• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI ASAM BASA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI MIPA SMAN 1 DURENAN TRENGGALEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI ASAM BASA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI MIPA SMAN 1 DURENAN TRENGGALEK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Dalton : J. Pend. Kim. dan Ilmu. Kim. (e-ISSN 2621-3060)Vol 6 No 3 2023 DOI : http://dx.doi.org/10.31602/dl.v6i3.12256

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI ASAM BASA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI MIPA SMAN 1 DURENAN TRENGGALEK

Khotimatun Nisak*1 ∙ Ivan Ashif Ardhana1

Received: 13 August 2023 | Accepted: 13 October 2023 | Published online: 1 December 2023 UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal Uniska-Daltonjurnal 2023

Abstrak Pada abad 21 ini kemampuan berpikir kritis merupakan sebuah kemampuan yang harus dimiliki terutama oleh siswa. Sehingga tujuan penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahui profil kemampuan berpikir kritis siswa pada materi asam- basa. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya belajar yang berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan ex-post facto yang meneliti hubungan sebab-akibat yang tidak dimanipulasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah kausal komparatif.

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah 97 siswa dengan instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar soal, angket, dan wawancara tidak terstruktur. Analisis data hasil penelitian menggunakan statistika deskriptif dan statistika inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Profil kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong sedang yaitu dengan rata-rata nilai 61. 2) Berdasarkan hasil uji SPSS One Way ANOVA nilai Sig. sebesar 0,746 > 0,05 disimpulkan bahwa rata- rata nilai berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar tersebut sama secara signifikansi.

Kata kunci Berpikir kritis Gaya belajar Asam Basa.

This is an open access article under the CC-BY 4.0 License. Copyright © 2023 by authors.

 Khotimatun Nisak

[email protected]

Prodi Tadris Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Abstract In the 21st century, the ability to think critically is an ability that must be possessed, especially by students. So the objectives of this research are: 1) To determine the profile of students' critical thinking abilities in acid-base material. 2) To find out whether there are differences in students' critical thinking in terms of different learning styles.

This research uses an ex-post facto approach which examines cause-and-effect relationships that are not manipulated. The type of research used is causal- comparative. The sampling technique uses purposive sampling. The population in this study was 97 students with the research instruments used, namely question sheets, questionnaires, and unstructured interviews. Analysis of research data using descriptive statistics and inferential statistics.

The research results show that 1) The student's critical thinking ability profile is still classified as moderate, with an average score of 61. 2) Based on the results of the SPSS One Way ANOVA test, the Sig. amounting to 0.746 > 0.05, it can be concluded that the average critical thinking score in terms of learning styles is significantly the same.

Keywords Critical Thinking Learning Styles

Acids and Bases.

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam genggaman tangan sejak abad ke-21 akibat pesatnya perkembangan jaringan informasi dan komunikasi. Cepatnya arus berbagai bentuk informasi yang dilakukan oleh peningkatan teknologi informasi mengharuskan penggunaan pemikiran kritis ketika menilai informasi yang diterima. Menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis merupakan tugas lembaga pendidikan yang harus mampu memberikan pengajaran inovatif, komunikatif, dan interaktif. (Setiana and Purwoko 2020).

ORIGINAL ARTICLE

(2)

Siswa SMA/MA MIPA Kelas XI tingkat semester genap Pada kurikulum 2013 mempelajari materi asam basa setelah materi kesetimbangan kimia diajarkan (Yulita and Muchlis, 2020). Materi asam basa sendiri merupakan materi yang berisi tiga tingkat penyajian, yang biasanya sulit dipahami oleh siswa (Ardhana, 2020). Tingkat representasi makroskopik adalah konsep larutan yang berubah warna saat diuji dengan indikator tertentu. Tingkat representasi konsep submikroskopik dapat berupa deskripsi partikel dalam larutan yang dapat menjelaskan mengapa fenomena submikroskopik tersebut dapat terjadi. Pandang simbolik dapat berupa persamaan reaksi ionisasi dalam larutan asam atau basa (Zuhroti, Marfu’ah, and Ibnu, 2018).

Konsep-konsep yang dibahas dalam materi asam-basa tidak hanya merujuk pada konsep yang dapat dikenali dengan jelas (konsep nyata), tetapi juga pada konsep yang mencakup representasi simbolik yang tidak terlihat.

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa siswa memiliki banyak miskonsepsi tentang beberapa konsep materi asam basa (Amry, Rahayu, and Yahmin, 2017).

Materi asam dan basa adalah materi dengan bahasan padat secara konseptual, dan banyak konsep kimia pengantar seperti sifat partikel zat, sifat dan komposisi larutan, struktur atom, ikatan ionik dan kovalen. Menunjukkan bahwa membutuhkan pemahaman terintegrasi dengan Simbol, rumus, persamaan, reaksi, ionisasi, dan kesetimbangan. (Indrayani, 2013).

Berpikir kritis adalah proses mencapai kesimpulan atau keputusan logis tentang apa yang harus dipercaya dan ditindaklanjuti.

Berpikir kritis bukan hanya tentang menemukan jawaban, tetapi lebih khusus tentang menggabungkan jawaban, fakta, atau kebenaran dari pengetahuan yang ada (Melyana, Masriani., and Rasmawan, 2012).

Disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan keterampilan yang harus dikuasai untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan.

Kemampuan berpikir kritis mewakili kualitas hasil belajar siswa, maka dapat diartikan bahwa meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa akan menaikkan hasil belajarnya (Hidayati and Kurniawati, 2021). Menurut hasil PISA, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dan memiliki hasil terburuk di antara semua negara peserta. Soal PISA adalah soal yang membutuhkan pemikiran logis, berpikir kritis dan kreativitas. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah.

Salah satu penyebab siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah adalah karena tidak terbiasa memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran kritis dan kurangnya pertanyaan untuk merangsang pemikiran kritis (Dhamayanti and Endahwuri, 2022).

Kemampuan berpikir kritis yang buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor siswa yang belajar dari guru cenderung menghafal materi dan rumus daripada memahami konsep. Hal ini sesuai dengan penelitian pendahuluan oleh Sianturi (2018) yang menjelaskan bahwa kurangnya akuntabilitas siswa dan kecenderungan untuk menghafal konsep daripada memahaminya melemahkan pemikiran kritis siswa (Sianturi, Sipayung, and Simorangkir, 2018). Peran aktif siswa masih kurang, yang tercermin dari kurangnya aktif bertanya dan berdiskusi antar siswa. Guru menilai hasil belajar materi asam basa hanya dengan soal-soal LKS, sehingga tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa (Arif, Zaenuri, and Cahyono, 2019). Ennis (2011) menyatakan bahwa 12 indikator kemampuan berpikir kritis dikategorikan ke dalam lima tingkatannya. (1) Tahapan klarifikasi dasar (2) Tahapan membenarkan keputusan (decision basis) (3) Tahapan inferensi (inferensi) (4) Tahapan penjelasan lanjutan (5) Asumsi dan tahapan integrasi (Assumption and Integration) (Rifqiyana, Masrukan, and Susilo, 2016).

Kemampuan berpikir kritis siswa yang lemah disebabkan salah satunya adalah gaya belajar siswa (Musaidah, Purnomo, and Setyowati, 2020). Hal ini mempersulit tercapainya tujuan pendidikan, salah satunya adalah mengembangkan keterampilan dalam berpikir kritis. Guna mempermudah analisis dalam penelitian berpikir kritis siswa, dilakukan dengan mengobservasi siswa menyelesaikan soal berpikir kritis materi asam basa. Diharapkan mampu menganalisis berpikir kritis siswa secara optimal sesuai dengan gaya belajarnya yang khas, yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Gaya belajar visual cenderung belajar dari apa yang dilihatnya, gaya belajar auditori lebih cenderung belajar melalui apa yang didengarnya, sedangkan gaya belajar kinestetik lebih cenderung belajar melalui gerakan dan sentuhan (Ningsih, 2021).

Selain itu juga diperlukan pembelajaran yang memperhatikan gaya belajar siswa

(3)

sehingga interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran bersifat komunikatif. Hal ini dimungkinkan jika guru memahami dan menilai gaya belajar siswa. Ketika gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa sesuai, guru dapat dengan mudah melakukan tindakan seperti berbagi informasi dengan siswa yang memiliki gaya belajar yang sama dengan guru.

Tetapi jika gaya belajar guru dan siswa tidak sama kemudian siswa itu sendiri akan menjadi bosan, tidak akan memperhatikan isi pelajaran (Putri, Handican, and Gina Gunawan, 2022).

Menurut Nasution, gaya belajar adalah bagaimana seorang siswa menanggapi dan memanfaatkan rangsangan dalam proses belajar (Nurbaeti dkk, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, materi berbasis asam basa sangat penting untuk kemampuan belajar siswa dalam menginterpretasi, menganalisis, menjelaskan dan bernalar. Dari perspektif ini, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan komponen penting bagi semua individu dan dapat dipraktikkan melalui pembelajaran di sekolah. Berpikir kritis dapat dikembangkan di banyak bidang pendidikan, termasuk kimia. Salah satu teori dalam kimia adalah materi asam dan basa

(Herunata dkk, 2020). Kemampuan berpikir kritis sendiri merupakan potensi intelektual yang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran, siswa dengan keterampilan berpikir kritis menguasai aspek-aspek berpikir kritis dalam pembelajaran (Setiana and Purwoko, 2020). Studi ini memberikan pembaruan tentang masalah pemikiran kritis.

Soal-soal di sini termasuk soal-soal submikroskopik pada bagian penentuan kekuatan larutan asam dan basa. Tujuan dari soal submikroskopik ini adalah untuk menguji pemahaman siswa tentang konsep dasar penentuan kekuatan dan kelemahan larutan asam dan basa ketika direaksikan dengan air.

Maka artikel ini berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Pada Materi Asam Basa Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas XI MIPA SMAN 1 Durenan Trenggalek”.

Berdasarkan judul tersebut tujuan penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahui profil kemampuan berpikir kritis siswa pada materi asam-basa. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya belajar yang berbeda.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan ex- post facto mengeksplorasi kausalitas yang belum dimanipulasi atau diproses oleh penyidik. Penelitian ex-post facto umum untuk menunjuk salah satu variabel sebagai variabel bebas dan yang lain sebagai variabel terikat.

Variabel bebas (X) adalah variabel yang menjadi dasar pengelompokan individu sebagai gaya belajar. Variabel Terikat (Y) adalah variabel yang peneliti amati atau ukur setelah pengelompokan sebagai kemampuan berpikir kritis (Sappaile, 2010). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini membandingkan sebab dan akibat. Penelitian kausal komparatif adalah pendekatan kausal komparatif dasar yang melibatkan kegiatan penelitian yang dimulai dengan mengidentifikasi pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan variabel penyebab (Widarto, 2013).

Metode pengambilan sampel sumber data didasarkan pada teknik purposive sampling.

Teknik ini disebut juga dengan teknik sampling target. Teknik purposive sampling dilakukan dengan menetapkan kriteria tertentu atau

memperhatikan karakteristik tertentu dari sampel atau subjek yang diteliti. Dalam penelitian ini subjek yang digunakan untuk pengumpulan data dipilih berdasarkan hasil angket Gaya Belajar (Abubakar, 2011). Total sampel terdiri dari 97 siswa hanya sekitar 60%

dari total seluruh sampel yang digunakan yang memiliki jumlah gaya visual, auditori, dan kinestetik yang sama. Sehingga jumlah subjek yang digunakan untuk pengambilan data adalah sebagai berikut: Gaya belajar visual berjumlah 19, Gaya belajar auditorial berjumlah 19 dan Gaya belajar kinestetik berjumlah 19.

Data hasil penelitian dikumpulkan dengan menggunakan Teknik soal, angket dan wawancara tidak terstruktur. Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal berbentuk uraian yang berjumlah 13 soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Pertanyaan soal dibuat berdasarkan Critical Thinking Index oleh Ennis. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi asam basa (Sekar, 2016).

Angket merupakan metode pengumpulan data berupa daftar pertanyaan yang sistematis yang diisi oleh responden. Pertanyaan yang

(4)

digunakan untuk mengetahui apakah siswa memiliki gaya belajar visual, auditorial atau kinestetik. Peringkat penilaian dengan 4 alternatif jawaban menggunakan skala Likert.

Jawaban pada pertanyaan terdiri dari sangat positif hingga sangat negatif (Anggy Giri Prawiyogi dkk, 2021). Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang mengajukan sejumlah pertanyaan kepada responden secara lisan. Metode wawancara juga dapat diartikan sebagai metode pengumpulan informasi dimana responden atau informan yang menjadi partisipan penelitian diwawancarai secara langsung tatap muka (Purbaningrum, 2017). Jenis wawancara tidak terstruktur digunakan dalam penelitian ini.

Pedoman wawancara yang digunakan hanyalah ringkasan dari pertanyaan individu (Nugroho, Akbar, and Hutabarat, 2019).

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa analisis statistika deskriptif dan statistika inferensial. Analisis statistika deskriptif digunakan untuk menjelaskan bagaimana profil kemampuan berpikir kritis siswa. Analisis statistika inferensial digunakan

untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya belajar. Analisis data menggunakan SPSS. Uji yang pertama adalah uji coba digunakan untuk mengetahui kelayakan instrumen yang meliputi: validitas instrumen, reliabilitas instrumen, uji daya beda dan uji tingkat kesukaran instrumen. Uji yang kedua digunakan untuk menjawab hipotesis meliputi:

uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Dilanjutkan uji hipotesis menggunakan uji One Way ANOVA.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen soal kemampuan berpikir kritis yang awalnya 14 soal, satu soal yang tidak digunakan yaitu soal no 8 sehingga soal yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian menggunakan 13 soal. Instrumen uji coba angket gaya belajar menggunakan 30 pernyataan, terdapat tiga gaya belajar dimana setiap gaya belajar memiliki masing-masing 10 pernyataan yang mencirikan gaya belajar tersebut. Uji coba angket yang belum valid diperbaiki terlebih dahulu sebelum digunakan untuk proses pengambilan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian profil kemampuan berpikir kritis siswa adalah sebagai berikut

Tabel 1. Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Per Indikator

Gambar 1. Persentase Kategori Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Berdasarkan jumlah kemampuan siswa menjawab paling banyak dengan urutan yang pertama adalah indikator 2 dan, urutan kedua indikator 1, ketiga indikator 3, keempat indikator 4 dan kelima indikator 5. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya dari 97 siswa 92 siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dengan kategori sedang dari rentan nilai siswa 46-62, 4 siswa dengan kategori tinggi dari rentan nilai siswa 72-75, dan 1 siswa dengan kategori rendah dengan nilai 36. Jadi rata-rata siswa masih memiliki kemampuan berpikir kritis yang sedang di mana semakin tinggi level kemampuan berpikir kritis maka, kemampuan siswa untuk menjawab soal makin rendah.

4

92

1 0

50 100

Tinggi Sedang Rendah Persentase Kategori Nilai Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa

Jumlah

No Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Persentase (%) Kategori

1. Memberikan penjelasan dasar 72% Tinggi

2. Membentuk keterampilan dasar 74% Tinggi

3. Membuat kesimpulan 64% Sedang

4. Membuat penjelasan lanjutan 48% Rendah

5. Membentuk pikiran dan integritas 31% Sangat Rendah

(5)

Rata-rata nilai siswa adalah 61. Dari 97 siswa diambil 2 orang siswa dengan nilai tertinggi dan 2 orang siswa dengan nilai terendah. Empat siswa tersebut digunakan untuk sesi wawancara menanyakan terkait bagaimana siswa mengerjakan soal yang berbasis kemampuan berpikir kritis. Berikut disajikan pertanyaan dan jawaban yang diberikan siswa saat dilakukan sesi wawancara.

Pertanyaan: “Apakah anda paham dengan materi asam-basa?”

Berdasarkan hasil wawancara untuk jawaban dua anak nilai tertinggi bahwasannya masih ada satu materi yang belum paham yaitu penentuan nilai pH suatu larutan dengan menggunakan indikator universal. Adapun untuk dua anak nilai terendah masih banyak materi asam basa yang belum paham dikarenakan dalam pembelajaran guru dalam menjelaskan materi terlalu cepat dan juga dipengaruhi kurang minatnya siswa dalam pembelajaran kimia, karena merasa pembelajaran kimia adalah materi yang sulit.

Pertanyaan: “Pernahkah sebelumnya mengerjakan soal yang berbasis keterampilan berpikir kritis?”

Jawaban dua anak nilai tertinggi, sering menemukan soal kemampuan berpikir kritis karena sering sekali mengerjakan atau belajar soal-soal yang ada di internet sehingga sumber belajar yang diperoleh tidak hanya melalui buku sekolah dan penjelasan guru saja, ketika anak mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran kimia, mencoba mempelajari atau mencari di internet. Adapun untuk dua anak nilai terendah belum pernah mengerjakan soal yang berbasis kemampuan berpikir kritis.

Pertanyaan: “Nomor soal berapa yang menurut anda sulit?”

Berdasarkan jawaban dan hasil pengerjaan siswa nomor soal 11 yang sulit karena tidak bisa menjawab dengan benar.

Pertanyaan; “Apakah kamu sudah memahami soal tersebut?’

Jawaban dua anak untuk nilai tertinggi Ketika membaca soal tidak hanya satu kali karena terdapat soal cerita serta gambar submikroskopik, tetapi ketika dibaca berulang- ulang dapat memahami maksud dari soal.

Adapun untuk anak nilai terendah dikarenakan tidak paham materi jadi sulit untuk memahami maksud dari soal.

Pertanyaan: “Jika ada soal diminta untuk menyimpulkan bagaimana anda menjawab pertanyaan tersebut?”

Dari hasil jawaban siswa ketika soal diminta untuk menyimpulkan dalam soal langkah pertama yaitu dengan membaca dan memahami soal dengan benar lalu menjawab dengan cara menjelaskan permasalahan dalam soal, dari penjelasan tersebut siswa menarik kesimpulan berdasarkan permasalahan dalam soal.

Pertanyaan; “Bagaimana cara menjawab soal yang menganalisis dari gambar percobaan?”

Jawaban siswa cara menjawab soal yang menganalisis gambar terutama gambar mikroskopik, mengamati benar-benar gambar dan membaca keterangan yang ada pada gambar lalu menentukan dari gambar tersebut mengusung konsep asam basa apa.

Pertanyaan: “Jelaskan mengapa anda menggunakan strategi tersebut dalam menjawab soal?”

Jawaban siswa terkait cara atau strategi yang dipilih dalam menjawab soal yaitu ditentukan dengan pertanyaan yang diminta siswa serta soal tersebut memuat sub materi asam basa yang mana, jadi dengan cara memahami soal maka siswa dapat menentukan apa yang diminta oleh soal.

Pertanyaan: “Apakah anda yakin dengan jawaban yang anda tulis?”

Menurut jawaban siswa ada beberapa soal yang masih ragu untuk jawabannya terutama untuk soal nomor 11 karena belum paham maksud dari soal untuk menentukan nilai pH suatu larutan dengan menggunakan indikator universal. Siswa nilai terendah ketika mengerjakan soal mencontoh dari temannya sehingga tidak tahu apakah itu jawabannya benar atau salah karena tidak dikerjakan sendiri.

Pertanyaan: “Ketika selesai menjawab apakah anda memeriksa kembali jawaban?”

Dari jawaban siswa, dalam mengerjakan soal setelah selesai menjawab siswa membaca sekali lagi jawabanya untuk memastikan apakah sudah benar.

Hasil penelitian yang kedua untuk mengetahui hubungan kemampuan berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar. Berdasarkan data di atas, untuk uji normalitas dengan hasil pengujian sebagai berikut: variabel visual nilai Sig. 0,081 > 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Variabel auditorial nilai Sig. 0,139 >

0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Variabel kinestetik nilai Sig. 0,712 > 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Berdasarkan hasil

(6)

analisis ketiga data tersebut data bersifat normal.

Berdasarkan output SPSS “Test Homogeneity of Variance”, diperoleh nilai signifikansi (Sig) sebesar 0,360. Nilai signifikansi 0,360 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varian ketiga kelompok nilai kemampuan berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar yang dibandingkan tersebut adalah sama atau homogen. Asumsi uji homogenitas dalam uji one way ANOVA terpenuhi.

Berdasarkan output SPSS “Descriptives”, dapat melihat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar dengan rincian sebagai berikut:

1. Rata-rata nilai berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar visual sebesar 60,58.

2. Rata-rata nilai berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar auditorial sebesar 61,74.

3. Rata-rata nilai berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya belajar kinestetik sebesar 59,79.

Dengan demikian secara deskriptif dapat diartikan bahwa rata-rata nilai yang paling tinggi adalah gaya belajar auditorial yaitu sebesar 61,74.

Berdasarkan output ANOVA di atas, diketahui nilai Sig. sebesar 0,746 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar tersebut sama secara signifikansi. Mencari nilai Ftabel distribusi nilai rtabel statistik dengan signifikansi 5% atau 0,05 dengan menggunakan rumus Ftabel = (k;n-k). dimana 'k' adalah jumlah variabel independen (variabel bebas atau X) dan 'n' adalah jumlah responden atau sampel survei. Di mana k adalah 1 dan n adalah 57 untuk semua sampel yang digunakan, jadi (1;57-1) = (1;56). Angka ini digunakan sebagai acuan untuk mencari atau menampilkan nilai Ftabel dalam distribusi nilai Ftabel statistik.

Kemudian menemukan Ftabel menjadi 4,01.

Berdasarkan tabel keluaran SPSS di atas diketahui nilai Fhitung 2,95 < Ftabel 4,01, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak.

Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kemampuan berpikir kritis yang dianalisis menggunakan sejumlah sampel 97 peserta didik. Ada 4 siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, 92 memiliki kemampuan berpikir kritis sedang dan 1 siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.

Diperoleh rata-rata nilai siswa adalah 61 termasuk ke dalam golongan sedang.

Berdasarkan hasil perhitungan skor yang diperoleh per indikator yang paling banyak dijawab benar yaitu dengan urutan indikator 2 (membentuk keterampilan dasar), indikator 1 (memberikan penjelasan dasar), indikator 3 (membuat kesimpulan), indikator 4 (membuat penjelasan lanjutan) dan indikator 5 (membuat pikiran dan integritas).

Aspek memberikan penjelasan dasar memiliki rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang paling tinggi. Terdapat tiga indikator pada aspek ini yaitu: fokus pada pertanyaan, analisis argumen serta bertanya dan menjawab pertanyaan. Dalam memberikan penjelasan dasar, indikator fokus pada pertanyaan pada soal terdapat 6 buah dengan jumlah skor maksimum 20. Salah satu soal fokus pada soal yaitu siswa terlebih dahulu diberikan rangsangan berupa gambar submikroskopik penentuan kekuatan larutan asam-basa, lalu siswa diminta untuk menentukan kekuatan dari paling kuat ke paling lemah. Siswa yang mampu menjawab pada indikator fokus pada pertanyaan yaitu 78%.

Indikator analisis argumen pada soal terdapat 4 buah dengan jumlah skor maksimum 6. Salah satu soal analisis argumen pada soal yaitu siswa diberikan gambar mikroskopik reaksi HCl dengan air, siswa diminta untuk memeriksa kebenaran dari kesimpulan pada percobaan. Siswa yang mampu menjawab pada indikator analisis argumen yaitu 66%. Indikator bertanya dan menjawab pertanyaan pada soal terdapat 4 buah dengan skor maksimum 11.

Salah satu soal bertanya dan menjawab pertanyaan yaitu siswa diminta untuk memberikan pengertian apa itu asam lewis dan basa lewis. Siswa yang mampu menjawab pada indikator bertanya dan menjawab pertanyaan yaitu 73%. Siswa yang mampu menjawab pada aspek penjelasan dasar masuk ke dalam kategori tinggi, pada soal ini siswa mampu menyelesaikan soal tersebut karena belum dituntut melakukan analisis tingkat tinggi skor rata-rata 98%.

Aspek membentuk keterampilan dasar terdapat 2 indikator yaitu, menilai kesesuaian sumber serta mengobservasi dan mempertimbangkan hasil laporan observasi.

Dalam aspek membentuk keterampilan dasar pada indikator menilai kredibilitas sumber terdapat 2 buah dalam soal dengan jumlah skor maksimum 6. Diberikan soal berupa gambar reaksi konsep asam-basa lalu diminta untuk menggambarkan dan menentukan asam-basa

(7)

dari konsep tersebut. Siswa yang mampu menjawab pada indikator menilai kredibilitas sumber yaitu 58%. Indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil laporan observasi terdapat 2 buah dalam soal dengan jumlah skor maksimum 4. Diminta untuk melaporkan apa yang diamati dari percobaan kertas lakmus yang dimasukkan ke dalam air. Siswa yang mampu menjawab pada indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil laporan observasi yaitu 99%. Nilai rata-rata siswa yang mampu menyelesaikan soal pada aspek membentuk keterampilan dasar yaitu 74%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut indikator kedua memiliki urutan paling besar diantara indikator lainnya, hal itu disebabkan hampir seluruh siswa mampu menjawab dan memiliki jumlah paling sedikit yaitu 4 buah.

Aspek membuat kesimpulan pada soal terdapat 3 indikator, menyimpulkan dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat kesimpulan materi dan membuat dan menilai faktor penting. Indikator menyimpulkan dan mempertimbangkan hasil deduksi terdapat 4 buah dalam soal dengan jumlah skor maksimum 10. Pada soal siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari rentan pH yang sudah diketahui apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Siswa yang mampu menjawab pada indikator menyimpulkan dan mempertimbangkan hasil deduksi yaitu 58%.

Indikator membuat kesimpulan materi terdapat 2 buah dalam soal dengan jumlah skor maksimum 6. Diberikan soal reaksi kesetimbangan untuk menentukan arah kesetimbangan berdasarkan nilai Ka. Siswa diminta untuk memberikan kesimpulan terkait nilai K yang mempengaruhi arah kesetimbangan. Siswa yang mampu menjawab pada indikator membuat kesimpulan materi yaitu 61%. Indikator membuat dan menilai faktor penting terdapat 1 buah dalam soal dengan jumlah skor maksimum 4. Diminta untuk menentukan konsentrasi ion OH- pada reaksi HCl dalam air. Siswa yang mampu menjawab pada indikator membuat dan menilai faktor penting yaitu 85%. Nilai rata-rata siswa yang mampu menyelesaikan soal pada aspek membuat kesimpulan yaitu 71%.

Aspek membuat penjelasan lanjutan pada soal terdapat 2 indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi serta mengidentifikasi asumsi. Indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi terdapat 4 buah dalam soal

dengan jumlah skor maksimum 13. Diberikan soal untuk memberikan definisi terkait urutan kekuatan larutan asam-basa. Siswa yang mampu menjawab pada indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi yaitu 12%. Indikator mengidentifikasi asumsi terdapat 3 buah dalam soal dengan jumlah skor maksimum 11.

Diberikan soal trayek perubahan pH dari larutan X2Y jika ditetesi bromtimol biru berwarna biru dan fenolftalein tidak berwarna lalu diminta untuk menentukan rentan pHnya.

Siswa yang mampu menjawab pada indikator mengidentifikasi asumsi yaitu 40%. Nilai rata- rata siswa yang mampu menyelesaikan soal pada aspek membuat penjelasan lanjutan yaitu 46%.

Aspek membuat pikiran dan integrasi pada indikator menentukan suatu tindakan. Dalam aspek mengatur strategi dan taktik pada indikator menentukan suatu tindakan, siswa diberikan soal untuk menentukan konsentrasi dalam larutan HCl, diminta untuk menjawab menentukan molaritas untuk menentukan konsentrasi. Siswa yang mampu menjawab pada indikator menentukan suatu tindakan yaitu 31%.

Pada pengerjaan soal nomor 7 jawaban dari semua siswa salah semua, ini terjadi karena kurang telitinya siswa dalam membaca soal yang harusnya nilai larutan 0,02 M, tapi siswa menulisnya dalam perhitungan 0,2 M. Hal ini sama dengan hasil pengerjaan siswa pada nomor soal 11. Pada soal siswa diminta untuk menjelaskan serta menghitung pH dari larutan natrium hidroksida 0,1 M diuji dengan kertas indikator universal. Akan tetapi, siswa hanya menjawab warna kertas indikator tanpa menghitung pH terlebih dahulu. Berdasarkan hasil perhitungan persentase per indikator pada indikator 4 dan 5 masih tergolong rendah dan sangat rendah dimana rata-rata nilai keseluruhan dari 97 siswa masih tergolong sedang. Hal tersebut merupakan salah satu tanggung jawab dari seorang pengajar untuk sering mengasah kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses belajar karena berpikir kritis sebagai kemampuan yang penting dimiliki siswa dalam segala hal.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada 4 siswa yaitu 2 siswa nilai tertinggi dan 2 siswa nilai terendah. Menunjukkan bahwasannya diperlukan peran penting guru dalam proses pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Guru dalam

(8)

proses pembelajaran sebaiknya mampu menumbuhkan minat untuk belajar kimia karena minat ada kunci utama agar siswa memiliki semangat untuk belajar, di mana dalam proses wawancara tersebut banyak sekali siswa yang tidak minat belajar kimia sehingga mempengaruhi pemahaman materi. Salah satu penyebab yang mempengaruhi kurangnya pemahaman materi kimia pada siswa terutama materi asam basa yaitu metode mengajar guru yang kurang tepat, di mana ada beberapa siswa yang lambat dalam memahami materi akan tetapi guru mengajarkan materi terlalu cepat sehingga siswa tidak paham. Berdasarkan faktor tersebut sebaiknya guru sebagai pengajar harus menyesuaikan metode pembelajaran yang tepat agar semua siswa paham ketika guru menjelaskan materi kimia.

Alternatif yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan sering berlatih mengerjakan soal berdasarkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran hendaknya membuat siswa menganalisis, membuat kesimpulan, memberikan penjelasan lebih lanjut, mengevaluasi informasi untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Kemampuan siswa masih sangat rendah dalam menyelesaikan soal indikator 4 (klarifikasi lanjutan) dan indikator 5 (menetapkan strategi atau taktik). Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan oleh soal-soal latihan yang digunakan masih belum mencapai kriteria pengukuran kemampuan berpikir kritis. Selama proses pembelajaran guru jarang menerapkan pembelajaran yang mengarah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

Siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses pengetahuan dengan caranya sendiri dan siswa kurang latihan dalam menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis, dimana hasil ini mirip dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Pursita sari (Khoirunnisa and Sabekti, 2020).

Kemampuan berpikir kritis siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang diperoleh. Sejalan dengan pendapat Yulianti (2013) yang menyatakan bahwa berpikir kritis dapat diajarkan dan memerlukan usaha untuk dimilikinya. Kemampuan berpikir kritis siswa berkembang dengan baik apabila sering diberikan latihan dan kegiatan untuk melakukan kegiatan berpikir kritis selama proses pembelajaran. Selain itu, dari respon

siswa sebagian besar masih bingung dalam menerapkan pengetahuan dan konsep yang telah dimilikinya dalam menyelesaikan masalah terkait masalah berpikir kritis yang diyakininya berlaku (Lilis Nuryanti, Siti Zubaidah, 2018). Bahkan jika siswa mengetahui konsepnya, mungkin tidak dapat menerapkannya dalam praktik. Menurunnya kemampuan berpikir kritis seorang siswa disebabkan oleh kurangnya aktivitas dan latihan, sumber daya yang terbatas, persepsi yang bias, keterbatasan waktu di lingkungan yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis, hafalan dan pemikiran yang berat, serta kurangnya penguasaan konsep. Terpicu Juga kurangnya pengetahuan dasar dan masalah tidak dapat diselesaikan (Saputa, Hidayat, and Munzill, 2016).

Hubungan Berpikir Kritis Siswa dengan Gaya Belajar yang Berbeda

Hubungan antara gaya belajar yang berbeda dengan kemampuan berpikir kritis siswa merupakan rumusan masalah yang kedua.

Menjawab rumusan masalah digunakan teknik sampel purposive sehingga dari 57 sampel terdapat gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik seimbang, yaitu 19 untuk setiap gaya belajar. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk ketiga kelas tersebut, sementara sebagian besar siswa memiliki gaya belajar auditorial lebih banyak dan gaya belajar yang lemah adalah gaya belajar visual.

Gaya belajar adalah bagaimana cara setiap siswa berfokus pada proses suatu pendekatan yang menggambarkan bagaimana seorang siswa belajar atau kecenderungan untuk mempelajari ilmu pengetahuan dengan cara tertentu. Gaya belajar berdasarkan modalitas sensorik meliputi gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Gaya belajar siswa di sisi lain terkait erat dengan berpikir kritis, karena berpikir kritis merupakan suatu proses psikologis untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi dan menarik informasi dari pengalaman, akal sehat, pengamatan, dan komunikasi.

Dua faktor yang mempengaruhi gaya belajar seorang siswa yaitu faktor alami dan faktor lingkungan. Gaya belajar setiap orang berbeda dipengaruhi oleh dua elemen tersebut. Tidak dapat diubah dengan latihan disebut sebagai faktor alami. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar mulai dari suara, cahaya, suhu dan desain pembelajaran hingga media dan metode yang digunakan guru disebut sebagai faktor

(9)

lingkungan (Arif et al., 2019). Gaya belajar siswa kelas XI MIPA SMAN Durenan Trenggalek disebabkan oleh faktor eksternal antara lain, cara guru biasa menggunakan media dan teknik. Sebagian besar guru terlibat langsung dengan siswa serta menggunakan media visual dan interaktif untuk melakukan pembelajaran.

Profesor Lambertus menyuruh siswa mengembangkan pengetahuannya sendiri, berdebat dengan teman, mengemukakan gagasan, menerima atau menolak pendapat dari teman di bawah bimbingan guru, dan menarik kesimpulan. Kemampuan berpikir kritis inilah yang harus diajarkan kepada siswa. Berpikir kritis bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari dengan cepat dan memerlukan usaha untuk belajar melalui metode pembelajaran yang dapat melatih berpikir kritis, terutama melalui pendekatan berbasis pertanyaan. kemampuan berpikir kritis (Windriani and Jaelani, 2021).

Fakta menunjukkan hasil belajar siswa MIPA kelas XI SMAN Durenan Trenggalek tidak sama untuk setiap orang dan sangat bervariasi karena banyak penyebab yang mempengaruhi hasil belajar. Kecerdasan dan bakat adalah faktor yang paling berpengaruh dalam mencapai hasil belajar. Namun

kemampuan berpikir kritis harus menjadi salah satu keterampilan siswa. Sebab, berdasarkan teori-teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis berperan penting dalam mengatur dan mengontrol proses belajar dan berpikir kognitif agar bisa lebih efektif dan efisien (Windriani and Jaelani, 2021).

Berdasarkan pada hasil uji One Way ANOVA untuk menjawab rumusan masalah kedua.

Diketahui nilai Sig. sebesar 0,746 > 0,05 berdasarkan output ANOVA sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar tersebut sama secara signifikansi.

Hasil uji hipotesis penelitian berkaitan dengan penelitian oleh Windriani dan Jaelani (2021). Hasil penelitian ini berpendapat bahwa gaya belajar tidak berhubungan dengan hasil belajar siswa karena hasil belajar siswa tidak hanya ditentukan oleh gaya belajar tetapi juga oleh banyak faktor seperti motivasi, minat, psikologi, dan lingkungan (Windriani and Jaelani, 2021). Studi konsisten dengan temuan di atas, yaitu penelitian oleh Nurasia (2017) menyatakan bahwa secara signifikan gaya belajar tidak berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa (Nurasia, 2017).

KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui profil kemampuan berpikir kritis siswa pada materi asam basa kelas XI MIPA SMAN Durenan Trenggalek masuk dalam golongan sedang dengan nilai rata-rata seluruhnya 61.

Berdasarkan perhitungan ANOVA satu arah

hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Fhitung

2,95 < Ftabel 3,24 sehingga H0 diterima dan H1

ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, tidak ditemukan korelasi antara kemampuan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya belajar yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Rifa’i. (2011). Pengantar Metodologi Penelitian.

Amry, Urwatil Wutsqo, Sri Rahayu, and Yahmin. (2017). “Analisis Miskonsepsi Asam Basa Pada Pembelajaran Konvensional Dan Dual Situated Learning Model (DSLM).” Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian &

Pengembangan (JPtpp) 2(3):385–91.

Anggy Giri Prawiyogi, Tia Latifatu Sadiah, Andri Purwanugraha, Popy Nur Elisa.

(2021). “Penggunaan Media Big Book Untuk Menumbuhkan Minat Baca Siswa Di Sekolah Dasar.” Basicedu 5(1):446–

52.

Ardhana, Ivan Ashif. (2020). “Dampak Process-Oriented Guided-Inquiry Learning (POGIL) Terhadap Pengetahuan Metakognitif Siswa Pada Topik Asam- Basa.” Hydrogen: Jurnal Pendidikan

Kimia 8(1):1. doi:

10.33394/hjkk.v8i1.2545.

Arif, Dimas Sofri Fikri, Zaenuri, and Adi Nur Cahyono. (2019). “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada Model Problem Based Learning (PBL) Berbantu Media Pembelajaran Interaktif Dan Google Classroom.” Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES (2018):323–28.

(10)

Dhamayanti, Nuresty Wahyu, and Dhian Endahwuri. (2022). “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Lingkaran Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa.” Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika 4(3):249–59.

Herunata dkk. (2020). “Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Pada Indikator Memberikan Penjelasan Lebih Lanjut Materi Hidrokarbon.” Pembelajaran Kimia 5.1:47–58.

Hidayati, Rahmi, and Desy Kurniawati. (2021).

“Pengembangan Soal Berpikir Kritis Pada Materi Asam Basa Dan Titrasi Asam Basa.” Entalpi Pendidikan Kimia 2(1):66–76. doi: 10.24036/epk.v2i1.135.

Indrayani, Putu. (2013). “Analisis Pemahaman Makroskopik, Mikroskopik, Dan Simbolik Titrasi Asam-Basa Siswa Kelas XI IPA SMA Serta Upaya Perbaikannya Dengan Pendekatan Mikroskopik.”

Jurnal Pendidikan Sains 1(2):208–20.

Khoirunnisa, Fitriah, and Ardi Widhia Sabekti.

(2020). “Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Ikatan Kimia.”

Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia 4(1):26–31.

Lilis Nuryanti, Siti Zubaidah, Markus Diantoro.

(2018). “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.” Jurnal Pendidikan:

Teori, Penelitian, Dan Pengembangan

3(2):155–58. doi:

10.17977/jptpp.v6i3.14579.

Melyana, Dewi., Masriani., and Rahmat Rasmawan. (2012). “Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa Pada Teori Asam Basa Dengan Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing.”

Musaidah, Evadatul, Djoko Purnomo, and Rina Dwi Setyowati. (2020). “Imajiner: Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sayung Tahun 2019/2020.” Imajiner: Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika 2(5):382–

90.

Ningsih, Egha Fitriyah. (2021). “Profil Berpikir Kreatif Siswa SMP Kelas VIII Dalam Menyelesaikan Masalah Segiempat Ditinjau Dari Gaya Belajar.” KadikmA

12(1):34. doi:

10.19184/kdma.v12i1.22884.

Nugroho, Ngajudin, Fauzi Akbar, and Maulana Hutabarat. (2019). “Analisis Komunikasi Di PT. Asuransi Buana Independent Medan.” Ilmiah Simantek 3(1).

Nurasia. (2017). “Pengaruh Model Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Palopo Pada Materi Pokok Larutan Asam Basa.”

Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia Dan Pendidikan Kimia 18(2):20. doi:

10.35580/chemica.v18i2.5891.

Nurbaeti dkk. (2015). “Hubungan Gaya Belajar Dengan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Kemampuan Kognitif Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas X SMKN 1 Bungku Tengah.” E-Jurnal Mitra Sains 3.2:24–33.

Purbaningrum, Kus Andini. (2017).

“Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP Dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Belajar.”

Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran Matematika 10(2):40–49. doi:

10.30870/jppm.v10i2.2029.

Putri, Icha, Rhomiy Handican, and Rilla Gina Gunawan. (2022). “Griya Journal of Mathematics Education and Application Systematic Literature Review: Analisis Kemampuan Representasi Matematis Siswa Terhadap Gaya Belajar.” Journal of Mathematics Education and Application 2(3):577.

Rifqiyana, L., Masrukan, and B. E. Susilo.

(2016). “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII Dengan Pembelajaran Model 4K Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa.” Unnes Journal of Mathematics Education 5(1):40–46.

Sappaile, Baso Intang. (2010). “Konsep Penelitian Ex-Post Facto.” Pendidikan Matematika 1(2):105–13.

Saputa, Hendrik, Arif Hidayat, and Munzill.

(2016). “Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMPN 7 Pasuruan.” Semnas Pend. IPA Pascasarjana UM 943–49.

Sekar, Puji Purnomo dan Maria. (2016).

“Pengembangan Tes Hasil Belajar Matematika Materi Menyelesaikan Masalah Yang Berkaitan Dengan Waktu, Jarak Dan Kecepatan Untuk Siswa Kelas V.” Penelitian (Edisi Khusus PGSD) 20.2:151–57.

Setiana, Dafid Slamet, and Riawan Yudi Purwoko. (2020). “Analisis Kemampuan

(11)

Berpikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematika Siswa.” Jurnal Riset Pendidikan Matematika 7(2):163–77. doi:

10.21831/jrpm.v7i2.34290.

Sianturi, Aprilita, Tetty Natalia Sipayung, and Frida Marta Argareta Simorangkir.

(2018). “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMPN 5 Sumbul.” UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika 6(1):29–42. doi:

10.30738/.v6i1.2082.

Widarto. (2013). “Penelitian Ex Post Facto.” 1–

8.

Windriani, B. N., and A. K. Jaelani. (2021).

“Hubungan Gaya Belajar Dengan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SDN 5 Gunung Rajak Tahun Pelajaran 2019/2020.” Jurnal Ilmiah Pendidikan.

3(2):1–7.

Yulita, Risma, and Muchlis. (2020).

“Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Materi Asam Basa SMAN 3 Lamongan.” UNESA Journal of Chemical Education 9(2)(2):228–37.

Zuhroti, Brilian, Siti Marfu’ah, and Mohammad Sodiq Ibnu. (2018).

“Identifikasi Pemahaman Konsep Tingkat Representasi Makroskopik, Mikroskopik Dan Simbolik Siswa Pada Materi Asam- Basa.” J-PEK (Jurnal Pembelajaran Kimia) 3(2):44–49. doi:

10.17977/um026v3i22018p044.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa praktikum kimia asam basa berbasis proyek mampu mengembangkan kemampuan disposisi berpikir

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI MIPA SMA Negeri

Kemampuan berpikir siswa pada materi fluida statis kelas XI MIPA 2 SMAN 1 Muaro Jambi diperoleh data dengan rata-rata kritis karena dapat dilihat pada indikator

Penelitian Pengaruh Penggunaan Macromedia Flash Terhadap Pemahaman Konsep Siswa pada Materi Asam Basa di Kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar bertujuan untuk

di hadapan dewan penguji.. Hubungan Pemahaman Konseptual dengan Kemampuan Berpikir Kritis Calon Guru Kimia pada Materi Asam Basa. Program Studi Pendidikan Kimia,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI MIA 3 SMAN 4 Pontianak menunjukkan: sebanyak lima indikator berada

Untuk itu, materi asam dan basa yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis perlu diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang

KESIMPULAN Berdasarkan data hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan pemahaman konsep siswa pada materi titrasi asam- basa di kelas XI IPA MAN I Kota