• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Normalitas Biji

TANTANGAN EKSTERNAL…

B. Program Penguatan

4. Uji Normalitas Biji

Hasil pengamatan uji normalitas biji ditampilkan pada Tabel 3. Tingginya persentase biji normal dan rendahnya nilai abnormalitas biji kopi mencerminkan mutu fisik biji kopi. Komponen mutu fisik biji yang penting dalam menentukan mutu biji baik adalah persentase biji normal, yaitu lebih besar dari 85%.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kandungan biji normal Liberoid Meranti 1 dinilai tinggi, masing-masing berkisar 86,67-92% (rata-rata 90%). Biji yang diamati dari 8 kebun sampel selain mempunyai persentase biji normal tinggi juga persentase biji cacat yang berupa biji bulat, biji hampa, biji gajah, dan biji triase masing-masing kurang dari 13% (cukup rendah).

Tabel 3. Nilai rataan komponen sifat fisik kopi Liberoid Meranti 1 Lokasi Kebun Biji normal

(%)

Biji bulat (%)

Biji hampa (%)

Biji gajah

(%) Biji tiga (%) Interpretasi

Afisah 91,33 2,00 - 6,67 - Baik

Sutrisno 86,67 2,67 - 10,67 - Baik

Kosim 90,00 2,00 - 6,67 1,33 Baik

Arifin 88,67 3,33 - 6,67 1,33 Baik

Nusi 90,00 2,67 - 6,00 1,33 Baik

Marjuki 90,00 3,33 - 5,33 1,33 Baik

Sarno 92,00 1,33 - 2,67 4,00 Baik

Samsurizal 91,33 2,00 - 5,33 1,33 Baik

Rataan 90,00±1,71 2,42±0,71 - 6,25±2,22 1,78±1,09 Baik

KK (%) 1,90 29,26 - 35,58 61,41

Keterangan: Mutu baik jika persentase biji normal sama dengan atau lebih dari 85%.

Sumber: Martono et al (2015) 5. Mutu Citarasa Seduhan

Pengujian organoleptik (mutu seduhan = cup test) bertujuan untuk mengetahui citarasa/mutu biji kopi Liberoid Meranti 1. Hasil organoleptik ditampilkan dalam bentuk komponen citarasa (Gambar 1). Hasil uji citarasa menunjukkan hasil Excellent, dengan nilai akhir berkisar antara 80-84,25 sehingga potensial untuk

152

menghasilkan kopi spesialti. SCAA (2009 dan 2013) menentukan batasan kopi spesialti (specialty coffee) jika total skor citarasa hasil cupping test >80,00. Kopi Liberoid Meranti 1 menunjukkan skor keseragaman (uniform cup) dan kebersihan rasa (clean cups) tinggi, yaitu mencapai 10 (Martono et al, 2015) .

Gambar 1. Profil Citarasa Kopi Liberoid Meranti 1 (Martono et al, 2015)

KESIMPULAN

Liberoid Meranti 1 memiliki daya adaptasi baik pada lahan gambut, varietas ini termasuk tipe komposit bersari bebas hasil seleksi pada populasi kopi liberoid di Desa Kedaburapat Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Kopi Liberoid Meranti 1 memiliki karakter tinggi tanaman, bentuk tajuk, daun, buah, dan biji yang beragam. Potensi produksi 1,69 ton biji kopi/ha dengan jumlah populasi 714 tanaman, mutu citarasa excellent; tahan terhadap karat daun dan penggerek buah kopi (PBKo).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Drs. Laba Udarno, Ir. Rudi T. Setiyono, Wawan Hermawan, Al Hakim, dan Atan yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Amaria, W. dan R. Harni. 2012. Penyakit karat daun pada tanaman kopi dan pengendaliannya. Dalam Rubiyo, Syafaruddin, B. Martono, R. Harni, U. Daras , dan E. Wardiana. Bunga Rampai: Inovasi Teknologi Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat. Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri.

Sukabumi. Hlm. 115–120.

Diola, V., de Brito, G.G., Caixeta, E.T., Maciel-Zambolim, E., Sakiyama, N.S., and Loureiro, M.E. 2011.

High-density genetic mapping for coffee leaf rust resistance. Tree Genetics & Genomes. doi:

10.1007/s11295-011-0406-2.

Direktorat Merek. 2016. Berita Resmi Indikasi Geografis Seri-A. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 7 hal.

Dishutbun Meranti. 2012. Luas dan produksi kopi Liberoid di Kepulauan Meranti. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti.

Harni, R., Taufiq, E., dan Martono, B. 2015. Ketahanan pohon induk kopi Liberika terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) di Kepulauan Meranti. J.TIDP 2 (1): 35–42.

Hulupi, R., dan Nugroho, D. 2013. Usulan pelepasan varietas kopi Liberoid asal Tanjung Jabung Barat- Jambi untuk lahan gambut. Dinas Perkebunan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 30 hal.

Machfud, M. C. 2012. Teknologi dan strategi pengendalian penyakit karat daun untuk meningkatkan produksi kopi nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian 5 (1): 44–57.

Martono, B., Rubiyo, Setiyono, R.T, dan Udarno, M.L. 2013. Seleksi pohon induk kopi Excelsa. In Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Kopi. Peran Inovasi Teknologi Kopi Menuju Greeen Ekonomy Nasional (pp. 43–46). Bogor, 28 Agustus 2013.

0 5

10Fragrance

Flavor

Aftertaste

Acidy Bitterness Body

Uniform Balance Clean cup

Overall

Afisah Sutrisno Kosim Arifin Nusi Marjuki Sarno Samsurizal

153

Martono, B., Rubiyo, Setiyono, R.T., dan Udarno, L. 2015. Pelepasan varietas Liberoid Meranti 1 dan Liberoid Meranti 2. Kerjasama Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti dan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 63 hal.

Martono, B. 2018. Evaluasi pohon induk terpilih kopi liberika di lahan gambut Kepulauan Meranti. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Agribisnis II. 2018. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Galuh. Ciamis, 24 Maret 2018. Hlm. 209-2014.

Mawardi, S., Sastrowinoto, S., Pusposendjojo, N., dan Nasrullah. 1994. Evaluasi ketahanan tak sempurna kopi Arabika terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B etBr.). Pelita Perkebunan 9: 135- 147.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2014. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jawa Timur.

Rahayu , D.S., dan Wiryadiputra, S. 2016. Hama serangga utama dan pengendaliannya. Dalam Wahyudi et al. (Ed.). Kopi: Sejarah, Botani, Proses Produksi, Pengolahan, Produk Hilir, dan Sistem Kemitraan. Gadjah Mada University Press. 890 hal.

Rodrigues, W.N., Tomaz, M.A., Apostólico, M.A., Colodetti, T. V., Martins, L. D., Christo, L. F., ... Amaral, J. F. T. 2014. Severity of leaf rust and brown eyespot in genotypes of Coffea arabica L. cultivated with high plant density. American Journal of Plant Sciences, 5, 3702–3709.

Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan Indonesia (p. 835). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Silva, M.C., V. Varzea, L. G. Guimaraes, H. G. Azinheira, D. Fernandez, A.S. Petitot, B. Bertrand, P.

Lashermes and M. nicole. 2006. Coffee resistance to the main diseases: leaf rust and coffee berry disease. Braz. J. Physiol., 18 (1): 119-147.

Speciality Coffee Association of America. 2009. What is specialty coffee? (p. 2). Long Beach, California, USA: Speciality Coffee Association of America.

Speciality Coffee Association of America. 2013. Coffee term from the Speciality Coffee Association of America. The Event Specialty Coffee of The Year. Boston, USA.

Wiryadiputra, S. 2006. Penggunaan perangkap dalam pengendalian hama penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Pelita Perkebunan, 22: 101-118.

154

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL PADA 2 VARIETAS TANAMAN BAYAM (Amaranthus tricolor) DENGAN HIDROPONIK ORGANIK SECARA WICK SYSTEM

E. Sugiartini*1, Ivo Andryeni2, A.A. Fatmawaty2, I. Rohmawati2

1BPTP Jakarta - Ragunan 30. Pasar Minggu - Jakarta Selatan

2Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Serang - Banten

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Kondisi lahan pertanian yang kian hari semakin berkurang, di sisi lain pemenuhan kebutuhan pangan dari hasil pertanian semakin meningkat. Kondisi seperti ini diperlukan teknologi yang memerlukan efisiensi pemanfaatan lahan secara efektif yaitu dengan menggunakan sistem budidaya secara hidroponik. Hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan air, nutrisi dan oksigen, tidak menggunakan tanah sebagai medianya, dan merupakan solusi alternatif untuk efisiensi penggunaan lahan. Umumnya budidaya sayuran daun secara hidroponik menggunakan larutan kimia hara AB mix. A yang berisi hara makro dan stok B yang berisi hara mikro. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan kesehatan, saat ini masyarakat menuntut bahan makanan yang organik. Salah satu solusi adalah menggunakan limbah cair tahu yang difermentasikan menggunakan EM4. Dari uji pendahuluan yang sudah dilakukan, membuktikan bahwa nutrisi asal limbah cair tahu pada konsentrasi 40% limbah tahu pada air 5 liter membuktikan memberikan pertumbuhan sawi hijau yang lebih baik dari pada kombinasi yang lain. Untuk itulah dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi tingkat konsentrasi limbah cair tahu pada pertumbuhan dan hasil dua varietas tanaman bayam (Amaranthus tricolor). Pengkajian ini dilakukan mulai dari bulan Januari hingga Februari 2018 di BPTP Jakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang diulang empat kali dan terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat konsentrasi limbah cair tahu cair: masing-masing 30%, 40% dan 50%. Faktor kedua adalah varietas bayam: Varietas bayam hijau dan varietas bayam merah. Dari data rata-rata hasil penelitian menunjukkan bahwa, respon pertumbuhan dan hasil pada varietas bayam hijau, secara umum menunjukkan pengaruh yang lebih tinggi dan berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang akar dan bobot basah tanaman dibandingkan dengan bayam merah.

Kata kunci: Respon, Varietas, Tingkat Konsentrasi, Hidroponik, Wick System

PENDAHULUAN

Kondisi lahan pertanian yang kian hari semakin berkurang, sementara di sisi lain pemenuhan akan kebutuhan pangan dari hasil pertanian semakin meningkat, kondisi ini mendorong sektor pertanian untuk mengatasi kendala tersebut dengan menerapkan pengembangan pertanian lahan sempit, yaitu dengan hidroponik cukup berkembang (Anonymous, 2014). Sedangkan menurut Hendra (2014), hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan air, nutrisi dan oksigen, dengan tidak menggunakan tanah sebagai media tanamnya, dan merupakan solusi alternatif untuk efisiensi pemanfaatan lahan secara efektif. Budidaya sayuran hidroponik pada umumnya menggunakan nutrisi hidroponik standar (AB mix) yang merupakan larutan hara yang terdiri atas larutan hara stok A yang berisi hara makro dan stok B yang berisi hara mikro (Sutrisno et al., 2015). Kelebihan budidaya hidroponik: 1) Memberikan hasil panen yang optimal karena nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman langsung tersedia pada media tanamnya. 2) Hemat pemakaian air dan mempunyai sistem yang tertutup dan rapi, sehingga air tidak terbuang. 3) 30-50% tingkat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan pertanian dengan sistem konvensional. Karena ketersediaan nutrisi sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh tumbuhan dan secara terus menerus. 4) Tak ada larutan nutrisi terbuang, karena sistemnya terutup dan rapi. 5) Pemakaian pestisida bisa ditekan. Karena lingkungan bersih dan menekan pemakaian pestisida dan menghasilkan produk sayuran yang sehat dan higenis. 6) Pekerjaan mudah dan effisien. Sistem pertanian hidroponik tidak membutuhkan banyak tenanga kerja, lebih rapi dan terstruktur, lebih effisien. Dengan budidaya tanaman hidroponik, lingkungan akan jadi bersih dan terjaga, menekan tingkat pertumbuhan dan serangan hama penyakit dan menghasilkan panen yang maksimal serta berkualitas. 7) Tidak membutuhkan tanah sebagai media tanamnya. Kelemahan hidroponik adalah: Investasinya di awal lumayan mahal dan membutuhkan keterampilan tersendiri. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan kesehatan, masyarakat menuntut bahan makanan yang organik. Salah satu bahan dapat digunakan

155

limbah cair tahu yang difermentasikan menggunakan EM4. Hasil analisis kimia unsur hara pada limbah cair tahu, yaitu kandungan N total sebesar 1,116%, P sebesar 0,040%, K sebesar 1,137%, C-Organik sebesar 5,803%, bahan organik sebesar 9,981%, dan C/N sebesar 5%. Menurut Deden (2008), limbah industri adalah limbah yang dihasilkan dari aktifitas produksi industri. Hasil buangannya dapat berbentuk padat, cair atau gas. Banyaknya limbah tahu yang dihasilkan setiap hari, dapat dimanfaatkan sebagai unsur hara pada tanaman. Air limbah tahu saat dilakukan pengendapan tidak semua mengendap, sehingga masih terdapat sisa protein dan zat-zat lain yang larut dalam air. Kombinasi limbah cair tahu dan limbah cair sagu pada media tanam tanah memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman vegetatif tanaman. Penelitian penggunaan limbah cair tahu sebagai pupuk cair untuk tanaman seledri (Apium graveolens L.) menggunakan konsentrasi yang berbeda yaitu limbah cair tahu 150 ml, 300 ml, 450 ml, 600 ml.

Limbah cair tahu dapat digunakan sebagai media pupuk organik, karena mengandung protein dan lemak yang dominan yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Yuliadi, 2008). Penelitian Sutrisno et al., (2015) didapatkan konsentrasi terbaik pada nutrisi asal limbah cair tahu terhadap pertumbuhan sawi hijau yaitu pada konsentrasi 40% limbah cair tahu dari 5 liter air .

Sampai saat ini komoditas hortikultura khususnya tanaman dan bermanfaat untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, hal ini dikarenakan sayuran merupakan sumber vitamin, mineral dan serat yang diperlukan untuk kesehatan manusia (Herawati, 2010). Bayam (Amaranthus tricolor) merupakan salah satu tanaman untuk dikonsumsi daunnya sebagai sayuran hijau, karena memiliki kandungan gizi dan manfaat yang baik bagi tubuh manusia, antara lain zat besi yang berupa Fe2+ (ferro), jikalau bayam terlalu lama berinteraksi dengan O2 (Oksigen), maka kandungan Fe2+ pada bayam akan teroksidasi menjadi Fe3+ (ferri). Meski sama-sama zat besi, yang bermanfaat untuk manusia adalah ferro, lain halnya dengan ferri yang bersifat racun (Bandin dan Nurdin, 2002).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan hasil terhadap tingkat konsentrasi nutrisi hidrponik organik dari limbah tahu secara wick system pada 2 varietas tanaman bayam.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di BPTP Jakarta, mulai bulan Januari sampai Februari 2018. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Baki, Styrofoam, Jangka sorong, Net pot (5 cm), kain flannel, Label, Penggaris, Ember dan tutup, Cutter, Gunting, spidol permanen, pulpen, Gelas ukur (100 ml), Gelas takar (1 liter), TDS dan EC Meter, Timbangan analitik, Kamera digital, dan pH meter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Benih tanaman bayam hijau (Maestro) dan benih tanaman bayam merah (Mira), 2) Air, 3) Rockwool, 4) Limbah cair tahu, 5) EM-4 (Effective Mikroorganism 4), dan 6) Gula merah.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama yaitu konsentrasi nutrisi (N) dan faktor kedua adalah varietas tanaman bayam (V).

Faktor pertama, yaitu konsentrasi nutrisi (N) terdiri atas tiga taraf:

- N1: 30% Limbah Cair Tahu - N2: 40% Limbah Cair Tahu - N3: 50% Limbah Cair Tahu

Faktor yang kedua, varietas (V) tanaman bayam:

156 - V1: Bayam hijau

- V2: Bayam merah

Terdapat 6 perlakuan dengan 4 ulangan sehingga diperoleh 24 kombinasi satuan percobaan. Setiap 1 kombinasi perlakuan terdiri atas 6 tanaman, sehingga terdapat 144 tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang digunakan pada penelitian ini. Parameter yang diamati adalah : Tinggi Tanaman (cm), Jumlah Daun (helai), Diameter Batang (cm), Panjang Akar (cm) dan Bobot Basah Tanaman (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat konsentrasi pemberian nutrisi hidrponik organik dari limbah tahu yang optimal terhadap pertumbuhan 2 varietas bayam (Amaranthus tricolor), menunjukan bahwa perlakuan pemberian beberapa tingkat konsentrasi memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman bayam pada umur 2, 3 dan 4 MST.

Tingkat konsentrasi yang digunakan adalah N1 (30% Limbah cair tahu), N2 (40% Limbah Cair Tahu) dan N3 (50% Limbah Cair Tahu). Data yang diperoleh secara umum menunjukkan, bahwa tanaman bayam hijau menghasilkan panjang akar dan berat basah tanaman lebih besar dibandingkan tanaman bayam merah.

Dokumen terkait