1
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakanbagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Menurut UU RI No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 5 menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Salah satu tujuan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan rumah sakit adalah keselamatan pasien.
Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan layanan kepada klien.Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu, keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas kesehatan, yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan rumah sakit terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit (Kemeskes RI, 2013). Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.Dalam keselamatan pasien terdapat 6 sasaran keselamatan pasien salah satunya adalah pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).Jenis infeksi yang sering terjadi di rumah sakit adalah phlebitis, IADP, IDO, Infeksi Saluran Kemih, VAP, HAP, dan Decubitus.Salah satu infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan saat ini sering disebut Healthcare-associated Infections (HAIs) (PermenkesRI, 2017).
Menurut definisi (WHO, 2014) HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien dan tenaga kesehatan medis di rumah sakit yang terjadi selama proses perawatan ataupun selama bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Laporan data menurut (WHO, 2011), menyatakan bahwa prevalensi kejadian infeksi HAIs pada pasien rawat inap terdapat di Negara-negara berpenghasilan tinggi (Kanada, Prancis, Spanyol, Inggris, Belgia, Netherland, Norwegia, Finlandia, Jerman, Swiss, Italia, New, Zaeland, Greece dan Slovenia) berkisaran antara 3,5% sampai 12%.
Hasil penelitian oleh Karuru, Mogi, & Sengkey (2016)di Indonesia, dari 10 RSU Pendidikan Prof. DR. R. D. Kandou Manado, yang mengadakan surveilans aktif diperoleh angka kejadian HAIs cukup tinggi mencapai 6-16%. Sehingga HAIs merupakan masalah serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.Dampak yang terjadi dari infeksi HAIs dapat ditularkan melalui antar pasien ke pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung dan dari petugas rumah sakit ke
pasien.Bahaya dari terjadinya infeksi HAIs ini dapat meningkatkan angka kesakitan pasien serta memperlama perawatan di rawat inap, sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak. Adapun faktor yang dapat meningkatkan terjadinya resiko HAIs yaitu, masa rawat inap yang lama, status imun pasien yang lemah dan nutrisi yang buruk, petugas kesehatan yang lalai dalam melakukan hand hygiene sebelum maupun sesudah menangani pasien (Permenkes RI, 2017).
Hand Hygiene merupakan cara membersihkan tangan dengan sabun dan air (handwash) atau handrub berbasis alkohol yang bertujuan mengurangi atau mencegah berkembangnya miroorganisme ditangan.
World Health Organization (WHO) mencetuskan “global patient safety challage dengan clean care is safe care’’, yaitu merumuskan inovasi stategi penerapan hand hygiene, yaitu untuk petugas kesehatan dengan enam langkah hand hygiene dan My Five Moment For Hygiene, yaitu: 1) melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, 2) sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, 3) setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, 4) setelah bersentuhan atau kontak dengan pasien, 5) setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien (Kemenkes, 2013).
Masalah yang terjadi jika tidak melakukan hand hygiene pada tenaga kesehatan yaitu bisa mengakibatkan cepatnya pertumbuhan bakteri, kolonisasi, dan jamur, sehingga infeksi terjadi melalui penyebaran makanan dan sentuhan langsung terhadap pasien. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya transmisi silang dari pasien ke tenaga kesehatan
dan meningkatkan angka infeksi HAIs. Faktor yang bisa memperhambat terjadinya ketidakpatuhan tenaga kesehatan dalam penerapan hand hygiene disebabkan oleh: usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, ketersediaan fasilitas mencuci tangan, dan kebijakan rumah sakit (WHO, 2014)
Salah satu prasarana menjadi alasan utama dimana budgeting yang tidak sedikit harus dialokasikan untuk operasional sarana hand hygiene seperti kurangnya ketersediaan fasilitas hand hygiene atau akses penyimpanannya yang kurang efektif, penyediaan barang habis pakai berupa handrub, tissue towel dan tempat sampah. Ketersediaan fasilitas prasarana yang lengkap, serta mudah diakses sangat penting untuk kepatuhan dalam pelaksanaan hand hygiene menjadi optimal sesuai standar rumah sakit (Damanik, 2012).
Hasil penelitian oleh Sinaga (2016) mengenai kepatuhan hand hygiene di rumah sakit Misi Ringkas Bitung didapat hasil ketersediaan fasilitas memadai sehingga petugas kesehatan yang melakukan hand hygiene sebanyak 26,11% dan tidak patuh sebanyak 73,9%.Padahal tindakan yang paling penting dan sederhana yang menjadi kontribusi tenaga kesehatan dalam pencegahan penyebaran infeksi adalah kedisiplinan tenaga kesehatan terhadap kepatuhan untuk melakukan hand hygiene(Khoiriyati, 2013)
Hasil penelitian oleh Ningsih, Noprianty, & Somantri (2017)dengan judul ”Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Kebersihan Tangan
Oleh Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Dustira Cimahi”, bahwa kegiatan menunjukkan pada pelaksanaan kegiatan hand hygiene didapatkan nilai prosentase yang paling tinggi petugas kesehatan yang tidak melakukan kegiatan hand hygiene dalam kegiatan five moments terdapat pada kegiatan: 1) sebelum melakukan kontak dengan pasien, sebagian besar tidak melakukan hand higiene dilakukan oleh mahasiswa sebanyak 82,9%, 2) sebelum melakukan tindakan ke pasien, sebagian besar tidak melakukan hand higiene dilakukan oleh mahasiswa sebanyak 81,4%. Untuk kegiatan 3) sesudah melakukan kontak dengan pasien sebagian besar tidak melakukan hand higiene dilakukan oleh dokter sebanyak 38,9%, 4) sesudah melakukan kontak dengan cairan tubuh pasien sebagian besar tidak melakukan hand higiene dilakukan oleh perawat sebanyak 39%, dan 5) sesudah melakukan kontak dengan lingkungan pasien sebagian besar tidak melakukan hand higiene dilakukan oleh dokter sebanyak 38,9%.
Penerapan hand hygiene oleh tenaga kesehatan banyak yang belum sepenuhnya dijalankan dengan baik dan belum sesuai dengan ketercapaiannya, bahwa dari ketentuan Permenkes No 27 Tahun 2017, ketercapaian kepatuhan cuci tangan >85 %. Sedangkan untuk ketersediaan fasilitas cuci tangan 100 % .Salah satu rumah sakit yang sudah melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan ketersediaan fasilitas data pertriwulan adalah Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang merupakan rumah sakit milik pemerintah Daerah Kabupaten Subang, dan
salah satu asset pemerintahan yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pada tahun 1999 Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang dinyatakan lulus akreditasi untuk lima bidang pelayanan. Dengan meningkatnya kualitas bidang pelayanan pada tahun 2017 Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang dinyatakan lulus akreditasi Versi tahun 2012 dengan predikat Paripurna yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Hal ini tentunya menjadi suatu pijakan bagi seluruh staf dan manajemen rumah sakit untuk lebih berkomitmen terhadap mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan dalam rangka mendukung program-program Pemerintah Kabupaten Subang khususnya dalam pembangunan bidang kesehatan.
Salah satu program pelayanan kesehatan yang sudah dijalani oleh RSUD Subang yaitu dengan adanya data mengenai angka infeksi RSUD Kelas B Kabupaten Subang dengan Permenkes No 27 Tahun 2017 yaitu dengan hasil , Infeksi Aliran Darah Perifer (Phlebitis) 4,61% , Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) 0%, Infeksi Daerah Operasi (IDO) 3,16%, Infeksi Saluran Kemih 0,12%, VAP 3,86%, HAP 0%, dan Decubitus 0,82%.
Menurut hasil informasi dari petugas Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI), bahwa RSUD Subang rutin melakukan surveilangsung pada setiap ruangan di rumah sakit yang dilaksanakan setiap seminggu sekali dengan membagi tugas oleh petugas PPI lainnya untuk melihat kepatuan cuci tangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan menggunakan lembar audit kepatuhan cuci tangan. Selain itu dilakukan hal yang sama untuk
survei atau observasi ketersediaan fasilitas hand hygiene yang ada di RSUD Subang.Berikut adalah tabel kepatuhan pelaksanaan hand hygiene data dari keseluruhannya:
Tabel 1.1 Kepatuhan Pelaksanaan Program PPI Tahun 2018
No Jenis Program PPI Permenkes No 27 Tahun 2017
Capaian RSUD Kelas B Kabupaten Subang
2018
Keterangan
1. Kepatuhan Cuci Tangan
>85 % 77 % Belum Tercapai
2. Kelengkapan Fasilitas Kebersihan Tangan Area Perawatan
100 % 78,5 % Belum Tercapai
3. Kelengkapan Fasilitas Kebersihan Tangan Area Penunjang Medik
100 % 72,99 % Belum Tercapai
Dilihat dari data tabel di atas angka kepatuhan hand hygienedi RSUD Subang periode Tahun 2018 tenaga kesehatan yang melakukankepatuhan hand hygiene dari hasil keseluruhannya menurut capaian RSUD Subang 77% dari standar yang di tetapkan RSUD Subang menurut Permenkes No 27 Tahun 2017 dengan nilai standar >85%, maka hal ini belum sesuai dengan target yang ditetapkan.
Sedangkan untuk tingkat kepatuhan cuci tangan menurut profesi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang sebagai berikut:
Tabel 1.2Angka Kepatuhan Cuci Tangan menurut Profesi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang Periode Tahun 2018
Profesi Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Perawat 77,55 77,80 77,94 83,15
Dokter 80,00 71,66 77,78 80,74
Prof. Lain 57,14 56,96 65,02 84,34
Target 85 85 85 85
Berdasarkan data dari tabel di atas, bahwa kepatuhan hand hygiene dilihat dari profesi perawat dari setiap triwulan mengalami peningkatan kepatuhan hand hygiene yang signifikan dan data akhir dari triwulan IV 83,15 %, profesi dokter dari setiap triwulan terjadi penurunan pada triwulan II dan III, meningkat lagi pada triwulan IV dengan hasil 80,74 %.
Sedangkan dari profesi lain setaip triwulan mengalami peningkatan kepatuhan hand hygiene dan dilihat dari data triwulan IV dengan hasil 84,34 %.
Rumah Sakit Umum Daerah Subang memiliki 13 Ruang Rawat Inap yaitu: Kemuning, Teratai Atas, Teratai bawah, Tulip, Aster, Bugenfil, Mawar, Asoka Atas, Asoka Bawah, Dahlia, Anggrek, Cempaka, dan Plamboyan.
Tabel 1.3 Data Fasilitas Ruangan Perawat dan Kepatuhan Cuci Tangan 3 Bulan Terakhir RSUD Subang Tahun 2018
Sumber :Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI) RSUD Subang
Dilihat data tabel diatas dari kepatuhan cuci tangan bulan Oktober, November dan Desember 2018salah satu ruang rawat inap yang akan diteliti oleh peneliti adalah Ruang Rawat Inap Dahlia/Bedah (Oktober 76,19%, Nov 77,14 %, dan Des 83,33 %) dan Mawar/Penyakit Dalam (Oktober 71,13 %, Nov 77,14 % dan Des 80,56 %) .
Begitupun data dari fasilitas ruangan perawatan per triwulan IV (Oktober, November dan Desember) 2018, Ruang Rawat Inap Dahlia/Bedah 85,19 % dan Mawar/Penyakit Dalam 83,33 %. Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam adalah dimana ruangan tersebut banyak kegiatan invasive , seperti sample darah, pemasangan infus, pemasangan kateter, pembalutan luka, pemberian obat suntik. Kedua ruangan tersebut
Fasilitas Ruangan Perawatan RSUD Subang
Tahun 2018 (Standar 100%)
Kepatuhan Cuci Tangan RSUD Subang Tahun 2018 (Standar > 85%)
Ruangan Triwulan IV Ruangan Oktober November Desember Kemuning
Teratai. A Teratai. B Tulip Aster Mawar Asoka Plamboyan Anggrek Dahlia Bougenvile Cempaka
88,89 % 88,89 % 88,89 % 88,89 % 88,89 % 83,33 % 88,89 % 88,89 % 88,89 % 85,19 % 88,89 % 88,89 %
Kemuning Teratai. A Teratai. B
Tulip Aster Mawar Asoka A Asoka B Plamboyan
Anggrek Dahlia Bougenvile
Cempaka
76,64 % 75,96 % 76,50 % 80,95 % 79,81 % 71,13 % 76,19 % 72,12 % 77,57 % 79,05 % 76,19 % 75,24 % 75,24 %
80,00 % 82,86 % 82,86 % 80,00 % 82,86 % 77,14 % 80,00 % 80,00%
82,86 % 82,86 % 77,14 % 80,00 % 82,86 %
80,56 % 84,85 % 84,38 % 80,65 % 85,29 % 80,56 % 80,56 % 80,33 % 85,29 % 85,71 % 83,33 % 83,78 % 83,33 %
menerapkan metode tim yang di bagi dalam dua tim , biasanya dalam satu kali shiff khususnya shiff pagi ada 6 orang perawat dimana akan dibagi dua shiff masing-masing 3 orang perawat, pembagian tim tersebut berdasarkan klasifikasi pasien. Dimana setelah itu 1 perawat biasanya akan memegang beberapa pasien sehingga tindakan yang akan dilakukan banyak salah satunya tindakan invasive, sehingga memang untuk satu perawat bisa melakukan kegiatan hand hygieneakan lebih banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh 5 orang petugas kesehatan dengan profesi perawat yang melakukan perawatan diruang rawat inap Bedahdi mana 2 dari petugas kesehatan mengatakan bahwa ketersediaan wastafeluntuk di setiap ruangan pasien tidak tersedia tetapi ada satu wastafel tersedia di ruang perawat, sedangkan standar dari Kemenkes (2012)bahwa setiap Ruang Rawat Inap harus terdapat wastafeluntuk cuci tangan, tersedia alcohol handrub di depan masing- masing ruangan pintu pasien. Sedangkan di ruang rawat inap penyakit dalam 1 orang tenaga kesehatan mengatakan tersedia wastafel di setiap ruangan pasien, tetapi ada beberapa wastafel di ruangan pasien terutama wastafel di ruang perawat sering rusak atau bocordan tidak segera di perbaiki atau lama penanganannya , sehingga terjadi kehambatan dalam melakukan hand hygienedimana responden mengatakan untuk cuci tangan langsung ke toilet dengan air seadanya dan bahan habis pakai seperti tissue jika habis kadang lama untuk di sediakan kembali sehingga tenaga
kesehatan untuk mengeringkan tangan menggunakan dengan kain yang ada atau hingga menunggu kering sendiri dan memerlukan waktu lama untuk kering. Sedangkan untuk2 orang tenaga kesehatan yang lain mengatakan bahwa, melakukan hand hygiene kebanyakan menggunakan handrub setelah kontak dengan pasien seperti mengganti cairan infus memberikan obat, tetapi jika sesuai standar menurut WHO bahwa mencuci tangan dengan handrub dilakukan 5 kali dan sebaiknya diselingi 1 kali handwash, karena jika terlalu sering menggunakan handrub juga tidak baik untuk kulit dan bisa mengakibatkan iritasi pada kulit karena berbasis alcohol.
Berdasarkan hasil observasi peneliti melihat bahwa 2 orang perawat melakukan hand hygiene menggunakan handrub setelah mengganti labu transfusi darah dan tidak menerapkan enam langkah hand hygiene, 2 dokter menggunakanhandrub setelah kontak dengan pasien dan ketersediaan fasilitas hand hygiene seperti.
Petugas kesehatan memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap terjadinya infeksi HAIs karena petugas kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak melakukan kontak dengan pasien dan berinteraksi secara langsung dengan pasien 24 jam dan kemudahan dalam mengakses fasilitas hand hygiene sangat penting karena dapat meningkatkan kepatuhan secara optimal dan mencapai standar yang telah di tetapkan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Ketersediaan Fasilitas Dan Kepatuhan Hand Hygiene Pada Tenaga Kesehatan di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Perbedaan Ketersediaan Fasilitas Dan Kepatuhan Hand Hygiene Pada Tenaga Kesehatan di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Ketersediaan Fasilitas Dan Kepatuhan Hand Hygiene Pada Tenaga Kesehatan di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaranketersediaan fasilitas hand hygiene di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang b. Mengidentifikasi kepatuhanhand hygiene pada tenaga kesehatan di
Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang c. Mengidentifikasi perbedaan ketersediaan fasilitas di Ruang Rawat
Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang
d. Mengidentifikasi perbedaan kepatuhan di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan konsep teori khususnya tentang perbedaan ketersediaan fasilitas dan kepatuhan hand hygiene pada tenaga kesehatan di rumah sakit.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pihak Rumah Sakit sebagai masukan dalam rangka pencegahan Infeksi HAIs di Rumah sakit dan juga sebagai masukan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan keperawatan khususnya praktik five momenthand hygiene.
b. Bagi tenaga kesehatan, kepatuhan five momen hand hygiene dan 6 langkah pada tenaga kesehatan di rumah sakit sangat penting dalam rangka pencegahan infeksi HAIs.
c. Bagi pasien dapat mengurangi resiko tercemarnya infeksi HAIs d. Peneliti lain
Sebagai penambah bahan informasi dan wacana untuk penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan yang ingin melakukan pengembangan penelitian tentang ketersediaan fasilitas dengan kepatuhan hand hygiene pada tenaga kesehatan.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulanJuni-Juli2019 2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang
3. Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian ini adalah bidang ilmu manajemen keperawatan , yaitu perbedaan ketersediaan fasilitas dan kepatuhan hand hygiene pada tenaga kesehatan di Ruang Rawat Inap Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Subang.