• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

6. Teori Pendekatan Penelitian

3) Adanya wali bagi mempelai wanita. Tidak sah pernikahan tanpa adanya wali dari mempelai wanita.

4) Adanya saksi yaitu hadirnya dua saksi pada saat akad nikah. Saksi haruslah orang yang adil dan diterima oleh masyarakat.

5) Mahar, adalah sesuatu yang diberikan kepada istri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan dan merupakan hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya.

6. Teori Pendekatan Penelitian

disebut dengan simbol. Penggunaan simbol ditemui dalam hal proses berpikir subjektif atau reflektif. Hubungan antara komunikasi dengan kesadaran subjektif sedemikian dekat, sehingga proses itu dapat dilihat sebagai sisi yang tidak kelihatan dari komunikasi. Proses penggunaan simbol secara tidak kelihatan (Covert) menginspirasi pikiran atau kesadaran. Suatu segi yang penting di sini adalah bahwa intelegensi manusia mencakup kesadaran tentang diri (self consciousness).

Menurut George Herbert Mead (dalam Judistira K. Garna (1996:

74) mengemukakan bahwa ”teori interaksi simbolik dirangkum oleh tiga konsep, yaitu (a) pikiran (mind), diri (self), dan (b) masyarakat (society).”

Pikiran adalah interaksi simbolik dengan diri, semua tindakan yang dilakukan oleh diri itu adalah tindakan pikiran. Karena itu memahami orang lain dalam suatu keadaan tertentu akan berarti terlibat dengan aktifitas pikiran, sehingga niat, motif, tindakan dan sifat orang yang ditujukan kepada diri itu dapat dipertimbangkan serta ditafsirkan oleh pikiran.

Semua kelompok masyarakat, organisasi, komunitas, dan masyarakat terbentuk oleh para individu yang melakukan interaksi. Karena itu suatu masyarakat ialah para individu yang sedang melakukan interaksi dalam mengambil peranan, komunikasi, dan melakukan interpretasi yang bersama-sama menyesuaikan tindakannya, mengarahkan dan kontrol diri serta perspektif. Tindakan bersama individu dalam melangsungkan peranan itu untuk memperoleh kepuasan bersama.

Interaksi simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu simbol yang terpenting dan isyarat (decoding). Akan tetapi, simbol bukan merupakan faktor-faktor yamg telah terjadi (given), melainkan merupakan suatu proses yang berlanjut. Maksudnya, ia merupakan suatu proses penyampaian “makna.” Penyampaian makna dan simbol inilah yang menjadi subject matter dalam teori interaksi simbolik.

Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasar makna yang dimiliki benda itu (bagi mereka), di mana makna dari simbol-simbol itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat itu. Hal ini mengandung maksud bahwa interaksi antarmanusia dijembatani oleh penggunaan simbol- simbol, penafsiran, dan kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain.

Dengan demikian, tindakan mereka bukan hanya saling bereaksi terhadap setiap tindakan menurut pola stimulus-respons, melainkan juga diyakini oleh kaum behaviorisme. Mead bermaksud membedakan antara teori yang diperkenalkannya dengan teori behaviorisme. Teori behaviorisme mempunyai pandangan bahwa perilaku individu adalah sesuatu yang dapat diamati, artinya mempelajari tingkah laku manusia secara objektif dari luar. Interaksionisme simbolik menurut Mead mempelajari tindakan sosial dengan menggunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut aktor. Jadi, interaksi simbolik memandang manusia bertindak bukan semata-mata karena stimulus-respons, melainkan juga didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan tersebut. Menurut Mead, manusia mempunyai sejumlah

kemungkinan tindakan dalam pemikirinnya sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya. Sebelum melakukan tindakan yang sebenarnya, seseorang mencoba terlebih dahulu berbagai alternatif tindakan itu melalui pertimbangan pemikirannya. Karena itu, dalam proses tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup yang mendahului proses tindakan yang sebenarnya. Dengan kata lain, tindakan seseorang adalah hasil dari “stimulasi internal dan eksternal” atau dari “bentuk sosial diri dan masyarakat.” Inilah asumsi dasar dari teori interaksi simbolik.

b. Teori Verstehen

Max Weber (dalam Wirawan (2011: 134), memperkenalkan konsep verstehen untuk memahami makna tindakan seseorang, berasumsi bahwa seseorang dalam bertindak tidak hanya sekedar melaksanakan tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berpikir dan perilaku orang lain.

Menurut Weber untuk memahami motif dan makna tindakan manusia itu pasti terkait dengan tujuan. Dengan begitu, tindakan individu adalah suatu tindakan subjektif yang merujuk pada suatu motif tujuan (in order to motive) yang sebelumnya mengalami proses intersubjektif berupa hubungan tatap muka, atau face to face relationship antar person yang bersifat unik. Tindakan rasional semacam itu adalah suatu tindakan yang bertujuan atas dasar rasional nilai yang berlaku dan bersifat afektual, yaitu tindakan yang terkait dengan kemampuan intelektual dan emosi, serta berdasar atas pemahaman makna subjektif dari aktor itu sendiri.

Pemahaman makna tindakan dengan pendekatan verstehen mendapat

koreksi dari Alfred Schutz. Menurut Schurtz, tindakan subjektif para aktor tidak muncul begitu saja, tetapi ia ada melalui suatu proses panjang untuk dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan norma etika agama atas dasar tingkat kemampuan pemahaman sendiri sebelum tindakan itu dilakukan. Dengan kata lain, sebelum masuk pada tataran in order to motive, menurtu Schurtz, ada tahapan because motive yang mendahuluinya. Schutz beranggapan bahwa dunia sosial keseharian senantiasa merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman transendental dan pemahaman tentang makna atau verstehen tersebut. Sedangkan dunia sosial bagi Weber merupakan dunia intersubjektif sebagaimana dikatakan oleh golongan fenomenologis. Weber meyakini bahwa empati, simpati, intuisi, dan intensionalitas merupakan hal yang esensial untuk dipahami.

Weber mengembangkan teknik intuitif yang melibatkan bentuk identifikasi terhadap aktor, dengan partisipasi yang simpatis terhadap emosi mereka.

Dunia sosial merupakan suatu dunia arti yang intersubjektif, merupakan proses interaksi makna dan simbolik diantara manusia yang bertindak.

Drama permaina hidup ini harus dipahami oleh partisipan, sehingga melampaui pandangan aktor.

Menurut Weber, dalam memahami sosiobudaya maka diperlukan beberapa metode khusus dalam rangka memahami tindakan orang lain.

Metode verstehen itu mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan

yang hendak dicapai atau in order to motive. Sebagian pandangan Weber memang diamini oleh Schutz, dengan menyatakan bahwa dunia sosial keseharian selalu merupakan sesuatu yang intersubjektif. Dunia selalu dibagi dengan yang lainnya, dimana ia menjalani dan menafsirkannya.

Dunia tak pernah bersifat pribadi, bahkan dalam kesadaran seseorang terdapat kesadaran orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan berhadapan dengan realitas makna bersama. Pada puncaknya, seluruh pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan kepada orang lain dalam bentuk bahasa dan tindakan. Tetapi, pendekatan verstehen mendapat koreksi dari Schutz, bahwa tindakan subjektif para aktor itu tidak muncul begitu saja, tetapi harus melalui suatu proses panjang. Dengan kata lain, sebelum masuk pada tataran in order to motive, menurut Schutz ada tahapan because motive yang mendahuluinya.

Dokumen terkait