berjudul

“Pengaruh Rutinitas Pengajian Manaqib terhadap Perilaku berderma bagi Ibu Rumah Tangga di Desa Sraten, Semarang”. Dalam penelitian

ini menggunakan pendekatan penelitian Kuantitatif dengan analisis data korelasi koefisien Kontingensi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil yang positif antara Rutinitas pengajian manaqib terhadap perilaku berderma bagi ibu rumah tangga yang artinya bahwa semakin tinggi tingkat rutinitas pengajian manaqib yang dilakukan oleh Ibu rumah tangga maka akan berpengaruh terhadap perilaku berderma.

Adapun perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu: Persamaannya adalah mengakaji tentang dzikir manaqib, perbedaannya adalah variabel terikat yang digunakan adalah perilaku berderma sedangkan pada penelitian ini menggunkan variabel hasil belajar siswa.

B. Kajian teori

1. Kajian teori tentang Dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani a. Pengertian Dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Dzikir adalah mengingat kepada Allah dengan cara menyebut asma allah berkaitan dengan mnyebut nama – nama Allah atau do’a pujian kepadanya (Sanusi, 2014: 05). Al-Qur’an sering menyebut dzikir sebagai amal ibadah, seperti dalam firman Allah dalm surah Al-Baqarah ayat 152 :

Artinya : “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (Depag, 2004: 101 ).

Manaqib berasal dari bahasa Arab dari lafadz naqoba yang mempunyai arti memimpin menolong dan menjelajah. Dalam istilah lain naqoba artinya menyelidiki, melubangi, memeriksa dan menggali (Zein, 2007: 29).

Dalam al-Qur’an lafadz naqaba disebut sebanyak tiga kali dalam berbagai bentuknya, misalnya naqiiban disebut dalam surah al- Maidah ayat 12 yang mengandung arti pemimpin, naqban disebut dalam surah al-Kahfi ayat 97 yang bermakna menolong, sementara naqobu disebut dalam surah Qoff ayat 36, yang bermakna menjelajah (Zein, 2007 : 29). Dalam Alqur’an lafadz naqoba yang dijumpai diantaranya :

1) Q.S. al-Maidah ayat 12.

Artinya : ”dan Sesungguhnya Allah telah mengambil Perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin...” (Depag, 2004: 160).

Dalam ayat tersebut naqiiban mempunyai arti pemimpin, Berarti pemimpin, ini juga sesuai dengan bentuk manaqib yaitu berisi riwayat hidup seorang pemimpin yang bisa menjadi panutan umat.

2) Q.S. al-Kahfi ayat 97.

Artinya : “Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya(Depag,2004:458).

Dalam ayat tersebut kata naqban mempunyai arti menolong, yang artinya bahwa dengan adanya rutinitas dzikir manaqib maka akan selalu mengaharap pertolongan dari Allah.

3) Q.S. Qaff ayat 36.

Artinya :“dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, Maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)” (Depag,2004:854).

Dalam ayat tersebut kata naqobu mempunyai arti menjelajah, yang menyatakan bahwa manaqib yaitu menjelajahi perjalannan hidup seorang tokoh yang akan dijadikan suri tauladan.

Manaqib atau kegiatan manaqib atau yang lebih popular dengan sebutan manaqiban adalah kegiatan pembacaan kitab yang menuturkan sisi – sisi positif mulai dari riwayat hidup seseorang yang umumnya seorang wali agung (Samsul, 2016: 63).

Syaikh Abdul Qodir Al—jailani yang nama lengkapnya adalah Abu Shalih Sayyidi Abdul Qadir ibn Musa ibn Abdullah ibn Yahya az- Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa al-Jun ibn Abdullah al- Mahdi bn al-Hasan al-Mutsanna ibn al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib (Sunarto,2012:05). Beliau lahir pada tanggal 1 Ramadhan 417 H

=1077M di desa jilan Thabaristan, terletak di sungai Djilah, letaknya di

kota Baghdad ditempuh sehari perjalanan, sekarang sudah memisahkan diri dari kota Thabaristan,Irak (Taufiqurrahman, 2014: 50).

Ayah Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani r.a adalah Abu Sholeh bin Musa bin Abdullah bin Yahya al-Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa al-Juwainy bin Abdullah al-Makhdi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. Ibu Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani bernama Syarifah Fatimah inti Abdullah al-Shoma’I bin Abu Jamluddin bin Mahmud bin Thohir bin Abu Atho Abdillah bin Kmaluddin Isa bin Alauddin Muhammad al-Jawwad bin Ali al-Ridha bin Musa Kadzim bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal Abidin bin Husain al-Syahid binti Fatimah r.a. Dua garis nasab dari pihak ayah maupun ibu sama-sama menunjukkan kesinambungan dengan Rasulullah SAW (Ja’far, 2016: 13).

Sejak kecil, Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani menerima bimbingan pembcaan dsar al-Qur’an dari kedua orang tuanya dan kakeknya, hingga ia mampu menghafal al-Qur’an dalam usia yang sangat belia. Selama 18 tahun, Syaikh Abdul Qadir berada dalam asuhan keluarganya. Fatimah, Ibu Syaikh Abdul Qadir mempunyai peranan penting dalam mengasuh dan membentuk wataknya. Hal ini karena ayah Syaikh Abdul Qadir telah meninggal sejak ia masih dalam masa kanak- kanak (Ja’far, 2016: 15).

Syaikh Abdul Qodir Al- Jailani sejak kecil memang sudah menunjukkan keanehan yaitu sejak beliau masih bayi, ketika itu beliau

sudah tidak mau lagi menyusu disiang hari dibulan Ramadhan kemudian berbuka (menyusu) di waktu malam datang. Bahkan dalam kisah – kisah mahsyur beliau sampai dijadikan pertanda datangnya bulan Ramadhan (Samsul, 2016: 14).

Kitab – kitab manaqib banyak mengisahkan tentang hampir seluruh peri kehidupan dari pada Syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani yaitu :

1) Segi riwayat hidup tentang jerih payah Syekh Abdul Qodir Al- Jailani didalam mencari ilmu – ilmu, seperti ilmu fiqih, ilmu adab, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu toriqoh, sehingga beliau dikenal dengan sebagai Ulama’ besar dimasanya, bahkan terkenal pula sebagai ulama’ mahir soal Ilmu Nahwu dan Sorof.

2) Segi keteguhan beliau terutama dalam memegang hukum Allah, terhadap yang haram tetap haram dan yang halal tetap halal.

3) Segi kekeramatannya, karena bukan rahasia lagi bahwa beliau adalah seorang waliyullah.

4) Segi tata kehidupan bermsyarakat syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani, sikap dan tindak tanduknya dirinya dalam menghargai gurunya yang mengajarkan ilmu, demikian pula sikap beliau terhadap orang kaya dan miskin, kepada penguasa dan rakyat kecil. Bahkan dengan keluhuran hati dan pangkatnya beliau suka menghormati kepada fakir miskin serta mau duduk bersama – sama dengan mereka bahkan sekali waktu mau pula menasehati tentang kebersihan pakaina atau jiwa mereka. Seperti perkataan beliau,

ikutilah ajaran Rasul, taatlah dan janganlah kamu meruak dan melanggar dan janganlah berputus asa, bersatula kamu bersama – sama dalam dzikir ingat kepada Allah dan jangan bercerai – berai dan bersihkanlah diri kamu dengan taubat dari segala dosa dan jagalah diri kamu dari segala dosa dan jangan henti – hentinya mengetuk pintu taubat Tuhanmu (Imron, 2001: 06).

Berbicara persoalan riwayat hidup Syaikh Abdul Qodir Al- Jailani tentunya tidak cukup sampai disini namun ada banyak lagi keutamaan – keutamaan yang lain yang beliau lakukan terhadap dunia Ilsam umumnya dan umat Islam khusunya.

Dengan demikian secara umum dapat disebutkan bahwa Kegiatan Dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al – Jailani merupakan aktifitas dzikir dan istigashah dengan membaca sejumlah kalimat dzikir toyyibah dan do’a untuk mendekatkan diri pada Allah dan untuk mencari ridhonya dengan tata cara yang pernah dilakukan oleh syaikh Abdul Qodir Al- Jailani ( Zein, 2007 : 31).

1) Sejarah Munculnya Manaqib di Indonesia.

Apabila meneliti, mengkaji dan memahami isi kandungan Al- Qur’an yang di dalamnya banyak mengisahkan tentang orang shalih zaman dulu, maka sebenarnya manaqib itu sudah ada, baik sebelum zaman Rasulullah SAW, maupun sesudah beliau wafat. Ini bisa dilihat dari adanya riwayat hidup Ashabul Kahfi atau manaqib Ashabul Kahfi, manaqib raja Dzul Qarnain, manaqib Lukman, manaqib Sayyidah

Maryam binti Imran dan sebagainya. Demikian pula sesudah Rasulullah SAW wafat, banyak pula didapat manaqib-manaqib lainnya, seperti manaqib Abu Bakar, manaqib Umar, manaqib Usman, manaqib Ali bin Abi Tholib, manaqib Hamzah, manaqib Abi Sa’id, manaqib Junaidi Al- Baghdadi, manaqib At-Tijani dan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al- Jailani, Manaqib yang terakhir inilah yang paling berkenan dan memasyarakat di bumi Indonesia (Taufiqurrahman, 2014: 52)

Sejarah perkembangan manaqiban di Indonesia dimulai sejak perkembangan Islam di Indonesia terutama di pulau Jawa, telah digerakkan oleh para penjuru dakwah, para mubaligh Islam yang dipimpin oleh Wali songo. Mereka mengajarkan kepada masyarakat Islam tentang ilmu Tasawuf dan pengalamannya, diantaranya manaqiban dan amalan - amalan lainnya. Manaqiban ternyata sampai saat ini masih terus berkembang di masyarakat Islam, bahkan dijadikan sebagai sarana dakwah Islamiyah. Meskipun sejarah para waliyullah di Jawa ini sudah banyak yang dibukukan, namun usaha pengkajian hendaknya terus dilakukan, mengingat masih banyak para wali lainnya yang belum diungkap sejarahnya dan belum banyak diketahui oleh masyarakat secara umum, seperti Syaikh Sulaiman Betek Mojoagung Mojokerto, Syaikh Subakir di Watutulis Prambon Sidoarjo, Kanjengsepuh Sedayu Gresik, Syaikh Hisyamuddin Deket Lamongan, Syaikh Syarafuddin Serut, Nyai Jiha, Pendilwesi Bolo Ujungpangkah Gresik, Syaikh Asy’ari Bejagung Semanding Tuban, dan sebagainya. Ini penting sekali, mengingat

berdasar penelitian, telah membuktikan bahwa pada zaman pemulaan Islam di Indonesia terutama di tanah Jawa, para walisongo tersebut juga telah banyak melakukan hal itu, termasuk mengajarkan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani ini melalui kegiatan thariqat dan amalan lainnya yang selaras dengan tujuan itu dan selanjutnya berkembang hingga saat ini sebagai sarana dakwah (Zein, 2007: 55).

Kegiatan semacam itu pula ditindak lanjuti oleh para mubaligh saat ini, mengingat terbentuknya sejarah manaqib, Tahlil, Yasinan, Dibaan, Istighatsah dan sebagainya bisa dijadikan sarana dakwah Islamiyah lewat pemberian fatwa-fatwa pada saat pelaksanaan kegiatan tersebut yang biasanya disampaikan sebelum kegiatan pokok dilaksanakan. Dengan memanfaatkan momentum penting ini, maka kegiatan keagamaan semacam ini dapat diperdayakan untuk penyebaran dakwah Islam disamping sebagai amalan ritual yang dapat dijadikan sarana dzikrullah dan taqqarub billah dengan tujuan semata-mata mengharap rahmat, taufik, hidayah dan ridha Allah SWT (Taufiqurrahman, 2014: 51).

2) Maksud dan Tujuan Dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani.

Di kalangan nahdliyin dan kelompok Ahlussunah wal Jamaah membaca manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani merupakan tradisi. Dalam kitab manaqib tersebut terdapat banyak hal, diantaranya, kisah teladan, karomah hingga doa-doa yang cukup makbul. Sehingga tidak heran jika banyak yang mengamalkannya (Samsul, 2016: 63).

Menurut Taufiqurrahman (2014 : 51 ) Penyelenggaraan manaqib yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat sekarang ini pada umumnya didasari adanya maksud dan tujuan tertentu yang secara umum adalah :

(1) Taqorruban Ilallahi yang artinya untuk selalu mengajak dan mendekatkan diri kepada Allah, juga yang berhubungan dengan Nabi SAW karena ingin mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammmad SAW yaitu dengan membaca sholawat, dan berhubungan dengan para Auliya’ khususnya Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, karena ingin mendapatkan barokah dan karomahnya dan dengan semua waliyullah dengan cara betawassul (perantara) (Zein, 2007: 37). Memohon ingin mendekatkan diri pada Allah dengan memohon kepada para Nabi khususnya Muhammmad SAW dan Ulama’ agar mengamini do’a kaum muslimin dan memohonkan terkabulnya hajat karena Allah semata.

(2) Mengharapkan rahmat dan ridho Allah Swt. Menurut Kyai Muzakki dalam mengamalkan dzikir manaqib Syaikh Abdul Qadir al-jailani harus dilandasi niat yang ikhlas lillah billah, lirrosul birrasul semata-mata untuk beribadah dan mencari ridho Allah, dan tidak dibenarkan bahwa dalam manaqib meminta kepada syekh Abdul Qadir al-jailani karena beliau hanya merupakan wasilah bukan pemegang otoritas pengabul do’a yang punya kewenangan mengabulkan do’a hanya Allah semata (Zein, 2007: 33).

(3) Sarana Dzikrullah. Dzikrullah adalah ingat kepada Allah SWT baik dengan bacaan tasbih, tahmid, tahlil dan istighfar serta shalawat seraya meresapi maknanya. Dengan qolbu yang selalu berdzikir kepada Allah SWT, maka kan timbul ketenangan jiwa, sehingga seseorang akan menjadi lapang dan berjiwa besar dalam menghadapi segala persoalan kehidupan. Sebagai buahnya tidak akan silau dengan kenikmatan dan keistimewaan yang dimiliki orang lain (Abdusshomad, 2005: 86-87).

(4) Sarana Dakwah Islamiyah. Kegiatan dzikir manaqib juga dijadikan sebagai sarana Dakwah Islamiyah lwat pemberian fatwa-fatwa pada saat pelaksannnan kegiatan tersebut berlangsung. Maka dari sinilah bisa dijadikan untuk menggali ilmu-ilmu tentang keislaman sebagai pedoman hidup (Taufiqurrahman, 2014: 51).

2. Kajian Teori tentang Hasil belajar a. Pengertian Hasil Belajar

Percival dan Ellington mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri (sifat-sifat). Dalam pengertian ini, hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil kegiatan peserta didik dalam belajar sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar (pendidik) dalam bentuk pengetahuan (Sarwan, 2011: 143).

1) Klasifikasi Hasil Belajar

Pada umumnya hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain namun penekanannya berbeda. mata ajar pemahaman konsep menekankan pada ranah kognitif, sedangkan mata ajar praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif (Haryati, 2007: 22)

a) Ranah Kognitif.

Ranah Kognitif Ranah kognitif merupakan ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk ranah kognitif.

Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut (Sudijono, 2013: 49-50) adalah:

(1) Pengetahuan (knowledge) (2) Pemahaman

(3) Penerapan atau Aplikasi (4) Analisis

(5) Syntetis (6) Evaluasi

b) Ranah Afektif

Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi (Sudijono, 2013: 54).

Tipe hasil belajar afektif akan nampak pada murid dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial (Sudjana, 2010: 30).

c) Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomotor itu sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru nampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk perilaku). Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor jika murid telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitf dan ranah afektif (Mulyadi, 2010: 6- 7). Simpson menyebutkan bahwa domain psikomotor meliputi enam domain mulai dari tingkat yang lebih rendah, yaitu persepsi sampai pada tingkat keterampilan tertinggi, yaitu penyesuaian dan keaslian.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu

berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya. Di bawah ini dikemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar (Dalyono, 2009: 55):

(1) Faktor Internal (yang Berasal dari Dalam Diri) a) Kesehatan

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam, pilek, batuk dan sebagainya, dapat mengakibatkan tidak bergairah.

Demikian pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, misalnya mengalami gangguan pikiran, perasaan kecewa karena konflik dengan pacar, orang tua atau karena sebab lainnya, ini dapat mengganggu atau mengurangi semangat belajar. Karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang baik fisik maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar.

b) Inteligensi dan bakat

Inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah-masalah (Soemanto, 2012: 143).

Bakat, juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan belajar.

Bila seseorang mempunyai inteligensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses bila dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi inteligensinya rendah. Demikian pula, jika dibandingkan dengan orang yang inteligensinya tinggi tetapi bakatnya tidak ada dalam bidang tersebut, orang berbakat lagi pintar (inteligensi tinggi) biasanya orang yang sukses dalam kariernya.

c) Minat dan Motivasi

Sebagaimana halnya dengan inteligensi dan bakat maka minat dan motivasi adalah dua aspek psikis yang juga besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil prestasi belajar. Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari sanubari. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai atau memperoleh benda atau tujuan yang diamati itu. Timbulnya minat belajar disebabkan beberapa hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah (Dalyono, 2009: 56-57)

Motivasi berbeda dengan minat. Ia adalah daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Yang berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat.

Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran.

d) Cara Belajar

Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan, akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Banyak siswa gagal atau tidak mendapatkan hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak mengetahui cara-cara belajar yang efektif (Slameto, 2013:

73).

(2) Faktor Eksternal (yang Berasal dari Luar Diri) a) Keluarga

Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-

Dalam dokumen Ayu Fitri Jannati Usman_084 111 249.pdf (Halaman 38-69)

Dokumen terkait