• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usahatani Bawang Merah( Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Usahatani Bawang Merah( Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI BAWANG MERAH

(Studi Kasus : Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

RONAL SINAGA

060304011

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS USAHATANI BAWANG MERAH

(Studi Kasus : Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

OLEH :

RONAL SINAGA

060304011

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

M. Mozart B. Darus, M.Sc Ir. Thomson Sebayang,MT

(3)

RINGKASAN

RONAL SINAGA (060304011), dengan judul penelitian ”Analisis Usahatani Bawang Merah” Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak M. Mozart B. Darus, M.Sc dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat produktivitas, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, dan kelayakan usahatani bawang merah di daerah penelitian serta menjelaskan besarnya biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan bersih usahatani bawang merah, kontribusi pendapatan usahatani bawang merah terhadap total pendapatan keluarga.

Daerah penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Haranggaol Horisan merupakan sentra produksi usahatani bawang merah. Teknik pengambilan sampel dengan metode stratified random

sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif produksi, perhitungan biaya produksi, penerimaan dan pendapatan bersih, rumus kriteria kelayakan (R/C Ratio, ROI dan BEP) serta kontribusi pendapatan.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan:

1. Produktivitas bawang merah di daerah penelitian (7,22 ton/Ha) lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas bawang merah kabupaten Simalungun (14,00 ton/Ha) dan daerah sentra produktivitas bawang merah kabupaten Brebes (8,83 ton/Ha). Jadi produktivitas bawang merah di daerah penelitian masih tergolong rendah.

2. Analisis secara parsial menunjukkan bahwa faktor produksi pupuk organik, pestisida tepung dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah, sedangkan luas lahan, bibit, pupuk kimia dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di daerah penelitian.

Analisis secara serempak menunjukkan bahwa seluruh faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di daerah penelitian. 3. Rata-rata penerimaan dari usahatani bawang merah di daerah penelitian

(4)

4. Usahatani bawang merah layak diusahakan, karena:

− Produksi bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar 2.058,33 kg/petani dan 7.218,99 kg/Ha, telah melampaui BEP (Break Even Point) volume produksi yaitu 765,94 kg/petani dan 2.770,14 kg/Ha.

− Harga bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar Rp 12.000/kg lebih besar dari BEP (Break Even Point) harga produksi sebesar Rp.4.769/kg.

− R/C Ratio bawang merah di daerah penelitian sebesar 2,60 lebih besar dari 1 sebagai kriteria layak.

ROI (Return of Invesment) usahatani bawang merah selama 1 musim tanam di daerah penelitian adalah sebesar 160,05%

5. Usahatani bawang merah di daerah penelitian memberikan kontribusi 64,06% terhadap total pendapatan keluarga.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 26 Mei 1989 dari ayah Berlin Sinaga dan ibu Rally Nababan. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA NEGERI 1 Lumban Julu dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Penulis memilih program studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian. Selain itu penulis juga pernah ikut dalam organisasi UKM KMK USU UP FP.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara)”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak M. Mozart B. Darus, M.Sc dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Salmiah MS, selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian beserta semua staff dan pegawai yang telah membantu hingga penulisan skripsi ini selesai.

Disamping itu penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada :

(7)

2. Teristimewa kepada keluarga penulis yakni ayahanda Berlin Sinaga dan ibunda Rally Nababan, dan saudara Lambok Sinaga dan Mangasi Sinaga yang telah memberi dukungan, semangat dan do’a dalam penulisan skripsi ini. 3. Terimakasih banyak khususnya kepada Eva Morina Hutapea Am.keb atas

segala bantuan dan perhatian yang diberikan kepada penulis, dan para sahabat Sinaga’06 Brother’s (Pagar, Riwan & Ira M S), Gibson F.G, Maruli T.S, Rudi H.G, Candra BB, Jan Kristo, Yoseph, Aguswanto, Nelky , Rikky, Haposan, Eko’dkk, Lungguk, William, Nora’dkk dan seluruh teman-teman Departemen SEP khususnya angkatan 2006 atas segala bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan selama proses penulisan skripsi sampai dengan selesai.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya, membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depan.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

Medan, Juli 2011

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Landasan Teori... 11

2.3. Kerangka Pemikiran ... 16

2.4. Hipotesis Penelitian ... 19

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian... 20

3.2. Metode Penentuan Sampel Penelitian ... 21

3.3. Metode Pengumpulan Data... 22

3.4. Metode Analisis Data ... 22

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 26

3.5.1. Definisi ... 26

3.5.2. Batasan operasional ... 27

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

4.1.1. Luas Wilayah dan Letak Geografis ... 28

4.1.2. Tata Guna Tanah... 28

4.1.3. Keadaan Penduduk ... 29

4.1.4. Sarana dan Prasarana ... 31

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Teknis Budidaya Usahatani Bawang Merah ... 34

5.1.1. Pengolahan Lahan ... 34

5.1.2. Penanaman ... 35

5.1.3. Pemeliharaan ... 36

5.1.4. Panen dan Pascapanen ... 38

5.2. Produktivitas Bawang Merah di Daerah Penelitian ... 39

5.3.Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Bawang Merah ... 39

5.3.1.Uji Serempak... 41

5.3.2.Uji Parsial ... 41

5.4. Analisis Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian ... 43

5.5. Kelayakan Usahatani Bawang Merah ... 44

5.6. Kontribusi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Pendapatan Keluarga ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA……….. 51

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Bawang Merah Menurut

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009 ... 4

2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kecamatan di Kab. Simalungun Tahun 2009 ... 20

3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun ... 21

4. Jumlah Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun ... 21

5. Keadaan Tata Guna Tanah di Kelurahan Haranggaol ... 28

6. Komposisi Penduduk Kelurahan Haranggaol Menurut Kelompok Jenis Kelamin dan Umur ... 29

7. Komposisi Penduduk Kelurahan Haranggaol Menurut Tingkat Pendidikan ... 30

8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 31

9. Sarana dan Prasarana Kelurahan Haranggaol ... 32

10. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol ... 33

11. Jenis dan Harga Pupuk yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Daerah Penelitian ... 37

12. Jenis dan Harga Pestisida yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Daerah Penelitian ... 37

13. Pengaruh Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Produksi Bawang Merah... 40

14. Analisis Usahatani Bawang Merah per Petani dan per Hektar di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 43

15. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Strata di Daerah Penelitian... 44

16. Analisis Kelayakan Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian... 45

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Bawang Merah ... 53 2. Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah Per Petani di Daerah

Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 54 3. Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah Per Hektar di Daerah

Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 55 4. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Sampel di Daerah Penelitian

Selama 1 Musim Tanam ... 56 5. Biaya Penggunaan Pupuk Per Hektar di Daerah Penelitian Selama

1 Musim Tanam ... 58 6. Biaya Penggunaan Pestisida Per Petani Sampel di Daerah Penelitian

Selama 1 Musim Tanam ... 60 7. Biaya Penggunaan Pestisida Per Hektar di Daerah Penelitian Selama

1 Musim Tanam ... 63 8. Biaya Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah Per Petani di Daerah

Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 66 9. Biaya Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah Per Hektar di Daerah

Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 67 10. Curahan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Per Petani

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 68 11. Curahan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Per Hektar

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 70 12. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Per Petani

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 72 13. Total Biaya Usahatani Bawang Merah Per Petani di Daerah Penelitian

Selama 1 Musim Tanam ... 74 14. Total Biaya Usahatani Bawang Merah Per Hektar di Daerah Penelitian

Selama 1 Musim Tanam ... 75 15. Produksi dan Penerimaan Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

(13)

16. Pendapatan Bersih Usahatani Bawang Merah Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 77 17. R/C (Return Cost Ratio) Usahatani Bawang Merah Per Petani

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 78 18. R/C (Return Cost Ratio) Usahatani Bawang Merah Per Hektar

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 79 19. ROI (Return of Invesment) Usahatani Bawang Merah Per Petani

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 80 20. ROI (Return of Invesment) Usahatani Bawang Merah Per Hektar

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 81 21. BEP (Break Even Point) Usahatani Bawang Merah Per Petani

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 82 22. BEP (Break Even Point) Usahatani Bawang Merah Per Hektar

di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam ... 83 23. Kontribusi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Terhadap Total

Pendapatan Keluarga Per Petani di Daerah Penelitian Selama

1 Musim Tanam ... 84 24. Analisis Regresi Sarana Produksi Terhadap Total Produksi

(14)

RINGKASAN

RONAL SINAGA (060304011), dengan judul penelitian ”Analisis Usahatani Bawang Merah” Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak M. Mozart B. Darus, M.Sc dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat produktivitas, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, dan kelayakan usahatani bawang merah di daerah penelitian serta menjelaskan besarnya biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan bersih usahatani bawang merah, kontribusi pendapatan usahatani bawang merah terhadap total pendapatan keluarga.

Daerah penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Haranggaol Horisan merupakan sentra produksi usahatani bawang merah. Teknik pengambilan sampel dengan metode stratified random

sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif produksi, perhitungan biaya produksi, penerimaan dan pendapatan bersih, rumus kriteria kelayakan (R/C Ratio, ROI dan BEP) serta kontribusi pendapatan.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan:

1. Produktivitas bawang merah di daerah penelitian (7,22 ton/Ha) lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas bawang merah kabupaten Simalungun (14,00 ton/Ha) dan daerah sentra produktivitas bawang merah kabupaten Brebes (8,83 ton/Ha). Jadi produktivitas bawang merah di daerah penelitian masih tergolong rendah.

2. Analisis secara parsial menunjukkan bahwa faktor produksi pupuk organik, pestisida tepung dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah, sedangkan luas lahan, bibit, pupuk kimia dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di daerah penelitian.

Analisis secara serempak menunjukkan bahwa seluruh faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di daerah penelitian. 3. Rata-rata penerimaan dari usahatani bawang merah di daerah penelitian

(15)

4. Usahatani bawang merah layak diusahakan, karena:

− Produksi bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar 2.058,33 kg/petani dan 7.218,99 kg/Ha, telah melampaui BEP (Break Even Point) volume produksi yaitu 765,94 kg/petani dan 2.770,14 kg/Ha.

− Harga bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar Rp 12.000/kg lebih besar dari BEP (Break Even Point) harga produksi sebesar Rp.4.769/kg.

− R/C Ratio bawang merah di daerah penelitian sebesar 2,60 lebih besar dari 1 sebagai kriteria layak.

ROI (Return of Invesment) usahatani bawang merah selama 1 musim tanam di daerah penelitian adalah sebesar 160,05%

5. Usahatani bawang merah di daerah penelitian memberikan kontribusi 64,06% terhadap total pendapatan keluarga.

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian (Husodo, S. dkk, 2004).

Sektor pertanian masih akan merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan masyarakat, penyediaan pangan, penurunan kemiskinan serta peran tidak langsung dalam penciptaan kondisi yang kondusif bagi kelangsungan pembangunan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997).

Dalam ekonomi pertanian dibedakan pengertian produktivitas dan produktivitas ekonomis dari usahatani. Dalam pengertian ekonomis maka letak atau jarak usahatani dari pasar penting sekali artinya. Kalau dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama, maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai ekonomis yang lebih tinggi karena produktivitas ekonominya lebih besar (Mubyarto, 1989).

(17)

berusaha menggunakan sumber daya yang dimilikinya (lahan, tenaga kerja, alat pertanian dan modal) seefisien mungkin.

Indonesia memiliki sumber daya alam hortikultura tropika yang berlimpah berupa keanekaragaman sumber daya lahan, iklim dan cuaca yang dapat dijadikan suatu kekuatan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam agribisnis hortikultura di masa depan. Produk-produk agribisnis hortikultura tropika nusantara yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat merupakan salah satu andalan Indonesia, baik di pasar domestik, regional maupun internasional (Wibowo, 1999).

Produk hortikultura umumnya sangat gampang rusak. Oleh sebab itu waktu tempuh antara lahan produksi dengan pasar menjadi faktor yang amat penting untuk dipertimbangkan. Waktu tempuh ditentukan oleh jarak aktual dan kondisi prasarana transportasi. Budidaya tanaman hortikultura membutuhkan modal usaha per satuan luas lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pertanian lainnya. Hal ini antara lain untuk upah tenaga kerja dan sarana produksi (Lakitan 1995).

Permintaan akan hasil-hasil hortikultura terus meningkat tajam sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pendapatan masyarakat. Namun produksi pada umumnya masih rendah dalam hal jumlah dan mutu karena dihasilkan secara tradisional. Akibatnya, import sayuran dan buah-buahan terus melonjak dari tahun ke tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997).

(18)

mereka terima adalah harga pasar dan bukan harga yang ditentukan oleh pemerintah, artinya harga yang diterima oleh petani penghasil hortikultura secara langsung dipengaruhi oleh besarnya permintaan dan penawaran yang nantinya akan berpengaruh terhadap pembentukan harga (Sutrisno, 2000).

Usahatani hortikultura memerlukan biaya dan tenaga kerja terampil serta sarana yang lebih mahal dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan. Tanaman hortikultura perlu lebih intensif sehingga memerlukan modal yang lebih besar. Namun demikian, nilai jual produk hortikultura pun lebih tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang lebih memadai (Sutaryo, R dan G. Gruben, 1995).

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional (Deptan, 2007).

Sebagai rempah yang diperlukan setiap hari, konsumsi bawang merah oleh penduduk Indonesia tahun 2003 mencapai 2,22 Kg/Kap/th dengan total perkiraan kebutuhan nasional mencapai 789.772 ton/thn. Perkembangan kebutuhan dan produksi bawang merah tahun 1998-2004 (Deptan, 2004).

(19)

Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Kesembilan propinsi ini menyumbang 96,5% dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2004 (Departemen Pertanian, 2007).

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009

Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara Keterangan : ( - ) Data Tidak Tersedia

Bawang merah sudah lama dikembangkan di kabupaten Simalungun, ragam penggunaan pola tanam dan orientasi perdagangan yang digunakan turut berperan terhadap keberhasilan pengembangan bawang merah di Simalungun. Pola tanam yang sering digunakanan masyarakat Simalungun adalah monokultur sedangkan

(20)

orientasi perdagangannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Simalungun (substitusi Impor) dan di luar daerah (perdagangan antar daerah), dengan pemilihan sistem usahatani dan orientasi perdagangan bawang merah yang tepat dapat meningkatkan produktivitas di dalam negeri dan pendapatan petani. Oleh karena itu kajian mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif akan bermanfaat untuk mengantisipasi kebutuhan bawang merah di dalam negeri dalam kaitannya dengan upaya pengurangan impor (Departemen Pertanian, 2007).

Di sisi yang lain, bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki fluktuasi dan sensitivitas harga yang cukup tinggi, terutama karena perubahan permintaan dan penawaran. Kabupaten Simalungun merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Sumatera Utara yang memiliki potensi wilayah kondusif bagi pengembangan bawang merah. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki dalam hal potensi wilayah dan tenaga kerja diharapkan mampu meningkatkan daya saing komoditas bawang merah.

(21)

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan konsep di atas, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat produktivitas usahatani bawang merah di daerah penelitian?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah di daerah penelitian?

3. Berapa besar biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan bersih usahatani bawang merah di daerah penelitian?

4. Apakah usahatani bawang merah secara ekonomi layak untuk diusahakan di daerah penelitian?

5. Berapa besar kontribusi pendapatan usahatani bawang merah terhadap total pendapatan keluarga?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah ;

1. Untuk menjelaskan tingkat produktivitas usahatani bawang merah di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah di daerah penelitian

(22)

4. Untuk menganalisis kelayakan usahatani bawang merah secara ekonomi di daerah penelitian.

5. Untuk menjelaskan besarnya kontribusi pendapatan usahatani bawang merah terhadap total pendapatan keluarga.

1.4.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijakan khususnya dalam bidang analisis ekonomi usahatani bawang merah.

2. Sebagai bahan informasi bagi para petani mengenai kelayakan usahatani bawang merah.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Sejak zaman dulu bawang merah ini menjadi andalan manusia (di samping bawang putih), untuk kesejahteraan dan pengobatan sehingga selalu dilambangkan pada barang-barang peninggalan sejarah. Sampai kini pun masih banyak digunakan untuk pengobatan dan juga sebagai bumbu penyedap (Wibowo, 1999).

Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales

Family : Liliaceae Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L. atau Allium cepa var. ascalonicum

(24)

Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Rukmana, 1994).

Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) sangat beragam, beberapa jenis mudah berbunga, menghasilkan biji dapat disilangkan dengan bawang bombay sedangkan yang lain jarang berbunga. Ketika baru terinisiasi tangkai bunganya padat tetapi setelah mencapai panjang 60-70 cm tangkai berongga karena heterozigot. Keturunan dari biji tidak sama dengan tetuanya sehingga tanaman biasanya diperbanyak dengan umbi, populasi tanaman umumnya mencapai 300 ribu tanaman/Ha (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari yang berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah seperti berbentuk segitiga (Rukmana, 1994).

(25)

Akar bawang merah dapat mencapai kedalaman 15-20 cm. Menurut Weaver dan Burner, secara individu jumlah perakaran tanaman bawang dapat mencapai 20-200 akar. Diameter akar bervariasi antara 0,5-2 mm, akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (Wibowo, 1999).

Dataran rendah cocok untuk membudidayakan tanaman bawang merah atau brambang (shallot). Ketinggian tempat terbaik untuk tanaman bawang merah adalah di bawah 800 di atas permukaan laut (dpl). Namun sampai ketinggian 1.100 m dpl, tanaman bawang merah masih dapat tumbuh (AAK, 2005).

Tanah yang sesuai untuk tanaman bawang merah adalah tanah yang mempunyai pH sekitar 5,5-7,0. Tanah yang terlalu masam dengan pH < 5,5 tidak cocok untuk bawang merah. Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman bawang merah adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu. Jenis tanah ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik karena mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir dan debu (Rahayu dan Berlian, 2006).

Masalah terpenting dalam budidaya bawang merah adalah hama dan penyakit. Hama dan penyakit ini tidak pandang bulu, mulai dari akar, umbi, batang, daun bahkan ujung daun pun diserang. Salah satu penyakit yang paling berbahaya bagi bawang merah adalah cendawan Perenospora destructor, yang menyebabkan penyakit umbun upas yang sering disebut penyakit blorok (Wibowo, 1999).

(26)

dilakukan dengan cara mencabut tanaman, kemudian dijemur untuk mendapatkan kadar air umbi 80%

Bawang merah dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik, penurun tekanan darah, kolesterol, serta penurun kadar gula dalam darah. Dengan peranannya terhadap insulin serta untuk meningkatkan vitalitas

(http://www.waspada.co.id/serba_serbi/kesehatan/artilkel).

2.2. Landasan Teori

Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usaha tani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi dengan efektif dan efisien sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan yang maksimal mungkin (Suratiyah, 2006).

Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup tanah modal dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan. Katakan luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, lerengnya dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik (Daniel, 2002).

(27)

Dalam usahatani dibutuhkan masukan yang sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan tanaman, seperti pembelian bibit, pupuk, obat-obatan, sewa tanah dan upah tenaga kerja. Biaya tersebut dibutuhkan setiap saat sehingga masalah ini sering menimbulkan resiko yang sangat besar pada petani, kalau biaya tidak dapat dipenuhi secara tepat waktu ataupun tepat jumlah maka akibatnya adalah produksi atau hasil yang dicapai tidak sesuai harapan (Daniel, 2002).

Menurut Soekartawi (1999), bahwa dalam melakukan usaha pertanian seorang pengusaha atau petani dapat memaksimumkan keuntungan dengan “Profit

Maximization dan Cost Minimization”. Profit maximization adalah mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh output yang maksimal, sedangkan cost minimization adalah menekankan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kedua pendekatan tersebut merupakan hubungan antara input dan output produksi yang tidak lain adalah fungsi produksi. Dimana pertambahan output yang diinginkan dapat ditempuh dengan menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan.

(28)

Dalam rumus matematis, FR ini ditulis dengan :

Y = f(X1,X2,…,Xn)

Dimana :

Y = Produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X X = Faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y

(Soekartawi, 1994)

Dalam proses produksi pertanian, maka Y dapat berupa produksi pertanian dan X dapat berupa lahan, tenaga kerja, modal atau menajemen. Namun demikian dalam prakteknya, keempat faktor produksi tersebut belum cukup untuk dapat menjelaskan Y. Faktor - faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi. (Soekartawi,1994)

Fungsi produksi yang sering dipakai dalam bidang pertanian adalah fungsi

produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau

persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan dependent, yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut independent yang menjelaskan (X). Penyelesaian antara hubungan Y dan X adalah dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. dengan demikian kaidah-kaidah dari regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi

(29)

Ada tiga alasan fungsi produksi Cobb-Douglas lebih dipakai oleh peneliti :

1. Penyelesaian fungsi ini relative mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain.

Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke dalam bentuk linear.

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

3. Besaran elastisitas sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale. (Soekartawi,1994)

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. 2. Biaya tidak tetap (variable cost), yaitu biaya yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. (Soekartawi, 1995).

Pendapatan atau income petani adalah hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan sektor ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Harga faktor produksi di pasar ditentukan oleh tarik-menarik antara penawaran dan permintaan (Kadiriah, 1994).

(30)

Ada beberapa jenis pendapatan berdasarkan sumbernya, yaitu: 1) Gross dan Net income

2) Pendapatan tenaga kerja petani adalah pendapatan pengelola ditambah upah tenaga kerja petani.

3) Pendapatan tenaga kerja keluarga petani adalah pendapatan pengelola ditambah upah tenaga kerja petani dan anggota keluarga yang dihitung. (Prawirokusumo, 1999).

Untuk menentukan layak atau tidaknya suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan perlu dilakukan pengukuran dengan berbagai kriteria. Setiap penilaian layak diberikan nilai yang standar untuk usaha yang sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata target yang telah ditentukan (Kasmir dan Jakfar, 2004).

Pada analisis ekonomi usaha, data penerimaan biaya dan pendapatan usaha sangat perlu diketahui. Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual yang berlaku saat ini. Sedangkan biaya usaha adalah Semua pengeluaran yang dipergunakan baik mempengaruhi ataupun tidak mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan dan pendapatan usaha merupakan selisih antara penerimaan usaha dan pengeluaran (Soekartawi, 1995).

(31)

2.3. Kerangka Pemikiran

Usahatani adalah kombinasi dari faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Usahatani bawang merah merupakan salah satu usaha hortikultura sayur-sayuran yang memiliki prospek yang cerah karena bawang merah merupakan bumbu masakan yang sangat dikenal dan dibutuhkan oleh masyarakat setiap harinya sebagai pelengkap bumbu dapur.

Agar usahatani bawang merah dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan beberapa input produksi yang dapat menunjang kegiatan usahatani tersebut yang terdiri dari lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

Ada beberapa masalah yang dihadapi petani bawang merah dalam penyediaan input produksi, salah satunya adalah distribusi input produksi yang kurang lancar akibat sarana transportasi ke sentra produksi bawang merah yang kurang memadai.

(32)

Untuk mengetahui sebuah usahatani merupakan pendapatan utama dalam keluarga, maka harus diketahui seberapa besar kontribusi/tambahan pendapatan usahatani dan juga bersifat kontinuitas dalam memberikan pendapatan keluarga.

Berdasarkan besar pendapatan bersih yang diterima oleh petani bawang merah pada akhir musim tanam, dapat dilihat kelayakan usahatani bawang merah secara ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan penerimaan dengan biaya lebih besar dari atau sama dengan satu (≥1) maka usahatani layak diusahakan

(33)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka pemikiran berikut ini:

Skema 1: Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani Bawang Merah Keterangan:

Ada hubungan Ada pengaruh

Faktor Produksi: ⇒ Lahan

⇒ Bibit ⇒ Pupuk ⇒ Pestisida ⇒ Tenaga Kerja Petani

Usahatani Bawang Merah

Produksi

Penerimaan Harga Jual

Biaya Produksi

Tidak Layak Layak

Pendapatan Usahatani

(34)

2.4. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka dapat diuraikan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1) Tingkat produktivitas bawang merah di daerah penelitian tergolong tinggi. 2) Faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja)

berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di daerah penelitian. 3) Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan bersih usahatani bawang

merah di daerah penelitian untuk setiap strata bervariasi . 4) Usahatani bawang merah layak diusahakan di daerah penelitian

(35)

III.

METODE PENELITIAN

3.1.Metode Penentuan Daerah Penelitian

Pemilihan lokasi usahatani dilakukan dengan cara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan Haranggaol Horisan dipilih sebagai lokasi usahatani, karena merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Simalungun.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kecamatan di Kab. Simalungun Tahun 2009

Sumber: Dinas Pertanian Kab. Simalungun Tahun 2009 Kecamatan Luas Panen

(Ha) 8. Girsang Sipangan Bolon 9. Tanah Jawa 20. Dolok Batu Nanggar 21. S i a n t a r

22. Gunung Malela 23. Gunung Maligas 24. Hutabayu Raja

(36)

Untuk menentukan desa penelitian diambil daerah yang produksinya paling tinggi, seperti yang terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun

Sumber: Koordinator Penyuluh Kecamatan Haranggaol Horisan Tahun 2009

3.2.Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah Stratified Random

Sampling atas dasar strata luas lahan, yaitu: > 0,5 Ha dan ≤ 0,5 Ha . Jumlah populasi petani bawang merah yang terdapat di kelurahan Haranggaol berjumlah 254 KK dengan jumlah sampel sebanyak 30 KK. Distribusi populasi dari petani sampel dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Jumlah Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun

Sumber: Penyuluh Kelurahan Haranggaol Tahun 2009

Adapun guna strata ini adalah untuk mewakili homogenitas populasi yang dilihat berdasarkan luas lahan agar sampel yang dipilih dapat mewakili populasi.

Desa/Nagori Luas Panen (Ha)

(37)

3.3.Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Kantor Kecamatan Haranggaol Horisan, dan Kantor Kelurahan Haranggaol.

3.4.Metode Analisis Data

Hipotesis (1) dianalisis dengan formula produktivitas, yaitu:

(Ha) Lahan Luas

(Ton) Produksi Jumlah

tas Produktivi =

Untuk menentukan tingkat produktivitas di daerah penelitian dibandingkan dengan produktivitas bawang merah di kabupaten Simalungun dan sentra poduksi bawang merah kabupaten Brebes.

Hipotesis (2) dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan rumus sebagai berikut :

Y = b0X1b1X2b2X3b3X4b4X5b5X6b6X7b7µ

Keterangan :

Y = Produksi bawang merah (ton) X4 = Pupuk Kimia (Kg)

X1 = Luas lahan (Ha) X5 = Pestisida tepung (gram)

X2 = Penggunaan bibit (kg) X6 = Pestisida Cair (ml)

X3 = Pupuk Organik (kg) X7 = Tenaga Kerja (HKO)

bo = Intersep b1...bn = Koefisien regresi

(38)

Untuk menguji apakah variable bebas yakni input produksi Xi bersama-sama (serempak) berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y) digunakan uji-F. Bila nilai Fhitung > Ftabel, maka variable bebas yakni faktor produksi (Xi) secara

serempak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi (Y).

Untuk menguji apakah pengaruh bebas yakni input (Xi) yang digunakan dalam usahatani bawang merah secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (Y) digunakan uji-t. Semua variable bebas (Xi) diuji satu per satu. (Agustira,2004) Kesimpulan Statistik :

Jika thitung > ttabel maka variable bebas (Xi) secara nyata berpengaruh terhadap

produksi. Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas (Xi) dapat menjelaskan variable tidak bebas (Y) digunakan nilai koefisien determinasi (R2).

Hipotesis (3) dianalisis dengan menggunakan formula berikut. Untuk mengetahui besar biaya usahatani dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel.

TC = FC + VC

Dimana: TC = Total Cost/ Total biaya (Rp) FC = Fixed Cost/ Biaya tetap (Rp) VC = Variable Cost/ Biaya variabel (Rp)

Untuk mengetahui besar penerimaan usahatani dihitung dengan formula: TR = Y . Py

(39)

Untuk mengetahui besar pendapatan bersih usahatani dapat diketahui dengan menghitung selisih antara penerimaan dengan total biaya, yaitu:

Pd = TR TC

Dimana: Pd = Pendapatan bersih usahatani (Rp) TR = Penerimaan usahatani (Rp) TC = Total Cost/ Total biaya (Rp) (Soekartawi, 1995)

Hipotesis (4) dianalisis dengan memperhitungkan R/C (Return Cost Ratio), ROI (Return of Invesment) dan BEP (Break Even Point).

R/C (Return Cost Ratio), atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah

antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut:

(Rp) Produksi Biaya

Total

(Rp) Penerimaan Ratio

R/C =

Kriteria:

− Bila R/C Ratio < 1, maka usaha tidak layak diusahakan. − Bila R/C Ratio = 1, maka tidak untung dan tidak rugi (impas).

− Bila R/C Ratio > 1, maka usaha layak diusahakan.

(Soekartawi, 1995).

ROI (Return of Invesment) adalah analisis untuk mengetahui keuntungan

(40)

100%

ROI (Return of Invesment) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan modal yang diinvestasikan dalam usahatani. Hasil ROI yang tinggi (>1) menunjukkan bahwa usahatani sangat efisien (Cahyono, 2006).

BEP (Break Even Point) adalah suatu kondisi yang menggambarkan

bahwa hasil usaha tani yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam kondisi ini, usaha tani yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi tidak mengalami kerugian.

o BEP volume produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan, agar usaha tani tidak mengalami kerugian.

(Rp/Kg)

o BEP Harga Produksi menggambarkan harga terendah dari produk yang dihasilkan. Apabila harga di tingkat petani lebih rendah dari harga BEP, maka usahatani akan mengalami kerugian.

(Kg)

(41)

Hipotesis (5) dianalisis dengan formula berikut:

100% X (Rp) PK

(Rp) PUBM KPUBM=

Dimana: KPUBM = Kontribusi pendapatan usahatani bawang merah PUBM = Pendapatan usahatani bawang merah

PK = Total Pendapatan Keluarga Kriteria:

− KPUBM ≤ 50% berarti pendapatan yang diterima dari usahatani bawang

merah terhadap pendapatan keluarga di daerah penelitian, bukan merupakan pendapatan utama.

− KPUBM > 50% berarti pendapatan yang diterima dari usahatani bawang

merah terhadap pendapatan keluarga di daerah penelitian, merupakan pendapatan utama.

3.5.Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Defenisi

1. Petani bawang merah adalah petani yang mengusahakan bawang merah dalam lahan usahataninya.

2. Usahatani bawang merah adalah suatu kegiatan yang menjadikan tanaman bawang merah sebagai komoditi dalam usahanya.

(42)

4. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi untuk menghasilkan output.

5. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan petani selama proses produksi berlangsung.

6. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada jumlah produksi.

7. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Contohnya: biaya bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. 8. Penerimaan adalah perkalian antara total produksi yang diperoleh dengan

harga jual.

9. Pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dengan biaya.

10.Kontribusi pendapatan usahatani adalah perbandingan antara pendapatan usahatani dengan total pendapatan keluarga dikali 100%.

11.Analisis ekonomi usahatani bawang merah adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kelayakan usahatani bawang merah secara ekonomi.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kelurahan Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2011

3. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan bawang merah dalam usahataninya yang diteliti untuk 1 kali musim tanam.

(43)

IV.

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas Wilayah dan Letak Geografis

Kelurahan Haranggaol memiliki luas wilayah 975 Ha (28,26%) dari luas wilayah kecamatan Haranggaol Horisan. Kelurahan Haranggaol berada di pinggiran Danau Toba dan dikelilingi gunung dan bukit-bukit. Kelurahan Haranggaol terletak di antara 2° 49’46” – 2° 54’16” LU dan 98° 35’51” – 98° 45’11” BT. Berada pada ketinggian 751-1400 m dpl. Rata-rata suhunya adalah 26-28°C, dengan keadaan iklim dingin. Adapun batas-batas kelurahan Haranggaol adalah:

− Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Purba Horisan

− Sebelah Barat berbatasan dengan Nagori Sihalpe

− Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Purba Tongah − Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba.

4.1.2. Tata Guna Tanah

Pola penggunaan tanah di kelurahan Haraggaol dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Keadaan Tata Guna Tanah di Kelurahan Haranggaol

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol

Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) %

6. Lahan sawah

7. Lahan bawang merah 8. Lahan kering

9. Bangunan dan pekarangan 10. Lainnya

- 60 895

20 -

- 6,15 91,80

2,05 -

(44)

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 975 Ha luas kelurahan Haranggaol, hanya sebagian kecil digunakan untuk lahan bawang merah seluas 60 Ha (6,15%). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak lahan untuk usahatani bawang merah di kelurahan Haranggaol.

4.1.3. Keadaan Penduduk

a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Pada data statistik yang ada di kantor kelurahan Haranggaol komposisi penduduk terdiri dari beberapa klasifikasi menurut umur dan kelompok tenaga kerja. Penduduk kelurahan Haranggaol yang dominan angkatan kerja adalah usia 19-60 tahun. Hal ini disebabkan karena penduduk yang berusia 4-18 tahun masih terikat dengan pendidikan. Jumlah penduduk kelurahan Haranggaol adalah 1.124 KK, yang terdiri dari 1.744 laki-laki dan 1.627 perempuan. Untuk melihat lebih jelas jumlah penduduk kelurahan Haranggaol berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Penduduk Kelurahan Haranggaol Menurut Kelompok Jenis Kelamin dan Umur

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol

Dari tabel 6 diketahui bahwa penduduk kelurahan Haranggaol jumlah terbanyak pada umur 19-60 tahun yaitu 2.240 jiwa.

No. Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa)

1. 2. 3. 4.

0-4 tahun 5-18 tahun 19-60 tahun

>61 tahun

82 413 1.189

60

97 371 1.051

108

179 784 2.240

168

(45)

b. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Masyarakat kelurahan Haranggaol sudah mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan, hal ini ditandai dengan keinginan masyarakat kelurahan Haranggaol dalam mewujudkan program “Wajib Belajar 9 Tahun”. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi penduduk kelurahan Haranggaol menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Komposisi Penduduk Kelurahan Haranggaol Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol

Berdasarkan tabel 7 di atas bahwa masyarakat kelurahan Haranggaol sudah tergolong masyarakat yang berpendidikan, meskipun sebagian kecil masih ada yang hanya tamat SD dan tidak sekolah yang sudah berumur lansia. Berkembangnya pendidikan di daerah ini juga tidak terlepas dari sarana sekolah yang telah memadai.

c. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Ada beberapa jenis mata pencaharian penduduk kelurahan Haranggaol seperti petani, peternak ikan, pedagang/pengusaha, sopir, lembaga pemerintahan, dan sebagian dalam studi. Untuk mengetahui lebih jelasnya jumlah dan persentase penduduk kelurahan Haranggaol berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) %

1. 2. 3. 4. 5.

Tidak/Belum Sekolah SD

SLTP SLTA

Perguruan Tinggi

207 808 933 1354

69

6,14 23,97 27,68 40,16 2,05

(46)

Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa masyarakat kelurahan Haranggaol lebih dominan bermatapencaharian petani dan peternak ikan berjumlah 1.354 jiwa (40,17%) dan 1.119 jiwa (33,20%). Adapun jenis tanaman yang diusahakan petani di kelurahan Haranggaol adalah berupa tanaman hortikutura (bawang merah, cabai, tomat, sayur dan lainnya). Sedangkan peternak ikan memanfaatkan alam Danau Toba untuk membudidayakan ikan seperti (ikan mas, nila, mujahir).

4.1.4. Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang perkembangan dan pembangunan masyarakat khususnya di kelurahan Haranggaol diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar tercapai tujuan pembangunan. Kelurahan Haranggaol sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari jenis sarana dan prasarana yang tersedia, seperti: transportasi, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, olahraga, wisata, ekonomi, penerangan dan air. Keadaan sarana dan prasarana di kelurahan Haranggaol dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

(47)

Tabel 9. Sarana dan Prasarana Kelurahan Haranggaol

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) Keterangan

1. Transportasi

− TK Santo Fransiskus

− SD

Pekan raya hari Senin Pupuk & bahan makanan Warung nasi & Kedai 8. Wisata 9. Penerangan dan Air Bersih

(48)

1.5. Karakteristik Petani Sampel

Adapun karakteristik petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi, luas lahan, umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani dan jumlah tanggungan. Karakteristik petani dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol

No. Karakteristik Satuan Range Rataan

1. 2. 3. 4. 5.

Luas lahan Umur

Tingkat pendidikan Lama berusahatani Jumlah tanggungan

Ha Tahun Tahun Tahun Jiwa

0,12 - 0,72 28 - 60

6 - 17 4 – 30 0 - 7

(49)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Teknis Budidaya Usahatani Bawang Merah

Kegiatan usahatani bawang merah di daerah penelitian terdiri dari pengolahan lahan, pembuatan bedengan, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, panen dan pascapanen.

5.1.1. Pengolahan Lahan

Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat dengan ketinggian 0-1000 m dpl, pH 5,6-6,5 dan suhu 20-30 °C. Haranggaol berada pada ketinggian 751-1400 m dpl, pH 6,38 (menurut analisis BPTP Medan) dan suhu rata-rata 26-28 °C, sehingga daerah ini sangat cocok ditanami bawang merah. Luas lahan pertanian di kelurahan Haranggaol berkisar 975 Ha dan lahan untuk bawang merah hanya 60 Ha. Luas lahan rata-rata yang digunakan untuk usahatani bawang merah oleh keluarga tani masing-masing sebesar 0,28 Ha. Lahan yang dimiliki petani merupakan milik sendiri dari warisan turun-temurun.

(50)

Pengolahan lahan di daerah penelitian dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20-40 cm, dilanjutkan dengan menggemburkan tanah hingga benar-benar gembur. Lahan disiapkan dalam bentuk bedengan-bedengan lebar 100-200 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan. Jarak antar bedengan 20-40 cm, sekaligus sebagai parit untuk memudahkan pemupukan dan penyemprotan serta melindungi umbi dari genangan air terutaman pada musim hujan. Tenaga kerja untuk mengolah lahan yang digunakan ± 32 HKO/Ha dan untuk pembuatan bedengan ± 21 HKO/Ha.

5.1.2. Penanaman

Petani di kelurahan Haranggaol terlebih dahulu menaburkan pupuk organik (kompos) secara merata sebelum melakukan penanaman. Penggunaan pupuk organik ± 1943,63 kg/Ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara menaburkan kompos pada lubang tanam yang sudah disiapkan, dengan jarak tanam 20x20 cm.

(51)

5.1.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan secara baik dan benar akan menghasilkan produktivitas tanaman yang tinggi. Kegiatan pemeliharaan dalam usahatani bawang merah mencakup kegiatan penyiangan, pemupukan dan penyemprotan.

a) Penyiangan

Di daerah penelitian Kelurahan Haranggaol petani melakukan penyiangan tanaman bawang merah untuk memutuskan daur hidup rumput-rumput atau gulma yang berada di sekitar tanaman bawang merah, karena gulma menjadi tempat menompangnya hama dan dapat produksi bawang merah. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penyulaman dan pembumbunan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam (HST), selanjutnya dilakukan penyiangan susulan sesuai kondisi gulma di lapangan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penyiangan di daerah penelitian ± 31 HKO/Ha.

b) Pemupukan

Penggunaan pupuk pada umumnya ditentukan petani berdasarkan luas lahan, kesuburan tanah dan ketersediaan modal. Pemupukan yang dilakukan merupakan pemupukan susulan setelah pemberian pupuk organik (kompos). Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST.

(52)

Tabel 11. Jenis dan Harga Pupuk yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Daerah Penelitian

c) Penyemprotan

Penyemprotan bertujuan untuk memberantas hama dan penyakit yang menganggu pertumbuhan tanaman bawang merah dengan menggunakan pestisida yang sesuai dengan jenis hama dan penyakit yang menyerang bawang merah . Jenis dan harga pestisida yang digunakan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 12 berikut.

Tabel 12. Jenis dan Harga Pestisida yang Digunakan Petani Bawang Merah per Hektar di Daerah Penelitian

No. Jenis Pupuk Satuan Kebutuhan Harga (Rp)

PKB (Paten Kali Butir) ZA Sumber: Data diolah dari lampiran 5.

No. Jenis Pestisida Satuan Kebutuhan Harga (Rp)

(53)

Penyemprotan dilaksanakan mulai 3- 60 HST karena banyak hama dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah, seperti: ulat tanah, ulat bawang (Spodoptera spp), Trip, dan penyakit layu Fusarium. Oleh karena itu, pestisida yang digunakan petani juga beragam sesuai jenis hama dan penyakit tanaman bawang merah yang ada di lapangan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk penyemprotan ini ± 85 HKO/Ha.

5.1.4. Panen dan Pascapanen

Tanaman bawang merah yang telah berumur 90 HST sudah dapat dipanen dengan tanda-tanda leher batang lunak, tanaman rebah dan daun menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada saat tanah kering dan cuaca cerah untuk menghindari adanya serangan penyakit busuk umbi sebelum pengeringan.

Pemanenan bawang merah merah menggunakan cabut manual, lalu daunnya diikat untuk digantung di gudang penyimpanan. Setelah 10 hari digantung, selanjutnya daun bawang merah dipotong dan umbinya dijemur selama 1 hari penuh. Rata-rata jumlah produksi bawang merah di daerah penelitian adalah 7.219 Kg/Ha, dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk panen ± 32 HKO/Ha dan untuk kegiatan penjemuran ± 9 HKO/Ha.

(54)

5.2. Produktivitas Bawang Merah di Daerah Penelitian

Produksi bawang merah di daerah penelitian adalah 2.058,33 kg per petani dengan produktivitas 7.219 kg/Ha (7,22 ton/Ha) sedangkan produksi bawang merah di kabupaten Simalungun sebesar 6.119 ton dengan produktivitas 14 ton/Ha (data Dinas Pertanian Simalungun tahun 2009). Bila produktivitas bawang merah di daerah penelitian dibandingkan dengan produktivitas bawang merah kabupaten Simalungun, maka produktivitas bawang merah di daerah penelitian 6,78 ton/Ha lebih rendah dari produktivitas bawang merah kabupaten Simalungun.

Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) merupakan daerah sentra produksi bawang merah dengan produksi sebesar 215.600 ton dengan produktivitas 8,83 ton/Ha (Statistik Pertanian), bahwa produktivitas bawang merah di daerah penelitian lebih rendah 1,61 ton/Ha. Dengan demikian hipotesis (1) yang menyatakan tingkat produktivitas bawang merah di daerah penelitian tergolong tinggi tidak diterima (ditolak).

5.3. Pengaruh Faktor Produksi terhadap Produksi Bawang Merah

(55)

Tabel 13. Pengaruh Faktor Produksi Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Produksi Bawang Merah

Sumber: Data diolah dari Lampiran 24.

Dari tabel 13. dapat dapat dilihat nilai R2 sebesar 0,97. Koefisien determinasi menunjukkan informasi bahwa 97% variasi produksi usahatani bawang merah dapat dijelaskan oleh faktor produksi, sedangkan sisanya sebesar 3% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan tabel 13. di atas dapat sebuah persamaan sebagai berikut:

µ = Kesalahan (Pengganggu)

Varibel Koef.

Regresi Std.error T-Hitung Signifikansi Keterangan

(56)

5.3.1. Uji Serempak

Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa secara serempak ada pengaruh sarana produksi terhadap total produksi usahatani bawang merah. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan nilai F-hitung yang diperoleh yakni sebesar 102,91 sedangkan F-tabel (0,05) adalah sebesar 2,46 pada tingkat kepercayaan 95% secara serempak variabel bebas (faktor produksi) memberikan pengaruh nyata terhadap produksi bawang merah.

5.3.2. Uji Parsial

Dari hasil analisis regresi pada tabel 13. dapat dilihat juga bagaimana secara parsial pengaruh faktor produksi terhadap produksi bawang merah di kelurahan Haranggaol.

1). Luas lahan diperoleh T-hitung (0,505) lebih kecil dari T-tabel (1,717) dan

signifikansi 0,619 lebih besar dari α (0,05), sehingga luas lahan tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah.

2). Bibit diperoleh T-hitung (0,926) lebih kecil dari T-tabel (1,717) dan

signifikansi 0,365 lebih besar dari α (0,05), sehingga bibit tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi bawang merah.

3). Pupuk Organik diperoleh T-hitung (2,213) lebih besar dari T-tabel (1,717) dan

signifikansi 0,038 lebih kecil dari α (0,05), sehingga pupuk organik

(57)

4). Pupuk Kimia diperoleh T-hitung (0,638) lebih kecil dari T-tabel (1,717) dan

signifikansi 0,530 lebih besar dari α (0,05), sehingga pupuk kimia tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah.

5). Pestisida Tepung diperoleh T-hitung (2,234) lebih besar dari T-tabel (1,717)

dan signifikansi 0,036 lebih kecil dari α (0,05), sehingga pestisida tepung

berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Koefisien regresi sebesar -0,127 dapat diartikan bahwa untuk setiap penambahan 1 gram pestisida tepung akan menurunkan produksi sebesar 0,127 Kg.

6). Pestisida cair diperoleh T-hitung (1,414) lebih kecil dari T-tabel (1,717) dan

signifikansi 0,171 lebih besar dari α (0,05), sehingga pestisida cair tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah.

7). Tenaga Kerja diperoleh T-hitung (4,456) lebih besar dari T-tabel (1,717) dan

signifikansi 0,000 lebih kecil dari α (0,05), sehingga tenaga kerja berpengaruh

nyata terhadap produksi bawang merah. Koefisien regresi sebesar 25,038 dapat diartikan bahwa untuk setiap penambahan 1 HKO tenaga kerja akan meningkatkan produksi sebesar 25,038 Kg.

(58)

5.4. Analisis Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

Analisis usahatani bawang merah per petani atau per hektar di daerah penelitian selama 1 musim tanam dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 14. Analisis Usahatani Bawang Merah per Petani dan per Hektar di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam

Sumber: Data diolah dari Lampiran 2-16.

Dari tabel 14. Dapat dilihat bahwa biaya produksi di daerah penelitian terdiri dari biaya lahan, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, penyusutan peralatan, timbang dan transportasi dengan total sebesar Rp 9.191.267,- per petani dan Rp.33.241.659,- per hektar. Penerimaan rata-rata yang diperoleh dengan penjualan bawang merah Rp 12.000,-/kg yaitu sebesar Rp 24.700.000,- per petani dan Rp.86.627.930,- per hektar. Sehingga total pendapatan bersih adalah sebesar Rp.15.508.733,- per petani dan Rp 53.386.271,- per hektar.

(59)

Tabel 15. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Strata di Daerah Penelitian

Sumber: Data diolah dari Lampiran 16

Berdasarkan keterangan pada tabel 15. di atas dapat diketahui bahwa penerimaan usahatani untuk strata I (luas lahan > 0,5 Ha) sebesar Rp 50.400.000,- per petani jika dibandingkan dengan penerimaan usahatani untuk strata II (luas lahan ≤ 0,5 Ha) sebesar Rp.19.560.000,- per petani, terlihat perbedaan yang signifikan. Demikian juga halnya dengan biaya usahatani untuk strata I sebesar Rp 18.325.600,- per petani sedangkan untuk strata II sebesar Rp 7.364.400,- per petani. Sehingga pendapatan bersih usahatani bawang merah untuk setiap strata bervariasi, dimana pendapatan bersih untuk strata I sebesar Rp.32.074.400,- per petani dan strata II sebesar Rp 12.195.600,- per petani.

Dengan demikian berdasarkan analisis di atas, hipotesis (3) yang menyatakan biaya produksi, penerimaan dan pendapatan bersih usahatani bawang merah di daerah penelitian untuk setiap strata bervariasi dapat diterima.

5.5. Kelayakan Usahatani Bawang Merah

Analisis kelayakan usahatani bawang merah dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani bawang merah yang diusahakan petani di daerah penelitian layak atau tidak. Untuk mengetahui kelayakannya digunakan kriteria R/C (Return Cost

Ratio), ROI (Return of Invesment) dan BEP (Break Even Point).

No. Uraian Per Petani

Strata I Strata II

1. 2. 3.

Penerimaan Total Biaya Pendapatan Bersih

Rp 50.400.000,- Rp 18.325.600,- Rp 32.074.400,-

(60)

Tabel 16. Analisis Kelayakan Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian

Sumber: Data diolah dari Lampiran 17-22.

Dari tabel 16. dapat diketahui, untuk perhitungan BEP volume produksi selama 1 musim tanam per petani sebesar 765,94 kg, sedangkan produksi bawang merah selama 1 musim tanam per petani di daerah penelitian yaitu 2.058,33 kg. Untuk BEP volume produksi selama 1 musim tanam per hektar diperoleh sebesar 2.770,14 kg, sedangkan produksi bawang merah selama 1 musim tanam per hektar di daerah penelitian yaitu sebesar 7.218,99 kg.

Untuk perhitungan BEP harga bawang merah selama 1 musim tanam adalah sebesar Rp 4.769/kg, sedangkan harga bawang merah selama musim tanam tersebut adalah Rp 12.000/kg. Dari keterangan menunjukkan bahwa pada harga penjualan petani berada di atas BEP harga, maka usahatani bawang merah di daerah penelitian sudah menguntungkan.

Untuk R/C Ratio diketahui sebesar 2,60 artinya setiap biaya Rp 1,- yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,60 atau dengan kata lain, hasil penjualan bawang merah mencapai 260% dari biaya yang dikeluarkan. Hal ini disebabkan karena penerimaan yang tinggi (harga jual dan produksi yang tinggi) dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan kriteria yang menyatakan bahwa usaha dapat dikatakan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C Ratio > 1, maka usahatani bawang merah di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

No. Uraian Per Petani Per Hektar

1. 2. 3. 4.

BEP Volume Produksi BEP Harga

R/C Ratio ROI

765,94 kg 4.769,- 2,60 160,05%

(61)

Untuk ROI (Return of Invesment) usahatani bawang merah selama 1 musim tanam adalah sebesar 160,05%. Artinya dengan biaya Rp 100,- akan dihasilkan keuntungan Rp.160.05,- baik untuk per petani maupun per hektar, sehingga penggunaan modal untuk usahatani bawang merah sangat efisien dan layak diusahakan. Dengan demikian hipotesis (4) yang menyatakan usahatani bawang merah layak diusahakan di daerah penelitian dapat diterima.

5.6. Kontribusi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Pendapatan Keluarga

Selain pendapatan yang diperoleh dari usahatani bawang merah, petani di daerah penelitian juga memperoleh pendapatan dari usaha lain (beternak ikan, berdagang, sopir dan buruh). Pendapatan dari usahatani bawang merah ditambah dengan pendapatan dari usaha lain menghasilkan total pendapatan keluarga. Persentase perbandingan pendapatan usahatani bawang merah dengan total pendapatan keluarga akan didapat kontribusi pendapatan usahatani bawang merah terhadap pendapatan keluarga (KPUBM).

(62)

Tabel 17. Kontribusi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Pendapatan Keluarga Per Petani di Daerah Penelitian Selama 1 Musim Tanam

Sumber: Data diolah dari Lampiran 23.

Berdasarkan tabel 17. dapat dilihat bahwa kontribusi pendapatan dari usahatani bawang merah terhadap pendapatan keluarga (KPUBM) adalah sebesar Rp 15.508.733,- (64,06%). Kontribusi pendapatan dari usahatani bawang merah di daerah penelitian tergolong tinggi dan pendapatan usahatani bawang merah merupakan pendapatan utama di daerah penelitian. Dengan demikian hipotesis (5) yang menyatakan pendapatan dari usahatani bawang merah memberikan kontribusi dominan terhadap total pendapatan keluarga diterima.

Sumber Pendapatan Rataan Pendapatan

(Rp) Persentase (%)

Usahatani Bawang Merah Usaha Lainnya

15.508.733,- 8.700.000,-

64,06 35,94

(63)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Produktivitas bawang merah di daerah penelitian (7,22 ton/Ha) lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas bawang merah kabupaten Simalungun (14,00 ton/Ha). Jika dibandingkan pula dengan produktivitas daerah sentra bawang merah yakni kabupaten Brebes (8,83 ton/Ha), maka produktivitas bawang merah di daerah penelitian masih lebih rendah. Oleh karena itu disimpulkan bahwa produktivitas bawang merah di daerah penelitian masih tergolong rendah.

2. Penggunaan faktor produksi:

− Analisis secara parsial menunjukkan bahwa faktor produksi pupuk

organik, pestisida tepung dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah, sedangkan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk kimia dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah di daerah penelitian.

− Secara serempak menunjukkan secara umum faktor produksi

(64)

− Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,970 menunjukkan bahwa

produksi bawang merah dipengaruhi oleh faktor produksi yang telah ditentukan, sedangkan 3% dipengaruhi oleh faktor lain di luar faktor yang dimasukkan dalam model.

3. Rata-rata penerimaan per musim tanam (MT) dari usahatani bawang merah di daerah penelitian adalah Rp.24.700.000,-/petani atau Rp 86.627.930,-/Ha. Rata-rata biaya produksi usahatani sebesar Rp 9.191.267,-/petani atau Rp.33.241.659,-/Ha, dimana komponen biaya terbesar adalah tenaga kerja (39,37%). Rata-rata pendapatan usahatani bawang merah adalah sebesar Rp.15.508.733,-/petani atau Rp.53.386.271,-/Ha.

4. Usahatani bawang merah layak diusahakan, karena:

− Produksi bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar 2.058,33

kg/petani atau 7.218,99 kg/Ha, telah melampaui BEP (Break Even Point) volume produksi yaitu 765,94 kg/petani atau 2.770,14 kg/Ha.

− Harga bawang merah di daerah penelitian adalah sebesar Rp 12.000/kg

lebih besar dari BEP (Break Even Point) harga produksi sebesar Rp.4.769/kg.

− R/C Ratio bawang merah di daerah penelitian sebesar 2,60 lebih besar dari

1 sebagai kriteria layak.

ROI (Return of Invesment) usahatani bawang merah selama 1 musim

tanam di daerah penelitian adalah sebesar 160,05%

(65)

6.2. Saran

Dari hasil penelitian ini saran yang perlu diperhatikan sebagai berikut: 1. Kepada Petani

− Dalam peningkatan produksi bawang merah disarankan agar petani lebih

menggunakan pupuk organik, karena harga pupuk organik lebih murah daripada pupuk kimia serta memberikan hasil yang lebih nyata dibanding pupuk kimia.

− Lebih memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga daripada tenaga kerja

luar keluarga dalam setiap kegiatan usahatani bawang merah untuk mengurangi biaya produksi.

− Memilih bibit bawang merah yang unggul dengan produktivitas tinggi

dan tahan terhadap hama penyakit.

− Mempertimbangkan kondisi kesuburan lahan dan dosis penggunaan

pupuk kimia. 2. Kepada Pemerintah

− Melakukan penyuluhan kepada petani bawang tentang contoh bibit

bawang merah unggul yang baik dengan produksi tinggi dan tahan hama penyakit.

− Membuat kebun percobaan usahatani bawang merah oleh penyuluh

pertanian yang ada di kelurahan Haranggaol. 3. Kepada Peneliti

Gambar

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009
Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kecamatan di Kab
Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan Haranggaol Horisan Kabupaten Simalungun
Tabel 5. Keadaan Tata Guna Tanah di Kelurahan Haranggaol
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah di Desa Sumberkledung Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo adalah penggunaan lahan

Tarif Impor Bawang Merah Terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara”. 1.2

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis profitabilitas dan kinerja margin pemasaran usahatani bawang merah; menganalisis dan mengetahui bagian harga

Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara tahun 2011. Sumatera Utara Dalam

Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani bawang merah pada lahan pasir pantai di Kecamatan Panjatan selama satu musim tanam per 1.204 m 2 ....

besar luas panen produksi dan produktivitas bawang merah di Provinsi

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa titik pulang pokok volume produksi usahatani bawang merah varietas

Hasil dari penelitian ini adalah Rata-rata biaya produksi dalam lima kali proses produksi yang digunakan pada usahatani bawang merah lokal topo di Kelurahan Topo