• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Islam terhadap Transaksi

BAB III JUAL BELI LUKISAN DIGITAL

E. Tinjauan Hukum Islam terhadap Transaksi

Tujuan pembelian lukisan digital nantinya adalah hanya akan dijadikan sebatas pajangan di dinding, di atas meja kerja, ataupun di atas meja belajar.

Artinya, masyarakat tidak memilikinya dan memajangnya di rumah untuk disembah, seperti gambar Isa al-Masih bagi umat Kristen dan tidak pula untuk diagung-agungkan. Sehingga perbuatan ini jauh dari praktek syirik atau menyekutukan Allah. Lukisan digital ini juga tidak dibuat untuk niatan menandingi ciptaan Allah melainkan hanya memanfaatkan foto yang sebenarnya dari wajah manusia yang kemudian dimodifikasi.

E. Tinjauan Hukum Islam terhadap Transaksi Lukisan Digital Gambar

67

Sementara di sisi lain terdapat ulama-ulama yang membolehkan gambar atau lukisan dengan berbagai syarat, misalnya lukisan itu tidak untuk disembah (Isa al-Masih bagi orang Kristen), untuk disakralkan, untuk menandingi ciptaan Allah, untuk diagung-agungkan (lukisan raja, pemimpin, seniman, artis), gambar tersebut tidak bertentangan dengan adab Islam (pornografi), diletakkannya di tempat yang dihinakan, dan lain sebagainya.

Transaksi jual beli istishna’ sebagai sesuatu yang aturannya telah ditetapkan syara’ di dalam Hukum Islam terdapat prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Islam telah mengatur bagaimana interaksi antar sesama manusia berkaitan dengan harta dan kepemilikan. Prinsip-prinsip tersebut yang harus dijadikan pedoman terutama dalam kegiatan jual beli. Ada empat prinsip di dalam Hukum Islam yang berkaitan dengan jual beli lukisan digital gambar manusia, yaitu:

1. Prinsip Tauhid

Tauhid adalah prinsip umum Hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat la’ila’ha illa al-La’h (Tidak ada Tuhan selain Allah).111 Prinsip ini ditarik dari firman Allah SWT Al- Qur’an Surah Ali ‘Imran (3) ayat 64:

111Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: LPPM Universitas Islam Bandung, 1995), h. 69.

































































Artinya: Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab, Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”112

Prinsip ini menjelaskan bahwa fondasi utama seluruh ajaran Islam adalah tauhid. Tauhid adalah dasar dari setiap aktivitas umat Islam, baik politik, sosial, budaya, maupun ekonomi. Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah sedangkan manusia hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Dalam mengelola sumber daya itu manusia harus mengikuti aturan Allah termasuk dalam kegiatan jual beli. Dengan demikian, setiap bentuk jual beli yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang Allah kehendaki karena ini merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah.

Jual beli lukisan digital yang hadir di tengah-tengah masyarakat saat ini merupakan upaya manusia mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya yang Allah berikan, yaitu akal manusia dan teknologi komputer. Untuk menjunjung prinsip tauhid maka manusia yang melakukan jual beli ini harus mentaati aturan-aturan Allah.

112Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan., h. 72.

69

Artinya lukisan digital dibuat dan diperjualbelikan dengan cara yang halal dan untuk tujuan yang halal. Lukisan tersebut bukanlah lukisan Isa al- Masih, dewa-dewa, atau hewan yang nantinya akan mengarah pada kesesatan, yaitu untuk disakralkan, diagung-agungkan, atau bahkan disembah sehingga pelakunya keluar daripada ajaran tauhid.

2. Prinsip Keadilan (‘Adalah)

Keadilan adalah salah satu prinsip yang penting dalam mekanisme perekonomian Islam. Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an atau Sunnah Rasul tapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam, alam diciptakan berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan.113 Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya Al-Qur’an Surah an-Nahl (16) ayat 90:



































Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”114

Prinsip keadilan di dalam transaksi jual beli lukisan digital gambar manusia dapat dilihat dari pelaku usaha (penjual) yang membuat lukisan digital sesuai dengan bagaimana yang dipesan oleh pembeli setelah sebelumnya pembeli menjelaskan spesifikasi dan kriteria lukisan digital

113Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 21.

114Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan., h. 377.

sesuai selera yang diingini. Kemudian, pembeli membayar sesuai dengan harga yang disepakati antara kedua belah pihak. Harga yang diberikan oleh pihak penjual merupakan harga standar yang bisa dijangkau oleh masyarakat pada umumnya. Harga yang dibayar merupakan harga untuk jasa pembuatan lukisan digital, biaya kertas, biaya cetak, dan biaya bingkai foto.

3. Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar

Amar makruf berarti Hukum Islam digerakkan untuk dan merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhoi Allah. Sedangkan nahi munkar berarti fungsi social control-nya. Atas dasar prinsip inilah dalam Hukum Islam dikenal adanya perintah dan larangan; wajib dan haram; pilihan antara melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang kemudian dikenal dengan istilah al- ahkam al-Khamsh atau hukum lima, yaitu: wajib, haram, sunat, makhruh, dan mubah.115

Sebagaimana dikutip oleh Mardani dalam bukunya Fiqh Ekonomi Syariah (Fiqh Muamalah), M. Nadratuzzaman Husen mengemukakan bahwa alasan mencari rezeki (berinvestasi) dengan cara halal, yaitu:116 a. Karena Allah memerintahkan untuk mencari rezeki dengan jalan halal b. Pada harta halal mengandung keberkahan

c. Pada harta halal mengandung manfaat dan mashlahah yang agung bagi manusia

d. Pada harta halal akan membawa pengaruh positif bagi perilaku manusia e. Pada harta halal melahirkan pribadi yang istikamah

115Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum., h. 75.

116Mardani, Fiqh Ekonomi., h. 8.

71

f. Pada harta halal akan membentuk pribadi yang zahid, wira’i, qana’ah, santun, dan suci dalam segala tindakan

g. Pada harta halal akan melahirkan pribadi yang tasamuh, berani menegakkan keadilan, dan membela yang benar.

Selain caranya yang harus halal, barang yang diperjualbelikan pun harus halal. Misalnya dilarang menjual bangkai, arak, babi, patung dan lain- lain.117

Lukisan digital gambar manusia merupakan lukisan yang objeknya merupakan gambar manusia yang dilukis dengan menggunakan perangkat lunak di dalam komputer. Karena proses melukis digital ini tidak sama sebagaimana arti menggambar yang dimaksudkan Rasulullah SAW dalam haditsnya, yaitu menggambar makhluk bernyawa untuk menciptakan sesuatu seperti ciptaan Allah SWT, maka hal ini bukan masalah. Sebab, asal daripada lukisan digital ini adalah sebuah foto yang secara etimologis berbeda maknanya dengan menggambar, yaitu tidak lebih dari sekedar menangkap bayangan. Sedangkan lukisan digital merupakan pengembangan dari foto itu sendiri yang dimodifikasi untuk memberikan efek yang beraneka-ragam.

Lain halnya dengan apabila yang dilukis secara digital adalah foto wanita yang tampil sensual, telanjang, dan mengumbar aurat. Termasuk juga gambar orang berzina dan melakukan penyimpangan seksual, seperti lesbian dan gay. Hal tersebut tetap diharamkan sebab objek yang aslinya sudah haram, maka ketika dilukis tentu lukisannya pun menjadi haram terlebih lagi apabila untuk diperjualbelikan.

117Ibid., h. 9.

4. Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan (al-Hurriyyah)

Kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individual maupun komunal; kebebasan beragama, kebebasan berserikat, kebebasan berpolitik.118 Prinsip kebebasan bertransaksi harus didasari prinsip suka sama suka (an taradhin minkum) dan tidak ada pihak yang dizalimi dengan didasari oleh akad yang sah.119

Prinsip kebebasan dalam bertransaksi di dalam jual beli lukisan digital tercermin dari kerelaan para pihak di dalamnya (penjual dan pembeli). Keduanya saling suka sama suka tanpa ada paksaan apapun dalam melakukan jual beli tersebut. Pembeli rela (suka) terhadap lukisan digital yang dijual oleh penjual dan penjual juga suka menjual barang dagangannya kepada pembeli dengan mengambil keuntungan darinya. Dengan demikian pembeli memperoleh apa yang diinginkan dan penjual pun mendapatkan penghasilan. Keduanya sama-sama diuntungkan dalam transaksi jual beli lukisan digital tersebut.

Berdasarkan prinsip-prinsip Hukum Islam secara umum di atas dapat dipahami bahwa transaksi jual beli lukisan digital harus mencerminkan nilai ketauhidan sebagai bentuk ketakwaan hamba kepada Tuhannya serta prinsip keadilan, yaitu antara penjual dan pembelinya. Selain itu keduanya harus saling rela (suka sama suka) melakukan kegiatan jual beli tersebut. Berkaitan dengan prinsip halal, jual beli lukisan digital merupakan transaksi dimana objek yang diperjualbelikan merupakan modifikasi dari foto manusia yang mana hal ini

118Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum., h. 76.

119Mardani, Fiqh Ekonomi., h. 11.

73

tidaklah sama dengan arti kegiatan menggambar atau melukis sebagaimana yang dimaksud dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.

Para ulama mujtahid sepakat bahwa jual beli dihalalkan, sedangkan riba diharamkan.120 Jual beli merupakan bagian dari kegiatan muamalah yang artinya berlaku kaidah umum:

ُ َّ ِ صلاَو ُااَوَْاا ِ َلََ اَعُمْلا ِفِ ُلْصَ َا ِهِْيِْرْ َ ِب ُ ْرَّشلا َ َرَو اَ ا اَهْ نِ ُ ُرَْيَ َ َو ,

ِهِلاَطْباَو

Hukum asal dalam muamalah adalah boleh dan sah, tidak adanya keharaman, kecuali terdapat dalil syara’ yang mengharamkannya dan membatalkannya.”

Kaidah di atas diungkapkan oleh al-Zailai’, salah seorang ulama Hanafiyah, Al-Syathibi dari Malikiyah, dan Ibnu Taimiyah serta Ibnu Qayyim al-Jauziyah dari Hanabilah.121

Lukisan digital bergambar manusia sebagai objek dari jual beli merupakan lukisan yang berasal dari foto. Teknik fotografi adalah sesuatu yang dihalalkan oleh sebagian besar ulama meskipun tetap ada sebagian kecil lain yang mengharamkannya. Hal ini dikarenakan fotografi pada dasarnya adalah sama seperti ketika kita sedang bercermin, yaitu menghasilkan pantulan bayangan dan hal ini berbeda dari melukis. Sehingga dapat dipahami bahwa hukum haramnya melukis makhluk hidup tidaklah sama dengan hukum memotret makhluk hidup dikarenakan teknik yang digunakan berbeda.

120Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad Dimasyqi, Fiqh Empat., h.

214.

121Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015)., h. 53.

Sementara aktivitas meng-edit foto tersebut dengan penggunaan software adalah bagian yang tidak terelakkan dari perkembangan fotografi itu sendiri. Apalagi mengubah gambar bernyawa yang ada pada foto menjadi sesuatu yang tidak bernyawa, seperti memotong bagian kepala manusia di dalam foto untuk di-edit menjadi bentuk dengan karakter yang beragam dengan kesan gambar yang tidak seperti makhluk nyata, maka hal demikian tidaklah masalah sebab tidak sama artinya dengan melukis atau menggambar sebagaimana ciptaan Allah. Meskipun sering disebut dengan nama “lukisan digital” oleh masyarakat, namun dengan melihat prosesnya hal ini berbeda dengan kegiatan melukis yang sesungguhnya melainkan hanyalah proses meng-edit foto atau modifikasi foto. Sehingga lukisan digital bergambar manusia yang dimaksud di sini bukanlah bagian dari seni lukis melainkan merupakan bagian dari seni meng-edit gambar menggunakan komputer.

Berdasarkan kaidah yang telah disebutkan di atas, maka dapat dipahami bahwa hukum asal jual beli adalah mubah sampai ada dalil yang mengharamkannya. Dengan demikian, transaksi jual beli lukisan digital menjadi sah karena tidak ditemukan dalil secara khusus yang mengarah pada keharaman objek yang diperjualbelikan, yaitu lukisan digital bergambar manusia. Transaksi ini menjadi sah dengan terpenuhinya rukun dan syarat yang berlaku dalam jual beli, kerelaan dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli, dan kehalalan objek yang diperjualbelikan yaitu lukisan digital itu sendiri.

75

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pendapat para ulama, diharamkan setiap lukisan yang memiliki bayangan dan yang memiliki fisik secara utuh dari segala makhluk yang bernyawa. Akan tetapi, dibolehkan lukisan pepohonan, pemandangan alam, serta benda-benda mati lainnya. Selanjutnya para ulama sepakat melukis untuk maksud menandingi ciptaan Allah, penyembahan, yaitu menyekutukan Allah, serta untuk diagung-agungkan dan disakralkan adalah haram.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa lukisan digital gambar manusia adalah halal dan transaksi jual beli lukisan digital ini diperbolehkan menurut Hukum Islam. Hal ini dikarenakan lukisan digital gambar manusia tidaklah sama artinya dengan melukis atau menggambar makhluk bernyawa sebagaimana dilarang di dalam hadist-hadist Rasulullah SAW melainkan hanyalah modifikasi dari sebuah foto dan bukan menciptakan gambar tiruan dari makhluk ciptaan Allah. Selain itu, lukisan ini merupakan lukisan setengah badan (bukan lukisan fisik secara utuh) dan tidak untuk tujuan disembah, diangung-agungkan, atau disakralkan, yang mana dalam hal ini sesuai dengan penjelasan para ulama diperbolehkan. Akan tetapi, apabila lukisan digital yang dibuat dan diperjualbelikan tidak sesuai dengan adab Islam, seperti mengandung unsur pornografi dan penyimpangan seksual, serta membuat manusia keluar dari ajaran tauhid, maka hukumnya adalah haram.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam hal ini adalah hendaknya penjual dan pembeli tetap berhati-hati memilih barang untuk diperjualbelikan atau sebagai objek usaha sehingga tidak bertentangan dengan batasan-batasan di dalam Hukum Islam. Dalam hal melukis dan memperjualbelikan lukisan, kehati- hatian adalah langkah yang paling bijak mengingat setiap ancaman dan larangan yang telah dituangkan dalam banyak hadits Rasulullah SAW. Orang yang selalu bersikap hati-hati tidak akan pernah merugi bahkan akan selamat di dunia dan di akhirat.

77

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Bachtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Abdurrahmat Fathoni. Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.

Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Bambang Suggono. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: LP3ES.

Budi Adi Nugroho dan Willy Himawan. “Visual Tradisi dalam Karya Seni Lukis Kontemporer Sebagai Wujud Artistik Pengaruh Sosial Budaya” dalam Journal of Urban Society’s Arts. Bandung: Institut Teknologi Bandung, Vol. 1, No. 4/Oktober 2014.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an an Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Karya Agung, 2006.

Dharsono Sony Kartika. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains, 2017.

Edi Sedyawati et. al. Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Rupa dan Desain.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Enang Hidayat. Fiqih Jual Beli. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.

Gufron A. Mas’adi. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.

Imam An-Nawawi. Syarah Shahih Muslim (14), diterjemahkan oleh Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2011.

Imam Mustofa. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Metro: STAIN Jurai Siwo, 2014.

Ibnu Katsier. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir. diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Jamaluddin Abi al-Fadhl Muhammad bin Mukarom Ibd Mandhur al-Anshari.

Lisan Al-Arab. Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah.

Juhaya S. Praja. Filsafat Hukum Islam. Bandung: LPPM Universitas Islam Bandung, 1995.

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Ramaja Rosda Karya, 2012.

Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012.

Mardani. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Moh. Kasiram. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Muhammad Asy’ari. “Islam dan Seni” dalam HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, Palu: STAIN Datokarama, Vol. 4, No. 2/Juni 2007.

Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. Juz 14. Dar al- Fikr, 1981.

Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim 2, diterjemahkan oleh Masyhari dan Tatam Wijaya. Jakarta: Almahira, 2012.

Nasrun Haroen. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah. diterjemahkan oleh Abu Syauqina dan Abu Aulia Rahma, dari judul asli Fiqhus Sunnah. Tinta Abadi Gemilang, 2013, Jilid 5.

Sugiyanto. Seni Budaya untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga, 2013.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta, 2013.

Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad Dimasyqi. Fiqh Empat Mazhab, diterjemahkan oleh ‘Abdullah Zaki Alkaf, dari judul asli Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-A’immah. Bandung: Hasyimi, 2010.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka, 2005.

Vania Santoso. “Perancangan Galeri Seni Lukis Ivan Hariyanto di Surabaya”

dalam INTRA. Surabaya: Universitas Kristen Petra, Vol. 2, No. 2/2014.

79

Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillatuhu 4. diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dari judul asli Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta:

Gema Insani, 2011.

Weni R. Mengenal Seni Lukis. Jakarta: Mediantara Semesta, 2009.

Yazid Afandi. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.

Yohan Jati Waloeya. Photoshop.com Editor Grais Online. Yogyakarta: Andi Offset, 2011.

Yusuf Qardhawi. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu, 2000.

Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

LAMPIRAN

81

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI LUKISAN DIGITAL GAMBAR MANUSIA

OUTLINE

HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN NOTA DINAS

ABSTRAK

HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN HALAMAN MOTTO

HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1 PENDAHULUAN

F. Latar Belakang Masalah G. Pertanyaan Penelitian

H. Tujuan dan Manfaat Penelitian I. Penelitian Relevan

J. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian 2. Sumber Data

3. Teknik Pengumpulan Data 4. Teknik Analisis Data BAB II JUAL BELI DAN SENI

F. Konsep Jual beli di Dalam Islam G. Macam-Macam Jual Beli

H. Batasan-Batasan Jual Beli di Dalam Islam I. Islam dan Seni

3. Pengertian Seni dan Kesenian di Dalam Islam 4. Etika Berkesenian di Dalam Islam

J. Seni Lukis

1. Lukisan Digital 2. Media dalam Melukis

3. Jenis-Jenis Aliran Lukisan dan Karakternya BAB III JUAL BELI LUKISAN DIGITAL

F. Proses Membuat Lukisan Digital G. Jenis-Jenis Lukisan Digital

H. Proses Transaksi Jual Beli Lukisan Digital

I. Lukisan Digital Gambar Manusia sebagai Objek Jual beli

83

85

87

89

91

93

95

97

99

101

Dokumen terkait