• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Daya Perikanan/Fisheries Resources

I. GAMBARAN UMUM WILAYAH LAUT DAN PESISIR

2.1. Sumber Daya Perikanan/Fisheries Resources

Indonesia, as an archipelagic country with the largest number of islands and, has the second longest coastline in the world, has abun- dant marine and coastal resources. Marine and coastal resources are generally divided into three groups, there were renewable resources such as fishery and biodiversity resources like mang- roves, coral reefs, and seagrass; non-renewable resources such as mineral resources contained in the sea like petroleum and natural gas includ- ing other mining materials; and environmental services such as maritime tourism and industry.

The potential not only has a high economic value but also has a social value that can be used to develop coastal areas in Indonesia.

2.1. Fisheries Resources

As the largest archipelagic country with a water area approximately three-quarters of the entire territory, Indonesian coastal areas have 27.2 percent of all flora and fauna species in the world, covering 12 percent of mammals;

23.8 percent amphibian; 31.8 percent reptilian;

44.7 percent of fish; 40 percent molluscs; and 8.6 percent of seaweed. Potential fish resources include large pelagic, small pelagic, penaeid shrimp and other crustaceans, demersal, mollusk and sea cucumber, squid, coral reef fish, orna- mental fish, sea turtles, marine mammals, and Indonesia, sebagai negara kepulauan

de ngan jumlah pulau terbanyak di dunia dan mempunyai panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia mempunyai potensi sumber daya laut dan pesisir yang berlimpah. Sumber daya laut dan pesisir secara umum terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resource) antara lain sumber daya perikanan dan kehati seperti mang- rove, terumbu karang, serta padang lamun;

sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-

renewable resource) antara lain sumber daya

mineral yang terkandung dalam laut seperti mi-

nyak bumi dan gas alam termasuk bahan tambang

lainnya; dan jasa-jasa lingkungan (enviromental

service) antara lain wisata maritim dan industri

maritim. Potensi tersebut tidak hanya memiliki

nilai ekonomi yang tinggi, namun juga memiliki

nilai sosial yang dapat digunakan untuk mengem-

bangkan wilayah pesisir di Indonesia.

ikanan tangkap tertinggi ketujuh di dunia pada perairan umum (FAO, 2016)

Penyebaran daerah penangkapan ikan di Indonesia mencapai luas sekitar 5,8 juta km

2

yang terbagi menjadi 11 Wilayah Pengelolaan Per- ikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia (2 WPPNRI), Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Makassar-Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tomini-Laut Seram, Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, dan Laut Ara- fura-Laut Timor. Potensi lestari sumber daya ikan di Indonesia saat ini mencapai 9,9 juta ton yang tersebar di sebelas WPPNRI. Potensi tersebut terdiri dari ikan pelagis kecil 3,52 juta ton, ikan pelagis besar 2,49 juta ton, ikan demersal 2,32 juta ton, ikan karang 977 ribu ton, udang penaeid 327 ribu ton, lobster 8,8 ribu ton, kepiting 44,5 ribu ton, rajungan 48,7 ribu ton, dan cumi-cumi 197 ribu ton (Keputusan Menteri Kelautan dan

Gambar

Figure 2.1 Potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Potency of Fishery Management Area of the Republic of Indonesia

Sumber/Source : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, No. 47/KEPMEN-KP/2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan Decree of the Minister of Marine Affairs and Fisheries of Indonesia, No. 47/KEPMEN-KP/2016, Ministry of Marine Affairs and Fisheries

in the public waters (FAO, 2016).

Distribution of fishing areas in Indonesia reaches about 5.8 million km

2

which is divided into 11 State Fisheries Management Territory of the Republic of Indonesia (WPPNRI), namely the Malacca Strait, Indian Ocean (2 WPPNRI), South China Sea, Java Sea, Makassar Strait- Flores Sea, Banda Sea, Tomini Bay-Seram Sea, Sulawesi Sea, Pacific Ocean, and Arafura Sea- Timor Sea. Sustain able potential of fish resources in Indonesia currently reaches 9.9 million tons spread across eleven WPPNRI, consists of small pelagic fish 3.52 million tons, large pelagic fish 2.49 million tons, demersal fish 2.32 million tons, reef fish 977 thousand tons, penaeid 327 thousand tons, lobster 8.8 thousand tons, crab 44.5 thousand tons, 48.7 thousand tons of crabs, and squid of 197 thousand tons (Decree of the

https://www.bps.go.id

Perikanan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang Estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPPNRI).

Disamping potensi perikanan tangkap, wilayah pesisir Indonesia juga memiliki potensi perikanan budidaya laut seluas 12.123.383 hek- tar. Potensi perikanan budidaya laut tersebut baru termanfaatkan sekitar 281.474 hektar, atau hanya sekitar 2,32 persen dari potensi perikanan budidaya laut yang dimiliki Indonesia. Hal ini berarti sektor perikanan budidaya laut di Indo- nesia masih memiliki peluang pengembangan hingga seluas 11.841.909 hektar. Ini merupakan jumlah yang sangat besar. Jika mampu dikem- bangkan secara optimal, akan bisa memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan juga peningkatan penerimaan bagi negara (Ditjen Perikanan Budi- daya, 2015).

Jenis komoditas perikanan budidaya laut mencakup rumput laut, udang, dan berbagai jenis ikan seperti Kerapu, Kakap, Bandeng dan sebagainya. Tabel 2.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2011-2015, rumput laut telah menjadi komoditas unggulan perikanan budidaya laut (KKP, 2017a). Selama periode itu pula, produksi rumput laut telah mengalami peningkatan mencapai 17,37 persen setiap tahun. Produksi rumput laut, terutama berasal dari budidaya laut yang mempunyai produksi 9 kali lipat lebih banyak daripada hasil budidaya tambak. Pada tahun 2015, Provinsi Sulawesi Se- latan merupakan provinsi penghasil rumput laut tertinggi di Indonesia, sedangkan penghasil ter- endah berasal dari Provinsi Bengkulu (Tabel 2.8).

Minister of Marine Affairs and Fisheries of the Republic of Indonesia No. 47 of 2016 on potential estimation, the number of catches allowed, and the utilization rate of fish resources in WPPNRI).

Besides the potential of capture fisheries, coastal areas of Indonesia also has the potential of marine aquaculture area of 12,123,383 hect- ares. The potential of marine aquaculture is only utilized around 281,474 hectares or only about 2.32 percent of Indonesia’s potential of marine aquaculture. It means the marine aquaculture sector in Indonesia still has development op- portunities up to 11,841,909 hectares which is an enormous amount. If they can be developed optimally, that will give a significant influence for the improvement of people’s welfare and also increase national income (Directorate General of Aquaculture, 2015).

Types of marine aquaculture commodities include seaweed, shrimp, and various types of fish such as Grouper, Giant seaperch, Milkfish and so on. Table 2.1 shows that during 2011-2015, seaweed has become a leading commodity of marine aquaculture (KKP, 2017a). During that period, seaweed production has increased to 17.37 percent per year. Seaweed production, mainly derived from marine aquaculture, has 9 times more production than aquaculture pond.

By 2015, Sulawesi Selatan province is the highest seaweed producer in Indonesia, while the low- est producer is from Bengkulu Province (Table 2.8). South Sulawesi Province is the largest producer of Eucheuma cottoni and Gracilaria

https://www.bps.go.id

Budidaya kekerangan di Indonesia me- miliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

Budidaya kekerangan merupakan budidaya yang mudah dan murah serta memberikan keuntungan yang besar terutama untuk budidaya kerang mutiara. Budidaya kekerangan dapat dilakukan di perairan laut dan perairan tawar. Budidaya ke- kerangan di laut selama kurun waktu 2011-2015, mengalami penurunan sebesar 4,99 persen. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi kand- ungan karbon yang begitu tinggi di air laut yang mempengaruhi habitat hidup kekerangan di laut.

Selama periode 2014-2015, budidaya

teripang atau timun laut mengalami peningkatan

yang luar biasa, yaitu sekitar 151,1 persen. Hal

ini disebabkan karena teripang Indonesia sangat

diminati oleh masyarakat internasional. Permin-

taan teripang berasal dari Singapura, Thailand,

dan China. Teripang bermanfaat untuk pengo-

batan kanker dan banyak digunakan untuk bahan

utama minuman kesehatan. Selain itu, produksi

budidaya ikan pada tahun 2015 didominasi oleh

ikan Kakap (0,022 persen) dan Bawal Bintang

(0,026 persen). Sayangnya, produksi ikan Kerapu

mengalami penurunan yang sangat tajam pada

periode 2014-2015, yaitu sekitar 55,77 persen

(Tabel 2.1).