BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS
B. Temuan Penelitian
Gambar 4.14 Kegiatan Hafalan Dan Setoran Nadzoman
Gambar 4.15 Kegiatan Sorogan Kitab Kuning
berkaitan dengan pengendalian emosi dan jiwa. Yaitu kegiatan kegiatan Dzikrul Ghofilin, Rotibul Haddad, dan Qolbul Qur’an.
Kegiatan-kegiatan itu sifatnya adalah pembiasaan yang jika dilakukan secara istiqomah, maka dampak atau efek samping yang akan diterima akan bernilai positif. Baik secara hubungan horizontal kepada sesama manusia, tapi juga hubungan vertikal yaitu kepada Tuhan Maha Esa.
Dzikrul Ghofilin yang dilaksanakan oleh seluruh santri Pondok Pesantren Ngashor, waktunya dilakukan pada setiap hari sabtu malam (malam ahad). Kegiatan ini merupakan kegiatan mingguan yang dikoordinir oleh pengurus khususnya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara membaca Dzikrul Ghofilin, pemimpin acara ini biasanya adalah para ustadz yang dianggap mamp dan mumpuni dalam memimpin pembacaan Dzikrul Ghofilin.
Gambar 4.3 Pembacaan Ratibul Haddad
Gambar 4.1 pembacaan Dzikrul Ghofilin
Gambar 4.2 Pembacaan Qolbul Qur’an
2. Pendidikan kecakapan hidup (Life Skills Education) dalam meningkatkan kemandirian tingkah laku santri di Pondok Pesantren Ngashor.
Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai pendidikan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandiran santri dibidang
tingkah laku menghasilkan data bahwa peningkatan yang dilakukan Pondok Pesantren Ngashor adalah lewat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian tingkah laku para santri.
Kegiatan-kegiatan itu sifatnya adalah pembiasaan yang jika dilakukan secara istiqomah, maka dampak atau efek samping yang akan diterima akan bernilai positif. Baik secara hubungan horizontal kepada sesama manusia, tapi juga hubungan vertikal yaitu kepada Tuhan Maha Esa.
Kegiatan-kegiatan berupa bersih-bersih minggu, pramuka, pembangunan, peternakan, pertanian, Qiro’at, Seni Hadrah, Marching Band dan praktek fiqih masyarakat. Kegiatan-kegiatan ini ternyata memberikan dampak yang signifikan kepada para santri. Selain bisa menambah wawasan, juga pengalaman yang tentunya tidak dapat dihargai berapapun.
Minggu bersih. Kegiatan ini dimulai minggu pagi yaitu membersihkan terutama dan yang pertama adalah kamar pribadi para santri setelah selesai maka dilanjut membersihkan seluruh pesantren secara bersama-sama.
Pramuka. Kegiatan ini dilakukan lembaga yang ada di Pondok Pesantren Ngashor. Yaitu di MA dan SMK yang telah melaksanakan pramuka dan dimaksukkan kedalam ekstrakurikuler. Kegiatannya dua minggu sekali untuk latihan.
Peternakan. Kegiatan ini dilakukan hanya beberapa santri saja yang memang diberikan wewenang oleh Pengasuh langsung. Karena semua keputusan ada pada pengasuh. Jika pengasuh menginginkan santri A, maka dia yang akan melaksanakan.
Pertanian. Kegiatan ini juga mirip dengan peternakan tadi, jadi tidak semua anak atau santri ikut kedalam pertanian. Tapi hanya beberapa saja yang diberi amanah oleh pengasuh. Kegiatan ini sebelumnya memang santri yang ditunjuk tadi sudah ada kemampuan meski belum seberapa, kemudian karena ada perintah maka dia semakin belajar untuk dapat mengurusi pertanian.
Pembangunan. Kegiatan ini sifatnya hanya membantu para tukang dari luar. Para santri yang dipasrahi oleh pengasuh akan bertindak jika ada pembangunan dimulai. Mereka membantu selama pengerjaan yang dilakukan para tukang.
Praktek fiqih masyarakat. Kegiatan ini fokusnya kepada belajar bareng dan praktek langsung terhadap materi-materi fiqih yang sekiranya nanti dimasyarakat sangat dibutuhkan. Mulai dari sholat, belajar jadi imam, merawat jenazah, dan lainnya. Maksudnya agar terjun ke masyarakat mereka tidak akan kaget ketika ditunjuk untuk melakukan.
Marching Band. Kegiatan ini adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dimilik Pondok Pesantren Ngashor. Namanya Bethoro Guru. Latihannya masih belum bisa konsisten, tapi masih aktif sampai sekarang juga alatnya masih komplit semua.
Gambar 4.4 kegiatan Muhadzarah
Gambar 4.5 Kegiatan dan Penampilan Hadrah
Gambar 4.6 Kegiatan Minggu Bersih-bersih
Gambar 4.7 kegiatan pertanian
Gambar 4.8 Kegiatan Pembangunan
Gambar 4.9 Kegiatan Pramuka
3. Pendidikan kecakapan hidup (Life Skills Education) dalam meningkatkan kemandirian intelektual santri di Pondok Pesantren Ngashor.
Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai pendidikan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandiran santri dibidang intelektual menghasilkan data bahwa peningkatan yang dilakukan Pondok Pesantren Ngashor adalah lewat kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian pengetahuan atau intelektual para santri.
Seperti kegiatan hafalan juz amma, pengajian kitab fiqih, tafsir dan tassawuf, hafalan nadzhoman, muhadzarah, pidato.
Kegiatan-kegiatan itu sifatnya adalah pembiasaan yang jika dilakukan secara istiqomah, maka dampak atau efek samping yang akan diterima akan bernilai positif. Baik secara hubungan horizontal kepada
sesama manusia, tapi juga hubungan vertikal yaitu kepada Tuhan Maha Esa.
Hafalan Juz Amma. Kegiatan ini adalah kegiatan harian yang harus dilaksanakan oleh setiap santri. Karena dengan menghafalkan juz amma, nantinya akan berguna dimasyarakat. Surat-surat yang dipakai untuk sholat juga dari Juz Amma. Maka dari itu mereka dibekali hafalan Juz Amma agar bisa hafal lebih-lebih bisa faham pesan dari setiap surat di Juz Amma.
Hafalan Nadzoman. Nadzoman ini disesuaikan dengan tingkatnya.
Mulai nadzoman Asma’ul Husna, Sifa’ul Jinan, Aqidatul Awam, Awamil, Imriti dan Alfiyah. Jika mereka sedang berada di Kitab Imriti, maka nadzoman itu yang harus dihafalkan.
Muhadzarah. Kegiatan ini berupa latihan public speaking didepan para santri khususnya yang temanya berubah-ubah. Kegiatan ini juga sifatnya berkelompok. Sebagai contoh kali ini temanya adalah pernikahan. Maka acara mulai dari awal hingga akhir adalah tugas mereka agar acara itu bisa selesai. Contoh lain acara Isra’ Mi’raj. Maka mereka mengatur mulai dari MC, Qiro’at, sambutan, maidzoh hasanah dan seterusnya.
Pidato. Kegiatan ini lebih condong kepada khitobah, jadi kegiatan ini dilaksanakan individu dan semua santri harus ikut serta dan nantinya bergiliran.
Gambar 4.13 Kegiatan Hafalan dan Setoran
Gambar 4.14 Kegiatan Hafalan Dan Setoran Nadzoman
Gambar 4.15 Kegiatan Sorogan Kitab Kuning
Tabel 4.1 Temuan Peneliti
No Fokus Temuan Penelitian
1. Bagaimana Implementasi Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Meningkatkan
Kemandiran Emosional Santri di Pondok Pesantren Ngashor Kecamatan
Gumukmas Kabupaten Jember
a. Kegiatan pembacaan Rotibul Haddad b. Kegiatan pembacaan Dzikrul Ghofilin c. Kegiatan Pembacaan Kitab Qolbul
Qur’an 2. Bagaimana Implementasi Pendidikan
Kecakapan Hidup dalam Meningkatkan Kemandirian Tingkah Laku Santri di Pondok Pesantren Ngashor Kecamatan
Gumukmas Kabupaten Jember.
a. Kegiatan Pramuka b. Kegiatan Pidato c. Kegiatan Muhadzarah
d. Kegiatan Praktek Fiqih Masyarakat e. Kegitan Minggu Bersih
f. Kegiatan Pembangunan g. Kegiatan peternakan h. Kegiatan Pembangunan 3. Bagaimana Implementasi Pendidikan
Kecakapan Hidup dalam Meningkatkan Kemandirian Intelektual Santri di Pondok Pesantren Ngashor Kecamatan
Gumukmas Kabupaten Jember
a. Hafalan dan Setoran Juz Amma b. Hafalan dan Setoran Nadzhoman c. Pembelajaran Kitab Kuning : Kitab
Fiqih, Tafsir dan Tassawuf.
139
Meningkatkan kemandirian emosional santri di Pondok Pesantren Ngashor
Pendidikan Kecakapan Hidup atau Life Skills Education yang telah berjalan dan dilaksanakan di Pondok Pesantren Ngashor adalah pendidikan yang memberikan dampak dan efek samping yang baik terhadap pribadi/individu para santri.
Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Abu Yasid135 mendefinisikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan proses pendidikan yang menyiapkan siswa untuk mampu mengaktualisasikan kemampuan dalam mencapai kompetensi, baik sebagai individu ataupun bagian dari masyarakat sosial, kemampuan intelektual yang tinggi, mampu menyelesaikan permasaahan hidup yang dihadapi, dan siap menjalani hidup yang mandiri dan bermartabat, serta proaktif ikut menyelesaikan permasalahan yang ada.
Secara teori, pendidikan kecakapn hidup merupakan suatu usaha khususnya pada aspek pendidikan pesantren bahwa santri yang hidup pada zaman digital ini sudah selayaknya menjadikan dirinya ahli pada bidang- bidang yang sedang dibutuhkan. Karena jika hanya mengutakan ilmu agama saja, pada era sekarang dirasa kurang.
135 Abu Yasid, Paradigma Baru Pesantren Menuju Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta:
IRCiSod, 2018), 239.
Sukmadinata136 berpendapat bahwa kemadirian emosional memiliki beberapa indikator meliputi: mampu mengendalikan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stress, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan, mampu memahami pengalaman emosi pribadi, dan mampu memahami emosi orang lain.
Teori diatas memungkinkan para santri bahwa mengendalikan diri sendiri adalah PR terbesar yang diberikan oleh Allah kepada setiap hamba- Nya agar dapat mengendalikan diri sendiri.
Pendidikan Kecakapan Hidup dalam meningkatkan kemandirian emosional memang memberikan peningkatan Life Skills para santri khususnya pada bidang emosional mereka. Lewat kegiatan-kegiatan seperti Dzikrul Ghofilin, Rottibul Haddad dan pembacaaan kitab Qolbul Qur’an.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tiap satu bulan sekali yang ternyata memberikan dampak baik khususnya pada aspek emosional santri. Karena efek samping atau hasil yang diraih ketika istiqomah melaksanakan itu telah dirasakan oleh santri, mulai dari ketenangan dalam mengambi keputusan, memilih pilihan dan memutuskan pilihan.
Senada dengan teori yang dikeluarkan oleh Rao Usa yaitu kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan individu untuk menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari
136 Sukmadinata, 94.
secara efektif. Adaptif berarti bahwa seseorang fleksibel dalam pendekatan dan mampu menyesuaikan diri dalam keadaan yang berbeda; sedangkan, perilaku 'positif' menyiratkan bahwa seseorang melihat ke depan dan dapat menemukan secercah harapan bahkan dalam situasi sulit dan kemudian dapat menemukan solusi yang tepat.137
Sesuai dengan Robby I Candra138 yang menjelaskan bagaimana pengertian dari mandiri. Menurut beliau mandiri adalah kebebasan bathin dalam mengenali pilihan-pilihan, mengambil pilihan itu, baik nantinya ada dua pilihan hasil, yaitu hasil yang diinginkan atau hasil yang tidak dinginkan.
Minimal ada kebebasan dalam memilih dan memilah dari beberapa pilihan yang ada.
Kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan kemandirian emosional santri, mereka dengan kegiatan itu dapat memantapkan pilihan-pilihan hidup mereka.
Adapun indikator yang dapat dilihat ketika membahas tentang life skill seperti yang dikemukaan oleh Septiawan bahwa ada 8 indikator tentang keahlian hidup yaitu :
a. Decision making (kemampuan membuat keputusan),
b. Wiseuse of resources (kemampuan memanfaatkan sumber daya), c. Communication (komumikasi),
d. Accepting differences (menerima perbedaan), e. Leadership (kepemimpinan),
f. Usefull Marketable Skills (kemampuan yang marketabe),
g. Healthy life style choices (kemampuan memilih gaya hidup sehat), h. Self responsibility (bertanggungjawab pada diri sendiri),
137 Usa Rao, Life Skills, (Mumbai: Himalaya Publishing, 2014), 2.
138 Robby I Chandra, Pendidikan Menuju Manusia Mandiri, (Bandung: Generasi Infomedia, 2006), 67.
Dzikrul Ghofilin. Kegiatan ini dijadikan santri sebagai kegiatan dzikir yang efeknya akan dirasakan oleh bathin dan emosional mereka. Kemandirian yang dimaksudkan Robby tadi diaplikasikan melalui kegiatan dzikir sekaligus meminta kepada Allah agar menuntun bathin serta jiwa mereka menuju pilihan yang tepat.
Rottibul Haddad. Pembacaan yang dilakukan secara istiqomah akan memberikan efek samping terhadap pribadi pelakunya. Hampir sama dengan kegiatan sebelumnya bahwa kegiatan Rotibul Haddad ini adalah kegiatan dari rangkaian dzikir yang dimaksudkan santri dapat memantapkan pilihan-pilihan hidup mereka lewat kegiatan ini.
Pembacaan kitab Qolbul Qur’an. Kitab ini menurut narasumber dapat memberikan fadhilah atau keutamaan bagi pembacanya. Kitab ini berisi intisari dari setiap surah yang ada dalam Al-Qur’an. Tentu saja jika dibaca secara istiqomah akan memberikan dampak positif lahir bathin kepada pelakunya.
Juga pada teori yang dikeluarkan oleh Septiawan bahwa kemampuan memanfaatkan sumber daya termasuk sumber daya kesadaran untuk selalu berdzikir kepada Allah itu merupakan salah satu indikator dari delapan yang merupakan indikator dari keahlian hidup.
Artinya menjadikan tanggung jawab pada diri sendiri juga merupakan salah satu indikator yang dikemukaan oleh Septiawan tadi bahwa kegiatan- kegiatan yang dapat meningkatkan emosional para santri ini secara tidak
langsung memberikan efek bahwa mereka dapat bertanggung jawab pada diri sendiri untuk senantiasa beribadah dan melaksanakan perintah dari Allah.
B. Pendidikan kecakapan hidup (life skills education) dalam meningkatkan kemandirian tingkah laku santri di Pondok Pesantren Ngashor
Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dari segi kemandirian tingkah laku berlangsung dengan baik. Santri khususnya di era yang sudah digital dan modern ini memang diperlukan keahlian-keahlian yang mana nantinya dapat berguna di kehidupan masyarakat.
Sesuai dengan Brolin139 dalam buku Anwar menjelaskan bahwa “Life skills constitute a continuum of knowledge and aptitude that are necessary for a person to fungtion effectively and to avoid interupptions of employment experience” (Kecakapan hidup merupakan rangkaian pengetahuan dan bakat yang diperlukan bagi seseorang untuk berfungsi secara efektif dan untuk menghindari gangguan pengalaman kerja). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa life skills adalah kemampuan untuk hidup, namun, istilah hidup tidak semata memiliki kemampuan tertentu saja (Vocational Job), namun harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya alam, bekerja dalam tim, dan memanfaatkan teknologi.140
Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam peningkatan kemandirian tingkah laku santri yaitu : bersih-bersih minggu, pramuka, pembangunan,
139 Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep dan Aplikasi, 20.
140 Satori, Implementasi Life Skills dalam Konteks Pendidikan di Sekolah, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 (8), (Januari, 2002), 25.
peternakan, pertanian, Qiro’at, Muhadzarah, Pidato, Seni Hadrah, Marching Band dan praktek fiqih masyarakat.
Kegiatan-kegiatan tersebut memang sengaja ditingkatkan dalam pelaksanaanya karena mengingat potensi yang dimiliki oleh santri pada era milenial sekarang sangat bermacam-macam. Juga merespon lapangan kerja yang masih perlu diperluas lagi agar angka pengangguran dapat diturunkan.
Sesuai dengan teori Brolin didalam bukunya Anwar mengatakan bahwa pendidikan ini dimaksudkan untuk mewaspadai akan adanya gangguan pada pekerjaan nantinya. Karena saat belajar melalui pendidikan kecakapan hidup telah diberikan rangsangan supaya respon yang dikeluarkan dapat dikendalian. Bukan hanya keahlian dari lahir, tapi ada beberapa keahlian yang bisa diasah dan ketika sudah mencapai tingkat mahir, maka siapapun akan tertarik terhadap dirinya, namun ada juga keahlian-keahlian yang memang membutuhkan potensi dari lahir agar diasah hingga mencapai tahap mahir.
Dalam mengasah kemampuan hidup, tidak hanya dibutukan kemapuan dasar sejak lahir, namun kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya alam, bekerja dalam tim, komunikatif, dan memanfaatkan teknologi. Sesuai dengan teori yang telah dikemukaan oleh Satori.
Sesuai dengan teori dari jurnalnya Septiawan Santana Kurnia141 yang menerangkan bahwa ada 8 indikator dalam life skills yang nantinya menjadi acuan program pendidikan kecakapan hidup atau life skills. Yaitu :
1. Decision making (kemampuan membuat keputusan)
2. Wiseuse Of Resources ( kemampuan memanfaatkan sumber daya) 3. Communication (komunikasi)
4. Accepting differences (menerima perbedaan) 5. Leadership (kepemimpinan)
6. Usefull Marketeble Skills (kemampuan yang dapat dilirik pihak luar) 7. Healty Life Style Choices (kemampuan memilih gaya hidup sehat) 8. Self Responsibility (bertanggung jawab pada diri sendiri)
Berdasarkan teori itu, pendidikan kecakapan hidup dalam meningkatkan kemandirian santri dibidang tingkah laku, acuannya adalah jurnal yang dikeluarkan oleh Septiawan tersebut. Karena bagian-bagian dari indkator tersebut memiliki rumahnya masing-masing. Artinya pada hasil temuan yang ada dilapangan bahwa indikator-indikator tersebut secara tidak langsung telah sesuai dengan apa yang dikerjakan dan dilaksanakan oleh para santri.
Bersih-bersih minggu. Sesuai dengan acuan dan indikator life skills, salah satu dari 8 acuan adalah kemampuan memilih gaya hidup sehat.
Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap minggu pagi itu adalah cerminan dari pada kemampuan individu para santri dalam mengelola kehidupan yang
141 Septiawan Santana Kurnia, Quantum Learning bagi Pendidikan Jurnallistik (Studi Pembelajaran Jurnalistik yang Berorientasi pada Life Skill), Jurnal Pendidikan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Diknas, 2003), 103.
bersih dan gaya hidup sehat. Mengelola dan memilih gaya hidup sehat khususnya dalam kawasan pesantren bukanlah hal yang mudah. Karena ketika tidak bisa menjaga diri sendiri dari hal-hal yang dapat mempengaruhi kesehatan, maka akan cepat terkena dampaknya.
Kondisi pada pondok pesantren tidak memiliki space yang luas untuk satu orang dalam hal tempat tidur misalnya, atau kamar mandi dan sebagainya. Maka, ketika indikator tadi yang disampaikan Septiawan sudah dilaksanakan oleh santri, maka dia bisa menjadikan kemampuan itu hasil dari pendidikan kecakapan hidup.
Marching Band, Seni Hadrah dan Pramuka. Kegiatan-kegiatan ini sifatnya adalah kelompok yang mana disetiap kelompok pasti dibutuhkan yang namanya komunikasi, decision making (membuat keputusan), menerima perbedaan, dan pasti ada leadership atau kepemimpinan. Setiap group atau kelompok pasti memiliki satu atau dua orang yang paling menonjol dari pada yang lainnya. Mulai dari tingkah laku, kemampuan individu dan komunikasi sosial. Maka dari itu dalam hal kepemimpinan itu meski tidak dilatih sebelumnya, secara tidak langsung mereka sudah melaksanakan pemilihan pemimpin agar tujuan kelompok bisa tercapai. Ketika Marching Band tidak memiliki pemimpin, itu artinya tidak memiliki tapi belum menemukan.
Karena pasti pada setiap kelompok ada yang paling memungkingkan dijadikan sebagai pemimpin.
Dalam hal memimpin bukan hal yang mudah, karena dibutuhkan kemampuan untuk bisa menempatkan anak buahnya sesuai dengan
kemampuan. Mengkoordinir suasana agar selalu stabil hingga memutuskan masalah yang mungkin saja terjadi pada setiap kelompok.
Qiro’at. Kegiatan ini dilaksanakan santri dalam rangka memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki beberapa santri untuk terus menggunakan sumber daya khususnya di suara mereka yang memang dianugerahi suara yang merdu. Sesuai dengan teori yang dikeluarkan Septiawan tadi bahwa 8 indikator life skills salah satunya adalah kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Dalam hal ini sumber daya yang dimaksud adalah kualitas suara yang merdu.
Termasuk juga kegiatan pertanian, peternakan dan pembangunan.
Keahlian-keahlian ini dilakukan santri dalam rangka meningkatkan kualitas individu mereka demi meningkatnya life skills yang mereka punya.
Berdasarkan 8 indikator tersebut, kegiatan pertanian, pembangunan dan peternakan termasuk kedalam salah satu indikator yaitu kemampuan membuat keputusan dan kemampuan memanfaatkan sumber daya.
Decision making yang dimaksud adalah kemampuan mereka para santri dalam membuat keputusan pada saat tanam, perawatan, pemberian pupuk, penyemprotan hingga keputusan dalam melaksanakan hari panen.
Pemberian pakan kepada ternak, juga harus dibekali dengan kemampuan membuat keputusan.
Kemampuan memanfaatkan sumber daya yang dimaksud dalam jurnalnya Septiawan juga dilaksanakan para santri pada saat melaksanakan
kegiatannya masing-masing. Bidang peternakan, pertanian dan pembangunan juga ada kemampuan itu.
Indikator-indikator tersebut ada didalam kegiatan-kegiatan sifatnya berkelompok. Berdasarkan kegiatan-kegiatan itu, para santri telah sesuai dengan indikator dari life skills yang tentunya keahlian-keahlian dan indikator-indikator tadi sangat diperlukan ketika hidup bermasyarakat kelak.
Agus M. Hardjana142 juga menjelaskan dalam bukunya bahwa kecakapan sosial merupakan kecakapan antar personal merupakan kecakapan yang harus dimiliki individu sebagai makluk sosial. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal, komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berproses pengembangan (development process).
Tidak mungkin bahwa manusia dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain karena memang sifat dasar dari manusia dalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang lain. Dalam hal membutuhkan orang lain maka diperlukannya adanya komunikasi. Lewat komunikasi antar manusia inilah yang kemudian dinamakan interaksi sosial. Ketika melaksanakan kegiatan muhadzarah misalnya, kita akan membutuhkan orang lain dalam membantu sesuai bidang yang dibutuhkan. Juga pramuka yang sangat membutuhkan kerjasama antar manusia sebagaimana di jelaskan oleh Tony Wagner yang menjalaskan bahwa komunikasi antar manusia ditekankan pada 7 keterampilan :
142 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, (Yogyakarta: Kasinus, 2003), 85-86.
a. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah).
b. Collaboration Across Networks and Leading by Influence (Kolaborasi Lintas Jaringan dan Memimpin dengan Pengaruh).
c. Agility and Adaptability (Kelincahan dan Adaptasi).
d. Initiative and Entrepreneurialism (Inisiatif dan Kewirausahaan)
e. Effective Oral and Written Communication (Komunikasi Lisan dan Tertulis yang Efektif).
f. Accessing and Analyzing Information (Mengakses dan Menganalisis Informasi).
Curiosity and Imagination. (Keingintahuan dan Imajinasi).
Yang paling memungkingkan dari ketujuh kemampuan itu adalah Effective Oral and Written Communication yaitu kemampuan berkomunikasi lisan dan tertulis. Karena jika dalam berkelompok kita punya komunikasi yang lemah, maka akan sangat mempengaruhi hasil atau tujuan dari kelompok tersebut.
Apalagi dalam kritis dan mampu memecahkan masalah, pada perkembangan zaman ini sangat diperlukan skill seperti itu khususnya bagi pemimpin misalnya pramuka, marching band atau seni hadrah. Mereka akan menunggu orang yang bisa membuat solusi dari pemecahan masalah yang ada.
Menurut Zainal Arifin143 kecakapan sosial dapat diwujudkan berupa:
(1) Kecakapan berkomunikasi (communication skills), baik berupa tulisan maupun lisan. Dalam komunkasi tertulis diperlukan kecakapan untuk menyampaikan pesan secara tertulis dengan pilihan kata, bahasa dan kalimat yang bisa dipahami pembaca lain. Sedangkan komunikasi secara lisan dapat dilatih dan ditumbuhkan sejak dini pada diri individu, (2) Kecakapan bekerja sama (collaboration skills), kerjasama atas dasar empati sangat diperlukan untuk membangun semangat komunalitas yang harmonis.
Senada dengan teori yang dikemukaan oleh Zainal Arifin bahwa kemampuan berkomunikasi merupakan suatu hal yang tetap diperlukan oleh para santri dalam menyampaikan pesan baik secara tertulis ataupun secara lisan. Juga kemampuan atau kecakapan dalam bekerja sama. Mulai dari kegiatan seni hadrah, muhadzarah, pramuka, marching band, minggu bersih itu semua membutuhkan kedua unsur tadi, pertama kemampuan berkomunikasi dengan yang lain kemudian yang kedua kemampuan bekerja sama.
C. Pendidikan kecakapan hidup (life skills education) dalam meningkatkan kemandirian intelektual santri di Pondok Pesantren Ngashor
Pendidikan kecakapan hidup yang berlangsung di Pondok Pesantren Ngashor dalam meningkatkan kemandirian intelektual santri merupakan tujuan pondok pesantren dalam membina para santrinya agar ketika selesai
143 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), 241-242.