• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam dokumen pengaruh penerapan model pembelajaran (Halaman 35-78)

BAB III METODE PENELITIAN

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

data

menggunakan dokumentasi.

a. Subjek dan objek penelitian

berbeda.

b. Dalam penelitian

ini tidak

menggunakan model

pembelajaran discovery

learning berbasis literasi.

c. Penelitian dilakukan di SD d. Penelitian

dilaksanakan

pada mata

pelajaran

kewarganegaran 2. Firda

Gusvina, 2018

Pengaruh Model Discovery

Learning terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Smp/Mts

a. Penelitian tentang model pembelajaran discovery learning.

b. Pendekatan penelitian Quasi Eksperimen Design.

c. Teknik pengumpulan data

menggunakan dokumentasi.

d. Penelitian dilaksanakan di SMP.

a. Subjek dan objek penelitian

berbeda.

b. Dalam penelitian

ini tidak

menggunakan model

pembelajaran discovery

learning berbasis literasi.

c. Penelitian dilaksanakan

pada mata

pelajaran matematika.

3. Niwati, 2020 Implementasi Gerakan Literasi

a. Penelitian tentang literasi

a. Subjek dan objek penelitian

Sekolah dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca dan Menulis di MI Nurul Huda Bondowoso Tahun Pelajaran 20219/2020.

b. Tenik

pengumpulan data yaitu, dokumentasi.

berbeda.

b. Bentuk penelitian menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif, jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus.

c. Lokasi penelitian 4. Husnul

Khatimah, 2020

Pengaruh

Kegiatan Literasi Dasar terhadap Minat Baca Siswa Kelas V SD Negeri 32 Buakang

Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.

a. Penelitian tentang literasi.

b. Penelitian kuantitatif.

c. Metode

penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen.

a. Subjek dan objek penelitian

berbeda.

b. Lokasi penelitian.

c. Penelitian ini menggunakan penelitian pre eksperimen design Ijenis One-Group Pre- angketIdan Post- angketIDesign 5. Isnaniatul

Lailiyah, 2020

Pelaksanaan Pembelajaran Literasi di SMP Negeri 1 Jember Tahun Pelajaran 2019/2020.

a. Penelitian tentang literasi.

b. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi.

a. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif.

b. Subjek dan objek penelitian

berbeda.

c. Lokasi penelitian.

Dari kelima penelitian terdahulu mulai dari Ade Payosi mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 14 Bermani Ilir Kabupaten Kepahiang. Firda Gusvina mengenai Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Smp/Mts. Niwati mengenai implementasi gerakan literasi sekolah dalam

meningkatkan kemampuan membaca dan menulis di MI Nurul Huda Bondowoso, Husnul Khatimah mengenai pengaruh kegiatan literasi dasar terhadap minat baca siswa kelas V SD Negeri 32 Buakang Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai, Isnaniatul mengenai pelaksanaan pembelajaran literasi di SMP Negeri 1 Jember. Jika dikaitkan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan memang terdapat persamaan yang sama dan rumusan masalah penelitian yang mereka semua lakukan seperti saya lakukan mengenai Literasi, akan tetapi dalam segi perbandingan atau perbedaannya yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian dari ketiga peneliti tersebut tidak ada perbedaan yang signifikan, karena ketiga penelitian tersebut mengenai literasi sedangkan penelitian yang peneliti lakukan lebih ke literasi membacanya, selain itu perbedaan yang terlihat yaitu mengenai lokasi yang diteliti, metode pengumpulan data, pendekatan dan jenis penelitian. Peniliti berharap bisa menyempurnakan penelitian terdahulu dengan mengembangkan proses penelitian selanjutnya dan menemukan hal baru yang terdapat dalam proses penelitian tersebut.

didik yang diharapkan dapat mengalami perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu dan perubahan-perubahan tersebut sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Anthony Robbins dalam Trianto, belajar merupakan proses menciptakan hubungan antara pengetahuan yang sudah dipahami dan pengetahuan yang baru.Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan, (2) pengetahuan yang sudah dipahami, dan (3) pengetahuan yang baru.

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Bruner berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan (learning by discovery is learning to discovery). Bruner memakai model pembelajaran yang disebutnya discovery learning, dimana peserta didik mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Model discovery adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery Learning merupakan model pembelajaran penemuan yang dilakukan oleh siswa.

Dalam pembelajaran ini siswa menemukan sendiri suatu hal yang baru bagi mereka. Discovery learning dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pembelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri sehingga menemukan sendiri penyelesaian dalam pembelajaran.33

b. Sintaks Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Arends sintaks model pembelajaran discovery learning adalah sebagai berikut :

1) Menyampaikan tujuan yang akan dipelajari, mengelompokkan dan menjelaskan prosedur discovery learning, serta guru menyampaikan aturan dalam model pembelajaran dengan penemuan.

2) Guru menyampaikan suatu masalah secara sederhana

3) Peserta didik memperoleh data eksperimen. Guru mengulangi pertanyaan pada peserta didik untuk mendapat informasi yang membantu proses penemuan.

4) Peserta didik membuat hipotesis dan penjelasan guru membantu peserta didik dalam membuat prediksi dan mempersiapkan penjelasan masalah.

5) Analisis proses penemuan, guru membimbing peserta didik

33 Hasma Handayani, dkk, Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Pembelajaran IPS di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Merak Belantung (Lampung: FKIP Unila, 2015), 3-4.

berfikir tentang proses intelektual dan proses penemuan serta menghubungkan dengan pelajaran lain.34

c. Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning

Tujuan Pembelajaran Discovery Learning, Bell mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:

1) Dalam teknik penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

2) Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.

3) Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

4) Pembelajaran dengan penemuan mambantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide- ide orang lain.

5) Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilanketerampilan, konsep- konsep dan prinsipprinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.

6) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan

34 Hasma Handayani, dkk, “Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Pembelajaran IPS”, 5-6.

dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.35

d. Hubungan Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono menjelaskan hasil belajar adalah proses untuk melihat sejauh mana siswa dapat menguasai pembelajaran setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar atau keberhasilan yang dicapai seorang peserta didik setelah mengikuti pembelajaran yang ditandai dengan bentuk angka, huruf, symbol tertentu yang disepakati oleh pihak penyelenggara.36 Sementara menurut Sudjana, hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Hasil belajar yang dimiliki seseorang bisa ditinjau dari tingkah lakunya.37

Menurut Siti Wahyu Ningsih dan Sopiyan Suri, Model Pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena saat pembelajaran menggunakan model pembelajaran tersebut memberikan perubahan berupa peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan Model Pembelajaran

35 Ade Payosi, Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 14 Bermani Ilir Kabupaten Kepahiang (Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2020), 24.

36 Moh. Zaiful Rosyid, Mustajab dan Aminol Rosid Abdullah, Prestasi Belajar (Batu:

Literasi Nusantara, 2019), 11-12. Https://bit.ly/3Xjd5GI.

37 Siti Komariyah dan Ahdinia Fatmala Nur Laili, “Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis terhadap Hasil Belajar Matematika,” Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika 4, no. 2 (September 2018): 57. Https://bit.ly/3Oq1rFJ.

Discovery Learning, saat melakukan eksperimen dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan sehingga siswa termotivasi untuk melakukan proses penemuan, pengajaran menggunakan eksperimen merangsang motivasi, kreativitas dan meningkatkan minat siswa saat pembelajaran sehingga meningkatkan hasil belajar siswa, dan dengan menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning siswa termotivasi, berpartisipasi dan antusias dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajar siswa meningkat.38

Berdasarkan uraian hubungan penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan hasil belajar siswa, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan hasil belajar tidak dapat dipisahkan. Model pembelajaran sangat penting saat proses belajar mengajar karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Literasi Membaca

a. Pengertian Literasi Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.

Sedangkan dari segi linguistik, menurut Anderson membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding prosess), berlainan dengan berbicara dan menulis yang

38 Siti Wahyu Ningsih dan Sofiyan Suri, “Hubungan antara Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Hasil Belajar Matematika Siswa UPT SMK Negeri 4 di Kota Tanggerang,” Dian Widya: Jurnal Ilmiah dan Pendidikan 4, no. 5 (Juli 2021): 72.

justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.39

Istilah “literasi membaca” biasanya mengacu pada kemampuan individu untuk belajar, menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi tertulis dan tercetak. Definisi ini tampaknya menunjukkan bahwa dengan literasi membaca seseorang dapat membaca dengan aktif, terarah, dan fungsional dalam berbagai situasi dan untuk berbagai tujuan. Banyak harapan yang ingin diwujudkan para siswa.

Agar para siswa dapat mewujudkan keinginannya serta dapat berpartisipasi aktif dalam komunitas dan kehidupan pribadinya, peran literasi membaca akan menjadi penting.

Menurut Mullis & Martin, literasi membaca adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan bentuk-bentuk bahasa tertulis yang dibutuhkan oleh masyarakat atau individu dihargai oleh individu.

Pembaca dapat mengkonstruksi makna dari teks dalam berbagai bentuk. Mereka membaca untuk belajar, untuk berpartisipasi dalam komunitas pembaca di sekolah di sekolah dan kehidupan sehari-hari, dan untuk kesenangan.

39 Henry Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: CV Angkasa, 2015), 7.

Sementara Svrpkova mendefinisikan literasi sebagai penggunaan fungsional dari keterampilan yang diperoleh dalam konteks sosial tertentu. Menjadi literat berarti bahwa seseorang harus mengembangkan serangkaian keterampilan yang lebih luas, yang mengaktifkan penggunaan funsional dari keterampilan yang diperoleh (misalnya bahasa) dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, literasi membaca tidak hanya mengacu pada penguasaan keterampilan membaca, tetapi juga kemampuanuntuk bekerja dengan teks, berkomunikasi secara tertulis, memperoleh dan mengolah informasi yang terkandung dalam teks.

Kemudian, PISA mendefinisikan literasi membaca adalah kemampuan seseorang mengalami, menggunakan, mengevaluasi, merenungkan, merefleksi, dan melibatkan diri dengan teks untuk memcapai tujuan seseorang, mengembangkan pengetahuan dan potensi diri, serta untuk berpartisipasi dalam masyarakat.40

Selain itu, Delgadova berpendapat bahwa literasi membaca adalah seperangkat keterampilan dan kemampuan membaca yang diperlukan untuk bekerja dengan teks secara efektif. Literasi membaca tidak mengacu pada membaca cepat kata, frasa atau teks lengkap.

Lebih dari itu, literasi membaca mengacu pada kemampuan memahami isi dengan baik, menemukan makna eksplisit dan implisit, menganalisis konten dan informasi yang diperoleh dan mampu

40 Vismaia S. Damaianti, Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan (Bandung: PT Refika Aditama, 2021), 71-72.

menafsirkan konten dengan benar dan menyebarkannya.

Dengan demikian, dapat dijelaskan pula bahwa literasi membaca adalah kemampuan untuk membuat penilaian sendiri mengenai teks, dan menerapkan konten mereka untuk berinovasi dan menciptakan pengetahuan baru sebagai hasil dari informasi yang diterima. Literasi membaca merupakan salah satu kunci keterampilan dalam lingkungan akademis, karena banyak sekali pengetahuan yang diperoleh melalui buku, monograf dan dokumen tertulis. Ini dianggap sebagai kompetensi inti dalam proses mengubah informasi menjadi pemahaman.41

b. Prinsip-Prinsip Penilaian Literasi Membaca

Beberapa hal dapat dijadikan prinsip penyelenggaraan proses penilaian literasi membaca dan penyusunan perangkat penilaiannya.

Prinsip-prinsip tersebut dikaitkan dengan konsep dasar proses penilaian, konsep berpikir, konsep penetapan indikator, konsep pemilihan teks, dan konsep digitalisasi dalam pengembangan perangkat penilaian.

Dalam melaksanakan proses penilaian diperlukan prinsip-prinsip dasar sebagai acuannya. Terdapat 11 standar penilaian yang dibuat National Council of Teachers of English (NCTE) dan International Reading Association (IRA) (2010) yang dapat diacu untuk proses penilaian literasi membaca. Diantaranya sebagai berikut:

41 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 75.

1) Minat siswa sangat penting dalam penilaian

Proses penilaian yang dialami siswa merupakan pengalaman yang memiliki konsekuensi. Penilaian dapat mengubah kondisi dan kesempatan pendidikan siswa.

Pengalaman yang diperoleh siswa dalam mengikuti penilaian dapat meningkatkan atau bahkan mengurangi motivasi belajar.

Penilaian dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa sehingga dapat muncul perasaan positif atau negatif mengenai diri siswa sendiri dan orang lain, serta dapat memengaruhi pemahamannya terhadap apa artinya menguasai dan berhasil dalam pendidikan.42

2) Guru merupakan agen penilaian yang paling penting

Sebagian besar penilaian pendidikan terjadi di kelas, sewaktu guru dan siswa saling berinteraksi. Para guru merancang, menugasi, mengamati, bekerja sama, dan menafsirkan pekerjaan siswa di kelas mereka. Guru membuat penetapan tujuan dan makna pada setiap interaksi dalam aturan penilaian yang dibuatnya serta mengevaluasi respons dan informasi dari siswa.

Guru adalah agen utama dalam penilaian, bukan pelaku dan pengguna pasif atas informasi dari penilaian.

3) Tujuan utama penilaian adalah untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran

42 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 109.

Penilaian dalam pendidikan untuk beragam tujuan, misalnya mencatat kualitas pembelajaran, mendiagnosis kesulitan membaca dan menulis, menentukan kelayakan program pembelajaran, mengevaluasi program, mengevaluasi pengajaran, dan melaporkan hasil penilaian. Yang mendasari semua tujuan penilaian ini adalah kepentingan untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran. Penilaian digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan pelayanan pendidikan. Akan tetapi, tujuan selanjutnya adalah untuk pengajaran yang lebih pantas dan pembelajaran yang lebih baik bagi siswa.43

4) Penilaian literasi membaca harus mencerminkan dan mengakomodasi pemikiran kritis ke dalam kurikulum

Penilaian literasi membaca yang sehat dimulai dari kurikulum yang dapat mengakomodasi konsep literasi membaca yang rumit. Penilaian ini pun dimungkinkan untuk dilaksanakan dan dipraktikkan dalam proses pengajaran literasi membaca yang mencerminkan kualitas yang baik. Selanjutnya, agar dapat menjadi pengkajian yang baik dan produktif bagi pelaksanaan kurikulum maka penilaian itu harus dapat mencerminkan kompleksitas dan kekayaan kurikulum dalam praktik pengajaran literasi membaca di sekolah. Penilaian yang mencerminkan pandangan yang minim akan mengakibatkan berkurangnya

43 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 110.

kualitas kurikulum. Masalah ini pun akan menyebabkan aturan dasar penilaian yang menyimpang sehingga tidak akan terjadi pemecahan masalah atau perbaikan pengajaran secara produktif.

5) Penilaian literasi membaca harus mengenali, mencerminkan sifat intelektual, sosial, dan budaya yang kompleks, serta memberikan peranan penting untuk sekolah, rumah, dan masyarakat dalam pengembangan keaksaraan

Literasi membaca itu rumit dan terus berubah. Kemampuan literasi yang dimiliki siswa yang telah lulus merupakan hasil proses yang kompleks yang mungkin tidak mereka bayangkan di saat awal mereka bersekolah. Praktik literasi membaca bersifat sosial dan melibatkan negosiasi antara para penulis dan pembaca mengenai makna, tujuan, dan konteks. Praktik literasi sekarang ini bukan lagi berupa kerja kognitif saja. Praktik literasi dilakukan secara berbeda, dengan konteks sosial dan budaya berbeda serta media yang berbeda. Perilaku siswa dalam satu tatanan tempat mungkin tidak mewakili perilaku tatanan di tempat lain. Mungkin seorang siswa tidak memiliki kecakapan untuk menyatakan dan menampilkan diri sepenuhnya di dalam kelas, tetapi mungkin dia menjadi kontributor yang baik dalam keluarga dan masyarakatnya.44

44 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 110- 111.

6) Penilaian harus adil dan objektif

Kita hidup dalam masyarakat multibudaya dengan hukum yang menjanjikan hak yang sama untuk semua orang. Komunitas sekolah kita harus bekerja untuk memastikan bahwa semua siswa yang berbeda latar belakang budaya, etnik, agama, bahasa, dan ekonomi, menerima pendidikan yang adil. Penilaian memainkan bagian penting dalam memastikan keadilan dan kesetaraan itu.

Pertama, karena penilaian berhubungan erat dengan kurikulum, pedoman, dan perangkat pembelajaran yang diposisikan sebagai acuan untuk menjaga keobjektifan. Kedua, penilaian dapat menyediakan berbagai cara yang tidak berat sebelah untuk menentukan siapa yang harus dan siapa yang tidak bisa diberi akses pada kegiatan pendidikan dan sumber daya tertentu.

7) Konsekuensi dari prosedur penilaian adalah pertimbangan pertama dan terpenting dalam menetapkan keabsahan penilaian

Tes, pedoman observasi, rubrik penilaian, dan cara penilaian lainnya harus digunakan berdasarkan konteks penggunaannya dan pertimbangan konsekuensinya. Jika perangkat tes yang baik dan komprehensif waktu penggunaannya jauh dari waktu penyampaian materi pembelajaran maka harus ada pertimbangan konsekuensinya. Jika penggunaan alat penilaian dapat membuat para guru mengembangkan pembelajaran yang produktif dan membuat perubahan penting

dalam pengajaran mereka, maka alat penilaian dapat diimplementasikan.

8) Proses penilaian harus melibatkan berbagai perspektif dan sumber data

Setiap program penilaian, begitu juga penilian literasi membaca tidak ada yang sempurna. Setiap orang yang terlibat dalam penilaian dibatasi oleh kualitas penafsirannya pada pengajaran dan pembelajaran membaca. Meskipun kita tidak dapat sepenuhnya menghilangkan keterbatasan dari pembuat atau perangkat penilaian, tetapi kita dapat mencoba untuk memastikan bahwa proses penilaian tetap seimbang. Selain itu, semua pemangku kepentingan dalam kegiatan penilaian harus menyadarinya. Semakin penting suatu keputusan dari penilaian maka semakin penting kita mengantisipasi berbagai kemungkinan perspektif dan sumber data penilaian.45

9) Penilaian harus didasarkan pada komunitas pembelajaran sekolah setempat termasuk partisipasi aktif dari keluarga dan anggota masyarakat

Guru adalah agen utama proses penilaian dan ruang kelas adalah lokasi dari praktik penilaian yang paling penting, tetapi unit penilaian yang paling efektif adalah komunitas pembelajaran sekolah setempat, seperti berikut. Pertama, prinsip kolektif dan

45 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 111- 112.

nilai-nilai masyarakat dapat memberikan gagasan inovatif dari berbagai perspektif agar terjadi pemahaman yang mendalam terhadap latar individu dan budaya siswa. Kedua, keterlibatan semua pihak dalam penilaian mendorong hubungan kerja sama dan komitmen di antara mereka. Ketiga, karena pembelajaran bahasa tidak dibatasi pada apa yang terjadi di sekolah maka dalam penilaian harus ada penambahan dari apa yang digambarkan pada kurikulum sekolah.

10) Semua pemangku kepentingan di komunitas pendidikan, siswa, guru, staf administrasi, pembuat kebijakan, dan masyarakat harus memiliki suara yang sama dalam pengembangan, interpretasi, dan peran dalam informasi penilaian

Setiap dari konstituen yang disebutkan dalam komponen ini memiliki andil dalam proses penilaian. Pada satu masa mungkin siswa berada pada tahap merasa cemas terhadap penilaian dan pembelajaran literasi membaca. Mereka mungkin cemas dengan konsep ketercapaian yang harus diraih dalam proses penilaian.

Mungkin juga mereka cemas dengan proses pembelajaran atau karier selanjutnya setelah mereka mengikuti penilaian. Untuk itu, komponen pertama, yaitu para guru diminta memahami profil siswa mereka, menggunakan praktik dan pengetahuan profesional mereka, menyadari persepsi mereka sendiri tentang guru, dan meningkatkan kualitas kerja mereka untuk digunakan dalam

melaksanakan proses penilaian dalam konteks sosial masyarakat.

11) Keluarga harus terlibat sebagai peserta yang aktif dan esensial dalam proses penilaian

Keluarga adalah faktor penting dalam penilaian. Semakin banyak keluarga yang memahami proses pembelajaran dan penilaian anak-anaknya di sekolah, maka semakin banyak kontribusi keluarga pada upaya kemajuan anak-anaknya. Guru pun hendaknya memahami cara terbaik untuk membantu anak- anak dari latar budaya keluarga yang berbeda.46

c. Tipe-Tipe Penilaian Literasi Membaca

Penilaian literasi membaca yang dilakukan guru secara efektif akan menggunakan berbagai cara penilaian, dan mereka juga dapat menganalisis data secara akurat dan mengomunikasikan hasilnya.

Proses penilaian di kelas literasi membaca dapat menggunakan dua tipe penilaian, diantaranya sebagai berikut:

1) Penilaian Formal

Penilaian formal merupakan pengetesan terstandar yang diberikan kepada siswa dalam kondisi terkontrol sehingga kelompok individu dengan latar belakang yang sama dapat dibandingkan. Praktik penilaian formal melibatkan penggunaan tes standar yang diterbitkan dan telah dikembangkan oleh para ahli kemudian diimplementasikan dan ditafsirkan sesuai dengan

46 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 113- 114.

kriteria standar tertentu. Biasanya tes ini diberikan dalam kondisi atau tujuan penilaian tertentu. Setelah digunakan hasil pengetesan biasanya dikirim ke pusat standar peniaian untuk dinilai dan hasilnya kemudian dikirim ke sekolah.47

2) Penilaian Informal

Adapun penilaian informal bukan untuk dibakukan melainkan untuk merekam pengamatan kinerja siswa. Penilaian ini dapat menggunakan beberapa cara penilaian, seperti catatan anekdot, daftar periksa, rubrik, portofolio, catatan hasil baca, dan analisis kesalahan atau kelemahan dalam kegiatan membaca.

Kekhawatiran tentang keterbatasan tes standar dan tentang kebutuhan untuk melihat dengan cermat pekerjaan siswa untuk mengevaluasi kinerja siswa telah menghasilkan minat yang meningkat dalam pendekatan penilaian alternatif. Campbell, dkk mengatakan penilaian informal mencakup banyak prosedur dan alat diagnostik atau berbasis kinerja autentik yang diberikan sepanjang proses pembelajaran. Pelaksanaannya dapat melibatkan seluruh kelas, kelompok kecil, atau individu. Penilaian alternatif mendorong siswa untuk membangun tanggapan terhadap kemampuan mereka sendiri. Menurut Mueller, penilaian autentik dan berbasis kinerja melibatkan beberapa indikator kemajuan, termasuk tugas autentik (tugas yang meniru kehidupan nyata

47 Vismaia S. Damaianti,” Literasi Membaca: Hasrat Memahami Makna Kehidupan”, 114.

Dalam dokumen pengaruh penerapan model pembelajaran (Halaman 35-78)

Dokumen terkait