LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
Tugas ini disusun untuk memenuhi penilaian tugas mata kuliah Praktikum Fisiologi Tumbuhan
DORMANSI
Disusun oleh
Hilsa Aulia
140410220061 Kelompok 1A Asisten Laboratorium
Teh Dinda Ayunda
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI
JATINANGOR 2024
BAB III DORMANSI
Praktikum Fisiologi Tumbuhan telah dilaksanakan pada Kamis, 14 Maret 2024 pukul 08.00 WIB. Praktikum pertama ini berjudul Dormansi dan memiliki tujuan untuk memecahkan masa dormansi dengan cara pengelupaan kulit biji dari tanaman tersebut.
Dormansi merupakan kondisi ketika benih hidup tidak mampu berkecambah meskipun kondisi lingkungan mendukung bagi perkecambahan. Rendahnya perkecambahan pada benih yang masih baru biasa disebabkan oleh dormansi. Dormansi pada benih sebenarnya bermanfaat secara ekologi untuk mempertahankan kelestarian spesies. Dormansi juga bermanfaat dalam praktik budidaya untuk mencegah perkecambahan sebelum panen (Mizuno et al., 2018), karena perkecambahan sebelum panen dapat menurunkan mutu produk pangan dan juga merusak mutu benih (Olaerts dan Courtin, 2018). Namun demikian, dormansi perlu diatasi karena benih dorman tumbuh lambat dan tidak serempak, menghasilkan pertanaman yang lemah dan menyulitkan praktik budidaya (Sari, et. al, 2020).
Dormansi benih juga merupakan mekanisme adaptif yang mempengaruhi kemungkinan kelangsungan hidup suatu spesies tumbuhan (Klupczyńska and Pawłowski 2021). Tingkat dormansi benih pada kondisi di alam biasanya berputar sepanjang tahun, sehingga benih memiliki potensi mengalami perkecambahan pada awal musim pertumbuhan. Tipe dormansi terbagi menjadi dua yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder. Dormansi benih yang terjadi setelah embrio berkembang dan masih berada pada tanaman induk disebut sebagai dormansi primer (Halimursyadah et al. 2020). Sedangkan dormansi sekunder dapat dialami oleh benih yang tidak dorman, misalnya lingkungan yang dibutuhkan untuk proses perkecambahan tidak mendukung.
Mekanisme dormansi terbagi menjadi dua tipe, yaitu dormansi fisik dan dormansi fisiologis. Dormansi fisik terjadi akibat adanya pembatasan mekanis dimana kulit biji yang kedap air atau endokarp yang mencegah air masuk ke embrio, sehingga tidak terjadi perkecambahan pada biji. Contoh spesies dengan kulit biji yang keras dan kedap air terdapat pada Arenga pinnata Merr. (Rozen 2016). Sedangkan dormansi fisiologis terjadi karena embrio belum matang dan perubahan fisiologis benih selama penyimpanan.
Pelaksanaan praktikum dimulai dengan disiapkannya alat dan bahan. Alat dan bahan yang digunakan diantaranya 2 wadah plastik, cutter/gunting, kertas saring, pinset, pipet tetes plastik, gelas ukur, aquades dan 200 benih padi (Oryza sativa L.). Prosedur kerja praktikum diawali dengan dipilihnya 200 benih padi. Lalu direndam dengan air selama 20 menit. Sebanyak 100 benih dikupas kulitnya dengan hati-hati. Kemudian disiapkan 2 buah wadah plastik yang telah dicuci bersih dan dialasi dengan kertas saring. Masing-masing wadah plastik diteteskan
secukupnya aquades. Setelah itu, 100 benih padi yang sudah dikupas kulitnya disusun ke dalam wadah plastik pertama. Sebanyak 100 benih padi yang tidak dikupas kulitnya disusun ke dalam wadah plastik kedua. Lalu diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48 jam diukur rata-rata panjang akar primer, rata-rata panjang koleoptil dan daya kecambah.
Pengelupasan kulit benih dilakukan untuk tujuan skarifikasi. Skarifikasi sendiri merupakan upaya pretreatment yang dilakukan pada biji dengan cara merusak jaringan kulit pada biji yang bertujuan untuk memberikan kondisi biji menjadi lebih permeable dan mematahkan masa dormansi biji (Juhanda et al., 2013). Hal ini menunjukkan pertumbuhan kecambah benih yang telah dikupas kulitnya lebih cepat dibandingkan dengan benih yang tidak dikupas kulitnya.
Berdasarkan literatur, hasil ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa pada perlakuan biji yang dikupas atau skarifikasi dapat membantu proses perkecambahan lebih baik. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang baik. Air dan gas masuk lebih cepat karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih ini menyebabkan proses metabolisme yang lebih cepat (Juhanda et al., 2013).
Apabila hasil yang terdapat adalah lambatnya pertumbuhan kecambah dari benih padi yang dikupas dapat disebabkan oleh faktor kondisi air yang berlebih dan suhu lembab membuat jamur tumbuh. Selain itu media perkecambahan merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan benih. Setiap jenis benih juga mempengaruhi pertumbuhan yang ada, karena setiap benih memiliki kecocokan masing-masing dengan media tanamnya.
Faktor lainnya adalah perendaman air panas & permeabilitas kulit (Hidayat et al., 2018). Bentuk dan ukuran benih dapat mempengaruhi imbibisi air, kadar air benih dan perkecambahan, serta kualitas benih. Hal lain terjadi pada beberapa biji yang memiliki sifat penghambat perkecambahan, yaitu dengan memproduksi senyawa ketahanan mekanis terhadap penonjolan radikula sehingga biji menjadi kedap air ataupun gas
Tabel 1.1 Hasil Perlakuan Dormansi Pada Benih Padi Perlakuan
Rata-rata Panjang Akar Primer
Rata-rata Panjang Koleoptil
Daya Kecambah Benih Padi (%) Kulit Benih yang
Dikupas 1,75 cm 1,03 cm 93%
Kulit Benih yang
tidak Dikupas 1,25 cm 0,85 cm 92%
Pematahan dormasi dapat mempercepat proses perkecambahan dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini terbukti dari perlakuan yang sudah praktikan lakukan,
dimana kulit benih yang dikupas jauh lebih cepat pertumbuhannya dibanding kulit benih yang tidak dikupas. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa perlakuan (kulit yang dikupas) terhadap benih memberikan kecepatan tumbuh yang baik, karena air dan oksigen yang dibutuhkan untuk perkecambahan dapat masuk kedalam benih tanpa halangan sehingga benih dapat berkecambah. Pada perlakuan kontrol (kulit tidak dikupas) tidak dilakukan upaya pematahan dormansi secara mekanik sehingga kulit benih padi tetap kedap air dan oksigen.
Kondisi kulit benih yang kedap tersebut dapat menghambat atau memperlambat proses perkecambahan, karena tahap awal dan proses perkecambahan adalah peristiwa imbibisi air atau proses masuknya air kedalam biji sebagaimana literatur bahwa tahapan pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih (Putri et al., 2021).
Meningkatnya permaebilitas benih akan mempercepat proses perkecambahan (Ardiansyah, et al., 2014). Selain itu menurut Nugroho et al (2015), bahwa persentase perkecambahan yang tinggi terjadi metabolisme sel-sel embrio setelah menyerap air yang didalamnya berlangsung reaksi perombakan yang biasa disebut katabolisme dan sintesa komponen-komponen sel untuk pertumbuhan atau yang dikenal dengan anabolisme. Proses metabolisme ini berlangsung terus dan merupakan pendukung dari pertumbuhan kecambah hingga dewasa.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi dormansi:
1. Suhu: Suhu lingkungan berhubungan erat dengan sinar matahari. Jika sinar matahari sedikit, suhu akan cenderung dingin, dan sebaliknya. Tumbuhan melakukan dormansi untuk menghemat energi dan nutrisi saat suhu tidak menguntungkan, seperti pada musim dingin atau musim kemarau.
2. Sinar Matahari: Kurangnya sinar matahari dapat mengurangi fotosintesis dan menghambat pertumbuhan tumbuhan. Saat cuaca mendukung, tumbuhan akan menggunakan kembali energinya untuk tumbuh.
3. Air: Ketersediaan air juga memengaruhi dormansi. Tumbuhan akan berhenti tumbuh jika kelembapan lingkungan tidak mencukupi.
Selain faktor-faktor di atas, hormon juga berperan dalam proses dormansi biji atau benih. Hormon asam abisat (ABA) menghambat pertumbuhan yang dihasilkan oleh hormon giberelin dan auksin ketika kondisi lingkungan tidak menguntungkan
(Dwidjoseputro, 1985).
Perkecambahan biji dan dormansi adalah proses penting yang mempengaruhi produksi tanaman. Dormansi biji dapat disebabkan oleh belum matangnya embrio, perubahan fisiologis pada biji, hormon penghambat yang terkandung didalam biji dan after ripening. Skarifikasi merupakan cara yang digunakan untuk mematahkan dormansi. Perkecambahan umumnya
dimulai dari imbibisi air, mobilisasi cadangan makanan, sintesis protein dan penonjolan radikula.
Untuk mempertahankan perkembangan bibit, benih merupakan tempat penyimpan energi, karbon dan nitrogen untuk pertumbuhan (Zienkiewicz et al. 2014). Apabila biji tidak mengalami proses fisiologis tersebut dapat dikatakan biji tersebut dorman. Namun, biji/benih dorman atau tidak masih sangat sulit untuk diketahui karena dormansi hanya dapat diukur dengan tidak adanya perkecambahan pada benih/biji. Selain itu, penyebab dormansi bermacam-macam seperti dormansi fisik, fisiologis dan hormon yang terkandung di dalam biji. Oleh sebab itu penting sekali untuk mempelajari tentang dormansi biji dan metode pematahan dormansi pada biji, dengan tujuan mengetahui sifat biji yang harus diberi perlakuan skarifikasi mekanik maupun kimia dan mengetahui efek dari skarifikasi pada biji (Wijayanti, 2023).
Dari praktikum dormansi pada biji dapat disimpulkan bahwa daya kecambah pada benih yang dikupas lebih tinggi kecepatan perkecambahannya dibandingkan dengan daya kecambah pada benih yang tidak dikupas. Serta diketahui rata-rata panjang akar primer dan rata-rata panjang koleoptil pada kulit benih yang dikupas adalah 1,75 cm dan 1,03 cm. Sedangkan rata-rata panjang akar primer dan rata-rata panjang koleoptil pada kulit benih yang tidak dikupas adalah 1,25 cm dan 0,85 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, R., Supriyanto., Wulandari, A.S., Subandy, B., Fitriani, Y. (2014). Teknik sterilisasi eksplan dan induksi tunas dalam mikropropagasi tembesu. Jurnal Silvikultur Tropika, 5(3): 167-173.
Dwidjoseputro, D. (1985). Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta.
Halimursyadah, Syamsuddin, Hasanuddin, Efendi, Anjani N. (2020). Penggunaan kalium nitrat dalam pematahan dormansi fisiologis setelah pematangan pada beberapa galur padi mutan organik spesifik lokal Aceh. Jurnal Kultivasi 19: 1061–1068.
Hidayat R. S., Taufiq & Marjani, M. (2018). Teknik Pematahan Dormansi untuk Meningkatkan Daya Berkecambah Dua Aksesi Benih Yute (Corchorus olitorius L.).
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri. 9. 73.
10.21082/btsm.v9n2.2017.73-81.
Juhanda, J., Nurmiaty, Y., & Ermawati, E. (2013). PENGARUH SKARIFIKASI PADA POLA IMBIBISI DAN PERKECAMBAHAN BENIH SAGA MANIS (Abruss precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika, 1(1), 45–49.
Klupczyńska EA, Pawłowski TA. (2021). Regulation of seed dormancy and germination mechanisms in a changing.
Mizuno, Y., U. Yamanouchi, T. Hoshino, Y. Nonoue, K. Nagata, S. Fukuoka, T. Ando, M.
Yano, K. Sugimoto. (2018). Genetic dissection of pre-harvest sprouting resistance in an upland rice cultivar. J. Breeding Sci. 68:200-209.
Nugroho., Triyanto, A., Salamah, Z. (2015). Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi Asam Sulfat (H2SO4) terhadap perkecambahan Biji Sengon Laut. JUPEMASI (2)1:hal. 230-236.
Olaerts, H., C.M. Courtin. (2018). Impact of preharvest sprouting on endogenous hydrolases and technological quality of wheat and bread: A review. Compreh. Rev. Food Sci.
Food Safety 17:698-713.
Putri, A. A., Budiman, Kalsum, U., & Miska, M. E. E. M. (2021). Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Kemampuan Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata Merr.). Jurnal Pertanian Presisi, 5 (2) : 147 – 159.
Rozen N. (2016). Pematahan dormansi benih enau (Arenga pinnata) dengan berbagai perlakuan serta evaluasi pertumbuhan bibit di lapangan. PROS Sem Nas Masy Biodiv Indon 2: 27-31.
Sari, M., Ilyas, S., Suhartanto, M. R., & Qadir, A. (2020). Perubahan Perilaku Dormansi Selama Proses Desikasi Pada Benih Kacang Bambara (Vigna subterranea L. Verdc.) Seeds. J. Agron. Indonesia, 48(1) : 37-43.
Wijayanti, P. R. (2023). Review Dormansi Biji dengan Metode Skarifikasi Mekanik dan Kimia. Jurnal Agroteknologi Tropika Lembab, 5 (2) : 110 – 116.
Zienkiewicz A, Zienkiewicz K, Rejón, JD, De Dios Alché J, Castro AJ, Rodríguez-García MI. (2014). Olive seed protein bodies store degrading enzymes involved in mobilization of oil bodies. Journal of Experimental Botany 65: 103– 115.
LAMPIRAN
Kulit benih yang dikupas Kulit benih yang tidak dikupas Hari Ke- 1
2