1
Analisis Transmisi Harga Bawang Merah Di Provinsi Sumatera Utara
Yanita Melissa Br Sembiring1*
Rahmanta2 Iskandarini3
1Mahasiswa Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Indonesia
2,3Dosen Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Indonesia
*email: [email protected]
Diterima: Mei 2023; Disetujui: Januari 2024; Dipublish: April 2024
Abstrak
Bawang merah merupakan sayuran yang sering mengalami permasalahan pada aspek off-farm yaitu fluktuasi harga yang tinggi karena bawang merah merupakan komoditi yang dapat menimbulkan inflasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola transmisi harga bawang merah pada tingkat produsen, grosir, dan konsumen dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga bawang merah tingkat konsumen di Provinsi Sumatera Utara.
Data yang diteliti adalah data bulanan tahun 2016-2020 yang berjumlah 60 pengamatan. Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah Asymmetric Error Correction Model (AECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa transmisi harga antar lembaga pemasaran bawang merah di Provinsi Sumatera Utara bersifat asimetri dalam jangka pendek dan jangka panjang pada hubungan grosir-produsen dan konsumen-produsen. Transmisi harga asimetri dalam jangka pendek terbentuk disebabkan adanya biaya penyesuaian (adjustment cost) seiring dengan pergerakan perubahan harga yang terjadi. Sedangkan transmisi harga jangka panjang terjadi akibat adanya penyalahgunaan kekuatan pasar (market power) yang dilakukan oleh pembeli.
Kata Kunci: Asimetri; Bawang Merah; Transmisi Harga Abstract
Shallot are vegetables that often experience problems in the off-farm aspect, namely high price fluctuations because shallots are a commodity that can cause inflation. This study aims to analyze the transmission pattern of shallot prices at the producer, wholesaler, and consumer levels and to analyze the factors that influence the formation of shallot price at the consumer level in North Sumatra Province. The data studied is monthly data for 2016-2020, totaling 60 observations. The analytical model used in this research is the Asymmetric Error Correction Model (AECM). The results showed that price transmission between shallot marketing agencies in North Sumatra Province was asymmetric in the short and long term in the relationship between wholesalers-producers and consumers-producers. Asymmetric price transmission in the short term is formed due to adjustment costs in line with price changes that occur. Meanwhile, long-term price transmission occurs as a result of the abuse of market power by buyers.
Keywords: Asymmetric; Shallot; Price Transmission
PENDAHULUAN
Bawang merah merupakan tanaman holtikultura yang berpotensi tinggi terhadap perubahan harga sehingga sangat fluktuatif bagi petani maupun
konsumen (Dahar, 2017). Permasalahan ini dikarenakan produksi bawang merah yang bersifat musiman dan sebagai salah satu sayuran yang mudah rusak. Dalam mendukung pengembangan komoditas
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4. 0
2 bawang merah perlu terciptanya sistem pemasaran bawang merah yang efisien dan menguntungkan semua pihak. Untuk itu, perlu pemahaman kompeherensif mengenai pergerakan dan transmisi harga di sepanjang rantai pemasaran bawang merah, karena harga yang terbentuk dapat dijadikan indikator dalam menilai efisiensi pasar. Ketika pasar berjalan secara efisien maka harga di masing-masing tingkat lembaga pemasaran bawang merah dapat diprediksi dengan mengamati kondisi di salah satu tingkat pasar terutama pasar acuan. Sehingga dalam menjaga kestabilan harga, permasalahan fluktuasi harga bawang merah dapat diatasi secara lebih efektif (Elvina et al., 2018).
Beberapa kabupaten di Sumatera Utara menghasilkan 63,775 ton bawang merah pada tahun 2022. Produksi bawang merah tertinggi dihasilkan oleh Kabupaten Simalungun dengan 16,421 ton (30.54%), disusul oleh Kabupaten Humbang Hasundutan dengan 13,284 ton (24,70%), kemudian Kabupaten Karo dengan 11,492 ton (21,37%), dan Kabupaten Dairi dengan 4,324 ton (8,04
%). Luas panen bawang merah juga meningkat seiring dengan produksinya.
Luas panen 2021 mencapai 4.339 ha, naik 41,79% dari 3.060 ha tahun 2022 (BPS Sumatera Utara, 2022).
Konsumen bawang merah di Provinsi Sumatera Utara rata-rata membayar 29.520 rupiah per kilogram selama tahun 2022. Harga tertinggi mencapai 31.879 rupiah pada bulan Mei 2022 dan harga terendah mencapai 26.667 rupiah pada bulan November 2022 (BPS Sumatera Utara, 2022)
Berdasarkan permasalahan fluktuasi harga bawang merah tersebut perlu untuk menganalisis apakah terdapat transmisi harga pada komoditas bawang merah di Provinsi Sumatera Utara.
Produksi bawang merah di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 – 2020 meningkat setiap tahun, yaitu 13.368 ton, 16.103 ton, 16.337 ton, 18.072 ton, dan 28.830 ton dengan daerah produsen terbesar yaitu Simalungun, Karo, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Tapanuli Utara (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2018). Fluktuasi harga yang tinggi di tingkat lembaga pemasaran menurut (Anindita &
Baladina, 2017) akan memberikan peluang bagi pelaku pasar khususnya yang mempunyai kekuatan dalam mempengaruhi harga untuk memanipulasi harga. Ketika terjadi kenaikan harga di tingkat hilir mereka berkesempatan untuk tidak segera meneruskan ke tingkat hulu atau sebaliknya saat terjadi penurunan harga di hulu tidak segera diteruskan ke tingkat hilir. Sehingga, hal tersebut dapat menyebabkan transmisi harga antar lembaga pemasaran menjadi tidak sempurna dan menciptakan inefisiensi pasar.
Fluktuasi harga yang tinggi pada bawang merah menyebabkan semakin besar margin pemasaran dan semakin rendah harga yang diterima petani.
(Pertiwi et al., 2013) mengemukakan bahwa harga yang unpredictable juga diduga memberi peluang kepada pedagang untuk memanipulasi informasi harga di tingkat petani sehingga harga belum ditransmisikan
3 secara sempurna dari pasar konsumen kepada petani. Dengan demikian permasalahan tersebut mempengaruhi proses transmisi harga dari produsen ke konsumen. Oleh karena itu, penting untuk melihat transmisi harga antar lembaga pemasaran bawang merah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola transmisi harga bawang merah pada tingkat produsen, grosir dan konsumen di Provinsi Sumatera Utara.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut (Sugiyono, 2016) adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Populasi dalam penelitian ini dicatat secara sistematis yang berbentuk data runtut waktu (time series data). Pada penelitian ini digunakan data times series periode tahun 2016-2020. Data yang diteliti adalah data bulanan yang berjumlah 60 pengamatan.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui pengambilan data ke Pusdatin Kementrian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder yang digunakan untuk menganalisis pola transmisi harga bawang merah dari tingkat konsumen, produsen dan grosir adalah bulanan harga konsumen, harga produsen dan grosir komoditas bawang merah di Provinsi Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis transmisi harga bawang merah yaitu Asymmetric Error Correction Model (AECM) yang dikembangkan oleh (Cramon-Taubadel, 1998). Adapun analisis AECM terdiri dari beberapa tahapan, yaitu uji stasioneritas data, penentuan lag optimal, uji kointegrasi, uji kausalitas, estimasi AECM, hingga uji Wald. Adapun langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Uji akar unit untuk menduga kestasioneran data deret waktu.
Penelitian ini melakukan pendugaan kestasioneran data dengan melakukan Augmented Dickey Fuller Test (ADF Test). Model Persamaannya seperti yang dikutip dalam Nuraeni (2015) adalah sebagai berikut:
𝑗
∆𝑃𝑡 = 𝑎0 + 𝛾𝑃𝑡−1 +
∑
𝑎𝑖∆𝑃𝑡−𝑖+1 + 𝜀𝑡i=1 Keterangan :
∆𝑃𝑡 = turunan pertama (first difference) variabel yang diuji (Pt-Pt-1),
t = periode waktu,
j = panjang lag yang digunakan, ε = error term.
b. Penentuan Lag Optimal
Penentuan lag optimal untuk melihat seberapa lama suatu variabel bereaksi terhadap variabel lainnya dan menghindari kemungkinan autokorelasi residual pada sistem VAR. Lag optimal ditentukan berdasarkan nilai Schwarz Information Criterion (SIC), seperti
4 yang dikutip dalam Reni (201) yaitu sebagai berikut:
𝑆𝐼𝐶(𝑘) = 𝑇 ln (𝑆𝑆𝑅(𝑘)) + 𝑛 ln(𝑇) T
Keterangan:
T = jumlah observasi, k = panjang lag,
SSR = Sum Squares Residual, n = jumlah parameter yang diestimasi.
c. Pengujian Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk melihat kecenderungan pergerakan data yang tidak stasioner namun bergerak secara bersama-sama dalam jangka panjang. metode uji kointegrasi yang dikembangkan (Johansen S, 1991) yaitu Johanssen Cointegration Test. Untuk melihat adanya hubungan jangka panjang metode ini menggunakan pengujian trace test (TS) dengan persamaan:
𝜆𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝑟) = −𝑇 ln(1 – 𝜆12)
dan maximum eigenvalue (ME) dengan persamaan:
𝜆𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝑟) = −𝑇 ln(1 – 𝜆𝑟+1) d. Uji Kausalitas
Uji Kausalitas bertujuan untuk menentukan hubungan dua arah (sebab – akibat) antar variabel dalam sistem VAR. Uji kausalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Granger seperti dalam (Juanda, 2012) dengan model sebagai berikut:
Unrestricted Y:
n n
𝑌𝑡 =
∑
−1 +∑
𝑛 𝛽𝑖𝑋𝑡−𝑖 + 𝑒1𝑡i=1 i=1
Unrestricted X:
m m
X𝑡 =
∑
𝛾𝑖𝑋𝑡−1 +∑
𝜆𝑖𝑌𝑡−𝑖 + 𝑒1𝑡 i=1 i=1Untuk melihat variabel mana yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi dibentuk persamaan restricted dari persamaan unrestricted diatas, yaitu sebagai berikut:
Restricted Y:
n
𝑌𝑡 =
∑
−1 + 𝑒2𝑡i=1 Restricted X:
m
=
∑
𝛾𝑖𝑋𝑡−1 + 𝑒2𝑡i=1
Analisis dilakukan dengan menghitung nilai F dengan menggunakan residual sum of square (RSS) persamaan variabel yang restricted dan unrestricted seperti berikut:
𝑅𝑆𝑆𝑅– 𝑅𝑆𝑆𝑈𝑅
𝐹 = (𝑛 – 𝑘) (𝑚(𝑅𝑆𝑆𝑈𝑅) Keterangan:
RSSR = residual sum of squares persamaan restricted,
RSSUR = residual sum of squares persamaan unrestricted, n = jumlah observasi, m = jumlah lag,
k = jumlah parameter estimasi pada persamaan unrestricted.
e. Analisis Error Correction Model Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis transmisi harga bawang merah yaitu Asymmetric Error Correction Model (AECM) yang
5 dikembangkan oleh (Cramon- Taubadel, 1998). Model ECM ini pertama kali diperkenalkan oleh Sargan, dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh (Engle &
Granger, 1987). Adanya kointegrasi pada data ekonomi time series yang tidak stasioner menunjukkan adanya kemungkinan ketidakseimbangan jangka pendek antara data yang dianalisis namun mempunyai hubungan jangka panjang. Dengan model ECM ketidakseimbangan jangka pendek akan dikoreksi dengan memasukkan penyesuaian atas koreksi ketidakseimbangan
jangka pendek menuju
keseimbangan jangka panjang.
(Cramon-Taubadel, 1998) menjelaskan bahwa jika hubungan antara dua harga misalnya Pi dan Pj terkointegrasi, berdasarkan teorema Granger (Engle dan Granger 1987) maka model Error Correction Model tersebut adalah sebagai berikut:
∆𝑃𝑖,𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1∆𝑃𝑗,𝑡 + 𝛽2𝐸𝐶𝑇𝑡−1 + 𝛽3(𝐿)∆𝑃𝑖,𝑡−1 + 𝛽4(𝐿)∆𝑃𝑗,𝑡−1 + 𝜀𝑡 Pada persamaan tersebut, Pi merupakan harga di pasar I, Pj merupakan harga di pasar J, ECT adalah error correction term, dan L
merupakan lag polynomial. Model persamaan kemudian dikembangkan oleh (Cramon-Taubadel, 1998) dengan memisahkan ECT positif dan negatif serta perubahan kenaikan dan penurunan variabel bebas untuk mendapatkan model transmisi harga asimetris (asymmetric price transmission), sehingga bentuk persamaannya adalah:
∆𝑃𝑖,𝑡=𝛽0+𝛽1+∆𝑃+𝑗,𝑡+𝛽1-𝑃-
𝑗,𝑡+𝛽2+𝐸𝐶𝑇+𝑡−1 +𝛽2-𝐸𝐶𝑇-t- 1+𝛽3(𝐿)∆L𝑖,𝑡−1+𝛽4(𝐿)∆L𝑖,𝑡−1 +𝜀𝑡
𝐸𝐶𝑇𝑡+ = 𝐸𝐶 𝐸𝐶𝑇𝑡 > 0 0 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒 dan
𝐸𝐶𝑇𝑡- = 𝐸𝐶 𝐸𝐶𝑇𝑡 > 0 0 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒
Pi merupakan harga di pasar i, Pj merupakan harga di pasar j, ECT adalah error correction term, L merupakan lag polynomial, (+) merupakan kenaikan harga dan (-) adalah penurunan harga.
Berdasarkan hal tersebut, analisis transmisi harga cabai merah antara produsen, pedagang grosir, dan konsumen di Provinsi Sumatera Utara menggunakan model Asimmetric Error Correction Model (AECM) adalah sebagai berikut :
t t i
t n
i i t n
i t i
t n
i i t n
i
t a HP HG ECT HP HG ECT
HP = +   +   + +   +  + +
 +− + +−
= + +
−
= +
−
−
−
−
−
=
−
−
−
=
−
  
2 11 1
1 1 1
1
0
t t i
t n
i i t n
i t i
t n
i i t n
i
t a HK HG ECT HK HG ECT
HG = +   +   + +   +  + +
 +− + +−
= + +
−
= +
−
−
−
−
−
=
−
−
−
=
−
  
2 11 1
1 1 1
1
0
t t n
i
i t n
i
i t t
n
i
i t n
i
i t
t a HK HP ECT HK HP ECT
HK = +   +   + +   +   + +
 + +−
=
+
− +
=
+
− +
−
−
−
=
−
−
−
=
−
−
−
  
2 11 1
1 1 1
1
0
Keterangan:
HPt = Harga bawang merah tingkat produsen ke - t (Rp/kg) HGt = Harga bawang merah tingkat
pedagang grosir ke - t (Rp/kg)
HKt = Harga bawang merah tingkat konsumen ke - t (Rp/kg)
6 ECTt-1 = Error correction term yang
merupakan lag residual dari persamaan keseimbangan jangka panjang
ε = Error term n = Panjang lag
Tanda positif (+) menggambarkan kenaikan harga, dan tanda negatif (-) menggambarkan penurunan harga.
ECT+ merupakan penyesuaian variabel dependent terhadap perubahan variabel independent saat penyimpangan harga berada di atas keseimbangannya, sebaliknya ECT- merupakan penyesuaian saat penyimpangan harga berada di bawah keseimbangan. Pengujian transmisi harga dapat berjalan secara simetri atau asimetri dibuktikan secara statistik dengan menggunakan uji Wald.
Pengujian transmisi harga yang asimetri dalam jangka pendek digunakan hipotesis yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan respon harga di tingkat hilir ketika terjadi kenaikan dan penurunan harga di tingkat hulu pada periode t dan t-1 (jangka pendek). Sedangkan untuk menguji transmisi harga yang asimetris dalam jangka panjang digunakan hipotesis untuk menguji perbedaan koefisien ECT+ dan ECT- artinya tidak ada perbedaan respon harga di tingkat hilir ketika terjadi perubahan kenaikan dan penurunan harga di tingkat hulu dalam jangka panjang.
Nilai koefisien dari ECT menunjukkan waktu penyesuain yang diperlukan bagi pasar pengikut untuk menaikkan atau menurunkan
harga sesuai dengan harga yang terbentuk di pasar acuan agar dapat mencapai garis keseimbangan.
Waktu penyesuaian harga yang dibutuhkan menuju keseimbangan jangka panjang dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai koefisien ECT dengan 12 bulan.
f. Uji Wald
Pengujian transmisi harga dapat berjalan secara simetri atau asimetri dibuktikan secara statistik dengan menggunakan uji Wald. Uji hipotesis dalam uji Wald seperti yang dikutip dalam Purwasih (2016) yaitu:
a. Jangka Pendek
Simetri harga jangka pendek:
n n n n H0 :
∑
𝛽− =∑
𝛽+ dan H0 :∑
𝛽− =∑
𝛽+i=0 HK i=0 HK i=0 HG i=0
HG
Asimetri harga jangka pendek:
n n n n H1 :
∑
𝛽− ≠∑
𝛽+ dan H1 :∑
𝛽− ≠∑
𝛽+i=0 HK i=0 HK i=0 HG i=0
HG
b. Jangka Panjang
Simetri harga jangka panjang:
𝐻0 : 𝜋 − = 𝜋 +
Asimetri harga jangka panjang:
𝐻1 : 𝜋 − ≠ 𝜋 +
Jika hasil uji Wald menunjukan terima H1 berarti dalam jangka panjang transmisi harga bawang merah di Provinsi Sumatera Utara berjalan simetri, dan sebaliknya. Jika hasil uji Wald menunjukan tolak H0 berarti dalam jangka panjang transmisi harga bawang merah di Provinsi Sumatera Utara berjalan asimetri.
7 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Stasioneritas Data
Pengujian stasioneritas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan augmented dickey fuller test (ADF test) dengan taraf nyata sebesar 5%. Pengujian dilakukan dengan menguji series data pada kondisi level terlebih dahulu. Namun apabila series data tidak stasioner pada kondisi level, maka pengujian akan dilanjutkan pada kondisi first difference, dan seterusnya hingga mencapai kondisi stasioner pada series data yang bersangkutan.
Selanjutnya, series data dikatakan stasioner apabila nilai augmented dickey fuller t statistic nya lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon.
Hasil uji stasionertias data harga bawang merah tingkat produsen, grosir dan konsumen pada kondisi first difference sebagaimana ditampilkan pada tabel 1. Uji stasioneritas data dilakukan untuk melihat pada kondisi mana data tersebut akan stasioner.
Apabila data runtut waktu sudah bersifat stasioner tanpa melakukan differencing, maka dapat dikatakan data tersebut stationer pada kondisi level atau I (0).
Namun apabila data runtut waktu bersifat stasioner setelah dilakukan differencing pada turunan pertama maka dapat dikatakan data tersebut stasioner pada kondisi first difference atau integrasi pada ordo pertama I (1).
Tabel 1. Hasil Uji Stasioneritas Data
Harga Level First Different
Nilai ADF Test Prob Nilai ADF Test Prob Produsen - 1.848 0.9505 -7.644 0.0000*
Grosir - 1.848 0.0003 -7.644 0.0000*
Konsumen - 1.848 0.0817 -7.644 0.0000*
Keterangan : * stasioner pada taraf nyata 5%
Hasil pengujian stasioneritas pada tabel 1 berdasarkan nilai ADF test dapat disimpulkan bahwa variabel harga produsen, grosir, konsumen tidak stasioner di level. Setelah dilakukan pengujian stasioneritas di first difference, maka semua variabel yang diuji sudah stasioner. Adanya variabel yang tidak stasioner di tingkat level mengindikasikan adanya hubungan jangka panjang (kointergrasi) antarvariabel sehingga perlu dilakukan uji kointegrasi untuk memastikan keberadaan hubungan jangka panjang antar variabel – variabel yang digunakan.
Penentuan Lag Optimal
Penentuan lag optimal bertujuan untuk melihat seberapa lama suatu variabel bereaksi terhadap variabel lainnya. Hasil penentuan lag optimal pada harga bawang merah di tingkat produsen, grosir dan konsumen di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2. Penentuan lag optimal berdasarkan Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan Quinn Information Criterion (HQ) menunjukkan bahwa panjang lag optimal yang digunakan dalam model transmisi harga bawang merah tingkat produsen, grosir dan konsumen yaitu pada lag 2.
8 Tabel 2. Hasil Penentuan Lag Optimal
Lag LogL Kriteria
SC HQ
0 -1572.395 57.39657 57.32942
1 -1527.857 56.43275 56.16416
2 -1494.119 55.86166* 55.39161*
3 -1486.483 56.23975 55.56825
4 -1476.757 56.54183 55.66888
5 -1464.537 56.75320 55.67880
Keterangan : * indikasi lag order berdasarkan kriteria Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menganalisis adanya hubungan jangka panjang (long run equilibrium) antar variabel yang digunakan dalam sebuah penelitian asimetris harga dengan pendekatan error correction models (ECM). Berdasarkan hasil uji kointegrasi pada tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai trace statistic dan maximum Eigen value lebih besar dari critical value dengan tingkat signifikansi 5%.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi yang artinya terdapat hubungan jangka panjang antar variabel. Adanya kointegrasi pada hubungan tersebut juga menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat hulu ditransmisikan ke tingkat atasnya, hal ini sesuai dengan penelitian (Sulluk Kananlua, 2016) yang menyatakan ada perubahan harga dari produsen awal yang akan di transmisikan sampai ke tingkat konsumen.
Tabel 3 Hasil Uji Kointegrasi
Variabel Hipotesis Trace Critical value Max-Eigen Critical Harga Nol Statistic 5% Statistic 5%
Produsen - None * 42.036 15.495 24.171 14.265 Grosir At most 1 * 17.865 3.841 17.865 3.841 Grosir - None * 23.637 15.495 20.996 14.265 Konsumen At most 1 2.641 3.841 2.641 3.841 Konsumen - None * 21.987 15.495 17.395 14.265 Produsen At most 1 * 4.592 3.841 4.592 3.841 Keterangan : Tanda * signifikan pada taraf nyata 5%
Uji Kausalitas
Pengujian kausalitas dilakukan untuk melihat variabel yang berpengaruh terhadap perubahan variabel lainnya. Hal ini dilakukan untuk melihat arah transmisi harga vertikal. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas pada taraf nyata signifikan 5%. Jika nilai probablitas lebih besar dari
0,05 maka dapat dikatakan tidak terdapat kondisi pengaruh mempengaruhi dalam hubungan antar pasar dan sebaliknya. Pengujian kausalitas dalam penelitian ini menggunakan Granger Causality Test.
Untuk melihat arah transmisi harga vertikal, maka uji kausalitas dilakukan terhadap tiga tingkat lembaga pemasaran bawang merah tersebut.
9 Hasil uji kausalitas disajikan pada tabel 4.
Hasil uji kausalitas Granger pada tabel 4 dengan tingkat signifikansi pada taraf nyata 1% menunjukkan bahwa pada rantai pemasaran bawang merah, harga di pasar konsumen mempunyai kekuatan mempengaruhi harga di tingkat grosir dan pasar produsen.
Hubungan antara harga grosir dan harga
konsumen berlangsung satu arah, hal ini sesuai dengan pasar yang ada di Sumatera Utara bahwa produsen bawang merah akan langsung memasarkan bawang merah ke pasar grosir atau pasar induk yang berada di Kota Medan, sehingga kegiatan ini berlangsung satu arah antara produsen yang langsung diteruskan ke Pedagang Grosir.
Tabel 4. Hasil Uji Kausalitas Granger
Arah Hubungan F-Statistik Prob
Produsen → Grosir 0.42300 0.6573
Grosir → Produsen 5.36557 0.0076**
Konsumen → Grosir 12.5531 3.E-05**
Grosir → Konsumen 0.63729 0.5327
Produsen→ Konsumen 1.42518 0.2495
Konsumen → Produsen 14.2485 1.E-05**
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5% ** signifikan pada taraf nyata 1 % Harga konsumen mempengaruhi
harga grosir, tetapi harga di tingkat grosir tidak berpengaruh signifikan terhadap harga konsumen, hasil ini sesuai dengan penelitian (Zain et al., 2022) yang menyatakan bahwa harga Tingkat konsumen mempengaruhi harga di tingkat grosi bawang merah.
Hubungan tersebut berjalan satu arah artinya harga di tingkat konsumen mempengaruhi harga di tingkat grosir namun harga di tingkat grosir tidak mampu mempengaruhi harga di tingkat konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan harga antar lembaga pemasaran bawang merah di Sumatera Utara lebih ditentukan dari sisi permintaan (demand side) atau bersifat satu arah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menjelaskan bahwa sisi permintaan komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan pokok seperti bawang merah cenderung
stabil. (Ruslan et al., 2016) Analisis Pola Transmisi Harga
Tahapan selanjutnya setelah mengetahui arah hubungan antar pasar melalui uji kausalitas adalah mengestimasi persamaan asimetri harga untuk mengetahui pola transmisi harga antar lembaga pemasaran bawang merah di Provinsi Sumatera Utara.
Analisis asimetri bertujuan untuk melihat apakah transmisi harga yang berlangsung antar lembaga dalam rantai pemasaran bawang merah sudah berlangsung secara efisien. Apabila transmisi harga berlangsung secara simetris, maka shock (kenaikan/
penurunan) harga pada pasar acuan akan direspon serupa oleh pasar pengikut, baik dari sisi kecepatan maupun besarannya. Namun apabila transmisi berlangsung secara asimetris, maka shock harga yang terjadi pada pasar acuan tidak direspon dengan
10 sempurna oleh pasar pengikut baik dari sisi kecepatan maupun besaran perubahan harganya. Penelitian ini menggunakan pendekatan model dinamis Asymmetric Error Correction Model (AECM) untuk menganalisis dugaan asimetri pada transmisi harga bawang merah. Perbedaan transmisi harga yang terjadi pada jangka pendek dan jangka panjang dilihat berdasarkan nilai koefisien variabel bebas dan nilai koefisien dari Error Correction Term (ECT) nya. Apabila keduanya identik maka dapat disimpulkan telah terjadi transmisi harga asimetris pada rantai pemasaran bawang merah. Koefisien ECT yang terdapat dalam model
menggambarkan kondisi
ketidaksesuaian harga di salah satu level dengan harga keseimbangannya.
Nilai koefisien dari ECT menunjukkan waktu penyesuaian yang diperlukan bagi pasar pengikut untuk menaikkan atau menurunkan harga sesuai dengan harga yang terbentuk di pasar acuan agar dapat mencapai garis keseimbangan. Waktu penyesuain harga yang dibutuhkan menuju keseimbangan jangka panjang dapat dihitung dengan mengalihkan nilai koefisien ECT dengan 12 bulan. Hasil estimasi model pola transmisi harga pada rantai pemasaran bawang merah dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil estimasi model asimetri transmisi harga pada rantai pemasaran bawang merah
Variabel Grosir →
Produsen
Variabel Konsumen→
Produsen Konstanta
∆HP+t-1
∆HP-t-1
∆HG+t
∆HG−t
∆HG+t-1
∆HG−t-1
ECT+t-1
ECT -t-1
357.073 (0.3753) 0.109 (0.6395) -0.170 (0.4506) 0.786 (0.0000) ***
0.656 (0.0000)***
-0.086 (0.6722) 0.078 (0.6171) -0.715 (0.0099) ***
-0.291 (0.2480)
Konstanta
∆ HK+t-1
∆ HK-t-1
∆HG+t
∆HG−t
∆HG+t-1
∆HG-t-1
ECT+t-1
ECT-t-1
-63.928 (0.8406) -0.180 (0.5487) -0.258 (0.3729) 0.772 (0.0000)***
0.674 (0.0000)***
0.101 (0.6115) 0.144 (0.3941) -0.081 (0.7746) -0.095 (0.7783) R- squared
Adjusted R – squared F-statistic
Prob (F-statistic) Durbin-watson stat
0.695 0.645 13.931 0.0000 1.355
Keterangan : *** Signifikan pada taraf nyata 1%
( ) Probabilitas
→ Mempengaruhi
11 Tabel 5. menjelaskan bahwa variabel sebelum tanda panah menunjukkan pasar acuan dan variabel setelah tanda panah menunjukkan pasar pengikut (endogen). Transmisi harga bawang merah dalam jangka pendek antara grosir – produsen terdapat perbedaan koefisien antara shock positif dan negatif. Perbedaan shock tersebut dilihat dari nilai koefisien harga grosir positif dan harga grosir negatif. Hal ini menunjukkan terjadi perbedaan transmisi saat terjadi kenaikan dan penurunan harga bawang merah dari tingkat grosir ke tingkat produsen.
Variabel harga grosir periode ke – t menunjukkan nilai signifikansi yang sama, yaitu pada saat terjadi penurunan dan kenaikan harga grosir tidak direspon oleh harga produsen. Jika dilihat dari tanda koefisiennya menunjukkan nilai positif artinya pada saat kenaikan harga di tingkat grosir akan direspon oleh produsen dengan menaikkan harga, karena Pedagang Grosir memperoleh pasokan bawang merah dari Produsen, sehingga jika produsen bawang merah menaikkan harga, maka akan berdampak kenaikan harga bawang merah pada pedagang Grosir. Kenaikan harga di tingkat grosir yang tidak direspon oleh pasar di level produsen mengindikasikan adanya perilaku simetri di tingkat produsen.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Sahara et al., 2019) yang menyatakan bahwa harga di pasar induk tidak diteruskan ke pasar produsen.
Harga grosir periode sebelumnya (t-1) menunjukkan bahwa tidak terdapat respon harga produsen terhadap kenaikan dan penurunan harga di
tingkat grosir. Kedua variabel menunjukkan nilai yang tidak signifikan, artinya pada saat terjadi kenaikan dan penurunan harga bawang merah pada periode ke t-1 di tingkat grosir tidak direspon oleh produsen (petani) (Purwasih, 2020)
Transmisi harga grosir dengan produsen jangka panjang dapat dilihat dari nilai ECT+ dan ECT-. Tabel 5.
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikansi antara ECT+ dan ECT-, yang berarti dalam jangka panjang saat terjadi penurunan harga di level grosir akan direspon oleh pasar di level produsen, tetapi saat terjadi kenaikan harga di tingkat grosir tidak direspon oleh pasar di tingkat produsen. Koefisien ECT+ dan ECT- bernilai negatif dan memiliki nilai masing-masing sebesar 0.715 dan 0.291. Koefisien ECT+ dengan nilai 0.715 menunjukkan bahwa pada saat penyimpangan harga berada diatas garis keseimbangan yaitu saat harga di produsen tidak ikut turun ketika harga grosir mengalami penurunan maka dibutuhkan waktu selama kurang lebih 8,5 bulan untuk kembali menyesuaikan menuju harga keseimbangan. Koefisien ECT- sebesar 0.291 menunjukkan bahwa saat penyimpangan harga berada dibawah garis keseimbangan yaitu kenaikan harga grosir tidak diikuti oleh kenaikan harga produsen, maka dibutuhkan waktu selama kurang lebih 3,5 bulan untuk kembali menyesuaikan menuju harga keseimbangan. Perbedaan nilai ECT+ dan ECT-, menunjukkan bahwa harga bawang merah lebih cepat menyesuaikan naik daripada turun pada level produsen jika ada perubahan harga di tingkat grosir. Artinya kenaikan atau
12 penurunan harga bawang merah di pasar acuan direspon secara berbeda oleh pasar pengikut baik dari sisi kecepatan maupun besarannya(Huda et al., 2023).
Transmisi harga dalam jangka pendek antara grosir dan konsumen pada periode t dan periode sebelumnya (t-1) dilihat dari nilai koefisiennya dan probabilitasnya yang tidak signifikan menunjukkan bahwa perubahan kenaikan dan penurunan harga bawang merah di tingkat konsumen tidak mengikuti perubahan harga di tingkat grosir, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Nasution & Rahmanta, 2022) dengan hasil penelitian bawah harga dalam jangka pendek antara grosir dan konsumen tidak signifikan. Sementara itu analisis jangka panjang pada hubungan transmisi harga konsumen dan produsen menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikansi dari ECT+ dan ECT-, dengan koefisien masing- masing sebesar 0.081 dan 0.095. Hal ini berarti bahwa pada saat terjadi penurunan harga di tingkat konsumen maka harga di tingkat produsen akan menyesuaikan turun pada 2,1 bulan berikutnya. Akan tetapi, dengan nilai yang tidak signifikan maka penyimpangan tersebut tidak akan mempengaruhi harga bawang merah di tingkat konsumen (Surbakti et al., 2022) Kesimpulan yang bisa diambil dari transmisi harga bawang merah pada setiap rantai pemasarannya adalah harga grosir dan harga produsen dalam pembentukannya dipengaruhi oleh harga konsumen. Untuk memastikan apakah perbedaan koefisien variabel positif dan negatif pada variabel
independen signifikan maka dilakukan Uji Wald.
Uji Wald
Uji wald perlu dilakukan untuk meyakinkan indikasi keberadaan asimetri dalam proses transmisi harga antar lembaga yang terkait dalam rantai pemasaran bawang merah. Uji wald dilakukan terhadap masing – masing variabel, baik pada saat terjadi guncangan positif maupun negatif pada jangka pendek atau jangka panjang.
Apabila dalam suatu hubungan transmisi antar lembaga pemasaran terdapat variabel yang memberikan respon berbeda terhadap guncangan positif dan negatif, yang ditunjukkan dengan ditolaknya hipotesis nol (signifikan), maka dapat dikatakan telah terjadi asimetri dalam proses transmisi harga di pasar tersebut. Sebaliknya, apabila tidak terdapat variabel yang memberikan respon berbeda terhadap guncangan, yang ditunjukkan dengan tidak adanya variabel yang signifikan, maka dapat dikatakan transmisi harga pada kedua pasar tersebut berjalan secara simetri.
Transmisi harga dalam jangka pendek dipengaruhi oleh adjustment cost. Asimetri jangka pendek dapat dianalisis dengan memisahkan variabel menjadi variabel positif dan negatif, kemudian membandingkan keidentikan nilai koefisien dari keduanya. (Nasution
& Rahmanta, 2022). Selanjutnya, transmisi harga dalam jangka panjang dipengaruhi oleh adanya penyalahgunaan kekuatan pasar yang dimiliki oleh salah satu pasar. Sama dengan analisis asimetri jangka pendek, analisis asimetri dalam jangka panjang dilihat dengan memisahkan variabel ECT
13 menjadi ECT positif dan ECT negatif, kemudian membandingkan keidentikan nilai koefisien dari keduanya. Hasil uji wald dari hubungan transmisi harga
antar lembaga yang terlibat dalam rantai pemasaran bawang merah di Provinsi Sumatera Utara disajikan dalam tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Wald Test
Hubungan Hipotesis Nol (H0) F-stat Prob
Grosir → Produsen ∆ HP +t-1 = ∆ HP- t-1
∆ HG+ t = ∆ HG + t
∆ HG + t-1 = ∆ HG- t-1
ECT+ = ECT-
0.801 15.856 13.051 7.368
0.3754 0.0002***
0.0007***
0.0092***
Konsumen → Produsen ∆ HK +t-1 = ∆ HK- t-1
∆ HG+ t = ∆ HG + t
∆ HG + t-1 = ∆ HG- t-1
ECT+ = ECT-
0.041 10.839 9.007 1.288
0.8410 0.0018***
0.0042***
0.2620 Keterangan : * Signifikan pada taraf nyata 10%
** Signifikan pada taraf nyata 5%
*** Signifikan pada taraf nyata 1%
Hasil uji wald menunjukkan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang terdapat asimetris transmisi harga pada hubungan antara grosir – produsen dan konsumen – produsen dilihat dari nilai probabilitas yang signifikan. Transmisi harga asimetri menunjukkan adanya persaingan pasar yang tidak kompetitif, sedangkan transmisi harga yang simetri memiliki arti bahwa pasar memiliki persaingan yang kompetitif. Hasil uji wald antara konsumen dan produsen menunjukkan nilai shock positif dan shock negatif variabel independent signifikan yang berarti bahwa dalam jangka pendek terdapat asimetri harga antara konsumen dan produsen (Nuraeni et al., 2015)
Asimetri harga dalam jangka panjang dapat dilihat dari nilai koefisien ECT+ dan ECT-. Pada model grosir - produsen dan konsumen – produsen menujukkan hasil yang signifikan dilihat dari nilai probabilitasnya (McLaren, Alain, 2015).
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola transmisi harga antar lembaga pemasaran bawang merah di Provinsi Sumatera Utara bersifat asimetris pada hubungan grosir – produsen dan konsumen – produsen dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran bawang merah di Provinsi Sumatera Utara belum efisien antara daerah sentra produsen dan grosir.
Transmisi harga asimetri dalam jangka pendek terbentuk disebabkan adanya biaya penyesuaian (adjustment cost) seiring dengan pergerakan perubahan harga yang terjadi. Sedangkan transmisi harga jangka panjang terjadi akibat adanya penyalahgunaan kekuatan pasar (market power) yang dilakukan oleh pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, R., & Baladina, N. (2017). Buku Pemasaran Produk Pertanian. Penerbit ANDI.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2018).
14 Produksi Tanaman Bawang Merah Menurut Provinsi. BPS Indonesia.
BPS Sumatera Utara. (2022). Statistik Perdagangan Sumatera Utara. BPS Sumatera Utara.
Cramon-Taubadel, S. Von. (1998). Estimating asymmetric price transmission with the error correction representation: An application to the German pork market.
European Review of Agricultural Economics, 25(1), 1–18.
Dahar, D. (2017). Analisis Permintaan Bawang Merah. Jurnal Agropolitan, 4(1).
Elvina, E., Firdaus, M., & Fariyanti, A. (2018).
Transmisi Harga Dan Sequentil Bargaining Game Perilaku Pasar Antar Lembaga Pemasaran Cabe Merah Di Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia,
5(2), 89.
https://doi.org/10.29244/jai.2017.5.2.
89-110
Engle, R. F., & Granger, C. W. J. (1987). Co- Integration and Error Correction:
Representation, Estimation, and Testing. Econometrica, 55(2), 251–276.
https://doi.org/10.2307/1913236 Huda, S., Pambudy, R., & Priatna, W. B.
(2023). Analisis Transmisi Harga Bawang Merah Di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Agrifo : Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh, 8(1), 1.
Johansen S. (1991). Estimation and hypothesis testing of co-integration vectors in Guassian Vector Auto- regressive Models. Econometrica, 59, 1551–1580.
Juanda, B. dan J. (2012). Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi. IPB Press.
McLaren, Alain. (2015). Asymmetry in Price Transmission in Agricultural Markets.
Review of Development Economics, 19(2), 415–433.
Nasution, S. K., & Rahmanta. (2022). Analisis Transmisi Harga dan Faktor Pembentukan Harga di Tingkat Lembaga Pemasaran Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara , Sumatera Utara , Indonesia. Agro Bali : Agricultural Journal, 5(1), 67–75.
Nuraeni, I., Yanti, T. S., & Hajarisman, N.
(2015). Pemodelan Autoregressive Conditional Heteroscedasticity dan Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity untuk Meramalkan Inflasi Bulanan Indonesia. Prosiding Penelitian SPeSIA.
Pertiwi, V. A., Anindita, R., & Dwiastuti, R.
(2013). Analisis Volatilitas, Transmisi Harga Dan Volatilitas Spillover Bawang Merah (Allium Ascolanium L) Di Jawa Timur. Habitat, XXIV(3).
Purwasih, R.-. (2020). Pembentukan Harga Jagung Tingkat Produsen Di Provinsi Lampung. Journal of Food System and Agribusiness, 4(2), 50–57.
https://doi.org/10.25181/jofsa.v4i2.1 522
Ruslan, J. A., Firdaus, M., & . S. (2016).
Transmisi Harga Asimetri Dalam Rantai Pasok Bawang Merah Dan Hubungannya Dengan Impor Di Indonesia: Studi Kasus Di Brebes Dan Jakarta. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 10(1), 103–128.
https://doi.org/10.30908/bilp.v10i1.3 3
Sahara, Utari, M. H., & Azijah, Z. (2019).
Volatilitas Harga Bawang Merah Di Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 13(2), 309–336.
https://doi.org/10.30908/bilp.v13i2.4 19
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Sulluk Kananlua, P. (2016). Kointegrasi Dan Kausalitas Indeks Harga Saham Gabungan Dan Dow Jones Industrial Index. EKOMBIS REVIEW: Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 4(2), 120–135.
Surbakti, T., Supriana, T., & Iskandarini, I.
(2022). Asymmetric Price Transmission of Red Chili Market in North Sumatra Province, Indonesia. Agro Bali : Agricultural Journal, 5(1), 156–165.
https://doi.org/10.37637/ab.v5i1.896 Zain, A. I., Widjojoko, T., & Mamdamdari, A. N.
(2022). 1* 1* , 2 , 3. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (JEPA), 6(2)