• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Statistic Deskriptif

Menurut Ghozali (2018:19) analisis statistic deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi pada suatu data yang dapat diukur dengan nilai rata-rata (mean), minimum, maksimum serta standar deviasi yang terdapat dalam penelitian.

2. Uji Multikoloniearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi antara variabel independen ditemukan adanya korelasi.

“Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variable bebas memiliki nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol” (Erlina, 2011: 104).

Menurut Ghozali (2013: 140), gejala multikolinearitas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel independen lebih besar dari 0,90, jika dibawah nilai tersebut, maka data lepas dari gejala multikoliniearitas. Analisis regresi logistik menggunakan matriks korelasi.

3. Analisis Regresi Logistik

Menurut Situmorang dan Lutfi (2011: 45) “regresi logistik ialah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika variabel dependen (respon) merupakan variabel dikotomi”. Regresi logistic digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Hasil Analisis Regresi adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression), yaitu untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan formal, pengalaman kerja, dan tingkat kualifikasi

profesi terhadap kualitas Auditor pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Persamaan Model Regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

K.Auditor = a + 𝛃1TPF + 𝛃2PK + 𝛃3KP + e

Keterangan:

K.auditor : Kualitas auditor (diproksikan dengan ukuran KAP dan menggunakann variabel dummy, 1 untuk perusahaan yang di audit Big Four dan 0 untuk yang non-Big Four).

a : konstanta

β1, β2, β3, β4 : koefisien regresi

TPF : Tingkat Pendidikan Formal

PK : Pengalaman Kerja

KP : Kualifikasi Profesi

e : Standar error

1) Menilai Model Regresi (Goodness Of Fit)

Logistic Regression adalah model regresi yang telah mengalami modifikasi, sehingga karakteristiknya sudah tidak lagi sama dengan regresi sederhana atau berganda. Dalam menilai model regresi logistik dapat dilihat dari pengujian Hosmer and lemeshow’s goodness of fit. Pengujian ini dilakukan untuk menilai model yang dihipotesiskan agar data cocok atau sesuai dengan

model. Jika nilai statistik Hosmer and lemeshow’s goodness of fit test sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis Ha ditolak. Sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05, maka hipotesis H0 tidak dapat ditolak, artinya model mampu memprediksi nilai observasinya atau cocok dengan data.

Ho: Model yang dihipotesiskan data layak Ha: Model yang dihipotesiskan data tidak layak

2) Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Penilaian keseluruhan model dilakukan untuk menentukan apakah model regresi layak atau tidak. Hal ini dilihat dari nilai awal -2 log likehood akan mengalami penurunan hingga pada nilai akhir -2 log likehood, jika mengalami penurunan maka keseluruhan model regresi layak untuk digunakan.

Untuk menilai keseluruhan model (overall model fit) ditunjukkan dengan Log Likelihood Value (nilai -2 Log Likelihood Value), yaitu dengan cara membandingkan antara nilai -2 Log Likelihood Value pada awal (block number = 0), dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood Value pada saat block number = 1, dimana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai -2 Log Likelihood Value block number = 0 lebih besar dari nilai -2 Log Likelihood Value block number = 1, maka menunjukkan model regresi yang baik.

Sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik.

3) Koefisien Determinasi (Nagelkerke’s R Square)

Koefisien determinasi Nagelkerke's R2 digunakan untuk menentukan seberapa besar pengaruh nilai (tingkat pendidikan formal) X1, (pengalaman kerja) X2, dan (kualifikasi profesi) X3, terhadap (kualitas auditor) Y. Pengaruh yang dihasilkan tidak akan menunjukan 100% karena pasti ada hal lain yang mempengaruhi Y, sehingga kita hanya menentukan berapa besar pengaruh tiap variabel.

Menurut Ghozali (2013: 65), “Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness fit dari model regresi.

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen”. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan sampai dengan satu. Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

4. Uji Hipotesis

Pada dasarnya ada dua jenis alat uji statistik, yaitu statistik parametrik dan statistik nonparametrik. Statistik parametrik digunakan jika distribusi data yang digunakan normal, sedangkan apabila data yang digunakan adalah data yang bersifat tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah statistik non parametrik. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengujian statistik parametrik.

Uji regresi merupakan salah satu jenis uji parametrik, untuk menguji hipotesis yang diajukan peneliti maka akan dilakukan Uji statistik t.

1. Uji Hipotesis Pertama (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel X dan Y, apakah variabel X1, X2, dan X3, (tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan tingkat kualifikasi profesi) benar-benar berpengaruh terhadap variabel Y (kualitas auditor) secara terpisah atau parsial (Ghozali,2005). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Apabila thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

2. Apabila thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Atau

3. Apabila probabilitas thitung > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

4. Apabila probabilitas thitung < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

44 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Pasar Modal

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman colonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912 perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977 dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia yaitu pada Desember 1912 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1914 sampai 1918.

Bursa efek di Batavia ditutup selama perang dunia I dan bursa efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan bursa efek di Semarang dan

Surabaya pada tahun 1925 sampai 1942. Awal tahun 1939, karena isu politik yaitu perang dunia II bursa efek di Semarang dan Surabaya pun ditutup begitupun bursa efek Jakarta ditutup kembali selama perang dunia II. Tahun 1959 program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa efek semakin tidak aktif sehingga perdagangan di bursa efek kembali vakum.

Bursa efek diresmikan kembali oleh presiden Soeharto dan Bursa Efek Surabaya (BEJ) dijalankan dibawah Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama pada tanggal 10 Agustus 1977 namun perdagangan di bursa efek sangat lesu dengan jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24 ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

Pada tahun 1988 sampai 1990 paket deregulasi dibidang perbankan dan pasar modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing.

Aktivitas bursa terlihat meningkat kemudian Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

Pemerintah pun mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go publik dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. Selain itu 16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT. Bursa Efek Surabaya dan Swastanisasi BEJ. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ yaitu 13 Juli

1992. Pada tahun 1995 Bursa Paralel Indonesia melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada dan BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Pada tanggal 22 Mei 1995 sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer Jakarta Automated Trading Systems (JATS) dan Pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang – Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.

Tahun 2000, sistem perdagangan tanpa warkat (Scripless Trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia dan 2 tahun setelahnya BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading) dan adanya penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) sehingga berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu tahun 2007. Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia yaitu JATS-NextG dilakukan pada tanggal 2 Maret 2009.

2. Organisasi Pasar Modal Indonesia

Struktur pasar modal Indonesia telah diatur oleh UU No. 8 Tahun 1995 tentang pasar Modal. Di dalam Undang – Undang tersebut dijelaskan bahwa kebijakan di bidang pasar modal ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Sedangkan pembinaan dan pengawasan sehari – hari dilaksanakan oleh BAPEPAM. Struktur pasar modal Indonesia yaitu:

1. Menteri Keuangan, yaitu ketua dari pasar modal Indonesia

2. BAPEPAM-LK, yaitu Badan Pengawas Pasar Modal – Laporan Keuangan Yang ketiga yaitu Self Regulator Organitation (SRO) yang

merupakan tangan kanan BAPEPAM-LK yaitu Bursa Efek, LKP dan LPP.

3. Bursa efek, perusahaan sekuritas bergabung bersama membentuk bursa efek. Organisasi tersebut mengatur dirinya sendiri dengan mengeluarkan berbagai peraturan serta memastikan anggotanya berperilaku sedemikian rupa sehingga memberikan persepsi positif tentang pasar modal kepada masyarakat.

4. Lembaga Kliring dan Penjamin (LKP), merupakan lembaga yang melaksanakan kliring dan menjamin penyelesaian transaksi. LKP menjamin penyelesaian transaksi di bursa efek dengan bertindak sebagai counter party dari anggota bursa yang melakukan transaksi.

5. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), merupakan lembaga yang memberikan jasa penetipan kolektif yang aman dan efesien kepada bank, kustodian, LKP, perusahaan sekuritas, serta pemodal institusional. Jasa yang diberikan harus memenuhi standar internasional dan memberikan keamanan yang maksimal bagi pengguna jasa LPP.

6. Perusahaan Efek muliputi:

a. Penjamin emisi, merupakan pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa terjual.

b. Perantara perdangan efek, merupakan pihak yang penjual dan pembeli sekuritas, menyediakan kepentingan pemodal. efek

yang tidak mempertemukan informasi bagi kepentingan pemodal.

c. Manajer investasi, merupakan pihak yang mengelolah dana yang dititipkan oleh investor reksadana untuk diinvestasikan di pasar modal.

7. Lembaga Penunjang, meliputi:

b. Biro administrasi efek, merupakan suatu badan hukum berbentuk PT yang melakukan usaha dalam pengelolaan administrasi sekuritas seperti register dan pencatatan sekuritas.

c. Custodian merupakan pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

d. Wali amanat merupakan pihak yang berperan penting dalam penerbitan obligasi.

e. Pemeringkat efek merupakan lembaga yang berperan untuk melakukan pemeringkatan sekuritas terutama untuk obligasi dan sekuritas lainnya yang bersifat utang, karena sekuritas-sekuritas tersebut terlebih dahulu harus memperoleh peringkat sebelum melakukan emisi.

8. Profesi Penunjang, meliputi:

a. Akuntan merupakan salah satu profesi penunjang yang bertujuan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang akan go public.

b. Konsultan hukum merupakan salah satu profesi yang berperan dalam memberikan perlindungan bagi para pemodal dari segi hukum.

c. Penilai merupakan salah satu profesi penunjang pasar modal yang melaksanakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sehingga standar kerja profesi sangat penting guna memastikan kulitas jasa yang dihasilkan.

d. Notaris merupakan pihak yang beperan dalam pembuatan perjanjian dalam rangka emisi sekuritas seperti perjanjian sekuritas, perwali amanatan dan lain-lain dan perjanjian yang harus dibuat secara notaris agar berkekuatan hukum.

9. Pemodal yang terdiri dari pemodal domestik dan asing merupakan pihak yang mempunyai dana yang siap diinvestasikan pada pasar modal. Dalam hal ini, peran pasar modal perlu melakukan pembentukanpembentukan pasar modal agar dapat menarik semakin banyaknya pemodal yang berinvestasi di pasar modal, sehingga akan sernakin menggairahkan perdagangan di bursa.

10. Emiten merupakan perusahaan yang menerbitkan saham atau pihak yang melakukan penawaran umum. Emiten ini terdiri dari perusahaan public dan reksadana.

Gambar 4.1

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) 2021 3. Bursa Efek Indonesia

1. Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia a. Visi

Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.

b. Misi

Membangun bursa efek yang mudah diakses dan memfasilitasi mobilisasi dana jangka panjang. untuk seluruh lini industri dan semua segala bisnis perusahaan. Tidak hanya di Jakarta tapi di seluruh Indonesia. Tidak hanya bagi institusi, tapi juga bagi individu yang memenuhi kualifikasi mendapatkan pemerataan melalui pemilikan. Serta meningkatkan reputasi Bursa Efek Indonesia, melalui pemberian Layanan yang

berkualitas dan konsisten kepada seluruh stekeholders perusahaan.

B. Hasil Analisis Data

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskriptif suatu data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi berdasarkan variabel tingkat pendidikan formal, pengalaman kerja, tingkat kualifikasi profesi, kualitas auditor.

Tabel 4.1

Statistik deskriptif tingkat pendidikan formal, pengalaman kerja dan tingkat kualifikasi profesi, kualitas auditor

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Y 120 .00 1.00 .6833 .46713

X1 120 .00 1.00 .7583 .42989

X2 120 1.00 3.00 1.4333 .64474

X3 120 .00 1.00 .3333 .47338

Valid N (listwise) 120

Berdasarkan 4.1 hasil analisis statistik deskriptif diperoleh nilai minimum dari kualitas auditor adalah 0 dan nilai maksimum 1. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari kualitas auditor adalah 0,6833 dan 0,46713. Nilai minimum tingkat pendidikan formal adalah 0 dan nilai maksimum 1. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari tingkat pendidikan formal adalah 0,7583 dan 0,42989.

Nilai minimum pengalaman kerja adalah 1 dan maksimum 3. Sementara rata- rata dan standar deviasi dari pengalaman kerja adalah 1,4333 dan 0,64474.

Nilai minimum tingkat kualifikasi profesi adalah 0 dan nilai maksimum 1.

Sementara rata-rata dan standar deviasi dari tingkat kualifikasi profesi adalah 0,3333 dan 0,47338.

2. Uji multikolinearitas

Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Multikolinearitas merupakan situasi adanya korelasi antar variabel-variabel independen yang satu dengan yang lainnya. Gejala multikolinearitas terjadi nilai korelasi antar variabel independen lebih besar dari 0,90 (Ghozali, 2013 : 140).

Tabel 4.2

Uji Multikolinearitas dengan matriks korelasi

Correlation Matrix

Constant X1 X2 X3

Step 1 Constant 1.000 -.413 -.731 -.060

X1 -.413 1.000 -.119 -.268

X2 -.731 -.119 1.000 -.086

X3 -.060 -.268 -.086 1.000

Dalam penelitian ini, gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel yang terdapat dalam matriks korelasi X1 adalah 1,000, X2 adalah -0,119 dan X3 adalah -0,268. Hasil uji gejala multikolinearitas yang didapatkan melalui pengujian multikolinearitas menyatakan keseluruhan nilai matriks korelasi pada ketiga variabel lebih besar dari 0,90, sehingga kesimpulan yang diambil yaitu tidak terjadi gejala multikolinearitas.

3. Analisis Regresi Logistik

1. Menguji kecocokan model regresi logistik terhadap data dengan -2log likelihood dan hosmer-lemeshow

Dalam regresi logistik, hasil selisih statistik -2log-likelihood antara model regresi logistik yang menggunakan satu set variabel bebas dan model yang lebih sederhana (simple model) dapat digunakan untuk mengetahui apakah model regresi logistik yang menggunakan satu set variabel bebas lebih baik dalam mencocokkan atau menyesuaikan data dibandingkan model regresi logistik yang sederhana. Jika statistik -2log- likelihood pada model regresi logistik yang menggunakan satu set variabel bebas lebih kecil dibandingkan model yang lebih sederhana, maka model regresi logistik yang menggunakan satu set variabel bebas lebih baik dalam hal mencocokkan data dibandingkan model yang lebih sederhana tersebut.

Tabel 4.3

Nilai -2 Log likelihood (-2 LL Awal) Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients Constant

Step 0 1 149.873 .733

2 149.840 .769

3 149.840 .769

Tabel 4.4

Nilai -2Log Likelihood (-2 LL Akhir) Iteration Historya,b,c,d

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients

Constant X1 X2 X3

1 139.179 .009 1.347 -.109 -.421

Step 1

2 138.854 .048 1.503 -.129 -.530

3 138.854 .050 1.510 -.130 -.537

4 138.854 .050 1.510 -.130 -.537

Jika kita ingin menguji kecocokan model regresi logistik terhadap data dengan -2log likelihood dan hosmer-lemeshow maka kita harus menggunakan aplikasi spss yang didalamnya terdapat model regresi logistik. Dimana nilai -2log likelihood awal adalah 149,840 dan nilai akhir -2log likelihood adalah 138,854. Adanya penurunan nilai antara -2LL awal dengan nilai -2LL akhir menunjukkan bahwa model regresi yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2013 : 177).

Tabel 4.5 Uji model fit Nilai -2Log Likelihood

Keterangan Awal Akhir

149,840 138,854 Adanya penurunan nilai antara -2LL awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (- 2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2013 : 177).

Penurunan nilai -2 log likelihood menunjukkan bahwa model penelitian ini dinyatakan fit, artinya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan tingkat kualifikasi profesi ke dalam model logistik akan memperbaiki model fit dalam penelitian ini model (model fit atau layak)

Berdasarkan tabel 4.5, penurunan nilai -2log likelihood menunjukkan bahwa model penelitian ini dinyatakan fit, artinya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu tingkat pendidikan formal, pengalaman kerja, dan tingkat kualifikasi profesi ke dalam model logistik akan memperbaiki model fit dalam penelitian ini ( model fit atau layak).

Tabel 4.6

Hosmer and lemeshow test

Menguji kecocokan data terhadap hosmer dan lemeshow test dilihat dari nilai signifikansi atau probabilitas 0,393. Perhatikan bahwa karena nilai probabilitas adalah 0,393 lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi adalah 0,05, maka secara keseluruhan model telah memenuhi persyaratan kelayakan model.

2. Koefisien determinasi (Nagelkerke R Square)

Dalam regresi logistik, dapat digunakan statistik Nagelkerke’s R2 untuk mengukur kemampuan model regresi logistik dalam mencocokkan atau menyesuaikan data. Dengan kata lain, nilai statistik dari Nagelkerke’s R2 dapat diinterprestasikan sebagai suatu nilai yang mengukur kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan atau menerangkan variabel tak bebas. Tabel 4.7 menyajikan nilai statistik dari Nagelkerke’s R2.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 5.188 5 .393

Tabel 4.7

Nagelkerke’s RSquare (koefisien determinasi)

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 138.854a .087 .123

Berdasarkan tabel 4.7, Nilai statistik Nagelkerke R Square adalah 0,123. Nilai tersebut diinterprestasikan sebagai kemampuan tingkat pendidikan formal, pengalaman kerja, dan tingkat kualifikasi profesi dalam mempengaruhi kualitas auditor sebesar 12,3%, sisanya 87,7%

dijelaskan variabel-variabel atau faktor-faktor lain.

Pada penelitian ini hasil koefisien determinasi hanya memiliki nilai 12,3% yang berada di bawah 50%, ini berarti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen tidak terlalu signifikan, dan masih ada hal lain yang mempengaruhi variabel dependen. Hal ini bisa disebabkan karena hanya ada beberapa variabel penelitian, sehingga ini bisa menjadi acuan dan saran untuk penelitian ke depan agar menambah variabel penelitian

2. Uji Hipotesis

a. Uji Parsial (Uji Wald)

Dalam regresi linear, baik sederhana maupun berganda, uji t digunakan untuk menguji signifikansi dari pengaruh parsial.

Pada regresi logistik, uji signifikansi pengaruh parsial dapat diuji dengan uji wald. Dalam uji wald, statistik yang diuji adalah statistik

Wald (Wald statistic). Nilai statistik dari uji Wald berdistribusi chi- kuadrat.

Tabel 4.8

Uji signifikan pengaruh parsial wald

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a X1 1.510 .472 10.230 1 .001 4.527

X2 -.130 .323 .162 1 .687 .878

X3 -.537 .449 1.427 1 .232 .585

Constant .050 .560 .008 1 .929 1.051

Untuk menguji nilai signifikansi pengaruh parsial maka diperoleh persamaan regresi logistik sebagai berikut:

ln ( 𝑝

1−𝑝)= 0,050+1,510𝑋1+ (-0,130) 𝑋2+ (-0,537)𝑋3+𝑒 C. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian diatas adalah :

H1 : Tingkat pendidikan formal berpengaruh terhadap kualitas auditor a) Nilai koefisien dari tingkat pendidikan formal sebelumnya 1,510, yakni bernilai positif, maka tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Diketahui nilai Sig. dari tingkat pendidikan formal adalah 0,001 < 0,05, maka tingkat pendidikan formal berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Hal ini menunjukkan H1 diterima karena tingkat pendidikan formal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas auditor.

b) Berdasarkan penelitian terdahulu dalam Pebryanto (2013), tingkat pendidikan formal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas auditor, Jika semakin tinggi tingkat pendidikan formal auditor, maka semakin tinggi pula kualitas audit. Hal ini dikarenakan pendidikan formal yang baik dapat meningkatkan sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada hasil audit. Dimana hal ini sejalan dengan penelitian ini yang mengatakan tingkat pendidikan formal memiliki hubungan positif dengan kualitas auditor dan signifikan, disini berarti adanya pengaruh kecil yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit.

H2 : Pengalaman kerja berpengaruh terhadap kualitas auditor

a) Nilai koefisien dari pengalaman kerja sebelumnya -0,130, yakni bernilai negative, maka pengalaman kerja berpengaruh negative terhadap kualitas auditor. Diketahui nilai Sig. dari pengalaman kerja adalah 0,687 > 0,05, maka pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Hal ini menunjukkan H2 ditolak karena pengalaman kerja berpengaruh secara negative tetapi tidak signifikan terhadap kualitas auditor.

b) Berdasarkan penelitian terdahulu dalam Pebryanto (2013), dengan adanya pengalaman kerja yang tinggi dari auditor, maka kualitas auditor itu sendiri akan tercermin dalam hasil audit. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang bernilai positif dan signifikan, dimana ini berarti ada pengaruh kecil yang menyatakan

bahwa semakin lama pengalaman kerja auditor maka semakin tinggi pula kualitas auditor.

H3 : Tingkat kualifikasi profesi berpengaruh terhadap kualitas auditor

a) Nilai koefisien dari tingkat kualifikasi profesi sebelumnya -0,537, yakni bernilai negatif, maka tingkat kualifikasi profesi berpengaruh negatif terhadap kualitas auditor. Diketahui nilai Sig. dari tingkat kualifikasi profesional adalah 0,232 > 0,05, maka tingkat kualifikasi profesi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Hal ini menunjukkan H3 ditolak karena tingkat kualifikasi profesi berpengaruh secara negatif tetapi tidak signifikan terhadap kualitas auditor.

b) Berdasarkan penelitian terdahulu Pebryanto (2013), menyatakan bahwa disamping pencapaian pendidikan dan pengalaman kerja pada auditor, tingkat kualifikasi juga dapat mempengaruhi kualitas auditor yang lebih baik. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang bernilai positif dan signifikan, dimana ini berarti ada pengaruh kecil yang menyatakan bahwa semakin tingki tingkat kualifikasi profesi maka semakin tinggi pula kualitas auditor.

Dokumen terkait