Dr. Eng. Ali Khumaeni, M.E.
Penulis: Dr. Eng. Ali Khumaeni, M.E.
Editor: Ayun Tata Sampul: Quella Tata Isi: Vitrya
Pracetak: Antini, Dwi, Wardi Cetakan Pertama, Maret 2022 Penerbit
DIVA Press (Anggota IKAPI)
Sampangan Gg. Perkutut No.325-B Jl. Wonosari, Baturetno Banguntapan Yogyakarta
Telp: (0274) 4353776, 081804374879 Fax: (0274) 4353776
E-mail: [email protected] [email protected] Blog: www.blogdivapress.com Website: www.divapress-online.com
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Khumaeni, Eng. Ali
Buku Ajar Fisika Modern/Eng. Ali Khumaeni; editor, Ayun–cet. 1–Yogyakarta: DIVA Press, 2022 viii + 140 hlmn; 15,5 x 24 cm
ISBN 978-623-293-687-4
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.
yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penyusunan Buku Ajar Fisika Modern bisa terselesaikan dengan baik. Buku ini disusun sebagai kelengkapan perkuliahan untuk mata kuliah fisika modern pada Program Studi Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan buku ajar ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim Grup Riset Laser and Advanced Nanotechnology (LAN- RC) yang telah memberikan dukungan materi dalam buku ajar ini.
Terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada istri yang selalu mengingatkan untuk penyelesaian buku ajar ini.
Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan buku ini. Semoga Buku Ajar Fisika Modern ini memberikan manfaat. Amin.
Semarang, Maret 2022 Penulis,
Dr. Eng. Ali Khumaeni, M.E.
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Pengantar Penulis ... iii
Daftar Isi ... iv
Tinjauan Mata Kuliah ... 1
I. Deskripsi Singkat ... 1
II. Relevansi Mata Kuliah ... 2
III. Kompetensi ... 2
1. Standar Kompetensi ... 2
2. Kompetensi Dasar ... 2
3. Indikator ... 3
Pokok Bahasan I Teori Relativitas Khusus
1. Sub-Pokok Bahasan I ke-1: Gerak Relatif Klasik ... 61.1 Pendahuluan ... 6
1.2 Penyajian ... 7
1.2.1 Gerak Relatif Klasik ... 7
1.2.2 Persamaan Transformasi Galileo ... 9
1.2.3 Keinvarianan Hukum Fisika ... 14
1.2.4 Kegagalan Gerak Relatif Klasik ... 16
1.3 Penutup ... 18
1.3.1 Rangkuman ... 18
1.3.2 Tes Formatif ... 19
1.3.3 Umpan Balik ... 20
2. Sub-Pokok Bahasan I Ke-2: Postulat Einstein, Dilatasi
Waktu, dan Kontraksi Lorentz ... 23
2.1 Pendahuluan ... 23
2.1.1 Deskripsi Singkat ... 23
2.1.2 Relevansi ... 23
2.1.3 Kompetensi ... 24
2.2 Penyajian ... 24
2.2.1 Eksperimen Interferometer Michelson-Morley ... 24
2.2.2 Postulat Einstein ... 26
2.2.3 Dilatasi Waktu ... 27
2.2.4 Kontraksi Lorentz ... 31
2.3 Penutup ... 32
2.3.1 Rangkuman ... 32
2.3.2 Tes Formatif ... 33
2.3.3 Umpan Balik ... 33
2.3.4 Tindak Lanjut ... 33
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif ... 34
Daftar Pustaka ... 36
3. Sub-Pokok Bahasan I Ke-3: Transformasi Lorentz ... 37
3.1 Pendahuluan ... 37
3.1.1 Deskripsi Singkat ... 37
3.1.2 Relevansi ... 37
3.1.3 Kompetensi ... 38
3.2 Penyajian ... 38
3.2.1 Transformasi Lorentz ... 38
3.3 Penutup ... 42
3.3.1 Rangkuman ... 42
3.3.2 Tes Formatif ... 43
3.3.3 Umpan Balik ... 43
3.3.4 Tindak Lanjut ... 44
3.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif ... 44
Daftar Pustaka ... 48
4. Sub-Pokok Bahasan I Ke-4: Dinamika Relativistik ... 49
4.1 Pendahuluan ... 49
4.1.1 Deskripsi Singkat ... 49
4.1.2 Relevansi ... 49
4.1.3 Kompetensi ... 49
4.1.4 Standar Kompetensi ... 49
4.1.5 Kompetensi Dasar ... 50
4.2 Penyajian ... 50
4.2.1 Massa Relativistik ... 50
4.2.2 Momentum Relativistik ... 52
4.2.3 Energi Kinetik Relativistik ... 57
4.3 Penutup ... 59
4.3.1 Rangkuman ... 59
4.3.2 Tes Formatif ... 60
4.3.3 Umpan Balik ... 60
4.3.4 Tindak Lanjut ... 60
4.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif ... 61
Daftar Pustaka ... 64
Pokok Bahasan II Dualisme Gelombang Partikel
5. Sub-Pokok Bahasan II Ke-1: Telaah Konsep Interferensi dan Difraksi ... 665.1 Pendahuluan ... 66
5.1.1 Deskripsi Singkat ... 66
5.1.2 Relevansi ... 66
5.1.3. Kompetensi ... 67
5.2 Penyajian ... 67
5.2.1 Telaah Interferensi dan Difraksi Cahaya ... 67
5.3 Penutup ... 71
5.3.1 Rangkuman ... 71
5.3.2 Tes Formatif ... 71
6. Sub-Pokok Bahasan II ke-2: Radiasi Benda Hitam,
Efek Fotolistrik, Efek Compton, dan Produksi Pasangan .... 76
6.1 Pendahuluan ... 76
6.1.1 Deskripsi Singkat ... 76
6.1.2 Relevansi ... 76
6.1.3 Kompetensi ... 77
6.2 Penyajian ... 77
6.2.1 Radiasi Benda Hitam ... 77
6.2.2 Efek Fotolistrik ... 84
6.2.3 Efek Compton ... 94
6.2.4 Produksi Pasangan ... 97
6.2.5 Pair annihilation ... 100
6.2.6 Serapan Sinar X ... 101
6.3 Penutup ... 101
6.3.1 Rangkuman ... 101
6.3.2 Tes Formatif ... 102
6.3.3 Umpan Balik ... 103
6.3.4 Tindak Lanjut ... 103
6.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif ... 103
Daftar Pustaka ... 105
7. Sub-Pokok Bahasan II ke-3: Hipotesis de Broglie, Difraksi Elektron, dan Ketidakpastian Heisenberg ... 106
7.1 Pendahuluan ... 106
7.1.1 Deskripsi Singkat ... 106
7.1.2 Relevansi ... 106
7.1.3 Kompetensi ... 107
7.2 Penyajian ... 107
7.2.1 Hipotesis de Broglie ... 107
7.2.2 Difraksi Elektron ... 109
7.2.3 Ketidakpastian Heisenberg ... 113
7.2.4 Persamaan Schrödinger ... 117
7.3 Penutup ... 119
7.3.1 Rangkuman ... 119
7.3.2 Tes Formatif ... 120
7.3.3 Umpan Balik ... 120
7.3.4 Tindak Lanjut ... 121
7.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif ... 121
Daftar Pustaka ... 124
Pokok Bahasan III Struktur Atom
8. Sub-Pokok Bahasan III ke-1: Struktur Atom ... 1268.1 Pendahuluan ... 126
8.1.1 Deskripsi Singkat ... 126
8.1.2 Relevansi ... 126
8.1.3 Kompetensi ... 126
8.2 Penyajian ... 127
8.2.1 Sejarah Atom ... 127
8.2.2 Orbit Elektron ... 130
8.2.3 Kegagalan Fisika Klasik ... 131
8.2.4 Spektrum Atom ... 132
8.2.5 Teori Atom Bohr ... 133
8.2.6 Level Energi dan Spektrum ... 135
8.3 Penutup ... 135
8.3.1 Rangkuman ... 135
8.3.2 Tes Formatif ... 136
8.3.3 Umpan Balik ... 136
8.3.4 Tindak Lanjut ... 136
8.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif ... 136
Daftar Pustaka ... 138
Tentang Penulis ... 139
I. Deskripsi Singkat
Fisika modern termasuk salah satu cabang ilmu fisika yang dibangun sejak awal abad ke-20. Ilmu fisika biasanya dibagi menjadi dua topik besar, yaitu fisika klasik dan fisika modern. Fisika klasik mempelajari tentang fenonema fisis dari materi yang berukuran makro dan bergerak dengan kecepatan jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya. Sebaliknya, fisika modern, yang dikenal sejak awal abad ke-20, mempelajari tentang fenomena fisis berukuran atom dan bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya.
Secara mendasar, topik fisika modern terdiri atas relativitas dan mekanika kuantum.
Fisika modern merupakan mata kuliah wajib di Departemen Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro.
Buku ini hadir sebagai bahan ajar mata kuliah tersebut. Buku Ajar Fisika Modern ini berisi tiga pokok bahasan, yaitu teori relativitas, dualisme gelombang partikel, dan struktur atom. Dalam pokok bahasan tersebut, ada delapan sub-pokok bahasan, yaitu gerak relatif klasik, persamaan transformasi Galileo, keinvarianan hukum fisika, kegagalan gerak relatif klasik, eksperimen interferometer Michelson-Morley, postulat Einstein, dilatasi waktu, konstraksi Lorentz, transformasi Lorentz, massa relativistik, momentum
Tinjauan Mata Kuliah
relativistik, energi kinetik dan energi total relativistik, telaah inter- ferensi dan difraksi cahaya, radiasi benda hitam, efek fotolistrik, efek compton, produksi pasangan, pair annihilation, serapan sinar-x, hipotesis de Broglie, difraksi elektron, ketidakpastian Heissenberg, dan persamaan Schrödinger.
II. Relevansi Mata Kuliah
Mata kuliah fisika modern merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Fisika Departemen Fisika. Mata kuliah ini sangat berkaitan erat dengan berbagai mata kuliah wajib dan pilihan yang diajarkan di Program Studi Fisika. Fisika modern merupakan mata kuliah dasar bagi para mahasiswa sebelum mengambil berbagai mata kuliah lanjut, seperti optika modern, fisika kuantum, elektrodinamika, mekanika statistika, fisika plasma, dan pendahuluan spektroskopi.
Pada mata kuliah fisika modern, mahasiswa akan diperkenalkan konsep dasar relativitas dan pendahuluan mekanika kuantum.
III. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mata Kuliah Fisika Modern merupakan mata kuliah wajib di Departemen Fisika. Mata kuliah ini mendukung pencapaian kompetensi dalam sikap serta perilaku berkehidupan dan berkarya dalam struktur kurikulum Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro. Diharapkan mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah ini mampu berpikir analitis, kreatif, dan inovatif.
2. Kompetensi Dasar
Pada akhir perkuliahan fisika modern, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:
b. Memahami konsep dasar dualisme gelombang partikel dan menjelaskan berbagai eksperimen serta fenomena fisis yang mendukung dualisme gelombang partikel.
c. Memahami konsep dasar struktur atom.
3. Indikator
Indikator keberhasilan mahasiswa dalam setiap sub-pokok bahasan pada mata kuliah fisika modern adalah memiliki kemampuan berikut:
a. Menjelaskan prinsip gerak relatif klasik dengan benar (minimal 80%).
b. Menjelaskan dan menjabarkan persamaan transformasi Galileo dengan benar (minimal 80%).
c. Menjelaskan prinsip invarian hukum fisika dengan benar (minimal 80%).
d. Menjelaskan kegagalan relatif klasik dengan benar (minimal 80%).
e. Menjelaskan percobaan Michelson-Morley dengan benar (minimal 80%).
f. Menjelaskan postulat Einstein dengan benar (minimal 80%).
g. Menjelaskan konsekuensi postulat Einstein yang meliputi dilatasi waktu dan konstraksi Lorentz dengan benar (minimal 80%).
h. Menjelaskan transformasi Lorentz dengan benar (minimal 80%).
i. Menurunkan persamaan transformasi Lorentz yang berbeda dengan transformasi Galileo dengan benar (minimal 80%).
j. Menerapkan persamaan transformasi Lorentz dalam ber- bagai fenomena fisika yang bergerak mendekati kecepatan cahaya dengan benar (minimal 80%).
k. Menjelaskan tentang massa relativistik dengan benar (minimal 80%).
l. Mendefinisikan tentang momentum relativistik berdasarkan massa dan kecepatan dengan benar (minimal 80%).
m. Menjelaskan hubungan antara momentum relativistik dan memontum klasik dengan benar (minimal 80%).
n. Menjelaskan tentang energi relativistik dengan benar (minimal 80%).
o. Menjelaskan prinsip dasar interferensi dan difraksi dengan benar (minimal 80%).
p. Menjelaskan konsep dasar radiasi benda hitam dengan benar (minimal 80%).
q. Menjelaskan konsep dasar efek fotolistrik dengan benar (minimal 80%).
r. Menjelaskan konsep dasar efek Compton dengan benar (minimal 80%).
s. Menjelaskan konsep dasar produksi pasangan dengan benar (minimal 80%).
t. Menjelaskan konsep dasar hipotesis de Broglie dengan benar (minimal 80%).
u. Menjelaskan konsep dasar difraksi elektron dan peman- faatannya dengan benar (minimal 80%).
v. Menjelaskan konsep dasar ketidakpastian Heisenberg dengan benar (minimal 80%).
w. Menjelaskan sejarah atom dengan benar (minimal 80%).
x. Menjelaskan tentang orbit elektron dengan benar (minimal 80%).
y. Menjelaskan tentang struktur atom menurut teori Bohr dengan benar (minimal 80%).
z. Menjelaskan konsep dasar level energi dan spektrum atom dengan benar (minimal 80%).
POKOK BAHASAN I
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
Gerak Relatif Klasik
1.1 Pendahuluan
1.1.1 Deskripsi Singkat
Gerak relatif klasik merupakan salah satu pokok b ahasan utama dalam fisika klasik, atau lebih dikenal dengan fisika Newtonian, dengan penyelesaian persoalan bisa dilakukan dengan penerapan hukum-hukum Newton. Pada gerak relatif klasik, semua objek bergerak dengan kece patan jauh lebih lambat dari kecepatan cahaya. Pada bagian ini dibahas tentang gerak relatif klasik, transformasi Galileo, kein- varianan hukum fisika, dan kegagalan gerak relatif klasik.
1.1.2 Relevansi
Mahasiswa diingatkan dengan konsep mekanika klasik yang sudah pernah dipelajari pada mata kuliah Fisika Dasar.
Pokok bahasan ini merupakan pemantapan untuk mengikuti pokok bahasan selanjutnya.
1.1.3 Kompetensi
1.1.3.1 Standar Kompetensi
1 Sub-Pokok Bahasan I ke-1:
1.1.3.2 Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, hendaknya mahasiswa memiliki kemampuan berikut:
a. Menjelaskan prinsip gerak relatif klasik.
b. Menjelaskan dan menjabarkan persamaan transfor- masi Galileo.
c. Menjelaskan prinsip invarian hukum fisika.
d. Menjelaskan kegagalan relatif klasik.
1.2 Penyajian
1.2.1 Gerak Relatif Klasik
Jika Anda sedang mengendarai mobil yang bergerak de- ngan kecepatan cukup tinggi di jalan dan melalui jendela Anda melihat pepohonan yang diam di sekitar jalan, maka Anda akan melihat pepohonan seolah-olah sedang bergerak ke arah berlawanan dengan Anda. Mengapa hal ini terjadi? Ada konsep dasar yang sangat penting dalam fenomena tersebut, yaitu konsep gerak relatif dan kerangka acuan.
Sebelum membahas tentang konsep gerak relatif, kita perlu mempelajari kerangka acuan, yakni sebuah perspektif untuk meng amati suatu sistem. Dalam ilmu fisika, kerangka acuan mem berikan pusat koordinat relatif terhadap pengamat yang dapat mengukur gerakan dan posisi sistem. Kerangka acuan ter- diri atas dua jenis, yaitu kerangka acuan inersia dan non-inersia.
Kerangka acuan inersia adalah kerangka acuan yang dija- dikan titik acuan dalam pengamatan. Titik acuan bersifat sebagai kerangka acuan inersia jika tidak mengalami percepatan dalam gerak. Kerangka acuan inersia juga berlaku pada setiap kerangka acuan yang diam atau bergerak dengan kecepatan konstan, khususnya pada gerak translasi dan bukan rotasi. Sementara itu, pada kerangka acuan non-inersia, kerangka acuan mengalami percepatan dalam geraknya. Pada kerangka acuan ini, hukum pertama Newton tidak berlaku.
Ketika dikatakan bahwa sebuah mobil bergerak dengan kece patan 100 km/jam, maka kecepatan yang dimaksud bergantung pada kerangka acuan. Dalam kehidupan sehari-hari, kerangka acuan umumnya berupa tanah atau bumi. Namun, pada prinsipnya, besar kecepatan tergantung pada kerangka acuan. Misalnya, jika Anda naik bus dengan kecepatan 120 km/
jam, maka menurut penumpang yang duduk di bus, Anda tidak sedang bergerak, sehingga besar kecepatan Anda adalah 0 km/
jam. Namun, menurut orang yang diam di atas tanah, Anda sedang bergerak dengan kecepatan 120 km/jam. Dari peristiwa ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa gerak yang diamati oleh pengamat tergantung pada lokasi (kerangka acuan) pengamat.
Gerak seperti ini disebut dengan gerak relatif.
Contoh gerak relatif ditunjukkan pada gambar 1.1. Menu- rut pengamat S, mobil A bergerak mendekati pengamat S dengan kecepatan 90 km/jam, sedangkan mobil B bergerak menjauhi pengamat S dengan kecepatan yang sama 90 km/
jam. Berapakah kecepatan A dan B menurut pengamat S’ yang bergerak dengan kecepatan 72 km/jam menjauhi pengamat S?
Dari gambar 1.1, diperoleh bahwa kecepatan A menurut S’
adalah VA’ = -90 km/jam -72 km/jam = -162 km/jam, sedangkan kecepatan B menurut S’ adalah VB’ = 90 km/jam -72 km/jam
= 18 km/jam. Dari contoh tersebut diperoleh bahwa mobil A dan mobil B mempunyai kecepatan yang signifikan berbeda menurut pengamat S’.
Contoh soal:
Sebuah kereta api bergerak dengan kecepatan 130 km/jam.
Sebuah mobil berjalan di jalan raya sejajar dengan kereta api menyalipnya dengan kecepatan 150 km/jam. Tentukan kece- patan mobil menurut (a) orang yang diam di dekat jalan raya dan (b) orang (penumpang) yang berada di dalam kereta api!
Jawaban:
(a) Kecepatan mobil menurut orang yang diam di dekat jalan raya adalah 150 km/jam. (b) kecepatan mobil menurut penum- pang di dalam kereta api adalah 150 – 130 km/jam = 20 km/jam.
1.2.2 Persamaan Transformasi Galileo
Transforamsi Galileo atau transformasi klasik adalah transfor- masi dari koordinat dalam kerangka acuan ke sistem koordinat kerangka acuan lain yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap kerangka acuan yang awal. Sebuah peristiwa yang diamati oleh dua pengamat yang ada pada kerangka acuan inersia berbeda S dan S’ secara simultan memiliki koordinat yang berbeda satu sama lain. Persamaan-persamaan yang meng- hubungkan dua pengamatan terhadap sebuah peristiwa pada dua kerangkan acuan yang berbeda disebut dengan persamaan transformasi. Pada fisika klasik dengan kecepatan pengamat atau objek sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya, persamaan transformasi tersebut disebut dengan persamaan transformasi Galileo.
Gambar 1.2 Dua kerangka acuan S dan S’
Gambar 1.2 menunjukkan dua kerangka acuan S dan S’.
Sebuah peristiwa di titik P mempunyai koordinat x, y, dan z pada saat t dalam kerangka acuan S dan mempunyai koordinat x’, y’, dan z’ pada saat t’ dalam kerangka acuan S’. Jika kecepatan relatif antara kedua kerangka acuan adalah v, maka pada saat
, titik asal akan berpindah sejauh . Oleh karena itu, koordinat-koordinat dalam arah x dihubungkan oleh persamaan,
1.1 atau
1.2 sedangkan koordinat-koordinat lainnya adalah
1.3 1.4
1.5
Seorang pengamat berada di kerangka acuan S mengamati sebuah objek yang bergerak pada sumbu-x dengan perubahan posisi dari x1 ke x2 antara waktu t1 hingga t2. Seorang pengamat lain berada pada kerangka acuan S’ mengamati sebuah objek yang bergerak dengan perubahan posisi dari x1’ ke x2’ antara waktu t1’ hingga t2’. Menurut pengamat dalam kerangka acuan S, objek tersebut sedang bergerak dengan kecepatan.
1.6 sedangkan menurut pengamat dalam kerangka acuan S’, kecepatan objek adalah
1.7 dengan menggunakan transformasi Galileo hubungan antara posisi x dan x’ adalah:
1.8
Dari persamaan tersebut diperoleh:
1.9
Jadi, persamaan-persamaan transformasi Galileo untuk kecepatan dapat diringkas sebagai berikut:
1.10
Persamaan-persamaan tersebut juga bisa diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan posisi terhadap waktu.
Selain untuk posisi dan kecepatan, kita juga menggunakan transformasi Galileo untuk percepatan. Dalam kerangka acuan S dan S’, percepatan diperoleh sebagai berikut:
1.11 Sedangkan dalam kerangka S’ kita memiliki:
1.12
Dengan menggunakan transformasi Galileo untuk kece- patan:
Sehingga diperoleh:
1.14
Dari persamaan tersebut, diperoleh bahwa untuk semua kerangka acuan, besaran percepatan adalah sama. Dari trans for- masi Galileo untuk posisi dan kecepatan di atas, kerangka acuan yang berbeda (S dan S’) menghasilkan besaran yang berbeda untuk posisi x dan komponen kecepatan pada sumbu x. Namun, besaran lain pada komponen yang tegak lurus dengan arah gerak mempunyai posisi dan komponen yang sama. Besaran- besaran yang tidak berubah terhadap semua transformasi disebut dengan invarian terhadap transformasi tersebut.
Contoh soal:
Sebuah bola bergerak dalam bidang (x, y) dengan kecepatan v, sehingga menurut S, komponen kecepatan searah sumbu x, vx
= 40 km/jam, dan komponen kecepatan sumbu y, vy = 30 km/
jam (Gambar 1.3). S’ adalah kerangka inersial yang bergerak sepanjang sumbu x terhadap S sebesar v.
Gambar 1.3. Ilustrasi gerak relatif klasik.
Tentukanlah!
(a) Sudut dari arah gerak bola menurut S?
(b) Sudut dari arah gerak bola menurut S’, bila v = 30 km/jam?
(c) Berapa sudutnya menurut S’ bila v = 40 km/jam?
Jawaban:
Dari gambar di atas diperoleh:
(a) Sudut dari arah gerak bola menurut S adalah tan ( ) = 0,75 sehingga bernilai sekitar 37o.
(b) Menurut S’, v’ = vx – v = 40 – 30 = 10 km/jam. Jadi, sudut dari arah gerak bola menurut S’ adalah tan ( ) = 4 sehingga
bernilai sekitar 76o.
(c) Besar sudut menurut S’ bila v = 40 km/jam adalah sebesar 90o.
1.2.3 Keinvarianan Hukum Fisika
Di dalam fisika, invarian didefinisikan sebagai pengamatan sistem fisika yang tidak mengalami perubahan jika diterapkan suatu fungsi transformasi. Ilustrasi keinvarianan hukum fisika ditunjukkan pada gambar 1.4.
Gambar 1.4. Ilustrasi keinvarianan hukum fisika
Menurut pengamat S, sebuah bola sedang bergerak dengan percepatan ax. Kita ingin membuktikan bahwa besaran fisika hukum Newton kedua pada bola bersifat invarian. Menurut peng amat S, bola mempunyai kecepatan dan percepatan masing-masing vx dan ax, dan gaya . Menurut peng- amat S’, bola mempunyai kecepatan sebesar sesuai
1.15
karena v bernilai konstan, maka turunan v terhadap waktu bernilai 0, sehingga:
1.16 1.17
dari persamaan 1.17, diperoleh bahwa nilai percepatan menurut kedua pengamat S dan S’ adalah sama sehingga bersifat invarian. Jika massa bola m adalah konstan terhadap waktu, maka hukum Newton 2 bersifat invarian.
Contoh soal:
Buktikan bahwa hukum kekekalan momentum bersifat invarian!
Jawaban:
Perhatikan gambar berikut ini.
1.2.4 Kegagalan Gerak Relatif Klasik
Persamaan Maxwell di ruang vakum menggambarkan propagasi gelombang elektromagnetik dengan kecepatan sebesar atau sekitar 3 x 108 m/s. Besar kecepatan tersebut harus bernilai invarian untuk kerangka acuan inersia yang berbeda. Gambar 1.5 menunjukkan dua buah objek yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya pada kerangka acuan inersia.
Gambar 1.5. Ilustrasi dua objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya
Menurut pengamat yang ada di kerangka acuan S, kece- patan objek A dan objek B masing-masing adalah vA = 0,6c dan vB = -0,6c. Berapakah kecepatan objek A dan objek B menu rut pengamat yang berada di kerangka acuan yang ber- gerak dengan kecepatan 0,8c (pengamat S’)? Sesuai dengan transfor masi Galileo untuk kecepatan, kecepatan objek A, dan objek B menurut pengamat pada kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan 0,8c adalah masing-masing -0,2c dan -1,4c.
Dari hasil tersebut, tampak bahwa kedua objek mempunyai kecepatan yang berbeda atau bersifat non-invarian menurut kedua pengamat. Gambar 1.6 menunjukkan dua pengamat yang berada di kerangka acuan inersia yang berbeda.
Menurut pengamat S, laju cahaya objek A adalah c dan objek B adalah -c. Dengan menggunakan transformasi Galileo diperoleh bahwa laju cahaya objek A dan objek B tidak sama me nurut kedua pengamat yang berada di dua kerangka acuan inersia yang berbeda. Oleh karena itu, transformasi Galileo gagal menjelaskan keinvarianan besaran-besaran fisika pada umumnya dan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya pada khususnya. Untuk menjelaskan fenomena tersebut di abad ke-19, solusi paling alami untuk paradoks ini tam paknya berdasarkan pada asumsi bahwa cahaya gelombang elektro- magnetik merambat melalui medium eter. Eter dipo stulatkan sebagai zat yang tidak mempunyai massa dan tidak tampak, serta mengisi seluruh isi ruangan yang berfungsi sebagai medium perambatan cahaya dan gelombang elektromagnetik.
Eter diasumsikan sebagai referensi mutlak dengan semua pengukuran mengacu pada kerangka acuan tersebut. Begitu juga untuk cahaya dan gelombang elektromagnetik lainnya, kelajuannya diukur terhadap medium eter. Oleh karena itu, pengamat yang bergerak dengan kecepatan v terhadap eter akan mengukur kecepatan cahaya sebesar c’ dan menurut perumusan transformasi Galileo, c’ = c – v.
1.3 Penutup
1.3.1 Rangkuman
Gerak relatif klasik adalah gerak yang diamati oleh peng- amat yang tergantung pada lokasi (kerangka acuan) pengamat.
Transformasi Galileo atau transformasi klasik adalah transformasi dari koordinat dalam kerangka acuan ke sistem koordinat kerangka acuan lain yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap kerangka acuan yang awal.
terhadap sebuah peristiwa pada dua kerangka acuan yang berbeda disebut dengan persamaan transformasi. Pada fisika klasik dengan kecepatan pengamat atau objek sangat kecil diban dingkan dengan kecepatan cahaya, persamaan transfor- masi ini disebut dengan persamaan transformasi Galileo.
Dari eksperimen pengukuran laju cahaya A dan B menurut pengamat di kerangka acuan S serta S’ dan dengan menggunakan transformasi Galileo, diperoleh bahwa laju cahaya objek A dan objek B tidak sama menurut kedua pengamat yang berada di dua kerangka acuan inersia yang berbeda. Oleh karena itu, transformasi Galileo gagal menjelaskan keinvarianan besaran- besaran fisika pada umumnya dan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya pada khususnya.
1.3.2 Tes Formatif
1. Seorang penumpang kereta yang berjalan dengan kece- patan 20 m/s melintasi seorang pria yang sedang berdiri di peron stasiun pada t’ = t = 0. Sepuluh detik setelah kereta tersebut melewatinya, pria di peron melihat seekor burung yang terbang dengan arah yang sama ke sepanjang lintasan kereta tersebut yang telah pergi sejauh 400 m. Seperti apakah koordinat burung tersebut dipandang dari sisi pe- numpang kereta?
2. Sebuah kereta api bergerak dengan kecepatan 60 km/jam melewati stasiun kereta api pada pukul 12:00. Dua puluh detik kemudian, petir menyambar rel kereta api 1 km dari stasiun dengan arah yang sama dengan kereta api yang sedang bergerak. Tentukan koordinat sambaran petir seba- gaimana diukur oleh pengamat yang ada di stasiun dan menurut pengamat yang ada di kereta api!
3. Sebuah mobil tanpa atap bergerak dengan kecepatan 200 kaki/s dan membawa seorang anak perempuan yang sedang melemparkan sebuah bola ke atas dengan kecepatan 10
kaki/s. Tulislah persamaan gerak (posisi sebagai fungsi waktu) untuk bola tersebut jika diamati oleh :
a. si anak perempuan
b. beorang pengamat yang sedang berdiri di pinggir jalan 4. Seorang pengamat A berada dalam bus yang sedang ber- gerak dengan kelajuan 5 m/s berpapasan dengan seorang pengamat B yang berdiri di tepi jalan. Dua puluh detik setelah bus melewati pengamat di tepi jalan, maka peng- amat tersebut menyatakan bahwa jarak sebuah sepeda motor yang sedang melaju dengan arah yang sama dengan arah bus adalah 600 m. Hitunglah koordinat sepeda motor menurut pengamat yang ada di dalam bus!
1.3.3 Umpan Balik
Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada di akhir pokok bahasan ini. Kerjakan soal maksimal 40 menit. Hitung jawaban Anda yang benar. Nilai total dihitung dari jawaban yang benar dikalikan skor 25.
1.3.4 Tindak Lanjut
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, maka Anda dapat meneruskan pokok bahasan selanjutnya.
Namun, jika tingkat penguasaan Anda belum mencapai 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut, terutama pada bagian yang Anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut, Anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Koordinat burung tersebut dipandang dari sisi penumpang
2. Kedua pengamat mengukur koordinat waktu dengan:
Pengamat yang ada di stasiun mengukur koordinat spasial dengan x = 1 km. Koordinat spasial menurut pengamat yang ada di kereta api adalah:
3. a. Persamaan posisi bola menurut anak perempuan
b. Persamaan posisi bola menurut pengamat yang diam
4. Pengamat B sebagai kerangka acuan diam S. Pengamat A sebagai kerangka acuan bergerak S’ yang bergerak dengan kelajuan v = 5 m/s, x = 600 m, t = 20 s, maka:
Daftar Pustaka
Beiser, A. 2003. Concepts of Modern Physics 6th Edition. New York, Amerika Serikat: McGraw-Hill.
Gautreau, R., W. Savin. 1978. Schaum’s Outline Series Theory and Problems of Modern Physics. New York, Amerika Serikat:
McGraw-Hill.
Krane, K.S. 2019. Modern Physics Fourth Edition. New Jersey, Amerika Serikat: Wiley.
Ling, S.J., J. Sanny, W. Moebs. 2021. University Physics Volume 3.
Houstan, Amerika Serikat: OpenStax.
Rosana, D., Sukardiyono, Supriyadi. 2000. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Negeri Yogyakarta.
Serway, R.A., C.J. Moses, C.A. Moyer. 2005. Modern Physics Third Edition. Belmont, Amerika Serikat: Thomson Learning, Inc.
Postulat Einstein, Dilatasi Waktu, dan Kontraksi Lorentz
2.1 Pendahuluan
2.1.1 Deskripsi Singkat
Sub-pokok bahasan ke-2 ini menjelaskan tentang postulat Einstein yang diawali dengan kegagalan eter sebagai kerangka acuan mutlak sebagaimana dibuktikan dengan percobaan Michelson-Morley. Selain itu, bub-pokok bahasan ini menjelaskan tentang konsekuensi postulat Einstein yang meliputi dilatasi waktu dan konstraksi Lorentz.
2.1.2 Relevansi
Mahasiswa diingatkan dengan konsep mekanika klasik yang sudah pernah dipelajari pada mata kuliah Fisika Dasar. Selain itu, mahasiswa juga diingatkan tentang kegagalan transformasi Galileo dalam menjelaskan fenomena fisika yang bergerak mendekati kecepatan cahaya.
2
Sub-Pokok Bahasan I Ke-2:
2.1.3 Kompetensi
2.1.3.1 Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep fisika modern sebagai jembatan pengembangan teori dan teknologi modern.
2.1.3.2 Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini hendaknya maha siswa mampu:
a. Menjelaskan percobaan Michelson-Morley.
b. Menjelaskan postulat Einstein.
c. Menjelaskan konsekuensi postulat Einstein yang meliputi dilatasi waktu dan konstraksi Lorentz.
2.2 Penyajian
2.2.1 Eksperimen Interferometer Michelson-Morley
Pada tahun 1887, Albert A. Michelson dan Edward Morley melakukan eksperimen menggunakan interferometer untuk mengukur gerak bumi terhadap eter sebagai kerangka acuan mutlak. Untuk menentukan gerak bumi melalui eter, Michelson dan Morley menggunakan sepasang berkas cahaya paralel dari satu sumber cahaya yang dipisahkan meng gunakan cermin separuh perak sebagaimana ditun jukkan pada gambar 2.1.
Salah satu berkas dipantulkan oleh cermin A dan berkas lainnya dipantulkan cermin B. Kedua berkas kemudian dipadukan kembali untuk menghasilkan pola interferensi di layar C. Misalnya, laju cahaya ke semua arah pada kerangka acuan S sebesar c, dan kecepatan bumi yang bergerak ke arah kanan terhadap kerangka acuan S sebesar V, maka menurut pengamat yang ada di bumi, besar kecepatan cahaya adalah c-V. Waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh jarak dari cermin separuh perak ke cermin A dengan kecepatan c-V dan kembali ke cermin separuh perak dengan kecepatan c+V adalah sebesar:
2.1
dengan l1 adalah jarak dari cermin separuh perak ke cermin A.
Besar kecepatan cahaya menurut pengamat di bumi untuk cahaya yang menempuh jarak dari cermin separuh perak ke cermin B dan sebaliknya adalah sebesar:
2.2
Waktu yang diperlukan cahaya untuk menempuh jarak dari cermin separuh perak ke cermin B dan sebaliknya adalah sebesar:
2.3
Perbedaan waktu tempuhnya adalah:
2.4
Setup eksperimen kemudian diputar 90o sehingga variabel l2 menjadi l1 dan t2 menjadi t1, sehingga perbedaan waktunya menjadi:
2.5
Dengan memutar setup diharapkan terjadi pola pergeseran interferensi sebesar:
2.6
Michelson dan Morley melakukan percobaan dengan menggunakan ukuran jarak ditambah sebesar 22 m, λ = 5,9 x 107 m dan laju cahaya sesuai dengan gerak bumi sebesar 299.792.458 m/s. Diharapkan dengan nilai-nilai variabel tersebut, diperoleh pergeseran pola interferensi sebesar = 0,37. Namun, hasil pengamatan menggunakan interferometer menunjukkan bahwa tidak ada pergeseran pola interferensi yang dihasilkan.
Hasil ini menyimpulkan bahwa besar kecepatan cahaya adalah tetap tidak ter gantung pada kerangka acuan pengamat. Hasil ini juga menyimpulkan bahwa eter sebagai medium perambatan cahaya atau gelombang elektromagnetik tidak ada karena tidak adanya pergeseran pola interferensi yang diamati.
2.2.2 Postulat Einstein
Eksperimen Michelson-Morley membuktikan bahwa kecepatan cahaya tidak dipengaruhi oleh kecepatan kerangka
Postulat I
Postulat pertama menyatakan, “Hukum-hukum fisika adalah sama dalam semua kerangka acuan inersia.” Postulat ini meru- pakan perluasan prinsip relativitas Newton untuk men cakup semua jenis pengukuran fisis.
Postulat II
Postulat kedua berbunyi, “Kelajuan cahaya adalah sama dalam semua kerangka inersia.”
Kedua postulat tersebut kemudian dikenal dengan teori relativitas khusus. Postulat pertama dikemukakan karena tidak adanya acuan universal sebagai acuan mutlak. Sementara itu, postulat kedua menegaskan kebenaran dari percobaan Michelson-Morley bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamat.
2.2.3 Dilatasi Waktu
Salah satu konsekuensi dari teori relativitas khusus adalah dilatasi waktu, yakni dua pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain akan mengamati bahwa jam pengamat lain berdetak lebih lambat daripada jamnya. Jika seorang pengamat yang berada di pesawat melihat dua peristiwa dengan interval waktu , maka seorang pengamat yang ada di bumi akan melihat interval waktu peristiwa tersebut lebih lama sebesar t.
Nilai yang menunjukkan nilai sebenarnya dan berada pada kerangka acuan yang sama dengan pengamat disebut dengan waktu sejati . Sementara itu, waktu pengamat yang ada di bumi akan melihat dua peristiwa tersebut dengan waktu yang lebih lama dibandingkan waktu sejati.
Untuk memahami konsep dilatasi waktu, mari kita lihat contoh dua jam dinding, yang satu berada di laboratorium
dengan kecepatan v relatif terhadap bumi. Seorang pengamat di laboratorium melihat kedua jam tersebut, maka menurut pengamat tersebut apakah rata-rata kedua jam tersebut adalah sama?
Gambar 2.2 Ilustrasi jam di laboratorium yang sedang bekerja.
Gambar 2.2 menunjukkan jam di laboratorium yang sedang bekerja. Interval waktu pada jarum jam adalah waktu sejati dan waktu yang dibutuhkan untuk pulsa cahaya untuk travel antara dua cermin pada kecepatan cahaya c adalah . Oleh
karenanya, dan
Gambar 2.3 Ilustrasi jam yang sedang bergerak di dalam pesawat menurut pengamat di bumi.
Gambar 2.3 menunjukkan jam yang sedang bergerak di dalam pesawat menurut pengamat yang ada di bumi. Karena jam bergerak, pulsa cahaya yang dilihat oleh pengamat di bumi berbentuk seperti lintasan zigzag. Pada lintasan ini, dari cermin yang bawah ke cermin yang lebih tinggi pada waktu , pulsa cahaya menempuh jarak dan total jarak adalah . Karena L0 adalah jarak vertikal antara cermin, maka:
2.8
Namun, 2Lo/c adalah interval waktu to antara jarum jam pada jam yang ada di bumi sebagaimana ditunjukkan pada persamaan 2.7, sehingga diperoleh:
2.9
Dengan t0 adalah waktu sejati, t adalah waktu yang bergerak relatif terhadap pengamat, v adalah kecepatan relatif, dan c adalah kecepatan cahaya.
Contoh soal:
Waktu hidup rata-rata muon dalam keadaan diam adalah 2,2 mikro detik. Tentukanlah kecepatan muon terhadap kerangka yang bergerak untuk menempuh jarak 400 m sebelum meluruh!
Jawaban:
Besaran yang diketahui.
Waktu hidup muon dalam keadaan bergerak lebih lama dibandingkan keadaan diam, yaitu:
Kecepatan muon untuk menempuh jarak 400 m adalah:
2.2.4 Kontraksi Lorentz
Selain dilatasi waktu, efek lain dari postulat Einstein adalah kontraksi panjang. Pengukuran panjang dan interval waktu dipengaruhi oleh gerak relatif. Panjang L pada objek yang bergerak relatif terhadap pengamat selalu tampak lebih pendek dibandingkan panjang sejati Lo dari objek tersebut. Misalnya, sebuah penggaris yang berada di pesawat mempunyai selisih panjang x2’- x1’ diukur menurut pengamat yang berada di pesawat yang sama, yang bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap bumi. Sedangkan panjang penggaris menurut pengamat yang dibumi adalah x2 - x1, maka dengan menggunakan persamaan transformasi Lorentz balik, diperoleh:
2.10
Jika x2’- x1’ adalah panjang sejati Lo dan x2- x1 adalah anjang menurut pengamat yang ada di bumi L pada waktu yang sama, sehingga tB-tA = 0, maka dari persamaan tersebut diperoleh:
2.11
Karena , maka diperoleh L < L0 sehingga panjang penggaris yang ada di pesawat menurut pengamat di bumi akan mengerut. Fenomena ini disebut dengan kontraksi Lorentz.
Contoh soal:
Roket yang sedang diam panjangnya 10 m. Jika roket tersebut bergerak dengan kecepatan 0,6c (c = kecepatan cahaya),
berapakah panjang roket yang sedang bergerak menurut pengamat di bumi?
Jawaban:
Panjang roket yang sedang bergerak menurut pengamat di bumi adalah:
2.3 Penutup
2.3.1 Rangkuman
Percobaan Michelson-Morley menunjukkan bahwa eter sebagai medium perambatan cahaya atau gelombang elektro- magnetik tidak ada, karena tidak adanya pergeseran pola inter ferensi yang diamati. Untuk menjawab permasalahan yang dihasilkan dalam eksperimen Michelson-Morley, pada tahun 1905, Albert Einstein membangun dua postulat, yaitu:
Postulat I menyatakan, “Hukum-hukum fisika adalah sama dalam semua kerangka acuan inersia.” Postulat ini merupakan perluasan prinsip relativitas Newton untuk mencakup semua jenis pengukuran fisis. Postulat II berbunyi, “Kelajuan cahaya adalah sama dalam semua kerangka inersia.”
Konsekuensi dari teori relativitas khusus adalah dilatasi waktu, yaitu dua pengamat yang bergerak relatif terhadap satu
postulat Einstein adalah kontraksi panjang. Pengukuran panjang dan interval waktu dipengaruhi oleh gerak relatif.
2.3.2 Tes Formatif
1. Suatu malam, Anda keluar melihat bintang-bintang dan sebuah pesawat luar angkasa melintas di langit. Pesawat tersebut memiliki panjang 50 meter dan melaju dengan kecepatan 95% kecepatan cahaya. Berapa panjang kapal jika diukur dari kerangka acuan Anda di bumi?
2. Sebuah jam memiliki periode ayunan 1 s. Agar periode ayunan tersebut berubah menjadi 1,25 s, berapakah kece- patan ayunan tersebut harus bergerak?
3. Rata-rata waktu hidup meson µ yang bergerak dengan kecepatan 0,95c adalah 6 x 10-6 s. Berapakah rata-rata waktu hidup meson µ yang diam di dalam sebuah sistem?
4. Pesawat A dan B bergerak saling berlawanan. Kelajuan pesawat A sebesar 0,5c dan kelajuan pesawat B adalah 0,4c.
Berapakah kelajuan pesawat A relatif terhadap B?
2.3.3 Umpan Balik
Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada di akhir pokok bahasan ini. Kerjakan soal maksimal 25 menit. Hitung jawaban Anda yang benar. Nilai total dihitung dari jawaban yang benar dikalikan skor 25.
2.3.4 Tindak Lanjut
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, maka Anda dapat meneruskan pokok bahasan selanjutnya.
Namun, jika tingkat penguasaan Anda belum mencapai 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut, terutama pada bagian yang belum Anda kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut, Anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Diketahui: panjang sejati pesawat L0 = 50 m, kecepatan pesawat v = 0,95c
b:
2. Diketahui: Periode ayunan mula-mula = 1 s Periode ayunan akhir = 1,25 s
Ditanya: Kecepatan pada periode ayunan akhir = 1,25 s?
Dijawab:
Jadi, agar periode jam menjadi 1,25 s, maka jam harus bergerak dengan kecepatan 0,6c.
3. Diketahui:
Rata-rata waktu hidup meson bergerak Dengan kecepatan
Ditanya: Rata-rata waktu hidup meson diam ( ) ? Dijawab:
4. Diketahui:
Pesawat A dan B bergerak berlawanan
Ditanya: pesawat A relatif terhadap B?
Dijawab:
Karena yang ditanya kecepatan A menurut B, kita jadikan B sebagai acuan yang diam. Huruf yang ditebali menunjukkan benda yang kita buat diam relatif terhadap lainnya.
Persamaannya menjadi:
vAB = (vCB + vAC)/ (1 + (vCB. vAC)/c2) vAB = (0,4c + 0,5c)/ 1 + (0,4c)(0,5c)/c2 vAB = 0,9c / (1 + 0,20)
vAB = 0,9c / 1,20
Daftar Pustaka
Beiser, A. 2003. Concepts of Modern Physics 6th Edition. New York, Amerika Serikat: McGraw-Hill.
Gautreau, R., W. Savin. 1978. Schaum’s Outline Series Theory and Problems of Modern Physics. New York, Amerika Serikat:
McGraw-Hill.
Krane, K.S. 2019. Modern Physics Fourth Edition. New Jersey, Amerika Serikat: Wiley.
Ling, S.J., J. Sanny, W. Moebs. 2021. University Physics Volume 3.
Houstan, Amerika Serikat: OpenStax.
Rosana, D., Sukardiyono, Supriyadi. 2000. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Negeri Yogyakarta.
Serway, R.A., C.J. Moses, C.A. Moyer. 2005. Modern Physics Third Edition. Belmont, Amerika Serikat: Thomson Learning, Inc.
Transformasi Lorentz
3.1 Pendahuluan
3.1.1 Deskripsi Singkat
Sub-pokok bahasan ketiga ini menjelaskan tentang transfor- masi Lorentz. Transformasi Lorentz adalah transformasi antara dua kerangka inersia (tidak berakselerasi) menurut relativitas khusus. Interval waktu antara dua peristiwa dapat berubah dalam transformasi Lorentz, tidak seperti transformasi Galileo.
Jika kecepatan relatif kerangka acuan jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya dalam ruang hampa (v≪c), maka transformasi Lorentz dapat didekati dengan transformasi Galileo. Dan, interval waktu antara dua peristiwa adalah sama di masing- masing dari dua frame.
3.1.2 Relevansi
Mahasiswa diingatkan dengan konsep mekanika klasik yang sudah pernah dipelajari pada mata kuliah fisika dasar. Selain itu, mahasiswa juga diingatkan tentang kegagalan transformasi Galileo dalam menjelaskan fenomena fisika yang bergerak mendekati kecepatan cahaya.
3
Sub-Pokok Bahasan I Ke-3:
3.1.3 Kompetensi
3.1.3.1 Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep fisika modern sebagai jembatan pengembangan teori dan teknologi modern.
3.1.3.2 Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, hendaknya maha- siswa mampu:
a. Menjelaskan Transformasi Lorentz.
b. Menurunkan persamaan transformasi Lorentz yang berbeda dengan transformasi Galileo.
c. Menerapkan persamaan transformasi Lorentz dalam ber- bagai fenomena fisika yang bergerak mendekati kece patan cahaya.
3.2 Penyajian
3.2.1 Transformasi Lorentz
Postulat II Einstein menyatakan bahwa kelajuan cahaya adalah sama dalam kerangka acuan inersia sebagaimana ditun- jukkan secara eksperimen oleh Michelson-Morley, sedangkan transformasi koordinat Galileo gagal menjelaskan postulat tersebut. Oleh karena itu, perlu diusulkan transformasi koordinat baru yang disebut dengan transformasi koordinat Lorentz.
Sesuai dengan transformasi Galileo yang menyatakan hubungan posisi menurut dua pengamat yang berbeda yaitu:
3.1 untuk mengoreksi persamaan tersebut, ditambahkan faktor koreksi pada hubungan antara x dan x’, sehingga menjadi
3.3 faktor adalah sama untuk semua kerangka acuan karena tidak ada perbedaan antara kerangka acuan S dan S’ selain dari variabel v. Sebagaimana pada transformasi Galileo, posisi pada sumbu y dan sumbu z juga sama antara kedua acuan tersebut karena kerangka acuan S’ bergerak ke arah sumbu x positif terhadap kerangka acuan s sehingga tidak berpengaruh pada sumbu y dan z.
3.4
3.5
Namun, yang berbeda dari kedua kerangka acuan adalah t dan t’. Hasil perbedaan bisa dilihat jika mensubstitusikan persamaan x’ ke dalam persamaan x, yang bisa kita peroleh:
Dari sini diperoleh:
3.6
Jika kecepatan terhadap kerangka acuan S’ diganti dengan kecepatan cahaya, maka . Menurut Postulat Einstein ke dua, kecepatan cahaya adalah sama pada semua kerangka acuan, sehingga kecepatan menurut kerangka acuan S juga bernilai v = c, sehingga diperoleh:
3.7
dan
3.8
bila nilai dan dimasukkan pada persamaan di atas, maka
Jika yang mengandung nilai x dijadikan satu pada ruas kiri, maka diperoleh:
Karena nilai , maka:
sehingga:
atau
Sehingga transformasi Lorentz untuk posisi dituliskan
3.9
3.10
Kebalikan dari transformasi Lorentz adalah
3.11 Sedangkan transformasi Lorentz untuk kecepatan objek yang bergerak adalah
3.12 Analog dengan persamaan tersebut, maka kecepatan Lorentz balik bisa dituliskan,
3.13
Contoh soal:
Seorang surveyor berada pada kerangka acuan S di bumi sedang mengukur panjang jalan L0 = 100 m. Dengan menggunakan transformasi Lorentz, tentukan panjang jalan L’ menurut peng- amat yang berada di pesawat ruang angkasa yang bergerak dengan kecepatan 0,2c. Asumsikan bahwa koordinat x dari dua kerangka acuan bertepatan dengan t = 0.
Jawaban:
Dari soal tersebut, diperoleh variabel L0 = 100 m, v = 0,2c
3.3 Penutup
3.3.1 Rangkuman
transformasi koordinat Galileo gagal menjelaskan postulat tersebut. Oleh karena itu, perlu diusulkan transformasi koordinat baru yang disebut dengan transformasi koordinat Lorentz. Pada transformasi Lorentz, ditambahkan faktor koreksi .
3.3.2 Tes Formatif
1. Sebuah lampu diaktifkan dititik pada
ketika diamati oleh O. Dari kejadian ini, jika dipan dang oleh O’, didapatkan kecepatan 0,6c. Berapa lama kilat lampu bergerak relatif terhadap O?
2. Pengamat O’ memiliki kecepatan 0,6c relatif terhadap O dan waktunya saling disesuaikan sedemikian hingga
ketika . Jika O mengamati bahwa lampu kilat
menyala dititik dan pada ,
bagai manakah waktu untuk kejadian ini ketika ditinjau oleh pengamat O’?
3. Ketika diamati oleh O suatu kilatan cahaya yang mengenai
titik , dan pada s.
Pengamat O’ memiliki kecepatan 0,6c. Bagaimanakah jika dipandang oleh pengamat kedua O’?
4. Turunkan rumus pemuaian waktu dengan memakai transfor- masi Lorentz. Tinjaulah sebuah lonceng di titik dalam kerangka bergerak. Ketika pengamat berada pada titik S, maka akan mendapatkan waktunya berdasarkan persamaan.
3.3.3 Umpan Balik
Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada di akhir pokok bahasan ini. Kerjakan soal maksimal 25 menit. Hitung jawaban Anda yang benar. Nilai total dihitung dari jawaban yang benar dikalikan skor 25.
3.3.4 Tindak Lanjut
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, maka Anda dapat meneruskan pokok bahasan selanjutnya.
Namun, jika tingkat penguasaan Anda belum mencapai 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut, terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut, Anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
3.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Diketahui:
, → diamati oleh O
→ diamati oleh O’
Ditanya: ? waktu kilat lampu bergerak relatif terhadap O Dijawab:
2. Diketahui:
→ relatif terhadap O →
Lampu kilat menyala di , →
diamati oleh O
Ditanya: Waktu ditinjau oleh O’?
Dijawab:
3. Diketahui:
Kilatan cahaya , , s
→ diamati O
Ditanya: oleh pengamat O’ ? Dijawab:
4. Penurunan rumus pemuaian waktu memakai transformasi Lorentz:
Jadi,
Daftar Pustaka
Beiser, A. 2003. Concepts of Modern Physics 6th Edition. New York, Amerika Serikat: McGraw-Hill.
Gautreau, R., W. Savin. 1978. Schaum’s Outline Series Theory and Problems of Modern Physics. New York, Amerika Serikat:
McGraw-Hill.
Krane, K.S. 2019. Modern Physics Fourth Edition. New Jersey, Amerika Serikat: Wiley.
Ling, S.J., J. Sanny, W. Moebs. 2021. University Physics Volume 3.
Houstan, Amerika Serikat: OpenStax.
Rosana, D., Sukardiyono, Supriyadi. 2000. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Negeri Yogyakarta.
Serway, R.A., C.J. Moses, C.A. Moyer. 2005. Modern Physics Third Edition. Belmont, Amerika Serikat: Thomson Learning, Inc.
Dinamika Relativistik
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Deskripsi Singkat
Sub-pokok bahasan sebelumnya menjelaskan tentang be- saran dan konsep dasar absolut variabel panjang, waktu, dan kecepatan sesuai dengan postulat Einstein. Sub-pokok bahasan keempat ini menjelaskan tentang dinamika relativistic yang mencakup pembahasan tentang besaran-besaran dinamis, seperti massa, momentum, gaya, dan energi sesuai dengan konsep relativitas khusus.
4.1.2 Relevansi
Mahasiswa diingatkan tentang kegagalan transformasi Galileo dalam menjelaskan fenomena fisika yang bergerak men- dekati kecepatan cahaya. Selain itu, mahasiswa juga diingatkan tentang transformasi Lorentz, postulat Einstein, dan besaran- besaran fisika sesuai dengan relativitas khusus.
4.1.3 Kompetensi
4.1.4 Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep fisika modern sebagai jembatan pengembangan teori dan
4
Sub-Pokok Bahasan I Ke-4:
4.1.5 Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, hendaknya maha- siswa mampu menjelaskan dinamika relativistik khususnya:
a. Menjelaskan tentang massa relativistik.
b. Mendefinisikan tentang momentum relativistik berdasarkan massa dan kecepatan.
c. Menjelaskan hubungan antara momentum relativistik dan memontum klasik.
d. Menjelaskan tentang energi relativistik.
4.2 Penyajian
4.2.1 Massa Relativistik
Salah satu pengembangan dari konsep teori relativitas khusus adalah massa benda akan bervariasi dengan kecepatannya.
Misalnya, sebuah eksperimen balistik dengan seorang pengamat O’ menembakkan sebuah peluru arah sumbu ke sebuah balok yang diam terhadap pengamat. Maka, momentum peluru didefinisikan sebagai dengan m’ adalah massa peluru menurut pengamat O’.
Dari eksperimen yang sama, seorang pengamat O meli hat pengamat O’ sedang bergerak dengan kecepatan v ke arah sumbu positif x. Karena kecepatan O’ dan arah gerak peluru mempunyai arah yang berbeda, maka sesuai dengan transfor- masi Lorentz, momentum peluru ke arah sumbu y menurut pengamat O mempunyai nilai yang sama dengan pengamat O’. Menurut pengamat O, momentum peluru adalah py = m.vy dengan m adalah massa peluru menurut pengamat O. Dari persamaan transformasi kecepatan Lorentz, hubungan antara v dengan v’ sebagai berikut:
4.1
Pada eksperimen di balistik tersebut, v’x bernilai nol karena peluru bergerak ke arah sumbu y. Dari persamaan tersebut, diperoleh momentum menurut pengamat O adalah:
4.2
Dari persamaan di atas diketahui py’ = m’v’y, jika kedua pengamat menganggap bahwa massa peluru adalah sama m’ = m, maka diperoleh nilai momentum bahwa py’ = py, kontradiktif dengan yang diharapkan.
Menurut Einstein, massa objek akan bervariasi tergantung pada kecepatannya ketika benda tersebut bergerak dengan kecepatan v dengan persamaan:
4.3
Dengan m0 adalah massa diam, yaitu massa objek yang di- ukur ketika dalam keadaan diam terhadap pengamat. Hubungan antara massa dan kecepatan menurut Einstein dalam menyele- saikan soal balistik di atas adalah sebagai berikut, sebagaimana ditentukan oleh kerangka O’, jika v’x = 0, maka massa peluru menjadi:
Sementara, massa peluru yang diukur dengan kerangka O adalah, saat ,
Jika kita sekarang menerapkan transformasi Lorentz ke kuantitas di dalam akar kuadrat terakhir, kita temukan:
sehingga:
maka:
4.4
4.2.2 Momentum Relativistik
Konservasi momentum linear menyatakan bahwa ketika dua objek saling bertumbukan, total momentum bernilai konstan.
Misalnya, tumbukan menurut pengamat yang berada di kerangka acuan S mempunyai momentum yang bersifat konservatif. Jika kecepatan objek yang bertumbukan diukur menurut pengamat yang berada di kerangka acuan yang berbeda S’ menggunakan
Namun, menurut postulat Einstein I, hukum-hukum fisika adalah sama pada semua kerangka acuan inersia. Untuk me- ngetahui bagaimana fisika klasik gagal menjelaskan hukum konservasi momentum, anggap kasus tumbukan inelastik antara dua partikel bermassa sama m sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1.
(a) 1 2
V = 0 2
v m 1
m v
Sebelum Sesudah
Gambar 4.1 Tumbukan tidak elastis antara dua buah partikel yang setara seperti yang terlihat oleh pengamat dalam kerangka S.
Momentum konservatif terhadap kerangka S
Gambar 4.2 Tumbukan yang sama dilihat dari kerangka acuan S’
yang bergerak ke kanan dengan kecepatan v terhadap kerangka acuan S Momentum tidak konservatif terhadap S’
Gambar 4.1 dan 4.2 di atas menunjukkan peristiwa tumbukan antara dua partikel yang saling mendekat dengan kecepatan v sebagaimana diamati oleh pengamat pada kerangka acuan S.
Dengan menggunakan persamaan mekanika klasik p = m.u, (u adalah kecepatan partikel), pengamat pada kerangka acuan S mendapatkan bahwa momemtum sebelum dan setelah tumbukan adalah sama atau bersifat konservatif.
Namun, menurut pengamat yang ada di kerangka acuan S’
yang bergerak ke kanan dengan kecepatan v (kecepatan v sama dengan kecepatan u) relatif terhadap kerangka acuan S. Pada kerangka acuan S’, kecepatan masing-masing partikel berubah menjadi v1’, v2’, dan V’. Dengan menggunakan persamaan transformasi Lorentz
4.5
Kita akan menguji apakah momentum bersifat konservatif untuk pengamat pada kerangka acuan S’. Untuk itu, kita bisa menghitung kecepatan masing-masing partikel pada kerangka acuan S’ terhadap kerangka acuan S sebagai berikut:
Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, momen- tum pada kerangka acuan S’ bisa dihitung sebagai berikut:
Dari perhitungan tersebut, tampak bahwa pada kerangka acuan S’, hukum momentum tidak konservatif. Hasil ini menun- jukkan bahwa fisika klasik gagal menjelaskan postulat I Einstein.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu didefinisikan konsep momentum relatif dengan persamaan sebagai berikut:
4.6
Dengan u adalah kecepatan partikel dan m adalah massa diam, atau massa yang diukur menurut pengamat yang diam relatif terhadap massa. Dari persamaan tersebut, tampak bahwa jika nilai kecepatan mendekati nilai kecepatan cahaya, maka persamaan tesebut menjadi .
Contoh soal:
Buktikan bahwa hukum momentum adalah konservatif untuk semua kerangka acuan S dan S’ untuk tumbukan tak lenting dari gambar 4.1 dan 4.2.
Jawaban:
Pada kerangka S:
Oleh karena itu, momentum konservatif dalam kerangka S.
Perhatikan bahwa kita telah menggunakan M sebagai massa dari dua massa gabungan setelah tumbukan dan memungkinkan dalam relativitas bahwa M tidak selalu sama dengan 2 m.
Dalam kerangka S’:
Kemudian didapat:
dan diperoleh:
Untuk menunjukkan bahwa momentum konservatif dalam S’, kita menggunakan fakta bahwa M tidak hanya sama dengan 2m dalam relativitas. Seperti yang ditunjukkan, massa gabungan, M, yang terbentuk dari tumbukan dua partikel yang masing-
Ini terjadi karena kesetaraan massa dan energi, yaitu energi kinetik partikel yang datang muncul dalam teori relativitas se- bagai peningkatan sangat kecil massa, yang sebenarnya dapat diukur sebagai energi panas. Jadi, yang dihasilkan dari pene- rapan kekekalan massa-energi adalah:
mensubstitusi hasil ini untuk M ke psetelah, diperoleh:
Oleh karena itu, momentum konservatif di kedua kerangka S dan S’, asalkan kita menggunakan definisi relativistik momentum yang benar, , dan mengasumsikan konservatif massa- energi.
4.2.3 Energi Kinetik Relativistik
Selain momentum, konsep relativitas ini juga berlaku pada hukum-hukum fisika lainnya, seperti energi kinetik dan energi mekanik. Untuk mendapatkan bentuk relativitas dari teorema usaha-energi, pertama akan didefinisikan besaran fisika usaha yang dilakukan oleh gaya F pada sebuah objek bermassa m, yaitu ditunjukkan pada persamaan berikut.
4.7
Dengan asumsi bahwa gaya gerak terjadi sepanjang sumbu x. Jika partikel bermassa m tersebut bergerak dengan kecepatan v, maka diperoleh:
4.8
Persamaan tersebut dimasukkan ke persamaan 4.7 dan diperoleh:
4.9
Dari persamaan integral tersebut diperoleh:
4.10
Teorema usaha-energi menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh gaya yang mengenai partikel bermassa m sama dengan perubahan energi kinetik pada partikel tersebut. Karena energi kinetik mula-mula bernilai nol, maka dapat disimpulkan bahwa usaha W sama dengan energi kinetik relativistik K:
4.11 atau bisa ditulis menjadi:
4.12
Konstanta mc2 yang tidak tergantung pada kecepatan disebut dengan massa diam partikel. Sedangkan, mc2 tergantung pada kecepatan partikel dan merupakan penjumlahan dari energi
Energi total E = mc2 adalah persamaan hubungan massa energi Einstein yang menunjukkan bahwa massa adalah ukuran energi total pada semua bentuk.
Pada banyak kondisi, variabel momentum atau energi partikel lebih banyak diukur dibandingkan dengan kecepatan partikel. Hubungan antara energi total E = mc2 terhadap momentum relativistik p = mu diperoleh:
4.14
Untuk partikel yang berada dalam keadaan diam, maka mo mentum p = 0, sehingga diperoleh E = mc2, yaitu energi total sebanding dengan energi diamnya. Untuk kondisi khusus pada partikel bermassa m = 0 seperti foton, maka diperoleh energi totalnya:
4.15
4.3 Penutup
4.3.1 Rangkuman
Salah satu pengembangan dari konsep teori relativitas khusus adalah massa benda akan bervariasi dengan kecepatannya.
Menurut Einstein, massa objek akan bervariasi tergantung pada kecepatannya ketika benda tersebut bergerak dengan kecepatan v dengan persamaan:
Dengan m0 adalah massa diam, yaitu massa objek yang diukur ketika dalam keadaan diam terhadap pengamat. Menu- rut postulat Einstein I, hukum-hukum fisika adalah sama pada semua kerangka acuan inersia. Namun, fisika klasik gagal men jelaskan hukum konservasi momentum. Untuk menjawab permasalahan tersebut, perlu didefinisikan konsep momentum relatif dengan persamaan sebagai berikut:
Pada persamaan tersebut, u adalah kecepatan partikel dan m adalah massa diam atau massa yang diukur menurut pengamat yang diam relatif terhadap massa. Selain momentum, konsep relativitas ini juga berlaku pada hukum-hukum fisika lainnya, seperti energi kinetik dan energi mekanik.
4.3.2 Tes Formatif
1. Apabila sebuah partikel diam mempunyai massa = m0. Maka, berapa massa partikel tersebut ketika bergerak dengan kecepatan 0,8c?
2. Suatu benda yang mula-mula dalam keadaan diam meledak menjadi dua bagian yang masing-masing bermassa diam 1 kg dan bergerak saling menjauhi dengan kelajuan 0,6c.
Carilah massa diam benda semula!
3. Massa sebuah benda bergerak dengan kecepatan 0,6c akan berubah menjadi n kali massa diamnya, maka n adalah!?
4. Suatu benda bergerak dengan kelajuan 0,8c dengan massa diamnya 1,5 kg, (c= 3×108 m/s). Berapa massa benda dan momentum relativistiknya?
4.3.3 Umpan Balik
Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada di akhir pokok bahasan ini. Kerjakan soal maksimal 25 menit. Hitung jawaban Anda yang benar. Nilai total dihitung dari jawaban yang benar dikalikan skor 25.
4.3.4 Tindak Lanjut
maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut, terutama pada bagian yang Anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut, Anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
4.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Diketahui:
Massa partikel diam = m0
Ditanya: Massa partikel bergerak? Jika Dijawab:
2. Diketahui:
Ditanya: m0? Dijawab:
3. Diketahui:
, Ditanya: n ? Dijawab:
4. Diketahui:
v = 0,8c (c = 3×108 m/s) Ditanya: m dan p ? Dijawab:
Massa reltivitas benda dari benda tersebut dihitung dengan rumus:
Jadi massa relativistiknya adalah 2,5 kg.
Untuk menghitung momentum relativitas, digunakan massa relativitas yang telah dihitung, yaitu:
Jadi, benda tersebut memiliki momentum relativistik 6×108 N s.
Daftar Pustaka
Beiser, A. 2003. Concepts of Modern Physics 6th Edition. New York, Amerika Serikat: McGraw-Hill.
Gautreau, R., W. Savin. 1978. Schaum’s Outline Series Theory and Problems of Modern Physics. New York, Amerika Serikat:
McGraw-Hill.
Krane, K.S. 2019. Modern Physics Fourth Edition. New Jersey, Amerika Serikat: Wiley.
Ling, S.J., J. Sanny, W. Moebs. 2021. University Physics Volume 3.
Houstan, Amerika Serikat: OpenStax.
Rosana, D., Sukardiyono, Supriyadi. 2000. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Negeri Yogyakarta.
Serway, R.A., C.J. Moses, C.A. Moyer. 2005. Modern Physics Third Edition. Belmont, Amerika Serikat: Thomson Learning, Inc.
POKOK BAHASAN II
DUALISME GELOMBANG
PARTIKEL
Telaah Konsep Interferensi dan Difraksi
5.1 Pendahuluan
5.1.1 Deskripsi Singkat
Pada sub-pokok bahasan kelima ini dibahas tentang konsep interferensi dan difraksi. Secara khusus, cahaya mempunyai dua karakteristik, yaitu sebagai gelombang dan partikel, yang dikenal dengan istilah dualisme gelombang-partikel.
Salah satu bukti bahwa cahaya sebagai gelombang adalah percobaan yang dilakukan oleh Thomas Young melalui celah ganda Young. Hasil percobaan menunjukkan bahwa cahaya berperilaku sebagai gelombang melalui peristiwa interferensi dan difraksi cahaya yang melewati celah sempit. Selain sebagai gelombang, cahaya juga berperilaku sebagai partikel yang dibuktikan melalui konsep radiasi benda hitam, efek fotolistrik, efek Compton, dan produksi pasangan.
5.1.2 Relevansi
Mahasiswa diingatkan dengan konsep difraksi dan inter- ferensi yang telah dipelajari secara detail pada mata kuliah
5 Sub-Pokok Bahasan II Ke-1:
5.1.3. Kompetensi
5.1.3.1 Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kon- sep dualisme cahaya, yaitu sebagai gelombang dan partikel.
5.1.3.1 Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, hendaknya mahasiswa mampu menjelaskan prinsip dasar interferensi dan difraksi.
5.2 Penyajian
5.2.1 Telaah Interferensi dan Difraksi Cahaya
Dua dari konsep yang paling revolusioner dari abad kedua puluh adalah deskripsi dari cahaya sebagai kumpulan partikel dan perlakuan partikel sebagai gelombang. Sifat gelombang materi ini mengarah pada penemuan teknologi seperti mikros- kop elektron yang memungkinkan kita untuk melihat benda- benda berukuran submikroskopik seperti butiran serbuk sari.
Dualisme cahaya adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa cahaya mempunyai dua sifat, yaitu sebagai gelombang dan sebagai partikel. Sebagai gelombang, cahaya memiliki sifat-sifat seperti gelombang pada umumnya, yaitu mengalami difraksi, interferensi, dapat dipantulkan, dan dibiaskan. Sifat-sifat cahaya sebagai gelombang elektromagnetik telah dibuktikan melalui eksperimen Thomas Young dan Heinrich Hertz. Sebagai partikel, cahaya mampu menghasilkan partikel elektron dari ikatan atom melalui percobaan efek fotolistrik yang dilakukan oleh Albert Einstein.
Salah satu eksperimen yang mengonfirmasi bahwa cahaya bersifat sebagai gelombang adalah percobaan Thomas Young melalui celah ganda Young. Gambar 5.1(a) menunjukkan ilustrasi