Kegiatan Pembelajaran 1 menjelaskan tentang Teknologi Informasi Komunikasi dan Kekerasan Seksual, meliputi pengertian teknologi informasi, dampak penggunaan teknologi informasi dan indikator kekerasan seksual berbasis teknologi informasi. Kegiatan pembelajaran 2, mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong dan mencegah siswa melakukan kekerasan seksual berbasis teknologi informasi, termasuk faktor-faktornya.
KEGIATAN BELAJAR 1: PENGERTIAN DAN
Pengertian Kekerasan Seksual
Pada kotak kasus 1.1 diuraikan kasus kekerasan seksual berupa penganiayaan terhadap 42 siswa yang dilakukan oleh seorang guru. Peta Konsep Kekerasan Seksual Kekerasan seksual adalah suatu tindakan atau aktivitas seksual yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang disertai dengan.
Pelecehan Seksual sebagai Bagian dari Kekerasan
Perhatian seksual yang tidak diinginkan mencakup segala perilaku seksual atau masalah ajakan seksual yang tidak diinginkan oleh korban dan persepsi penyerangan. Pelecehan seksual mencakup perhatian seksual yang tidak diinginkan dan merupakan akibat dari kekerasan berbasis gender, yang dapat berupa pelecehan fisik, verbal, dan visual.
Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual, baik fisik maupun non fisik, banyak dijumpai pada remaja yang berpacaran. Kekerasan seksual melalui kontak fisik mencakup pemerkosaan dan sentuhan yang tidak diinginkan pada bagian seksual.
Dampak Kekerasan Seksual
23% siswa hanya bercerita kepada teman dekatnya di sekolah tentang kekerasan seksual yang dialaminya. Kekerasan seksual merupakan permasalahan kompleks yang mempunyai konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan fisik, mental, seksual dan reproduksi korban.
Penanganan Kekerasan Seksual
Jika korban kekerasan seksual datang sebelum lima hari, maka langkah-langkah berikut setelah kejadian penyerangan adalah: Korban kekerasan seksual harus diberikan antibiotik untuk mencegah dan mengobati penyakit Infeksi Menular Seksual (PMS) seperti klamidia, gonore, Trichomonas dan sifilis.
KEGIATAN BELAJAR 1: KETIDAKADILAN
Pengertian Ketidakadilan Gender
Ciri-ciri biologis (termasuk genetika, anatomi, dan fisiologi) yang secara umum didefinisikan sebagai perempuan dan laki-laki Tidak melekat pada manusia saat lahir Melekat pada manusia saat lahir Universal, berkembang seiring berjalannya waktu. Ia tidak berkembang (berubah) seiring berjalannya waktu dan tidak dipengaruhi oleh budaya tempat ia hidup. Peran gender sangat bervariasi di semua bidang. Laki-laki diharapkan memberikan penghidupan (ekonomi) bagi keluarga dan perempuan diharapkan menjadi pengasuh yang baik bagi anak dan keluarga.
Sebaliknya perempuan terbukti mampu melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki (misalnya menghidupi keluarga saat suami sakit atau meninggal). Akibat adanya pemisahan peran (labelling) yang dikenakan pada laki-laki dan perempuan, mereka mengalami ketidaksetaraan gender. Peran dan perilaku yang diberikan masyarakat kepada perempuan dan laki-laki dapat menyebabkan ketidaksetaraan gender.
Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender
Misalnya, lebih sedikit perempuan yang menduduki posisi atau peran sebagai pengambil keputusan atau pengambil kebijakan dibandingkan laki-laki di organisasi sekolah. Selain itu, peran ketua biasanya diemban oleh laki-laki, sedangkan peran sekretaris diemban oleh perempuan. Pelabelan satu jenis kelamin merupakan hal yang umum di tempat kerja, dengan peran dokter digambarkan sebagai laki-laki, sedangkan peran perawat dimainkan oleh perempuan.
Gambaran ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa laki-laki selalu mempunyai peran yang lebih penting dibandingkan perempuan. Salah satu hal yang dapat memicu terjadinya tindak kekerasan adalah perbedaan karakter antara perempuan dan laki-laki. Selain melakukan tugas rumah tangga, sebagian perempuan juga membantu mencari nafkah sehingga beban yang ditanggung perempuan semakin bertambah.
Hal ini diungkapkan oleh Nurhaeni (2016) bahwa kebingungan dapat terjadi dalam identifikasi ketidakadilan gender, terutama pada bagian subordinasi dengan stereotipe, karena kedua wujud ketidakadilan gender tersebut menempatkan gender yang satu lebih tinggi dibandingkan gender yang lain.
Ketidakadilan Gender pada Korban Kekerasan
Dapat menyebutkan stereotip terhadap perempuan korban kekerasan. Membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, 15) kontrol seksual, termasuk melalui aturan-aturan yang diskriminatif berdasarkan moralitas dan agama. Seorang pria berusia 40 tahun asal Bengkulu dengan sengaja merayu enam remaja laki-laki hingga terpaksa menjalin hubungan suami-istri. Berdasarkan kelima belas bentuk kekerasan seksual tersebut, semuanya menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual mengalami ketidakadilan gender.
Hal ini terjadi karena adanya stigma yang tercipta di masyarakat bahwa penyebab kekerasan seksual berasal dari korban itu sendiri. Artinya, korban dianggap bersalah sebagian atau bahkan pihak yang paling bersalah atas kekerasan seksual yang menimpanya. Padahal, berbagai kasus kekerasan seksual justru menunjukkan bahwa korbannya tidak mengenal usia, artinya banyak korban yang masih dalam masa pra-remaja atau bahkan masih kecil, yang secara biologis diketahui tidak memiliki nafsu birahi, lalu bagaimana mungkin? melakukan "undangan".
Dua kasus kekerasan seksual terhadap perempuan berpakaian sopan dan berjilbab terjadi di wilayah Tangerang dan Bogor.
Stereotip terhadap Perempuan Korban Kekerasan
Dengan menerapkan hukum, korban kekerasan seksual ditempatkan sebagai objek, bukan sebagai subjek yang patut didengarkan dan dihormati (Dikdik dkk, 2008; Sudiarti, 2000). Keberpihakan pada perempuan korban kekerasan seksual bergantung pada upaya yang dilakukan secara integratif dan sinergis untuk menggeser prasangka yang selama ini meminggirkan perempuan. Selain menyikapi bias gender, Cussack (2014) menekankan bahwa implikasi stereotip yang berkembang di masyarakat berdampak buruk terhadap posisi perempuan sebagai korban kekerasan seksual.
Pandangan yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa pemerkosaan yang dilakukan oleh orang asing, melibatkan kekerasan fisik dan penganiayaan badan, sehingga apabila terjadi kekerasan yang dilakukan oleh orang dekat/sahabat/sahabat tidak dianggap sebagai suatu tindakan kekerasan. . Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah keluarga: jika seorang perempuan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan tersebut disebabkan oleh suatu hubungan, maka masyarakat akan beranggapan bahwa pasangan tersebut sebaiknya menikah saja tanpa harus melaporkannya ke polisi. Anggapan bahwa laki-laki melakukan kekerasan karena tidak bisa mengendalikan amarah dan frustasinya terbukti salah.
Pemerkosaan dalam rumah tangga masih menjadi isu sensitif khususnya di Indonesia karena adanya anggapan bahwa laki-laki tidak bisa dikatakan memperkosa istrinya karena sudah menikah.
Stereotip bahwa Korban Kekerasan selalu
Untuk mengenali kebutuhan siswa laki-laki dan perempuan untuk melindungi mereka ketika kekerasan seksual terjadi. Mengidentifikasi dan memproyeksikan secara akurat contoh-contoh kekerasan seksual berbasis TIK yang terjadi di sekolah. Jelaskan pemanfaatan yang dapat digunakan sekolah untuk mencegah kekerasan seksual yang dimungkinkan oleh teknologi informasi dan komunikasi.
Mampu menggambarkan kasus-kasus kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi di sekolah. Mampu mendeskripsikan langkah-langkah yang dilakukan sekolah dalam mencegah kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi komunikasi informasi. Di bawah ini Anda akan menemukan gambaran hasil penelitian tentang fakta kekerasan seksual yang terjadi di sekolah.
Mampu mengidentifikasi secara tepat faktor-faktor yang menyebabkan siswa berani melakukan kekerasan seksual di sekolah yang difasilitasi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi. Identifikasi secara akurat faktor-faktor yang mendorong siswa berani menolak melakukan kekerasan seksual di sekolah yang difasilitasi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi. Identifikasi dan jelaskan faktor-faktor yang dapat mencegah siswa melakukan kekerasan seksual di sekolah yang difasilitasi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Faktor Pendorong Siswa melakukan Kekerasan
Rasa ingin tahu anak berkaitan dengan konten pornografi yang tersebar luas dan mudah diakses oleh semua orang.
Faktor Pendorong Siswa Berani Menolak
Faktor Pencegah Siswa melakukan Tindakan
Selain kegiatan kecil-kecilan tersebut, guru bimbingan dan bimbingan menilai cara siswa berinteraksi satu sama lain di sekolah dan cara mereka berinteraksi satu sama lain di luar sekolah. Untuk menunjang kegiatan tersebut, bimbingan dan nasehat guru memerlukan pendidikan dan/atau pelatihan yang dapat digunakan untuk menghadapi ancaman kekerasan seksual khususnya di bidang teknologi terhadap siswa. Pendidikan dan pelatihan meliputi: 1) sekolah, khususnya guru bimbingan dan penasehat, menerima pendidikan atau pelatihan penggunaan Internet;
Diperoleh dari https://manado.tribunnews.com fenomen-prostitution-vjen-nga-desa-to-kota-pa-të-pasur-skills. Diambil dari https://radarbanyumas.co.id/duh-80-dari-pelajaran-cilacap-yang-dispensasi-nikah-karna-hamil-duluan/. Diperoleh dari https://sumsel.tribunnews.com warnet-sepi-bayar-yang-dilaksana-pajangan-ini-bikin-geleng-geleng-Head-besar-buka?page=all.
Opgehaald van https://www.tribunnews.com/regional juvenile-putri-di-lampung-dicabuli-ayah-tirinya-slachtoffer-juga-diancam-akan-killed.
KEGIATAN BELAJAR I : STRATEGI PENCEGAH
Strategi Pencegahan Kekerasan Seksual yang
Menjangkau komunitas atau kelompok di sekolah meskipun tidak ada risiko menjadi pelaku atau korban kekerasan seksual. Perceived online Sexual beneficence merupakan perilaku yang dimiliki oleh seseorang yang menganggap bahwa aktivitas (yang berhubungan dengan seks) yang dilakukannya akan memberikan dampak yang baik (menguntungkan) bagi dirinya. Lakukan pendekatan holistik dan informasikan kepada kepala sekolah, komite sekolah, guru, siswa dan orang tua bahwa kekerasan seksual dalam bentuk apapun yang difasilitasi oleh teknologi mempunyai dampak negatif.
Buatlah bagan diskusi kelas yang aktif tentang bahaya kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi. Mendorong dan memberikan edukasi kepada pimpinan sekolah, guru dan siswa mengenai gender sehingga mereka dapat memahami, mengidentifikasi dan merespon kekerasan seksual yang timbul dari bias gender. Mengevaluasi dan menerapkan kurikulum atau pembelajaran terkait teknologi yang efektif dalam mencegah kekerasan seksual.
PENGUATAN PERAN ORANG TUA DAN CC GURU DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL DIFASILITASI DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI.
Peran Orang Tua
Orang tua dapat berperan sebagai konselor dengan selalu berusaha berbicara kepada anak tentang apa saja permasalahan atau rahasia anak.
Peran Guru BK
Retrieved from https://hakam.org.my/wp/event/umchats-internet- the-new-frontier-of-sexual-harassment/. Retrieved from https://www.independent.co.uk/- voices/harvey-weinstein-metoo-sexual-assault-male-victims-oppression-patriarchy-a8006976.html. Retrieved from https://www.the-tls.co.uk/articles/public/cyber-stalking-in-new-york/.
Guru Besar pada Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia. Pendidikan S1 diperoleh di Program Studi Administrasi Publik FISIP pada tahun 1985, pendidikan Magister diperoleh dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 1995 dan Pendidikan Doktor dengan predikat predikat tinggi diperoleh dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Gadjah. Universitas Mada pada tahun 1995. 2008. Pengalamannya mengikuti kursus magang selama 5 bulan tentang gender dan pembangunan pada tahun 1991 di Universitas Leiden, Belanda dan keterlibatannya dalam studi gender di Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender Universitas Sebelas Maret berhasil dengan sangat baik. diakui dan diangkat menjadi spesialis gender, beberapa diantaranya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, ADB (Asian Development Bank), Bank Dunia dan Australia Indonesia Partnership for Decentralization (AIPD).
Menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Leeds Inggris pada tahun 2001, dan saat ini sedang menempuh program PhD di Universitas Sebelas Maret dalam bidang Cultural Studies.