• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 6 KEGIATAN BELAJAR I : STRATEGI PENCEGAH

A. Strategi Pencegahan Kekerasan Seksual yang

M O D U L 6

1. Risk Sexual Online Behaviour

Risk Sexual Online Behaviour adalah perilaku berupa pertukaran informasi yang intim dan menyindir secara seksual dengan seseorang yang dikenal secara daring (online) yang melibatkan konsekuensi yang berpotensi negatif. Strategi pencegahan terjadinya Risk Sexual Online Behaviour adalah sebagai berikut:

a. Jangan pernah dengan mudah memberikan identitas diri (alamat rumah, nomor gawai) kepada siapapun melalui media online

b. Jangan pernah mencoba mencari seseorang yang dapat diajak bicara mengenai seks melalui media online

c. Jangan pernah mengirimkan foto atau video telanjang atau setengah telanjang kepada siapapun termasuk kepada orang yang kita kenal apalagi melalui media online

d. Memberikan contoh positif kepada remaja (anak maupun siswa) oleh orang tua maupun guru baik dirumah maupun di sekolah, terkait dengan tata cara penggunaan gawai yang sesuai dengan aturan yang diberlakukan

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: cdc.go Gambar 6.1. Ilustrasi Risk Sexual Online Behaviour

2. Perception of Sexual Online Risks

Perception of Sexual Online Risks adalah perilaku seseorang yang beranggapan bahwa kegiatan yang dilakukan (berkaitan dengan seksual) mengandung resiko yang kecil, sehingga ada keinginan untuk mengambil resiko tersebut. Strategi pencegahan perilaku ini adalah sebagai berikut:

a. Membekali remaja dengan pengetahuan bahwa mencari seseorang di internet untuk berbicara tentang seks adalah perilaku yang berbahaya

b. Mengirimkan foto atau video telanjang atau setengah telanjang kepada orang lain baik yang sudah dikenal maupun yang tidak dikenal adalah perilaku yang berbahaya

c. Memberitahukan nomor ponsel, alamat rumah kepada orang lain yang hanya dikenal melalui online adalah perilaku yang berbahaya

d. Menjadikan remaja sebagai agen perubahan disekolah

e. Melakukan pendekatan terhadap komunitas atau kelompok di sekolah walaupun tidak ada resiko untuk menjadi pelaku maupun korban kekerasan seksual

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: sexandu.ca Gambar 6.2. Ilustrasi Perception of Sexual Online Risks

3. Perception of Sexual Online Benefit

Perception of Sexual Online Benefit adalah perilaku yang dimiliki oleh seseorang yang beranggapan bahwa kegiatan (berkaitan dengan seksual) yang dilakukannya akan membawa dampak baik (bermanfaat) bagi dirinya. Strategi untuk pencegahan Perception of Sexual Online Benefit antara lain:

a. Memberikan pengetahuan pada remaja bahwa perilaku yang dilakukan mempunyai dampak yang buruk dan tidak menguntungkan, apalagi pembicaraan yang berkaitan tentang seks, dan juga perilaku yang kerap mengirimkan foto atau video telanjang kepada orang lain baik yang dikenal maupun tidak dikenal

b. Melakukan pendekatan holistik serta memberikan informasi kepada Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru, Siswa, dan Orang tua bahwa kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi dalam bentuk apapun membawa dampak buruk

c. Membuat skema diskusi aktif dalam kelas terkait bahaya dari kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: economist.com Gambar 6.3. Ilustrasi Perception of Sexual Online Benefit

4. Online Sexual Harrasment

Online Sexual Harrasment adalah perilaku tidak diinginkan yang secara eksplisit mengkomunikasikan hasrat seksual kepada individu lain secara komentar, verbal atau gambar grafis dengan menggunakan perangkat teknologi informasi berbasis internet (email, mobile phone, messanger, website). Strategi pencegahan perilaku tersebut antara lain:

a. Memberikan dorongan atau motivasi pada remaja untuk berani menolak ketika ada orang yang tidak dikenal maupun yang sudah dikenal meminta untuk membicarakan dan melakukan tindakan seks melalui online diluar keinginannya

b. Berani menolak orang lain yang meminta mengirimkan pesan dan informasi erotis atau seksual diluar keinginannya

c. Berani menolak untuk melakukan hubungan seksual offline (didunia nyata) diluar keinginan saya, setelah berkenalan dengan seseorang di internet

d. Membuat grup-grup yang berisikan siswa dengan tujuan untuk mendiskusikan kegiatan selama di sekolah untuk melawan tindakan kekerasan

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: Mhassmentor.co Gambar 6.4. Ilustrasi Online Sexual Harassment

5. Gender and Sexuality Based Harrasement

Gender and Sexuality Based Harrasment adalah perilaku yang mencelakakan dan menyulitkan seseorang karena jenis kelamin dan orientasi seksualnya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang.

Misalnya: hate speech berbasis gender dan seksualitas, ancaman perkosaan, merusak reputasi, meniru seseorang, tuduhan palsu tentang kekerasan seksual dan perkosaan virtual. Strategi pencegahan Gender and Sexuality Based Harrasment antara lain:

a. Berani menolak ketika ada seseorang yang mengirimkan pesan erotis atau seksual, meskipun orang tersebut mengancam

b. Berani menolak untuk melakukan tindakan seksual melalui online diluar keinginan meskipun diancam

c. Berani menolak untuk memiliki hubungan seksual offline (didunia maya) di luar keinginan saya

d. Melakukan pembawaan diri yang baik dimanapun berada terkait cara berpakaian, cara bersikap dan berperilaku

e. Mendorong dan memberikan pelatihan kepada kepala sekolah, guru, dan siswa terkait gender agar dapat memahami, mengidentifikasi, dan menanggapi kekerasan seksual yang muncul akibat adanya bias gender

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: hakam.org.my Gambar 6.5. Ilustrasi Gender and Sexuality Based Harassment 6. Cyber – Obsessive Pursuit (Cyberstalking)

Cyber – Obsessive Pursuit (Cyberstalking) adalah perilaku yang mencelakakan dan menyulitkan seseorang karena jenis kelamin dan orientasi seksualnya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan rasa takut dan kecemasan akan terjadi sesuatu yang buruk. Strategi pencegahan perilaku tersebut antara lain:

a. Menjaga keamanan informasi yang dimiliki dengan menjadwalkan pergantian password pada perangkat teknologi (handhone, laptop, media sosial, email, WA)

b. Berhati-hati dalam menyimpan dan memberikan password pada perangkat teknologi

c. Jangan berbicara tentang seks dengan orang lain secara online.

d. Memblokir nomor yang terus menerus mengirimkan pesan singkat bernada porno

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: the-tls.co.uk

Gambar 6.6. Ilustrasi Cyber–Obsessive Pursuit (Cyberstalking)

7. Image – Based Sexual Exploitation

Image-Based Sexual Exploitation adalah pemanfaatan gambar atau grafis serupa lainnya untuk memaksa seseorang melakukan perilaku seksual diluar kemajuannya. Misalnya, sexting dengan paksaan dan penyebar luasan gambar porno orang tertentu tanpa izin. Strategi pencegahan perilaku tersebut antara lain:

a. Memberikan sanksi yang tegas kepada seseorang yang sudah mulai berani untuk melakukan tindakan seksual (mengirimkan foto atau video seks, dan pesan seks) kepada orang lain

b. Pendampingan psikologis ketika seseorang sudah mulai berani untuk melakukan tindakan seksual (mengirimkan foto atau video seks, dan pesan seks) kepada orang lain

c. Mengontrol gawai dan media sosial yang dimiliki oleh anak agar tahu apa saja yang dilakukan

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: thecord.ca Gambar 6.7. Ilustrasi Image – Based Sexual Exploitation

8. Technology – Facilitated Unwanted Sexual Experiences

Technology-Facilitated Unwanted Sexual Experiences adalah memanfaatkan teknologi untuk mencari dan memaksa orang lain yang disertai pemerasan untuk melakukan tindakan seksual. Strategi pencegahan tersebut atara lain:

a. Memproteksi akun media sosial yang dimiliki dengan cara mengganti password secara berkala

b. Lebih memilah dan memilih akun-akun yang akan diikuti dalam media sosial

c. Mengevaluasi dan mengimplementasi kurikulum atau pembelajaran yang berkaitan dengan teknologi yang efektif untuk mencegah kekerasan seksual

d. Menerapkan dan menegakkan kebijakan terkait dengan penanggulangan kekerasan seksual di sekolah

e. Membuat program konseling sekolah yang menjelaskan tentang bentuk-bentuk kekerasan, cara mencegah kekerasan, dukungan terhadap siswa dalam menghadapi kesulitan hidup, mengatasi masalah bullying, penyalahgunaan narkoba, dan aktivitas geng

Sumber: Nurhaeni et al, 2018

Sumber: independent.co.uk Gambar 6.8. Ilustrasi Technology – Facilitated Unwanted Sexual

Experiences

KEGIATAN BELAJAR 2:

PENGUATAN PERAN ORANG TUA DAN GURU BK DALAM PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL YANG DIFASILITASI TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI

Setelah membaca kegiatan belajar II, diharapkan:

 Mampu menjelaskan peran orang tua dalam penanganan kekerasan seksual yang difasilitasi Teknologi Informasi Komunikasi

 Mampu menjelaskan peran Guru BK dalam penanganan kekerasan seksual yang difasilitasi Teknologi Informasi Komunikasi

Dokumen terkait