BAB III METODE PENITIAN
G. Tahap-tahap Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menguraikan proses pelaksanaan penelitian mulai dari awal sampai akhir. Maka dari itu perlunya peneliti menguraikan tahapan-tahapan penelitian. Adapun tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:
52 Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuntitatif, Kualitatif dan R & D ( Bandung:
Alfabeta, 2014), 241.
1. Tahap pra penelitian lapangan
Pada tahap ini merupakan persiapan peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian di lapangan. Dalam tahapan ini peneliti melakukan beberapa hal diantaranya:
a. Memilih lapangan penelitian b. Mengurus perizinan
c. Menentukan informan
d. Menyiapkan perlengkapan penelitian e. Memahami etika penelitian
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Adapun tahap yang dilakukan diantaranya:
a. Memahami latar penelitian b. Memasuki lapangan penelitian c. Mengumpulkan data
d. Menyempurnakan data yang belum lengkap 3. Tahap akhir penelitian
Tahap akhir penelitian merupakan tahapan penyelesaian dari sebuah penelitian. Pada tahap ini peneliti menyusun data yang telah dianalisis dan disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah yang berlaku di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Gambaran Obyek Penelitian
Gambaran obyek penelitian ini mencakup sejarah singkatnya berdirinya masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, identitas/ profil masjid, struktur organisasi masjid, serta sarana dan prasarana yang ada di masjid Al-Fuqoro’
Ilallah Kebondalem.
1. Sejarah Berdirinya Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah
Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah ini berdiri sekitar pada tahun 1955 M, yang didirikan oleh Kiai Sudar Jaelani. Dengan menggunakan tanah wakaf dari bapak Abdul Jalil. Mereka merupakan saudara ipar yang bersambung dari Ibu Sapurah, yang mana beliau masih adik dari Kiai Sudar Jaelani sekaligus istri dari Bapak Abdul Jalil.
Konon dulunya sebelum masjid ini berdiri, Kiai Sudar Jaelani sudah memiliki rencana untuk membangun masjid di daerah yang terkenal dengan sebutan gumuk lor. Akan tetapi Bapak Abdul Jalil mengatakan bahwa jika kamu akan membangun masjid di daerah sana, maka tanah yang akan diwakafkan di daerah gumuk kidul akan di tanami pohon bambu. Setelah itu Kiai Sudar Jaelani menyetujui pernyataan dari adik iparnya yakni Bapak Abdul Jalil. Bahwasanya pembangunan masjid akan dilakukan di daerah gumuk kidul, dengan menggunakan tanah wakaf dari adiknya. Dalam proses pembangunan masjid Al-Fuqoro’ Ilallah ini dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sekitar. Seperti halnya
yang disampaikan oleh Bapak Bonasir selaku ketua takmir 1 di masjid Al- Fuqoro’ Ilallah sebagai berikut:
Dulu Kiai Sudar mau membangun masjid di sebelah gumuk lor, sedangkan di daerah gumuk kidul ada tanah wakaf dari bapak Abdul Jalil. Mereka berdua masih memiliki ikatan bersaudara yang bersambung dari ibu Sapurah, dimana beliau merupakan adik dari Kiai Sudar sekaligus istri dari Bapak Abdul Jalil. Waktu itu bapak Abdul Jalil menyampaikan kepada Kiai Sudar, jika beliau tetap ingin membangun masjid di daerah gumuk lor, maka tanah yang akan diwakafkan akan ditanami pohon bambu. Mendengar pernyataan seperti itu, Kiai Sudar memutuskan bahwasanya pembangunan masjid akan dilakukan di tanah wakaf tersebut.
Sekitar tahun 1955 masjid ini mulai dibangun dengan menggunakan dana yang terkumpul dari masyarakat.53
Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah ini awalnya berdiri dengan terdiri dari satu lantai, dimana dulu kondisi bangunan masjid masih sederhana. Lalu sekitar tahun 2018 direnovasi dan sampai saat ini masih dalam kondisi yang belum sempurna. Sejak dulu sumber dana yang digunakan untuk membangun masjid al-Fuqoro’ Ilallah berasal dari swadaya masyarakat tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Bapak Munjali yang menjadi ketua takmir 2 di masjid Al-Fuqoro’
Ilallah, yakni:
Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah ini dibangun dengan menggunakan dana yang terkumpul dari masyarakat, tidak ada campur tangan dari pemerintah. Saat itu kondisi masjid Al-Fuqoro’ Ilallah masih satu lantai dengan bangunan yang cukup sederhana, lalu direnovasi sekitar tahun 2018 dengan menambah satu lantai lagi dan sampai saat ini bangunan masjid masih dalam kondisi yang belum sempurna.54
53 Bonasir, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 20 Maret 2022.
54 Munjali, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 23 Maret 2022.
Melihat kondisi masjid Al-Fuqoro’ Ilallah yang masih belum sempurna, kegiataan beribadah seperti halnya sholat, pengajian kitab, pengajian Al-Qur’an dan kegiatan yang lainnya masih dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Gambar 4.1 Bangunan Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah55
Gambar 4.2 Bangunan Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah56
2. Identitas Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah
Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah merupakan masjid warga yang terletak di dataran tinggi, biasanya disebut dengan daerah “gumuk” tepatnya di
55 Dokumentasi di Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, Banyuwangi, 21 Maret 2022.
56 Dokumentasi di Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, Banyuwangi, 21 Maret 2022.
Jalan Kiyai Sudar Jaelani dusun Kebondalem Rt 03 Rw 01.57 Masjid ini dibangun sekitar tahun 1955, saat ini menjadi masjid yang makmur dan sejahtera. Masyarakatnya juga banyak yang mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh masjid seperti halnya pengajian kitab yang dilakukan pada tiap hari selasa malam, pengajian Al-Qur’an untuk Jamaah masjid, khataman Al-Qur’an setiap jum’at legi, dan kegiatan manaqib yang dilakukan setiap tanggal 11 Hijriyah.
Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah terdiri dari dua lantai. Lantai satu untuk kegiatan sehari-hari seperti jamaah sholat ataupun pengajian. Sedangkan untuk lantai yang kedua difungsikan untuk beribadah ketika lantai satu sudah penuh. Biasanya ketika sholat jumat ataupun waktu sholat hari raya.58
3. Struktur Organisasi Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah
Sebuah instansi lembaga perlu adanya struktur organisasi yang jelas dan terencana, dengan tujuan akan menjadikan semua yang sudah direncanakan dapat berjalan dengan baik, sehingga dalam setiap anggota juga dapat mengetahui kedudukan dengan jelas sesuai tanggungjawab masing-masing.
Berkaitan dengan hal tersebut, adapun struktur organisasi masjid Al-Fuqoro’ Ilallah yang sudah tersusun yaitu:
Pelindung 1 : Kepala Desa Kebondalem Pelindung 2 : Kepala Dusun Kebondalem
57 Observasi di Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, Banyuwangi, 21 Maret 2022.
58 Observasi di Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, Banyuwangi, 21 Maret 2022.
Penasehat : Kiyai Syafi’i
: Kiyai Abdul Rohman : Kiyai Abdul Rosyid Ketua Takmir : Bapak Bonasir
: Bapak Munjali
Sekretaris : Bapak Ishak
: Bapak Sukeni
Bendahara : Bapak Misiran
: Bapak Mashudi Seksi Ubudiyah : Ust. Ahmad Marzuqi
: Ust. Istianah Seksi Pendidikan : Ust. Nur Khafid
: Ust. Nur Azizah Seksi Kebersihan : Bapak Karyono
: Ibu Mualimah : Ibu Mutiah Seksi Keamanan : Bapak Toyib
: Bapak Jito Seksi Pembangunan : Bapak Muhsin
: Bapak A. Suhari : Bapak Simuh.59
4. Kondisi Kegiatan Pembelajaran Al-Qur’an pada Jamaah Masjid Secara garis besar dari pernyataan hasil wawancara diatas peneliti menyimpulkan bahwasanya motif terbentuknya kegiatan pembelajaran Al- Qur’an pada Jamaah masjid khussnya pada Ibu-ibu dikarenakan mereka yang masa lalunya kurang bersungguh-sungguh dalam belajar Al-Qur’an, dan disebabkan karena mereka lupa dengan apa yang pernah dipelajarinya.
Oleh karena itu, dengan umur mereka yang sudah tua mereka memiliki
59 Munjali, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 23 Maret 2022.
keinginan untuk membenarkan bacaan-bacaan Al-Qur’an sebagaimana mestinya.
Kegiatan pembelajaran Al-Qur’an untuk Jamaah masjid mulai terlaksana pada bulan Rojab tahun 2019. Pada awal terlaksananya kegiatan ini, masih ada 5 orang yang mengikuti. Dengan berjalannya waktu hingga kurang lebih 3 tahun, Ibu-ibu Jamaah masjid semakin bertambah dan berminat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran Al-Qur’an tersebut.
Sehingga untuk saat ini tercatat 11 Ibu-ibu dan 3 orang ustadzah. Kegiatan ini dilakukan setiap hari, kecuali pada hari selasa malam rabu. Dalam pembelajaran Al-Qur’an ini memang hanya Ibu-ibu Jamaah masjid saja yang mengikutinya, sedangkan bapak-bapak masih belum berminat untuk mengikuti pembalajaran Al-Quran tersebut, karena banyak dari mereka lebih memilih belajar dirumah saja atau bisa disebut dengan nderes sendiri-sendiri.
Adapun yang melatar belakangi terbentuknya majelis ini karena banyak dari Ibu-ibu Jamaah masjid yang merasa bahwa dirinya masih belum bisa membaca Al-Qur’an dengan benar. Padahal sebagian dari mereka ada yang dari pesantren, dan selebihnya tidak pernah belajar di pesanten karena menurut mereka dulu lebih memperioritaskan pekerjaan daripada masalah agamanya.
Tabel 4.1 Data Ustadzah
No. Nama Umur
1. Isti’anah 50 Tahun
2. Muslikah 60 Tahun
3. Umi Kulsum 53 Tahun
Tabel 4.2 Ibu-ibu Jamaah Masjid
No. Nama Umur
1. Suhartini 57 Tahun
2. Muti’ah 60 Tahun
3. Sayipah 75 Tahun
4. Katemi 63 Tahun
5. Mutmainah 62 Tahun
6. Kasmirah 75 Tahun
7. Kasanah 67 Tahun
8. Siti Aminah 53 Tahun
9. Suti’ah 53 Tahun
10. Umiati 53 Tahun
11. Suwartik 60 Tahun
B. Penyajian Data dan Analisis
Sebagaimana dalam perencanaan penelitian yang sudah dibentuk sebelumnya, maka pengumpulan data telah dilakukan sebagaimana yang sudah tertulis dalam perencananan. Peneliti sudah melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan verifikasi dan reduksi. Setalah data direduksi maka yang akan dilakukan selanjutnya adalah penyajian data. Serta peneliti melakukan sebuah analisis terhadap data yang sudah disajikan. Adapun data yang diperoleh menghasilkan analisa sebagai berikut:
1. Implementasi Pendekatan Andragogi guna Meningkatkan Motivasi Belajar Al-Qur’an pada Jamaah Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah Desa Kebondalem Kabupaten Banyuwangi
Kegiatan belajar Al-Qur’an untuk Jamaah masjid khususnya ibu- ibu yang dilakukan di masjid Al-Fuqoro’ Ilallah Kebondalem ditegaskan dalam hasil wawancara dengan ketua takmir masjid 1 yaitu Bapak Bonasir seabagai berikut:
Pada mulanya terbentuknya majelis belajar Al-Qur’an ini karena banyak yang merasa tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.
Karena pada zaman dulu menurut mereka belajar itu tidak terlalu penting, mereka lebih mementingkan kerja. Mayoritas dari mereka dulunya sudah bisa mengaji, namun mereka banyak yang mengutamakan urusan pekerjaan daripada mengajinya, sehingga mereka lupa bacaan Al-Qur’an yang pernah mereka pelajari. Untuk itu dimasa tuanya mereka ingin sekali belajar dan membenarkan bacaan-bacaan Al-Qur’an sebagaimana mestinya. Melihat permasalahan tersebut, maka berasumsi membentuk majelis pembelajaran Al-Qur’an untuk jamaah yang dilakukan di masjid Al-Fuqoro’ Ilallah pada waktu setelah jama’ah sholat maghrib sampai waktu isyak.60
Selanjutnya Bapak Munjali selaku ketua takmir masjid 2 juga menegaskan mengenai kegiatan belajar Al-Qur’an sebagaimana berikut:
Kegiatan belajar Al-Qur’an ini memang dibentuk agar mereka dapat belajar secara bersama-sama dalam sebuah majelis. Dengan alasan terbentuknya kegiatan ini, karena banyak dari mereka yang kurang mumpuni dalam membaca Al-Qur’an. Sehingga mereka ingin memperbaiki dan mengembangkan kemampuan membacanya melalui kegiatan ini. Pembelajaran ini dilakukan setiap hari pada malam hari yakni setelah jamaah maghrib sampai waktu isyak, hanya pada malam rabu yang libur karena ada kegiatan lain di masjid.61
60 Bonasir, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 20 Maret 2022.
61 Munjali, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 23 Maret 2022.
Dapat dilihat bahwa yang melatar belakangi terbentuknya majelis belajar Al-Qur’an untuk jamaah masjid ini adalah banyak dari mereka yang ingin memperbaiki kemampuan membaca Al-Qur’annya. Sehingga dengan diadakannya kegiatan ini, maka akan merasa terbantu dalam proses belajarnya, sebab didalamnya terdapat para ustadzah yang akan mendampingi mereka. Adapun pelaksanaanya setiap hari (kecuali selasa malam rabu) pada waktu setelah jamaah maghrib sampai waktu isya’.
Sebelum kegiatan belajar dimulai penting sekali bagi seorang pendidik, mengetahui tujuan belajar yang ingin dicapai terlebih dahulu.
Dalam kegiatan belajar Al-Qur’an ini, memiliki tujuan agar jamaah dapat membaca Al-Qur’an dengan baik sesuai dengan kaidah tajwid yang mana panjang pendeknya harus benar-benar difahami. Hal ini juga sudah jelas disebutkan oleh Ustadzah Muslikah dalam hasil wawancara sebagai berikut:
Tujuan dibentuknya kegiatan belajar Al-Qur’an ini adalah memudahkan jamaah untuk bisa mengetahui cara membaca Al- Qur’an dengan baik dan benar. Diharapkan dengan adanya pembelajaran ini, meskipun dari mereka ada yang tidak bisa sama sekali, setidaknya mereka mau belajar hanya saja membutuhkan kesabaran dalam pembelajarannya. Namun dalam pembelajaran ini mayoritas dari mereka juga sudah pernah mempelajarinya. Hanya saja mereka tidak mengasahnya sehingga lupa.62
Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh ustadzah Umi Kulsum:
Banyak dari mereka yang masih salah-salah dalam membacanya.
Untuk itu mereka berharap dengan mengikuti kegiatan ini dapat membantu mereka dalam memperbaiki bacaan Al-Qur’annya.
62 Muslikah, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 10 Mei 2022
Pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan para jamaah khususnya ibu-ibu dalam belajar Al-Qur’an yang sesuai dengan kaidah tajwid yang dalam hal ini Ustadzah menggunakan metode Qur’an Dirosati.63
Selain tujuan, pendidik juga perlu menentukan pendekatan pembelajaran yang akan dilakukan dalam berlangsungnya kegiatan belajar Al-Qur’an tersebut. Dalam hal ini pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an untuk jamaah masjid ini berbeda dengan pembelajaran pada umumnya, yang mana peserta didik anak-anak masih sangat menggantungkan perannya kepada pendidik, orientasi belajarnya juga berpusat pada pembentukan nilai-nilai, keterampilan, dan sikap. Sedangkan jamaah masjid (ibu-ibu) atau bisa disebut dengan peserta didik dewasa memiliki prisnsip tersendiri tanpa bergantung kepada orang lain dan orientasi belajarnya untuk mendalami kajian dan perluasan pengalaman dari apa yang diperoleh pada masa lalu. Mereka juga dapat memilih kegiatan yang disukai tanpa adanya unsur paksaan dari siapapun. Karena peserta didik dewasa akan cepat merasa jenuh jika terdapat paksaan dalam dirinya.
Ibu Istianah selaku Ustadzah yang mendampingi pembelajaran Al- Qur’an jamaah masjid, beliau mengatakan bahwa:
Pembelajaran Al-Qur’an ini tidak dapat disamakan dengan pembelajaran anak-anak seperti umumnya mbak. Karena dalam hal ini peserta didik yang kami ajari adalah orang tua atau para jamaah.
Peserta didik pada umumnya dengan peserta didik dewasa ini jelas berbeda, baik dari segi pemikiran, sikap, perasaan atau yang lainnya. Untuk itu, pendidik menerapkan gaya belajar yang tidak terlalu menekankan mereka dalam proses pembelajarannya, dengan memberikan sebuah kebebasan dan arah yang ingin mereka pilih.
Tujuannya agar dapat meningkatkan minat para jamaah dalam
63 Umi Kulsum, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 15 Mei 2022
mempelajari Al-Qur’an. Dan proses pembelajaran Al-Qur’an ini lebih menuju ke jamaah mbak, ustadzah hanya mendampingi. Jadi dalam hal ini mereka membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan didampingi oleh satu Ustadzah, lalu jika terdapat kesalahan dalam membaca, maka nanti akan dibenarkan dan dijelaskan kesalahannya. Supaya meraka itu tau letak kesalahannya dimana dan seperti apa.64
Dari penjelasan tersebut ditegaskan lagi oleh Ustadzah Umi Kulsum dalam kesempatan yang berbeda, dengan hasil wawancara sebagai berikut:
Jadi gini mbak... kegiatan proses pembelajaran ini memang tidak dapat disamakan dengan pembelajaran sebagaimana mestinya.
Karena melihat peserta didik yang kami ajar adalah jamah masjid (ibu-ibu) yang mana dari segi bicaranya juga sudah tidak jelas, tidak lagi sama dengan masa anak-anak. Pembelajaran Al-Qur’an dilakukan dengan menggunakan baca simak , yang mana Ustadzah mendampingi dan menyimak mereka yang membaca Al-Qur’an.
Lalu jika terdapat kesalahan dalam membaca, nanti akan dibenarkan oleh Ustadzah dan dijelaskan sedikit. Terus kegiatan ini terbentuk agar mereka mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan yang menjadi ukuran dalam proses pembelajaran ini yaitu mereka mampu mengetahui huruf dan bacaan Al-Qur’an (panjang- pendeknya). Untuk makhorijul hurfnya kami tidak menekankan, karena kami tau mereka sangat kesulitan untuk melafadhkan hurf hijaiyyah dengan fashih.65
Pada proses pembelajaran Al-Qur’an, ustadzah menerapakan pendekatan pembelajaran yang tidak terlalu menekankan peserta didik kepada proses pembelajaran yang ketat, sebab melihat peserta didik yang dihadapi adalah ibu-ibu jamaah masjid. Karena menurutnya peserta didik dewasa dengan peserta didik pada umumnya jelas berbeda dari segi pola pikirnya, sikap, dan yang lainnya sehingga proses pembelajarannya juga tentu berbeda. Tujuan menerapkan pendekatan Andragogi dalam
64 Isti’anah, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 21 Mei 2022.
65 Umi Kulsum, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 15 Mei 2022.
pembelajaran Al-Qur’an, agar dapat meningkatkan motivasi belajar para jamaah. Selain itu jamaah juga akan merasakan bahwa dirinya diperlakukan seperti orang dewasa dalam proses pembelajaran berlangsung. Adapun proses pembelajaran Al-Qur’an untuk para jamaah menggunakan pembelajaran yang berpusat kepada peseta didik dengan metode klasikal yang mana ustadzah mendampingi dengan baca simak lalu jika ada yang salah dalam pembacaannya, maka ustadzah membenarkannya dan menjelaskan apa kesalahan yang terdapat pada bacaan yang telah dibacakan. Dalam belajar membaca Al-Qur’an ini yang menjadi ukuran yaitu mampu membaca dengan baik dalam artian mengetahui huruf serta bacaan Al-Qur’annya juga tepat atau sesuai dengan kaidah tajwidnya, yang mana dalam hal ini para ustadzah memacu dengan metode Qur’an yakni Dirosati. Selain itu, melihat kondisi mereka yang tidak mampu untuk melafadhkan makhorijul hurf dengan fashih, jadi proses pembelajarannya tidak menekankan kepada hal tersebut.
Ibu Umi Kulsum mengatakan lagi dalam kesempatan yang sama yaitu:
Pada waktu pembelajaran Al-Qur’an berlangsung, kami selaku ustadzah yang menurut mereka pantas menjadi panutan, untuk itu kami juga tidak hanya memberikan pendampingan saja dalam kegiatan tersebut. Akan tetapi juga memberikan sedikit wejangan atau masukan untuk mereka agar lebih giat lagi dalam belajar. Dan yang menjadi acuan dalam pembelajaran Al-Qur’an para jamaah ini yaitu memberikan kebebasan kepada mereka mbak. Baik dari segi aktivitas belajar ataupun lingkungan belajarnya. Karena mereka itu orang tua yang sudah lagi tidak diatur-atur selayaknya anak-anak.
Jadi dalam pembelajaran ini ustadzah juga tidak menerapkan pencapaian yang terlalu ketat. Karena ditakutkan mereka akan merasa bosan. Menurut kami orang dewasa juga sudah tidak lagi
bisa menerima banyak peraturan didalam dirinya. Seperti halnya pada proses pembelajaran Al-Qur’an terkadang ketika mereka membaca dengan salah, mereka sulit menerima pembenaran dari ustadzah. Ya.. mungkin itu dikarenakan dari mereka sudah memiliki pengalaman sebelumnya.66
Ditegaskan lagi oleh Ibu Isti’anah, dalam kesempatan yang berbeda yakni:
Ketika pembelajaran berlangsung, jamaah mengaji secara bergilir kan.. nah sambil menunggu gilirannya mereka saling berinteraksi terkait bacaan-bacaan Al-Qur’an yang sekiranya mereka belum tau mbak.67
Selama pembelajaran Al-Qur’an berlangsung ustadzah yang berperan sebagai pendidik memberikan sebuah kebebasan kepada jamaah dengan memberikan pembelajaran yang tidak terlalu ketat. Mereka juga berhak memilih aktivitas belajar yang seperti apa yang sesuai dengan keinginannya. Dalam kegiatan berlangsung mereka juga saling berdiskusi dengan temannya. Berinteraksi dengan teman-temannya untuk saling menanyakan tentang apa yang mereka dapat dari pembelajaran Al-Qur’an, dengan itu akan membuat dirinya merasa nyaman dengan pembelajaran yang sudah direncanakan sebelumnya.
Jamaah masjid merupakan peserta didik dewasa yang perlu dipupuk terus menerus motivasinya dalam belajar. Dalam proses pembelajarannya ustadzah juga tidak hanya memberikan pendampingan serta arahan kepada mereka. Akan tetapi juga memberikan wejangan sebagai bentuk motivasi agar para jamaah juga tidak merasa bosan pada
66 Umi Kulsum, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 15 Mei 2022.
67 Isti’anah, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi 21 Mei 2022.
saat pembelajaran berlangsung. Hal tersebut bertujuan untuk menumbuhkan semangat para jamaah dalam mempelajari Al-Qur’an.
Mereka juga sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran Al- Qur’an. Melihat hal tersebut bahwasanya dengan menerapkan pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran, mampu meningkatkan motivasi serta minat belajar para jamaah. Dengan menyukai dan bisa menerima pendekatan dan metode ini, pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan mencapai hasil yang maksimal.68
Gambar 4.3 Kegiatan Pembelajaran Al-Qur’an (Ibu-Ibu) Jamaah Masjid69
2. Dampak Implementasi Pendekatan Andragogi guna Meningkatkan Motivasi Belajar Al-Qur’an pada Jamaah Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah Desa Kebondalem Kabupaten Banyuwangi
Setiap kegiatan yang dilakukan ataupun segala sesuatu yang diterapkan tentunya memiliki dampak tersendiri. Adakalanya kegiatan
68 Observasi, di Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, Banyuwangi, 23 Mei 2022.
69 Dokumentasi di Masjid Al-Fuqoro’ Ilallah, Banyuwangi, 23 Mei 2022.
yang diterapkan memberikan dampak positif begitupun sebaliknya.
Adapun dampak dari penerapan pendekatan Andragogi dalam pembelajaran Al-Qur’an para jamaah masjid sudah disampaikan oleh Ustadzah Isti’anah dalam hasil wawancara sebagai berikut:
Untuk pembelajaran Al-Qur’an jamaah masjid yang seperti ini, jamaah banyak yang menyukainya mbak.. maunya mereka masuk terus. Sampai kadang ada yang meminta tambahan jam belajar.
Dari pembelajaran ini ada dampak yang mengiringinya yaitu dari dampak positifnya mereka senang belajar Al-Qur’an, dapat mengembangkan kemampuan membaca Al-Qur’an mereka. Selain itu mereka juga memiliki semangat yang tinggi untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Bahkan mereka bersedia jika ada tambahan jam untuk pembelajaran ini. Tapi sayangnya selain mendampingi belajar Al-Qur’an, masih ada kesibukan-kesibukan lain. Jadi jam pembelajaran Al-Qur’an tidak bisa terlalu lama juga mbak... hanya dapat berjalan setelah berjamaah sholat maghrib sampai sholat isya’.70
Ibu Muslikah selaku Ustadzah yang mendampingi kegiatan pembelajaran Al-Qur’an mengatakan bahwa:
Dampaknya para jamaah dapat mengembangkan potensi baca qur’annya, dan mereka merasa antusias dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Jadi ustadzah juga akan mudah untuk mendampingi mereka dalam mengaji. Selain itu ada juga dampak negatif dari kegiatan ini adalah kurangnya waktu pembelajaran, karena antara maghrib dan isyak dirasa sangat sempit, mereka juga kesulitan melupakan kebiasaan dan kecenderungan mengulang.
Namanya juga orang sudah tua ya.. pasti agak ngeyel jika dikasih tau yang lebih benar. Dan adanya pembelajaran Al-Qur’an ini sangat membantu mereka.71
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, penerapan pembelajaran Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan andragogi ini dapat dilihat bahwasanya memberikan dampak kepada
70 Isti’anah, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 21 Mei 2022.
71 Muslikah, diwawancara oleh penulis, Banyuwangi, 10 Mei 2022.