Nama : Daniel Novrananta Sembiring Nim : 200906094
Mata Kuliah : Perubahan Masyarakat dan Kebudayaan
Analisa Pemikiran Postmodern
Mengapa postmodern mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas?
Istilah postmodern secara harfiah berarti “setelah modern”. Istilah “modern”, yang berarti zaman baru, berasal dari bahasa Latin modernus, yang telah digunakan sejak abad ke- 5 M untuk menunjuk batas antara era kekuasaan agama Kristen dan era Paganisme Romawi (Smart, 1990). Istilah ini kemudian berkembang menjadi beberapa istilah turunan yang kesemuanya menunjuk pada suatu kurun sejarah setelah era Abad Pertengahan. Beberapa istilah tersebut adalah modernitas, modernisasi dan modernisme.
Modernisasi (modernization) berarti proses berlangsungnya proyek mencapai kondisi modernitas. Modernisasi mencakup proses pengucilan karya-karya klasik, warisan masa lampau dan sejarah purbakala, karena modernitas pada hakekatnya mengambil posisi yang berlawanan dengan hal-hal lama demi terciptanya hal-hal baru. Modernisasi (modernization) berarti proses berlangsungnya proyek mencapai kondisi modernitas. Lanjut, modernisasi mencakup proses pengucilan karya-karya klasik, warisan masa lampau dan sejarah purbakala, karena modernitas pada hakekatnya mengambil posisi yang berlawanan dengan hal-hal lama demi terciptanya hal-hal baru.
Sementara itu, modernisme (modernism) umumnya dilihat sebagai paradigma kebudayaan, khususnya aliran seni dan sastra. Ia mengacu pada gaya dan gerakan seni yang mula-mula muncul sebagai konsekuensi perlawanan terhadap seni Abad Pertengahan.
Postmodernisme awalnya memang merupakan reaksi terhadap modernisme. Postmodernisme merujuk pada bentuk-bentuk kebudayaan, intelektual, dan seni yang telah kehilangan hirarki atau prinsip kesatuan serta disarati kompleksitas ekstrim, kontradiksi, ambiguitas, perbedaan, dan kesalingtautan sehingga sulit dibedakan dengan parodi.
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.
Menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme
merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.
Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat.
Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme,
penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas.
Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya. Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain.
Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”
Seperti itulah analisis saya mengenai postmodern dan tambahan yaitu menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti yaitu dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme dan kedua menjadi suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.