2.8.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen dan ditemukan dari tumbuhan, terutama angiosperm sekitar lebih dari 20% spesies mengandung alkaloid. Senyawa ini terdapat di berbagai bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, biji, dan ranting, namun biasanya dalam jumlah kecil dan harus dipisahkan dari senyawa lain yang lebih kompleks (Ningrum dkk., 2017). Berdasarkan struktur cincin molekulnya alkaolid terdiri dari indol, tropana, piperidina, piridina, dan isokuinolina. Alkaoid memiliki senyawa fedrina dan meskalina mengandung nitrogen dalam bagian alifatik yang ditemukan pada tumbuhan sebagai garam teriyang kat dengan senyawa organik lain dan diproses dengan asam hidroklorida atau asam sulfat (Robinson, 1995).
Gambar 5. Struktur Kimia Senyawa Alkaloid Sumber: Robinson (1995)
Biosintesis alkaloid dimulai dari reaksi antara aldehid dan amina yang menghasilkan iminium ion. Iminium ion kemudian mengalami reduksi membentuk amina sekunder. Tahapan selanjutnya melibatkan modifikasi struktur melalui reaksi sekunder, seperti penambahan gugus hidroksil atau siklisasi. Proses ini menghasilkan struktur dasar alkaloid, seperti indol atau quinolin yang disesuaikan lebih lanjut melalui oksidasi atau modifikasi lain. Biosintesis ini dikendalikan oleh enzim-enzim spesifik dan dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan sehingga menghasilkan senyawa alkaloid (Heliawati, 2018).
Gambar 6. Biosintesis Senyawa Alkaloid Sumber: Heliawati (2018)
2.8.3 Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa ini memiliki berat molekul besar sekitar 1000 g/mol dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Secara struktural, tannin tersusun atas cincin benzena (C6) yang terhubung dengan gugus hidroksil (-OH). Senyawa ini berperan untuk mengendapkan protein dan mengikat logam. Sifat-sifat ini membuat tanin mempunyai potensi sebagai antioksidan alami yang mendukung berbagai aktivitas biologis (Noer dkk., 2018). Tanin memiliki warna kuning atau putih mengkilat, rasa dan aroma khas . Ekstraksi tanin dapat dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut atau pelarut tunggal, seperti etanol, aseton, metanol, dan etil asetat (Kusuma dkk., 2022).
Gambar 9. Struktur Kimia Senyawa Tanin Sumber: Noer dkk (2018)
Biosintesis adalah proses alami pembentukan senyawa dalam organisme melalui reaksi enzimatis spesifik. Tanin dibagi tiga yaitu tanin terkondensasi (proantosianidin), tanin terhidrolisis (gallotanin, ellagitanin), tanin kompleks, dan phlorotannins (pada alga).
Proantosianidin disintesis melalui jalur fenilpropanoid, dimulai dengan tiga molekul malonil- KoA dan 4-kumoril KoA, menghasilkan flavanon naringenin. Hidroksilasi oleh flavanon 3- hidroksilase membentuk dihidroflavanol, yang direduksi menjadi leukosianidin oleh dihidroflavanol reduktase. Leukosianidin diubah menjadi flavan-3-ol oleh leukosianidin 4- reduktase atau menjadi sianidin oleh leukosianidin deoksigenase, kemudian direduksi menjadi antosianidin oleh antosianidin reduktase (Crozier et al., 2006).
Gambar 10. Biosintesis Tanin Terkondensasi (Proantosianidin) Sumber: Crozier et al (2006)
Biosintesis tanin terkondensasi dimulai dengan reaksi malonil-koenzim A dan 4-kumaril- koenzim A yang dikatalisis oleh chalcone sintase (CHS) menghasilkan narigenin. Narigenin diisomerisasi menjadi naringenin oleh chalcone isomerase (CHI), kemudian mengalami hidroksilasi oleh flavanone 3-hidroksilase (F3H) menghasilkan dihydrokaempferol.
Dihydrokaempferol dihidroksilasi di posisi 3’ menjadi dihidroquercetin, lalu direduksi oleh dihidroflavonol 4-reduktase (DFR) menjadi leukosianidin. Leukosianidin dapat menghasilkan
(+)-katekin atau sianidin, yang direduksi oleh antosianidin reductase (ANR) menjadi (-)- epikatekin. Kedua senyawa ini membentuk proantosianidin dan mengalami polimerisasi menjadi tanin terkondensasi (Crozier et al., 2006).
Jalur biosintesis tanin terhidrolisis, seperti gallotanin dan ellagitanin, berasal dari asam galat yang dihasilkan melalui jalur asam 3-dehidrosikimat dari asam sikimat. Asam galat ini mengalami glukosilasi, membentuk beta glucogallin. Tahap berikutnya melibatkan penambahan asam galat secara bertahap yang menginduksi esterifikasi pada setiap gugus hidroksil glukosa dan menghasilkan β-PGG. Proses ini, dengan sejumlah molekul asam galat, menghasilkan gallotanin melalui pembentukan ikatan meta-depside. β-PGG dapat mengalami reaksi kopling intramolekul C-C untuk menghasilkan ellagitanin (Jourdes et al., 2011).
Gambar 11. Biosintesis Tanin Terhidrolisis Sumber: Jourdes et al (2011)
Biosintesis tanin terhidrolisis pada gambar di atas menunjukkan bahwa prekursor biosintesis Ellagitanin atau Gallotanin adalah asam galat. Asam galat mengalami glukosilasi
atau esterifikasi pada gugus karboksilnya dengan glukosa, membentuk β-glukogalin. Terjadi reaksi esterifikasi lanjutan dengan empat ekuivalen asam galat, menghasilkan β-PGG. Semua gugus hidroksil pada molekul glukosa teresterifikasi oleh asam galat. β-PGG melalui serangkaian reaksi enzimatik, terbentuk ikatan C-C antar molekul yang menghasilkan unit HHDP, yang merupakan unit geranin. Geranin ini dapat mengalami kesetimbangan, menghasilkan tanin golongan ellagitanin. β-PGG juga dapat mengalami reaksi enzimatik yang menghasilkan penataan ulang spesifik dengan sejumlah mol asam galat, membentuk senyawa gallotanin (Jourdes et al., 2011)..