• Tidak ada hasil yang ditemukan

2994 Full Text erkejr dsklkld dlskdsl sdlks

N/A
N/A
syarif Ghodan

Academic year: 2025

Membagikan "2994 Full Text erkejr dsklkld dlskdsl sdlks"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

49

SKRIPSI

ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN TERSIER DAERAH IRIGASI PATTIRO KABUPATEN BONE

OLEH :

ASMAUL HUSNA JUMARDI

105 81 1840 13 105 81 1865 13

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVESITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018

(2)

ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN TERSIER DAERAH IRIGASI PATTIRO KABUPATEN BONE

Asmaul husna(1 dan Jumardi(2

1)Program Studi Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Unismuh Makassar Email : [email protected]

2)Program Studi Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Unismuh Makassar Email : [email protected]

ABSTRAK

Analisis kehilangan air pada saluran tersier daerah irigasi pattiro kabupaten bone dibimbing oleh Ratna musa dan Muhammad Yunus Ali. Sistem irigasi yang ada pada Daerah Irigasi Pattiro yang dibangun pada tahun 1927 yang terletak di Kelurahan Mattungengke, Kecamatan Cina, Desa Awo, Kabupaten Bone. Bendung Pattiro mengaliri beberapa daerah saluran dan terdiri dari 4 Sub Ranting yaitu, Sub Ranting Apala mengairi areal seluas 1.642 Ha, Sub Ranting Kampuno (1.332 Ha), Sub Ranting Bajo (1.428 Ha),dan Sub Ranting Bendung (560 Ha). Dengan system pola tanam padi dan palawija pada Daerah Jaringan Irigasi Pattiro yang luas areal irigasinya secara keseluruhan mengairi 4.944 Ha lahan sawah di Kabupaten Bone. Penelitian ini adalah menganalisis besarnya efisiensi dan kehilangan air pada jaringan irigasi pattiro, Kabupaten Bone. Penelitian dilakukan pada saluran tersier. Efisiensi dan kehilangan air dianalisis dengan menggunakan metode Debit Masuk – Debit Keluar. Data – data yang dipakai dalam analisis ini adalah data primer berupa data kecepatan aliran dengan current meter untuk saluran tersier. Kecepatan aliran yang diperoleh sesuai dengan pengukuran pada bagian hulu tersier rata-rata adalah 1.16 m/det sedangkan untuk di hilir rata-rata yaitu 0.946 m/det. Untuk Debit bagian Hulu sebesar 0.378 m3/detik dan untuk bagian hilir sebesar 0.307 m3/detik. Kehilangan Air secara keseluruhan pada jaringan irigasi tersier rata-rata yaitu 0.037 m3/detik. Sedangkan untuk efisensi rata-rata yaitu 81.02 %.

Kata Kunci : Irigasi, efesiensi, kehilangan air.

(3)

Analysis of water loss in tertiary channels of irrigation area of battal district of bone is guided by Ratna musa and Muhammad Yunus Ali. Irrigation system existing in Pattiro Irrigation Area built in 1927 located in Mattungengke Village, District of China, Awo Village, Bone District. Pattiro Dam flows several areas of the channel and consists of 4 Sub-branches namely, Sub Ranting Apala irrigate an area of 1.642 Ha, Sub Branch Kampuno (1332 Ha), Sub Bajo (1.428 Ha), and Sub Bendong (560 Ha). With the system of rice cropping and rice cropping pattern in Pattiro Irrigation Area Network, the total irrigation area as a whole irrigates 4,944 Ha of paddy field in Bone Regency. This research is to analyze the amount of efficiency and water loss in pattiro irrigation network, Bone regency.

Research is conducted on tertiary channels. Efficiency and water loss are analyzed using Incoming Debit Method - Output Debit. The data used in this analysis is primary data in the form of data flow velocity with current meter for tertiary channel. The flow velocity obtained in accordance with the measurement on the average tertiary upstream is 1.16 m / s while for the downstream average is 0.946 m / s. For Upstream Debit of 0.378 m3 / sec and for downstream of 0.307 m3 / sec. The overall water loss in tertiary irrigation tissue is 0.037 m3 / sec. As for the average efficiency is 81.02%.

Keywords: Irrigation, efficiency, water loss

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN JUDUL

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Masalah ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Irigasi ... 6

B. Manfaat Sistem Irigasi ... 7

C. Saluran Irigasi ... 8

D. Kehilangan Air Irigasi ... 13

1. Evaporasi ... 14

(5)

2. Perkolasi ... 16

3. Rembesan ... 16

E. Efesiensi Pemakaian Air Irigasi ... 17

1. Defenisi Efesiensi Irigasi ... 17

F. Metode Pengukuran ... 19

1. Kecepatan Aliran dan Debit Aliran ... 19

2. Perhitungan Debit ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

B Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 29

C Prosedur dan Alat Penelitian ... 29

D Analisa dan Pengolahan Data ... 30

E Flow Chart/Bagan Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian……….33

B. PengukuranAliranDengan Current Meter ……….33

C. AnalisisKehilangan Air………50

BAB V PENUTUP………..53

A. Kesimpulan………..…….53

B. Saran………...53

DAFTAR PUSTAKA ... .54

(6)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. JaringanIrigasiSederhana……….………..12

2. JaringanIrigasiSemi Teknis ... 13

3. JaringanIrigasiTeknis ... .14

4. PenampangSaluran ... 24

5. Current Meter ... .25

6. LokasiPenelitian ... .29

7. Flow Chart/ baganAlurPenelitian ... .32

8. Gambar Penampang saluran tersier Apala 1 ... .34

9. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Apala 1 Hulu ... .35

10. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Apala 1 ... ... ... .35

11. Gambar Penampang saluran tersier Apala 2 ... .37

12. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Apala 2 Hulu ... .38

13. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Apala 2 Hilir ... .38

(7)

14. Gambar Penampang saluran tersier Waru 1 ... .40 15. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Waru 1 Hulu

... .41 16. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Waru 1 Hilir

... .42 17. Gambar Penampang saluran tersier Waru 2 ... .44 18. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Waru 2 Hulu

... .44 19. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Waru 2 Hilir

... .45 20. Gambar Penampang saluran tersier Waru 3 ……….………..47

21. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Waru 3 Hulu

………..48

22. Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak Tersier Waru 3 Hilir

………..48

23. Grafik Kehilangan Air antara Hulu-Hilir`……….51

24. Grafik Efesiensi `………..………..……..51

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perhitungankecepatanaliranhuluapala 1………..….34

2. Perhitungankecepatanaliranhilirapala 1………....35

3. Perhitunganuntukluaspenampanghulu………...36

4. Perhitunganuntukluaspenampanghilir………...36

5. Perhitunganuntuk Debit daerahHuluapala 1………....36

6. Perhitunganuntuk Debit daerahHilirapala 1……….…....37

7. Perhitungankecepatanaliranhuluapala 2………...…...38

8. Perhitungankecepatanaliranhilirapala 2………...38

9. Perhitunganuntukluaspenampanghuluapala 2 ………...39

10.Perhitunganuntukluaspenampanghilirapala 2……….…..….39

11.Perhitunganuntuk Debit daerahHuluapala2.….…………..…..…...40

12.Perhitunganuntuk Debit daerahHilirapala 2………....….…40

13.PerhitungankecepatanaliranhuluWaru 1………..…41

14.PerhitungankecepatanaliranhilirWaru 1………...41

15.PerhitunganuntukluaspenampangWaru 1………42

16.PerhitunganuntukluaspenampangWaru 1………42

17.Perhitunganuntuk Debit daerahHuluWaru 1 ………43

(9)

18.Perhitunganuntuk Debit daerahHilirwaru 1 ………....43

19.PerhitungankecepatanaliranhuluWaru 2……….……….44

20.PerhitungankecepatanaliranhilirWaru 2………..…44

21.PerhitunganuntukluaspenampangWaru 2………45

22.PerhitunganuntukluaspenampangWaru 2………45

23.Perhitunganuntuk Debit daerahHuluWaru 2 ………46

24.Perhitunganuntuk Debit daerahHilirwaru 2 ……….…46

25.PerhitungankecepatanaliranhuluWaru 3………..…47

26.PerhitungankecepatanaliranhilirWaru 3………..…48

27.PerhitunganuntukluaspenampangWaru 3………49

28PerhitunganuntukluaspenampangWaru 3…………...…………49

29.Perhitunganuntuk Debit daerahHuluWaru 3 ………49

30Perhitunganuntuk Debit daerahHilirwaru 3………..……50

31.Perhitungankehilangan air ……….51

(10)

DAFTAR NOTASI

Q = Debit (m3/det)

A = Luasbagianpenampangbasahsaluran (m2) V = Kecepatanaliran rata-rata saluran (m/det)

A,b = Tetapan/koefisien yang diperolahdaripemeriksaan N = Perbandinganjumlahputaran baling-baling current meter

Hn = Kehilangan air padaruaspengukuran/bentangsaluranke n (m3/det) Ep = Efesiensi

On = Debit keluarruaspengukuranke n (m3/det) In = Debit masukruaspengukuranke n ( m3/det) Ec = Efisiensipenyaluran air dalampersen Wf = Jumlah air yang sampai di areal pertanian Wr = Jumlah air yang dialirkandarisumber Ed = EfesiensiDistribusi Air (%)

Y = Rata-rata kedalaman air

d = Rata-rata kedalaman air yang tersimpan di daerahperakaran k = Koefisienpanci (0.8)

E = Evaporasidaribadan air (mm/hari)

Eloss = Kehilangan air akibatevaporasi (mm3/hari) R = Curahhujandaerah

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhana Wata‟ala yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga tugas tugas akhir inidapat kami selesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan- kekurangan yang mana masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan kodrat kami sebagai manusia yang tak pernah luput dari kesalahan dan kekurangan baik itu ditinjau dari segi penulisan maupun isi dari Tugas akhir ini. Oleh karenanya kami menerima dengan ikhlas dan senang hati, segala koreksi dan masukan serta perbaikan-perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak nantinya dapat bermanfaat bagi kami.

Tugas akhir ini dapat terwujud berkat dan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Hamzah Al Imran., ST.MT. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Muh Syafaat S Kuba, ST. selaku Ketua Jurusan Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(12)

3. Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, MT. selaku pembimbing I dan Dr. Muh. Yunus Ali, ST,.MT. selaku pembimbing II yang telah dengan keikhlasan hati memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tugas akhir ini.

4. Para Bapak dan Ibu Dosen serta para Staff Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar, atas segala waktu dan bantuannya telah mendidik kami selama menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayah dan Ibu yang Tercinta, penulis mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, doa dan dukungan secara moril maupun material.

6. Saudara/saudari kami di Fakultas Teknik khususnya Angkatan RADICAL 2013, sahabat sepanjang masa.

Akhirnya kami berharap, semoga tugas akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kami, para pembaca, masyarakat serta bangsa dan Negara.Amin.

Billahi Fii Sabilil Hak Fastabiqul Khaerat

Makassar, 2018

Penulis

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Irigasi

Irigasi adalah suatu usaha untuk memprbaiki air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang dilakukan yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dibuang kesaluran pembuang. Istilanya irigasi diartikan suatu pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alami hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alami maupun yang diusahakan manusia (Ambler, 1991).

Irigasi merupakan suatu proses pengaliran air dari sumber air ke sistem pertanian. Irigasi adalah penambahan air untuk memenuhi kebutuhan lengas bagi pertumbuhan tanaman.. Tindakan intervensi munusia untuk mengubah tagihan air dari sumbernya menurut air dari sumbernya menurut ruang dan waktu serta mengelolah sebagian atau seluruh jumlah tersebut untuk meningkatkan produksi tanaman (Israelsen dan Hansen, 1962).

Sudjarwadi (1987) mendefinisikan irigasi sebagai salah satu faktor penting dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun berbagai komponen, menyangkut

(14)

upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian.

B. Manfaat Sistem Irigasi

Sistem irigasi ini dibedakan menjadi dua macam , yaitu Hansen et al., (1992:

1. Lift Irrigation ( Irigasi Pompa ) ,

Yaitu sistem air disalurkan dari lokasi yang rendah kelokasi yang tinggi dengan cara manual maupun mekanis. Cara manual dilakukan dengan mengangkat air dengan menggunakan ember , namun cara ini sudah tidak lagi digunakan sebab membutuhkan tenaga ekstra. Cara mekanis yaitu dengan menggunakan mesin yang dapat mengalirkan air , mirip mesin pemompa air.

2. Flow Irrigation ( Irigasi Aliran )

Yaituair dialirkan secara gravitasi dari sumber air ketempat lahan pertanian.

Sistem irigasi inilah yang sekarang digunakan oleh para petani untuk mengairi lahan pertaniannya.

Menurut Hansen et al., (1992) menyatakan bahwa terdapat delapan kegunaan pengertian sistem irigasi yaitu:

a. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.

b. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman.

c. Untuk mengurangi bahaya pembekuan.

(15)

d. Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah.

e. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah.

f. Untuk melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah.

g. Untuk memperlambat pembekuan tunas dengan pendinginan karena penguapan.

C. Saluran Irigasi

Menurut Anonim (2011) menyatakan bahwa jenis – jenis irigasi yaitu:

1. Irigasi permukaan

Irigasi permukaan merupakan system irigasi yang mengambil air langsung di sungai melalui bangunan bending maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian.Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier.Pengaturan air dilakukan dengan pintu air.Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi mendapat air lebih dulu.

2. Irigasi Lokal

Sistem ini air didistribusikan dengan cara pipanisasi. Disini juga berlaku gravitasi, dimana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu.Namun air yang disalurkan hanya terbatas sekali atau secara lokal.

3. Irigasi dengan Penyemprotan

Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkler. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

(16)

4. Irigasi Tradisional dengan Ember

Di sini diperlukan tenaga kerja yang banyak.Disamping itu juga pemborosan tenaga yang harus membawa ember.

5. Irigasi Pompa Air

Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

6. Irigasi Tanah Kering dengan Terasisasi

Di Afrika yang sering dipakai sistem ini, dipakai untuk distribusi air.

7. Irigasi Tanah Kering atau Irigasi Tetes

Di lahan kering, air sangat langka dan pemanfaatannya harus efisien.Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana irigasi yang tersedia.

(Partowijoto, 1984) Dalam suatu Jaringan Irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yakni :

a. Bangunan-bangunan utama, ( Head Works ) dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai dan waduk.Bangunan Utama adalah suatu komplek bangunan yang direncanakan dibangun di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke saluran irigasi. Bangunan utama dapat mengatur debit dan mengurangi sedimen yang masuk ke saluran irigasi.

Bangunan utama terdiri dari: bangunan pengelak dengan peredam energi, pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, kantung lumpur, dan tanggul banjir. Bendungan (weir) berfungsi untuk mengatur atau meninggikan muka

(17)

air hingga dapat disadap. Selain itu, ada penyadapan bebas atau penyadapan pada waduk atau penyadapan dengan pompa apabila pengaliran secara gravitasi dengan meninggikan muka air tak mungkin.

b. Jaringan pembawa terdiri dari jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan saluran utama terdiri dari saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari atas saluran serta saluran kuarter di petak tersier.

Dalam saluran tersebut dilengkapi dengan saluran pembagi, bangunan sadap tersier, bangunan bagi sadap dan bok – bok tersier. Bangunan sadap tersebut dapat pula berfungsi sebagai bangunan ukur atau hanya dapat berfungsi sebagai pengatur debit. Dalam saluran primer atau sekunder dilengkapi dengan bangunan pengatur muka dan pada saluran pembawa dengan aliran super kritis dilengkapi bangunan terjun, got miring. Pada saluran pembawa sub kritis dilengkapi dengan bangunan talang, sipon, jembatan sipon, bangunan pelimpah, bangunan penguras, saluran pembuang samping dan jalan jembatan.

c. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan system pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu system pembuangan dan petak tersier.

d. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alami.

(KP-01 1986) Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila dituju dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan yaitu :

(18)

1) Jaringan Irigasi Sederhana

Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam.Oleh karena itu tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagiaan air (KP-01 1086)

Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki kelemahan-kelemahan seruis yakni :

a) Ada pemborosan air pada umunya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air terbuang tidak selalu mencapai daerah rendah yang subur.

b) Terhadap banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri.

c) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap / permanen, maka umurnya pendek.

Gambar 2.1. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Sederhana (Sumber : KriteriaPerencanaan Irigasi KP.01

(19)

2) Jaringan Irigasi Semi Teknis

Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungan terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya.Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di jaringan saluran.Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana.Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.

Gambar 2.2.Skematis Contoh Jaringan Irigasi Semi Teknis (Sumber : KriteriaPerencanaan Irigasi KP.01)

3) Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknik adalah pemisahan antara saluran irigasi / pembawa dengan saluran pembuang, ini berarti bahwa baik

(20)

saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air di sawah-sawah ke saluran pembuang.

Gambar 2.3. Skematis Contoh Jaringan Irigasi Teknis (Sumber : KriteriaPerencanaan Irigasi KP.01

D. Kehilangan Air Irigasi

Menurut (Winpenny, 1997)Kehilangan air secara umum dibagi dalam 2 kategori, antara lain : Kehilangan akibat fisik dimana kehilangan air terjadi karena adanya rembesan air di Saluran dan perkolasi di tingkat usaha tani (sawah) dan

(21)

Kehilangan akibat operasional terjadi karena adanya pelimpasan dan kelebihan air pembuangan pada waktu pengoperasian saluran dan pemborosan penggunaan air oleh petani. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam memperkirakan kebutuhan air pengairan, diantaranya jenis dan sifat tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal pertanaman, kehilangan air selama penyaluran antara lain disebabkan oleh evaporasi, perkolasi, rembesan dan kebocoran saluran. Terjadi kehilangan air (Winpenny, 1997), yaitu :

1. Ditingkat petani (farm level) 2. Pada tingkat jaringan (scheme) 3. Ditingkat daerah aliran sungai (basin)

Ditingkat petani, efisiensi berhubungan dengan yang diberikan keareal pertanian, lebih diarahkan pada pola tanam, jenis tanaman, dan prosedur alokasi air kejaringan irigasi.

Kehilangan air pada saluran–saluran irigasi (conveyance loss) meliputi komponen kehilangan air melalui evaporasi, perkolasi, perembesan (seepage) dan bocoran (leakage). Pada saluran yang dilapisi bahan kedap, kehilangan air dapat ditekan dan hanya melalui proses evaporasi yang relatif kecil. Pada saluran irigasi yang ditumbuhi rumput (aquatic weed) seperti enceng gondok (Eichornia sp) terjadi kehilangan melalui evapotranspirasi.Kehilangan air pada tiap ruas pengukura debit masuk (inflow) – debitkeluar(outflow) diperhitungkan sebagai selisih antara debit masuk dan debit keluar. (Bunganaen W, 201 1:3)

(22)

a. Evaporasi

(Triatmodjo B,2008) Evaporasi adalah penguapan yang terjadi dari permukaan ( seperti laut, danau, sungai), permukaan tanah ( genangan di atas tanah dan penguapan dari permukaan air tanah yang dekat dengan permukaan tanah ), dan permukaan tanaman ( intersepsi ). Laju evaporasi dinyatakan dengan volume air yang hilang oleh proses tersebut tiap satuan luas dalam satu satuan waktu, yang biasanya diberikan dalam mm / hari atau mm/bulan. Evaporasi sangat diperngaruhi oleh kondisi krimatologi, meliputi (Triatmodjo B, 2008 : 49-50) : (a) radiasi matahari (%); (b) temperatur udara (0C); (c) kelembapan udara (%); (d) kecepatan angin ( km/hari)

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panic evaporasi lebih cepat disbanding dari permukaan air yang luas untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dilakukan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini ( Triatmodjo B, 2008:69 ) :

E = k Ep (2)

Dimana :

E = evaporasi dari badan air ( mm/hari ) K = Koefisien Panci (0.8)

Ep = evaporasi dari panci (mm/hari)

(23)

Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0.6 sampai 0.8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0.7.(Triatmodjo B,2008 : 70 )

Untuk menghitung besarnya kehilangan air akibat penguapan pada saluran dapat menggunakan rumus dibawah ini ( Soewarno,2008 ):

Eloss= E A (3)

Dimana :

Eloss = kehilangan air akibat evaporasi (mm3/hari ) E = Evaporasi dari badan air ( mm/hari ) A =luas permukaan saluran (m2)

b. Perkolasi

(Triatmodjo B, 2008) Perkolasi diartikan sebagai kecepatan air yang meresap ke bawah secara vertical sebagai kelanjutan proses infiltrasi. Perkolasi merupakan faktor yang menentukan kebutuhan air tanaman (Etc = Evaporasi konsumtif). Laju perkolasi sangat tergatung kepada sifat-sifat tanah.Penyelidikan perkolasi di lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui secara benar angka- angka perkolasi terjadi.Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah –daerah miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5% paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan perembesan.

(24)

c. Rembesan

Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius.Bukan hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan drainase adalah kerap kali membebani daerah sekitarnya atau daerah yang lebih rendah.Kadang-kadang air merembes keluar dari saluran masuk ke sungai yang di lembah, dimana air ini dapat diarahkan kembali atau masuk ke suatu aquifer yang dipakai lagi.Metode yang dapat digunakan adalah metode inflow-outflow yang terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari suatu penampang saluran yang dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat dengan perbedaan antara hasil banyaknya aliran masuk aliran keluar(Hansen dkk. 1992).

Rembesan air dan kebocoran pada saluran irigasi pada umumnya berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran irigasi yang dilapisi (kecuali kalau kondisinya retak).Kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan dan kebocoran tidak terjadinya rembesan dan bocoran tidak terjadi (Hansen dkk. 1992).

E. Efesiensi Pemakaian Air Irigasi

Tolak ukur keberhasilan pengelolaan jaringan irigasi adalah efesiensi dan efektifitas.Efektifitas pengelolaan Jaringan Irigasi ditunjukkan oleh perbandingan antara luas areal terairi terhadap luas rancangan, juga dapat diartikan bahwa irigasi yang dikelola secara efektif mampu mengairi areal sawah sesuai dengan yang diharapkan.Dalam hal ini tingkat efektifitas ditunjukkan oleh indeks luas areal (Ramadhan F, 2013:27).

(25)

1. Defenisi Efesiensi Irigasi

Secara umum efesiensi adalah perbandingan „output‟ terhadap “input” pada suatu usaha kerja atau kegiatan. Ditinjau dari segi pertanian, efesiensi irigasi dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau diberikan (partowijoto, 1984)

Menurut Michael (1978), efesiensi Irigasi menunjukkan tingkat efesiensi pemakaian air yang tersedia berdasarkan metode penilaian yang berbeda-beda.

Rancangan sistem Irigasi, tingkat persiapan tanah, pemeliharaan system irigasi akan mempengaruhi efesiensi Irigasi.

Kehilangan air secara berlebihan perlu dicegah dengan cara peningkatan saluran menjadi permanen dan pengontrolan operasional sehingga debit tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal bagi peningkatan produksi pertanian dan taraf hidup petani. Kehilangan air yang relatif kecil akan meningkatkan efesiensi jaringan irigasi, karena efesiensi irigasi sendiri merupakan tolak ukur suksesnya operasi pertanian dalam semua Jaringan Irigasi.

Efesiensi Irigasi menunjukkan angka daya guna pemakaian air yaitu merupakan perbandingan antara jumlah air yang digunakan dengan jumlah air yang diberikan yang dinyatakan dalam persen (%).

Efesiensi =

(4)

K = 100% - Ep (5)

(26)

Bila angka kehilangan air naik maka efesiensi akan turun dan begitu pula sebaliknya. Efesiensi diperlukan karena adanya pengaruh kehilangan air yang disebabkan oleh evaporasi, perkolasi, infiltrasi, kebocoran dan rembesan.

Perkiraan efesiensi irigasi ditetapkan sebagai berikut (KP-01, 1986;10) : (1) jaringan tersier = 80% ;

(2) jaringan sekunder = 90 % ;

(3) Jaringan Primer = 90%. Sedangkan faktor efesiensi irigasi secara keseluruhan adalah 80% x 90% x 90% = 65%.

F. Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang dipakai sebagai berikut ; 1. Kecepatan Aliran Dan Debit Aliran.

Kecepatan dan debit aliran adalah dua dasar parameter yang digunakan dalam penentu gerakan aliran. Kecepatan aliran adalah jarak pengaliran per satuan waktu dinyatakan dalam satuan seperti ; ft/s atau fps atau m/s. Kecepatan aliran pada saluran tertutup, kecepatan bervariasa mulai dari nol di dinding saluran sampai batas maksimum di dekat saluran sampai maksimum di dekat permukaan saluran. Jadi kecepatan yang digunakan dalam aliran fluida biasanya kecepatan rata-rata (Hariany, S., Rosadi, B., Arifaini, N. 2011)

Debit volume atau sering disebut debit ( Q ) merupkan parameter yang paling sering digunakan, yang merupakan banyaknya air yang mengalir pada saluran yang memiliki luas penampang A dan kecepatan aliran.

(27)

a. Klasifikasi Aliran

(Garg, Satnosh Kumar. 1981) Pada umunya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding relatif besar. Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila Reynolds Re > 4.000, dan laminar apabila Re < 2000. Dalam hal ini panjang krakteristik yang ada pada angka Reynolds adalahjari-jari hidraulis, yang di defenisikan sebagai perbandingan antara luas tampang basah dan keliling basah.

Aliran melalui saluran terbuka disebut seragam ( uniform ) apabila berbagai variable aliran seperti kedalamam, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam, garis energy, garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan dari ketiga garis tersebut adalah sama. Kedalaman air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal Yn. Untuk debit aliran dan luas tampang lintang saluran tersebut, kedalaman normal adalah konstan di saluran panjang saluran.

b. Perhitungan Debit

Debit atau besarnya aliran sungai adalah volume aliran yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik ( m3/dt ) atau liter per detik ( l/dt). Aliran adalah pergerakan didalam alur sungai. Pengukuran debit yang dilaksanakan di suatu pos duga air tujuannya terutama adalah membuat lengkung debit dari pos duga air yang bersangkutan. Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang basah, kecepatan aliran dan tinggi muka air rumus umum yang

(28)

biasa digunakan adalah:(Bambang Triatmodjo, 2008). Untuk perhitungan debit pengaliran dalam percobaan ini dilakukan dengan cara, yaitu:

1) Pengukuran Langsung Debit

Pengukuran kecepatan aliran yang langsung dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat ukur current meter. Adapun rumus yang digunakan : (Soewarno, 1991)

Q = v .A ( / det ) (8)

Dimana :

v = kecepatan aliran dengan menggunakan alat ukur current mete(m/det).

A = Luas Penampang ( ).

Penentuan jumlah titik pengukuran kecepatan aliran ditiap titik vertikal dilakukan dengan metode pendekatan matematis. Pendekatan matematis yang dimaksud disini adalah distribisi kecepatan aliran pada sebuah aliran vertikal dianggap berbentuk kurva parabolis, elips atau berbentuk lain dimana kecepatan aliran rata-rata disebuah garis aritmatik.Pengukuran dilakukan dengan :

2). Metode satu titik

Pada kedalaman 0,6 ( 0,6 H ), Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada titik 0,6 meter kedalaman permukaan air. Hasil pengukuran pada titik 0,6 m kedalaman aliran ini merupakan kecepatan rata rata vertikal yang bersangkutan.Kecepatan aliran dihitung dengan rumus ;(Joko Santoso,1999) V = V 0,6

Dimana :

V = Kecepatan aliran rata-rata ( m/dt )

(29)

V0,6= Kecepatan pada 0,6 meter kedalaman ( m/dt )

Pada kedalaman 0,2 meter ( 0,2 H ). Kecepatan aliran diukur pada 0,2 meter kedalaman.Kecepatan rata-rata adalah;

V = c2 x V0,20

Dimana : V0,2 = kecepatan pada 0,2 meter kedalaman (m/dt) C2 = Konstanta yang ditentukan dengan kalibrasi Alat ukur Current meter

Metode 1 titik (0,6H)

Gambar 2.4. Gambar Penampang Saluran 3). Pengukuran Tidak Langsung

Rumus yang digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran yang tidak langsung di lapangan adalah rumus manning sebagai berikut :

(m/det) (9)

Dimana :

V = kecepatan aliran (m/det ) n = koefisien manning

0.6 0,6 H

0.6 H

0.2 H

(30)

R = jari-jari hidrolis (m)

4). Perhitungan Kecepatan Aliran / Secara Langsung

(Bunganaen, W,.2011) Current Meter adalah salah satu alat ukur kecepatan arus yang memberikan tingkat ketelitian yang cukup tinggi. Adapun rumus umum kecepatan current meter adalah :

V = a. n + b ( m/det ) (10)

Dimana :

V = kecepatan aliran (m/dtk)

n = jumlah putan baling-baling per satuan waktu.

A,b = konstanta yang biasanya telah ditentukan daripabriknya atau ditentukan dari kalibrasi alat ukur arus digunakan sampai periode waktu tertentu.

Gambar 2.5. Current Meter ;TH-031 universal current meter

(31)

Pengukuran dengan current meter tidak dapat dilakukan di sembarang tempat untuk mendapatkan ketelitian yang tepat, maka lokasi penukuran harus memenuhi syarat sebagai berikut (Bunganaen, W,.2011):

a) Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati jenis aliran sub kritis, kecepatan aliran tidak terlalu lambat atau terlalu cepat.

b) Tidak terkena pengaruh peninggian muka air dan aliran lahar.

c) Kedalaman aliran pada pengukuran harus cukup, kedalaman aliran yang kurang dari 20 cm biasanya sulit diperoleh hasil yang baik.

d) Aliran turbulen yang disebabkan oleh batu-batu vegetasi, penyempitan lebar alur sungai atau karena sebab lain harus dihindarkan.

e) Penampang pengukuran debit sebaiknya dekat pos duga air, sehingga antara penampang pengukuran debit dan lokasi pos duga air tidak terjadi perubahan.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian dan waktu Penelitian.

Lokasi Jaringan Irigasi Pattiro ( 4.970 Ha ) terletak di Kabupaten Bone kearah timur Kota Makassar berada pada posisi 4 13 -5 6 LS dan antara 119 42 -120 30 BT. Untuk mencapai lokasi Bendungan yang terletak di Kelurahan Mattugengken Kecamatan Cina Desa Awo Kabupaten Bone ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dengan jarak 7 km dan waktu tempuh selama ± 20 menit.Penelitian ini dilakukan di daerah Jaringan Irigasi Pattiro Kabupaten Bone dimulai bulan Maret 2018.

Gambar 3.6. Lokasi Penelitian. ( BBWS Pompengan Jeneberang Peta Administrasi Kabupaten Bone )

LOKASI

BENDUNGPATTIRO

(33)

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian observasi di lokasi dengan mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini.Penelitian ini dilaksanakan di Saluran Irigasi Apala Bendung Pattiro Kabupaten Bone pada tahun 2018. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, sekunder. Data primer antara lain kecepatan aliran (V), debit aliran air (Q), luas penampang basah saluran (A), dan panjang saluran (L).

Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literature atau laporan penelitian sebelumnya tentang lokasi penelitian. Selain itu dikumpulkan juga data kepustakaan yaitu mengumpulkan data yang bersifat teoritis, dokumen, diperoleh melalui skripsi-skripsi kepustakaan, diklat, jurnal, buku lain yang sesuai dengan materi penelitian serta dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kota Watampone. UPTD PSDA Kabupaten Bone.

C. Prosedur Alat dan Bahan Penelitian

Secara Umum, alat dan bahan yang digunakan dalam menunjang penelitian ini berupa : pelampung (bola pimpong), current meter, meter roll,stopwatch, mistar ukur, tali raffia.

Prosedur pelaksanaan Penelitian.

1. Pengukuran kecepatan aliran.

a. Tentukan Lokasi Pengamatan.

b. Ukur dimensi saluran ( lebar atas, lebar dasar saluran, kemiringan talud dan keliling basah ).

(34)

c. Pemasangan tali yang telah ditandai dengan ruas-ruas yang sesuai dengan titik pengamatan.

d. Bentangkan tali tersebut tegak lurus dengan arah aliran saluran.

e. Siapkan alat current meter dan mulai mengukur aliran sesuai dengan kedalaman dan jumlah titik yang telah ditentukan.

f. Catat kedalaman dan pembacaan alat current meter di tiap-tiap titik pengamatan.

Pengukuran dengan current meter tidak dapat dilakukan di sembarang tempat, untuk mendapatkan ketelitian yang tepat maka lokasi pengukuran terus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) Mempunyai pola aliran yang seragam dengan mendekati aliran sub kritis, kecepatan aliran tidak terlalu cepat dan lambat pengukuran yang baik pada lokasi yang mempunyai kecepatan aliran mulai 0.2 m/det sampai 2.5 m/det.

2) Tidak terkena pengaruh peninggian muka air.

3) Kedalaman aliran pada pengukuran harus cukup, kedalaman aliran yang kurang dari 20 cm biasanya sulit diperolah hasil yang baik.

4) Aliran taburen yang disebabkan oleh batu harus dihindari.

D. Analisa dan Pengolahan Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian tentang kebijakan. Penelitin kebijakan adalah suatu proses penelitian yang dilakukan pada masalah sosial yang mendasar, sehingga hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam pembuatan keputusan untuk bertindak secara praktis dalam menyelesaikan

(35)

kasus-kasus. Parameter yang diteliti dalam penulisan ini adalah besarnya kehilangan air pada saluran tersier.

Selanjutnya hasil dari penelitian ini menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan kebijakan.Penelitian dilakukan untuk memperoleh efektifitas merupakan pengelolaan jaringan Jaringan Irigasi.

Pengukuran efesiensi dan efektifitas kehilangan air merupakan salah satu indikator kinerja bagi pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk menyajikan informasi tentang seberapa besar pencapaian sasaran atas target.

Dalam tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data yang diperlukan dalam studi ini.Pengumpulan data ini harus terencana dengan baik agar tepat sasaran dan efektif.Data yang dijadikan bahan acuan dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan tugas akhir ini dapat diklasifikasikan dalam dua jenis data pengelolaan data meliputi kegiatan pengakumulasian, pengelompokan jenis data, kemudian dengan analisa.

Teknik analisa data dalam penulisan ini melalui tahapan sebagai berikut : 1. Analisis kecepatan aliran dan debit dengan alat ukur Current Meter .

Rumus = Kecepatan Aliran V = a.n + b (m/det) Debit = Q = V.A(m3/dtk)

2. Analisis kehilangan air pada saluran tersier, yaitu selisih antara debit masuk dan debit keluar.

Rumus = K = Q1 – Q2(m3/det)

(36)

E. Flow Chart / Bagan Alur Penelitian Mulai

Selesai Validasi Data

Data

Sekunder Studi Kasus

Skema Jaringan

Analisa Data Q = V.A Kehilangan = Q1-Q2 Pengumpulan Data

Studi Literartur

Primer

Kecepatan Aliran

Luas Penampang Basah Saluran (A)

Tidak

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh normal. Pengukuran kecepatan aliran pada saluran yang diteliti dapat diamati dengan cara alat Current Meter. Pada Penelitian ini pengukuran yang dirata - rata untuk menghasilkan kecepatan rata - rata, untuk pengukuran dilakukan pada tinggi muka air 0.39 cm, 0.34 cm, 0.42 cm, 0.54 cm, 0.37 cm.

B. Pengukuran Aliran Dengan Menggunakan Current Meter.

Untuk Data Hulu dari jarak pengukuran dari pintu = 5 meter, waktu pengukuran (T) = 50 detik, dengan rata-rata tinggi muka air (H) = 0.39 cm,untuk data Saluran Tersir mulai dari Titik B.Ap smapai dengan Titik BW.3 dengan jarak pengukuran 50 dari Hulu ke Hilir meter dari pintu tersier dengan waktu pengukuran (T) = 50 detik.Untuk Lokasi Penelitian yang diadakn di saluran Irigasi Pattiro Kabupaten Bone Pada Pukul 08.30-18.00 dengan menggunakan alat Current Meter dengan waktu tiap pengukuran adalah 50 detik per titik.

Untuk Penukuran dengan Current Meter menggunakan No.Kincir : 4-84-02 dengan persamaan : N < 1.88 V=0.1300 N + 0.0133 m/detik, N > 1.88 V= 0.1342 N + 0.0054 m/detik.

(38)

C. Analisa Data Pengukuran

1. Data Saluran Tersier Dengan Alat Current Meter.

a. Data Saluran Tersier Apala 1 (Hulu)

Gambar 7.Gambar penampang saluran Tersier Apala 1.

Untuk titik I (Saluran Tersier Apala 1,Q1), Tinggi muka air (h) = 0.39 m, letak alat dari permukaan( 0.6 h ) = 0.39 m , (0.6 h) = 0.39, (0.6 h )= 0.38 m, Lama Putaran Baling = 50 detik, Jumlah Putaran Baling (0.6 h) = 72 Putaran, (0.6 h) = 28, (0.6 h) = 24 Putaran dengan jumlah Titik= 3 titik.

Untuk Daerah Hulu Apala 1.

Tabel 1.Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hulu Apala 1.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu Kecepatan Aliran (m/det) V v Rata-rata Apala 1 0.39

0.15 0.39 72 50 0.201

0.112

0.30 0.39 28 50 0.060

0.45 0.38 24 50 0.076

Gambar8. Grafik hubungan antara kedalaman dengan jarak untuk saluran tersier apala 1 hulu.

-0.45 -0.35 -0.25 -0.15 -0.05

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Dalam

Jarak

(39)

Untuk daerah Hilir.

Tabel 2 .Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hilir Apala 1.

Titik

Tinggi Muka Air (h)

Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det) v v Rata-rata Apala

1 0.39

0.15 0.39 64 50 0.180

0.091

0.30 0.39 20 50 0.065

0.45 0.38 6 50 0.029

Grafik 9.Grafik hubungan antara kedalaman dengan jarak untuk saluran tersier apala 1 hilir.

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh kecepatan aliran untuk daerah hulu sebesar 0.112 m/detik dan untuk daeha hilir Apala 1 sebesar 0.091 m/detik.

b. Perhitungan Luas Penampang Basah (A) m2.

Untuk daerah Hulu

Tabel 3 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hulu.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) v

v Rata-

rata Luas

Jumla h Apala

1 0.39

0.15 0.39 72 0.201

0.112

0.058

0.346

0.30 0.39 28 0.060 0.117 M²

0.45 0.38 24 0.076 0.171

-0.45 -0.35 -0.25 -0.15 -0.05

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Dalam

Jarak

(40)

Untuk Daerah Hilir

Tabel 4 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hilir Titik

Tinggi Muka Air (h)

Jara k

Dala

m Putaran Baling2

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A) v

v Rata-

rata Luas

Juml ah Apala

1 0.39

0.15 0.39 64 0.180

0.091

0.058

0.34 6 M²

0.30 0.39 20 0.065 0.117

0.45 0.38 6 0.029 0.171

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh Luas Penampang 0.346 m2 untuk daerah hulu, dan sebesar 0.346 m2 dan untuk daerah hilir.

b.Perhitungan Data Debit (Q) m3/detik.

Untuk daerah hulu.

Tabel 5 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hulu.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A)

Q v v Rata-

rata A Juml

ah Apala

1 0.39

0.15 0.39 72 0.201

0.112

0.058

0.34 6

0.038 m³/det

0.30 0.39 28 0.060 0.117

0.45 0.38 24 0.076 0.171

Untuk Daerah Hilir ;

Tabel 6 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hilir Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) Q v

v Rata-

rata

Luas Juml ah Apala

1 0.39

0.15 0.39 64 0.180

0.091

0.058 0.34 6 M²

0.031 m³/det

0.30 0.39 20 0.065 0.117

0.45 0.38 6 0.029 0.171

(41)

Pada Tabel di atas diperoleh nilai di Hulu dengan jumlah Debit (Q) = 0.038 m3/detik dan hulu = 0.031 m3/detik. Sehingga kehilangan air yaitu Q hulu – Q hilir = 0.038 - 0.031 = 0.007 m3/detik.

3. Data Perhitungan untuk Saluran Tersier Apala 2.

Gambar 10.Gambar penampang saluran Tersier Apala 2.

Untuk titik I (SaluranTersier Apala 2, Q1), Tinggi muka air (h) = 0.34 m, letak alat dari permukaan( 0.6 h ) = 0.34 m , (0.6 h) = 0.33, (0.6 h )= 0.33 m, Lama Putaran Baling = 50 detik, Jumlah Putaran Baling (0.6 h) = 77 Putaran, (0.6 h) = 79, (0.6 h) = 80 Putaran dengan jumlah Titik= 3 titik

a.Perhitungan Kecepatan Aliran (V) m/det.

Untuk Daerah Hulu Apala 2.

Tabel 7.Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hulu Apala 2.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det)

v v Rata-

rata Apala

2 0.34

0.20 0.34 77 50 0.214

0.218

0.40 0.33 79 50 0.219

0.6 0.33 80 50 0.221

(42)

Gambar11. Grafik Hubungan Antara Kedalaman dengan Jarak UntukSaluranTersier Apala 2Hulu.

Untuk daerah Hilir.

Tabel 8 .Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hilir Apala 1.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det)

v v Rata-

rata Apala

2 0.34

0.20 0.34 64 50 0.180

0.177

0.40 0.33 70.00 50 0.195

0.6 0.33 55 50 0.156

Gambar12.Grafik Hubungan antara kedalaman dengan jarak untuk saluran tersier apala 2 Hilir.

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh kecepatan aliran untuk daerah hulu sebesar 0.218 m/detik dan untuk daerah hilir Apala 2 sebesar 0.177 m/detik.

-0.60 -0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.100.00

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Dalam

Jarak

-0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Dalam

Jarak

(43)

b. Perhitungan Luas Penampang Basah (A) m2( hulu)

Tabel 9 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hulu.

(h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A) v

v Rata-

rata

Luas Jumlah

0.34

0.20 0.34 77 50 0.214

0.218

0.068

0.132 M²

0.40 0.33 79 50 0.219 0.132

0.6 0.33 80 50 0.221 0.198

Untuk Daerah Hilir

Tabel 10 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hilir.

(h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A) v

v Rata-

rata

Luas Jumlah

0.34

0.20 0.34 64 50 0.180

0.177

0.068

0.132 M²

0.40 0.33 70 50 0.195 0.132

0.6 0.33 55 50 0.156 0.198

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh Luas Penampang 0.132 m2 untuk daerah hulu sebesar 0.132 m2 dan untuk daerah hilir .

c. Perhitungan Data Debit (Q) m3/detik.

Untuk daerah hulu

Tabel 11 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hulu.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A)

Debit Q = (V x A) v v Rata-

rata Luas

Jumla h 0.34

0.20 0.34 77 0.214

0.218

0.068

0.132 M²

0.086 m³/det

0.40 0.33 79 0.219 0.132

0.6 0.33 80 0.221 0.198

(44)

Untuk Daerah Hilir ;

Tabel 12 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hilir.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) Q = (V x A) v

v Rata-

rata Luas Jumlah 0.34

0.20 0.34 64 0.180

0.177

0.068

0.132 M²

0.070 m³/det

0.40 0.33 70.00 0.195 0.132

0.6 0.33 55 0.156 0.198

Pada Tabel di atas diperoleh nilai di Hulu dengan jumlah Debit (Q) = 0.086 m3/detik dan hulu = 0.070 m3/detik. Sehingga kehilangan air yaitu Q hulu – Q hilir = 0.086 - 0.070 = 0.016 m3/detik.

3. Data Saluran Tersier Waru.1 (Hulu)

Gambar 13.Gambar penampang saluran Tersier Waru 1.

Untuk titik I (SaluranTersier Waru.1, Q1), Tinggi muka air (h) = 0.42 m, letak alat dari permukaan( 0.6 h ) = 0.39 m , (0.6 h) = 0.43, (0.6 h )= 0.42 m, Lama Putaran Baling = 50 detik, Jumlah Putaran Baling (0.6 h) = 78 Putaran, (0.6 h) = 69, (0.6 h) = 90 Putaran dengan jumlah Titik= 3 titik.

a.Perhitungan Kecepatan Aliran (V) m/det.

Untuk Daerah Hulu Waru 1.

(45)

Tabel 13. Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hulu Waru 1 Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det) v v Rata-rata Waru

1 0.42

0.15 0.39 78 50 0.216

0.218

0.30 0.43 69 50 0.193

0.45 0.42 90 50 0.247

Gambar 14. Grafik Hubungan Antara Kedalaman dengan Jarak Untuk Saluran Tersier Waru1 Hulu.

Untuk daerah Hilir.

Tabel 14 .Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hilir Waru 1.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det)

v v Rata-rata Waru

1 0.42

0.15 0.39 24 50 0.076

0.161

0.30 0.43 67 50 0.188

0.45 0.42 79 50 0.219

Gambar15.Hubungan Antara Kedalaman dengan Jarak Untuk Saluran Tersier Waru 1 Hilir.

-0.60 -0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Dalam

Jarak

-0.60 -0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Dalam

Jarak

(46)

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh kecepatan aliran untuk daerah hulu sebesar 0.218 m/detik dan untuk daeha hilir Apala 2 sebesar 0.161 m/detik.

b. Perhitungan Luas Penampang Basah (A) m2.

Untuk daerah Hulu

Tabel 15 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hulu.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A) v

v Rata-

rata Luas Jumlah Waru

1 0.42

0.15 0.39 78 0.216

0.218

0.059

0.191

0.30 0.43 69 0.193 0.065 M²

0.45 0.42 90 0.247 0.067

Untuk Daerah Hilir

Tabel 16 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hilir.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) v

v Rata-

rata Luas

Juml ah Waru

1

0.4 2

0.15 0.39 24 0.076

0.161 0.059 0.191

0.30 0.43 67 0.188 0.065 M²

0.45 0.42 79 0.219 0.067

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh Luas Penampang 0.191 m2 untuk daerah hulu dan untuk daerah hilir sebesar 0.191m2 .

c. Perhitungan Data Debit (Q) m3/detik.

Untuk daerah hulu ;

(47)

Tabel 17 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hulu.

(h) Jara k

Dala m

Putaran Baling

2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) Q = (V x A) v v Rata-

rata Luas Jumla h 0.42

0.15 0.39 78 0.216

0.218

0.059

0.191 M²

0.041 m³/det

0.30 0.43 69 0.193 0.065

0.45 0.42 90 0.247 0.067

Untuk Daerah Hilir ;

Tabel 18 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hilir.

Pada Tabel di atas diperoleh nilai di Hulu dengan jumlah Debit (Q) = 0.041 m3/detik dan hulu = 0.031m3/detik. Sehingga kehilangan air yaitu Q hulu – Q hilir = 0.041 - 0.031 = 0.010 m3/detik.

4. Data Saluran Tersier Waru.2 (Hulu)

Gambar 16.Gambar penampang saluran Tersier Waru 2.

Untuk titik I (SaluranTersierWaru.2, Q1), Tinggi muka air (h) = 0.54 m, letak alat dari permukaan( 0.6 h ) = 0.54 m , (0.6 h) = 0.54, (0.6 h )= 0.58 m,

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A)

Q = (V x A) v v Rata-

rata Luas Jumlah Debit 0.42

0.15 0.39 24 0.076

0.161

0.059

0.191 M²

0.031 m³/det

0.30 0.43 67 0.188 0.065

0.45 0.42 79 0.219 0.067

(48)

Lama Putaran Baling = 50 detik, Jumlah Putaran Baling (0.6 h) = 137 Putaran, (0.6 h) = 93, (0.6 h) = 98 Putaran dengan jumlah Titik= 3 titik.

a.Perhitungan Kecepatan Aliran (V) m/det.

Untuk Daerah Hulu Waru 2.

Tabel 19. Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hulu Waru 2 Titik

Tinggi Muka Air (h)

Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det) v v Rata-rata Waru

2 0.54

0.15 0.54 137 50 0.373

0.298

0.30 0.54 93 50 0.255

0.45 0.58 98 50 0.268

Gambar17.Grafik Hubungan Antara Kedalaman dengan JarakUntukSaluranTersier Waru 2 Hulu.

Untuk daerah Hilir.

Tabel 20 .Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hilir Waru 2.

Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran (m/det) V v Rata-rata Waru 2 0.54

0.15 0.54 120 50 0.327

0.250

0.30 0.54 86 50 0.237

0.45 0.58 67 50 0.188

-0.70 -0.50 -0.30 -0.10

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Dalam

Jarak

(49)

Gambar18.Grafik Hubungan Antara Kedalaman dengan Jarak Untuk SaluranTersier Waru 2 Hilir.

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh kecepatan aliran untuk daerah hulu sebesar 0.298 m/detik dan untuk daeha hilir Waru 2 sebesar 0.250 m/detik.

Perhitungan Luas Penampang Basah (A) m2.Untuk daerah Hulu.

Tabel 21 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hulu.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A)

v v Rata Luas Jumlah

0.54

0.15 0.54 137 0.373

0.298

0.081

0.220 M²

0.30 0.54 93 0.255 0.081

0.45 0.58 98 0.268 0.058

Untuk Daerah Hilir

Tabel 22 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hilir.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A)

v v Rata-rata Luas Jumlah 0.54

0.15 0.54 120 0.327

0.250

0.081

0.220 M²

0.30 0.54 86 0.237 0.081

0.45 0.58 67 0.188 0.058

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh Luas Penampang 0.220 m2 untuk daerah hulu sebesar 0. 220 m2 dan untuk daerah hilir .

-0.70 -0.50 -0.30 -0.10

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Dalam

Jarak

(50)

c. Perhitungan Data Debit (Q) m3/detik.

Untuk daerah hulu ;

Tabel 23 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hulu.

(h) Jarak Dalam

Putaran Baling2

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A) Q = (V x v A)

v Rata-

rata Luas Jumlah 0.54

0.15 0.54 137 0.373

0.298

0.081

0.220 M²

0.065 m³/det

0.30 0.54 93 0.255 0.081

0.45 0.58 98 0.268 0.058

Untuk Daerah Hilir ;

Tabel 24 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hilir.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A)

Q = (V x A) v v Rata-

rata Luas Jumlah Debit 0.54

0.15 0.54 120 0.327

0.250

0.081

0.220 M²

0.056 m³/det

0.30 0.54 86 0.237 0.081

0.45 0.58 67 0.188 0.058

Pada Tabel di atas diperoleh nilai di Hulu dengan jumlah Debit (Q) = 0.065 m3/detik dan hulu = 0.056m3/detik. Sehingga kehilangan air yaitu Q hulu – Q hilir = 0.065 - 0.056 = 0.006 m3/detik

.5. Data Saluran Tersier Waru 3 (Hulu)

Gambar 19.Gambar penampang saluran Tersier Waru 3.

Untuk titik I (SaluranTersier Waru, Q1), Tinggi muka air (h) = 0.37 m, letak alat dari permukaan( 0.6 h ) = 0.37 m , (0.6 h) = 0.36, (0.6 h )= 0.39 m,

(51)

Lama Putaran Baling = 50 detik, Jumlah Putaran Baling (0.6 h) = 95 Putaran, (0.6 h) = 122, (0.6 h) = 137 . Putaran dengan jumlah Titik= 3 titik.

a.Perhitungan Kecepatan Aliran (V) m/det.

Untuk Daerah Hulu Waru 3.

Tabel 25. Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hulu Waru 3 Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu Kecepatan Aliran (m/det) v v Rata-rata Waru

3 0.37

0.20 0.37 95 50 0.26

0.322 0.40 0.36 122 50 0.333

0.60 0.39 137 50 0.373

Gambar 20. Hubungan Antara Kedalaman dengan Jarak Untuk Saluran Tersier Waru 3 Hulu.

Untuk daerah Hilir.

Tabel26 . Perhitungan Kecepatan Aliran (V) hilir Waru 3 Titik (h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu Kecepatan Aliran (m/det) v v Rata-rata Waru

3 0.37

0.20 0.37 75 50 0.208

0.262

0.40 0.36 88 50 0.242

0.60 0.39 124 50 0.338 -0.50

-0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Dalam

Jarak

(52)

Gambar 21.Hubungan Antara Kedalaman dengan Jarak Untuk Saluran Tersier Waru 3Hilir.

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh kecepatan aliran untuk daerah hulu sebesar 0.322 m/detik dan untuk daeha hilir Waru 2 sebesar 0.262 m/detik

b. Perhitungan Luas Penampang Basah (A) m2.

Untuk daerah Hulu

Tabel 27 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hulu.

(h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan Aliran

(m/det) Luas (A) v v Rata-rata Luas Jumlah 0.37

0.20 0.37 95 50 0.26

0.322

0.074

0.448

0.40 0.36 122 50 0.333 0.144 M²

0.60 0.39 137 50 0.373 0.234

Untuk Daerah Hilir.

Tabel 28 .Perhitungan untuk Luas Penampang (A) daerah Hilir.

(h) Jarak Dalam Putaran

Baling2 Waktu

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) v v Rata-

rata Luas Jumlah 0.37

0.20 0.37 75 50 0.208

0.262

0.074

0.448

0.40 0.36 88 50 0.242 0.144 M²

0.60 0.39 124 50 0.338 0.234

-0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Dalam

Jarak

(53)

Dari perhitungan tabel di atas, dapat diperoleh Luas Penampang 0.448 m2 untuk daerah hulu sebesar 0. 448 m2 dan untuk daerah hilir .

c. Perhitungan Data Debit (Q) m3/detik.

Untuk daerah hulu ;

Tabel 29 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hulu.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A) Debit Q

= (V x A) v v Rata-

rata Luas Jumlah 0.37

0.20 0.37 95 0.26

0.322

0.074

0.448 M²

0.148 m³/det

0.40 0.36 122 0.333 0.144

0.60 0.39 137 0.373 0.234

Untuk Daerah Hilir ;

Tabel30 .Perhitungan untuk Debit (Q) daerah Hilir.

(h) Jarak Dalam Putaran Baling2

Kecepatan

Aliran (m/det) Luas (A)

Q = (V x A) v v Rata-

rata Luas Jumlah Debit 0.37

0.20 0.37 75 0.208

0.262

0.074

0.448 M²

0.119 m³/det

0.40 0.36 88 0.242 0.144

0.60 0.39 124 0.338 0.234

Pada Tabel di atas diperoleh nilai di Hulu dengan jumlah Debit (Q) = 0.148 m3/detik dan hulu = 0.119 m3/detik. Sehingga kehilangan air yaitu Q hulu – Q hilir = 0.148 - 0.119 = 0.029 m3/detik.

D. Analisis Efesiensi dan Kehilangan Air

Berdasarkan data pengukuran Current Meter di atas, maka dapat dihitung kehilangan air pada saluran Tersier pada titik Apala 1 dengan rumus;

(54)

K = Q1 – Q2

Dimana ; Debit Hulu (Q1) = 0.039 m3/dtk, Debit Hilir (Q2) = 0.039 – 0.031 = 0.007 m3/dtk sedangkan untuk efesensi saluran tersier dapat dihitung dengan rumus ;

Efisiensi ( )

( )

Maka Efisiensi Penyaluran :

= 81.57 %

Perhitungan kehilangan air pada titik Apala 1 yaitu 0.007 m3/dtk dan untuk efesiensinya yaitu 81.57 % perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 31 : Perhitungan kehilangan Air

No Pengukuran Q1 Q2 Kehilangan

(Q) (M³/Detik)

Efisiensi (%)

1 Apala 1 0.038 0.031 0.007 81.57%

2 Apala 2 0.086 0.07 0.016 81.39%

3 Waru 1 0.041 0.031 0.01 75.60%

4 Waru 2 0.065 0.056 0.006 86.15%

5 Waru 3 0.148 0.119 0.029 80.40%

Untuk perhitungan di atas dapat dilihat dimana kehilangan air banyak terjadi pada saluran BW.3 sebesar 0.029 m3/detik.Hal ini disebabkan oleh kondisi/keadaan dasar saluran ada rusak dan adanya pengambilan air oleh petani

(55)

yang belum menaati aturan pemakain air.Berikut Grafik yang menunjukkan kehilangan.

Gambar23.Grafik Kehilangan Air dari perhitungan Hulu-Hilir

Gambar24.Grafik Efesiensi dinyatakan dalam %

Bila ditinjau dari ketersediaan air pada pintu-pintu pengambilan di jaringan irigasi, air cukup tersedia dengan kebutuhan.Tapi bila dilihat dari kenyataan air yang ada pada beberapa saluran tersier dan kuarter (ruas-ruas) tertentu kadang kala air tidak sampai atau kurang dari yang dibutuhkan.

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

Apala 1 Apala 2 Waru 1 Waru 2 Waru 3

Kehilangan m³/detik

Q1 Q2

81.57% 81.39%

75.60%

86.15%

80.40%

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Apala 1 Apala 2 Waru 1 Waru 2 Waru 3

Efisiensi (%)

Q1 Q2

Kehilangan (Q) (M³/Detik)

(56)

6 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan sebagai berikut :

1. Kecepatan aliran yang diperoleh sesuai dengan pengukuran pada bagian hulu tersier rata-rata adalah 1.16 m/det sedangkan untuk di hilir rata-rata yaitu 0.946 m/det. Untuk Debit bagian Hulu sebesar 0.378 m3/detik dan untuk bagian hilir sebesar 0.307 m3/detik.

2. Kehilangan Air secara keseluruhan pada jaringan irigasi tersier rata-rata yaitu 0.037 m3/detik. Sedangkan untuk efisensi rata-rata yaitu 81.02 %

B. Saran

Adapun saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya perbaikan pada sistem pengelolaan air dan perbaikan terhadap kerusakan yang ada untuk memperkecil kehilangan air irigasi yang disebabkan oleh kebocoran disepanjang saluran , menciptakan irigasi yang andal, berkelanjutan.

2. Untuk mengefesienkan penggunaan air sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan pihak petani dalam hal tata cara pemakaian air yang baik.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui optimalisasi pengelolaan Jaringan Irigasi Pattiro.

Referensi

Dokumen terkait

Paket data yang di kirim dari aplikasi ke server untuk memberikan perintah saat membuka dan menutup pintu sangat memerlukan keamanan lebih, dalam mendukung keamanan dan

Hal ini dapat menguatkan data, bahwa rata-rata siswa yang menjadi responden juga bermain game online, dan hasil belajar atau nilai yang mereka dapatkanpun juga standard atau

Dalam hal ini NIDS diletakkan sejajar dengan router sebagai pintu masuk jaringan dengan tujuan setiap paket data yang terjadi pada Local Area Network SMK

Ditinjau dari pemodelan dan pengukuran kapasitas saluran transisi yang memiiki panjang 101,08 meter dan elevasi muka air, yang dioperasikan di model dapat mengalirkan

1) Elevasi muka air pada tiap saluran di mana bangunan saluran pintu air akan dibuat, termasuk kelandaian, elevasi dasar saluran, dan elevasi tanggul. Dengan kata lain merupakan

Berdasarkan data pengukuran saluran akar gigi molar pertama permanen rahang bawah pada lampiran B diperoleh data rata-rata panjang saluran akar mesial pada sampel

masing-masing kelas dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen hampir sama dengan kelas kontrol yang pada proses pembelajarannya bertatap muka

Dari angket hasil pengukuran minat belajar siswa terhadap materi pelajaran yang disajikan melalui aplikasi flipsnackedu pada aspek perhatian memperoleh rata-rata