ANTAGONIS SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PATOGEN TULAR TANAH UNTUK MENINGKATKAN
KESEHATAN DAN HASIL TANAMAN
Oleh:
Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha, MS.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan
pada Fakultas Pertanian Universitas Mataram
Disampaikan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Mataram
Mataram, 23 April 2009
PEMANFAATAN JAMUR ENDOFIT DAN SAPROFIT ANTAGONIS SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI
PATOGEN TULAR TANAH UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN DAN HASIL TANAMAN
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua Untuk umat sedharma saya haturkan penganjali:
Om Swastyastu
Om Awignamastu Namo Sidham
Om Anno Badrah Krattavo Yantu Visvatah (Om, semoga kebenaran datangnya dari segala arah)
Yang Terhormat:
Gubernur dan anggota muspida Propinsi NTB atau pejabat yang mewakili Rektor, Ketua Senat Universitas Mataram
Para Guru Besar dan Anggota Senat Universitas Mataram Rektor, direktur, ketua PTS se NTB
Ketua Ikatan Alumni Universitas Mataram Para Pembantu Rektor Universitas Mataram
Para Dekan, Pembantu Dekan dan Ketua Lembaga di Lingkungan UNRAM Para Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi di Lingkungan UNRAM Kepala dinas, instansi dan lembaga
Segenap Sivitas Akademika Universitas Mataram dan
Para Tamu Undangan yang saya muliakan serta para mahasiswa S1 dan S2 yang saya banggakan
Bapak dan Ibu serta Hadirin yang saya muliakan
Perkenankanlah saya pada pagi hari yang berbahagia ini, mengawali pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar saya untuk memanjatkan Angayubagya, puja dan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan Asung Kertha Wara Nugraha kepada kita semua sehingga kita dapat menghadiri rapat senat terbuka Universitas Mataram dengan acara pengukuhan jabatan saya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Penyakit Tumbuhan di Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada seluruh hadirin yang telah berkenan hadir untuk menyaksikan pidato ilmiah saya yang berjudul:
“Pemanfaatan Jamur Endofit dan Saprofit Antagonis Sebagai Agens Pengendali Hayati Patogen Tular Tanah Dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Tanaman dan Hasil Tanaman”.
Pidato ilmiah ini merupakan akumulasi hasil penelitian yang pernah saya kerjakan selama 18 tahun sejak tahun 1991 sampai sekarang dan akan terus berlanjut dalam upaya mendapatkan teknik pengendalian penyakit tanaman yang efektif, efisien dan akrab lingkungan.
Hadirin yang saya hormati
Pembangunan bidang pertanian di Indonesia sudah menunjukkan keberhasilan dengan semakin meningkatnya berbagai hasil tanaman dan semakin banyaknya komoditas yang diusahakan. Untuk tanaman pangan khususnya beras Indonesia telah berswasembada pada tahun 1984 dan terjadi kembali setelah 24 tahun yaitu pada tahun 2008, sedangkan perkembangan tanaman pangan lainnya termasuk tanaman hortikultura sangat pesat sejalan dengan semakin banyaknya permintaan terhadap hasil tanaman tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan tanaman pangan dan hortikultura di masa yang akan datang pada saat memasuki pasar bebas adalah bagaimana agar produk tanaman pangan dan hortikultura menjadi tuan di rumah sendiri dan menjadi komoditas ekspor. Untuk tujuan tersebut, maka produksi tanaman pangan dan hortikultura tersebut harus mempunyai mutu yang baik dan memenuhi atribut ramah lingkungan dan aman dikonsumsi.
Untuk mendapatkan produk bermutu tinggi dan aman dikonsumsi maka kesehatan tanaman harus mendapat perhatian utama. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tanaman adalah serangan penyebab penyakit atau patogen. Serangan patogen pada tanaman dapat terjadi dari sejak tanaman masih berupa benih sampai dengan hasil panen dipetik, bahkan sampai hasil di tangan konsumen.
Ada tiga faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada tanaman yaitu adanya host atau tanaman yang peka, patogen yang virulen dan lingkungan yang mendukung. Penyakit tumbuhan di alam yang belum ada campur tangan manusia adalah hasil interaksi antara patogen, inang, dan lingkungan. Konsep ini disebut segitiga penyakit atau Disease Triangle Concept (Gambar 1), sedang penyakit tanaman yang terjadi setelah campur tangan manusia adalah hasil interaksi antara patogen, inang, lingkungan dan manusia. Konsep ini disebut Piramida Penyakit atau Disease Tetrahedron Concept (Gambar 2).
Gambar 1. Konsep Segitiga Penyakit Gambar 2. Konsep Piramida Penyakit
Hadirin yang saya hormati
Indikasi penyakit pada tanaman yang dapat ditunjukkan oleh tanaman dapat berupa gejala (Symptom) dan tanda (Sign). Gejala yaitu perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri sebagai reaksi terhadap patogen.
Perubahan itu dapat berupa perubahan warna, bentuk atau kelayuan.
Sedangkan tanda penyakit yaitu indikasi penyakit tanaman yang menyertai gejala. Sebagai contoh tanda penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh jamur ialah terdapatnya miselium, spora, konidium, sklerotium, atau badan buah. Dengan memperhatikan gejala dan tanda penyakit tanaman seorang yang berpengalaman dapat menentukan penyebab penyakit secara tepat.
Patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman dibedakan menjadi dua, yaitu parasit atau organisme dan fisiopat atau bukan organism.
Parasit merupakan organisme yang dapat menimbulkan penyakit seperti jamur, bakteri, virus, actinomycetes, algae, protozoa dan nematoda, sedang fisiofat dapat berupa suhu ekstrim, kekeringan, defisiensi unsur hara dan kerusakan tanaman karena polusi.
Selama daur hidupnya parasit dapat berhubungan dengan tanaman inangnya maupun tidak. Periode pada saat parasit berhubungan dengan tanaman inangnya disebut dengan Patogenesis, sedang periode pada saat parasit tidak berhubungan dengan tanaman inangnya disebut dengan Saprogenesis. Pada periode ini parasit dapat berada di dalam tanah, di udara berupa spora atau konidia. Untuk dapat mencapai tanaman inangnya maka parasit pada periode Saprogenesis harus disebarkan oleh agensia tertentu.
Berdasarkan agensia penyebarannya penyakit dapat dikelompokan menjadi soil borne disease apabila agensia penyebarannya tanah (patogennya
disebut soil borne patogen atau patogen tular tanah), air borne disease apabila agensia penyebarannya udara, seed borne disease apabila agensia penyebarannya benih, water borne disease apabila agensia penyebarannya air, dan insect borne disease apabila agensia penyebarannya serangga.
Hadirin yang berbahagia
Pentingnya Patogen Tular Tanah
Ada dua hal yang menyebabkan mengapa patogen tumbuhan tular menjadi penting untuk dipelajari, yaitu:
1. Penyakit tular tanah dapat menimbulkan kerugian ekonomi
Sebagai contoh kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit tular tanah yang terjadi di NTB, yaitu: Pada tahun 1990 di sentra-sentra penanaman bawang merah dan bawang putih di Desa Sembalun NTB terjadi epidemi penyakit bercak ungu yang disebabkan oleh jamur Alternaria porri menyebabkan gagal panen (BPTPH NTB, 1991). Demikian pula pada tahun 1994 terjadi epidemi penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang yang disebabkan oleh jamur F. oxysporum f. sp. cubense yang hampir menyebabkan tanaman pisang menjadi musnah (BPTPH NTB 1995). Sudantha et al. (1997) melaporkan bahwa jamur Rhizoctonia oryzae dan Sclerotium oryzae menyebabkan pembusukan pada pangkal batang padi, jamur S. rolfsii dan Fusarium oxysporum f. sp. phaseoli menyebabkan penyakit rebah kecambah pada kedelai, kacang tanah, dan kacang tunggak. Jamur F.
oxysporum f. sp. lycopersici pada tanaman tomat menyebabkan terjadinya pembusukan pada batang, sehingga menyebabkan tanaman mati muda sampai 30 %. Sudantha (2007) melaporkan bahwa Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae menyerang semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun dan buah. Pada tanaman dewasa tingkat kematian akibat serangan jamur ini mencapai 50 – 100 %. Sudantha et al. (2008) melaporkan bahwa penyakit layu yang disebabkan oleh jamur F. oxysporum f. sp, cubense menyebabkan kematian pada tanaman pisang berkisar antara 45 – 100 %.
2. Patogen tular tanah relatif sulit dikendalikan
Penyakit tular tanah merupakan salah satu penyakit tanaman relatif sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan karena patogen tular tanah memiliki struktur bertahan berupa klamidospora, sklerotia, oospore dan rhizomorf yang dapat bertahan dalam tanah sebagai saprofit dalam waktu relatif lama sampai puluhan tahun walau tanpa tanaman inang dan pada kondisi yang kering (Tabel 1). Sebagai contoh, jamur F. oxysporum f. sp. vanillae memiliki struktur bertahan berupa klamidospora yang dapat bertahan dalam tanah sebagai saprofit dalam waktu relatif lama sekitar 3 – 4 tahun walaupun tanpa tanaman
vanili (Sukamto dan Tombe, 1995; Nurawan, Tombe dan Matsumoto, 1995).
Sudantha et al. (1997) melaporkan bahwa jamur S. rolfsii membentuk struktur bertahan berupa sklerotia yang dapat bertahan sekitar 3 – 4 tahun di dalam tanah atau pada sisa-sisa tanaman walaupun tanpa tanaman kedelai.
Demikian pula Sudantha et al. (2008) melaporkan bahwa klamidospora dari jamur F. oxysporum f. sp. cubense masih ditemukan di dalam tanah pada kebun pisang yang telah diberakan atau tidak ditanami pisang selama 4 tahun.
Tabel 1. Lamanya Patogen Tular Tanah Bertahan di Dalam Tanah
No. Patogen Inang Lamanya bertahan
dalam tanah
1. Colletotricum coccodea Tomat 20 bulan
2. F. oxysporum f.sp. cubense Pisang 4 tahun 3. F. oxysporum f.sp. vanillae Vanili 3 – 4 tahun 4. F. oxysporum f.sp. phaseoli Kacang kara 1 tahun
5. Macrophomina phaseoli Kedelai 2 – 4 tahun
6. Phytophthora capsici Cabai 5 bulan
7. P. cinnamomi Apokad 5 tahun
8. P. nicotianae Tembakau 4 tahun
9. Plasmodiophora brassicae Kubis 3 – 5 tahun
10. Phytium ultimum Kapas 1 tahun
11. Rhizoctonia solani Kentang 6 tahun
12. Sclerotium rolfsii Kedelai 3 - 4 ahun
13. Sclerotium cepivorum Bawang 10 tahun
14. Synchitrium endobioticum Kentang 25 tahun 15. Verticillium albo-atrum Kentang 2 tahun
16. Verticillium dahliae Tomat 14 tahun
Hadirin yang saya muliakan
Dengan adanya struktur bertahan ini maka pemakaian fungisida untuk pengendalian patogen tular tanah menjadi tidak sesuai lagi, karena selain tidak efektif juga tidak ekonomis dan tidak ramah lingkungan. Demikian pula pengendalian dengan pola pergiliran tanaman dan penggunaan varietas tahan belum memberikan hasil yang baik, karena ada kecenderungan patogen tular tanah membentuk ras-ras baru.
Dengan demikian perlu dicarai suatu alternatif pengendalian yang mudah, murah, ramah lingkungan dan menjamin kesehatan tanaman, sehingga memberikan hasil yang tinggi baik kuantitas maupun mutu.
Hadirin yang saya hormati
Gejala Penyakit Tular Tanah
Secara umum gejala penyakit tumbuhan yang disebabkan patogen tular tanah dibedakan menjadi dua tipe gejala, yaitu: gejala nekrotis dan gejala hyperplastis.
Tipe gejala nekrotis dapat berupa Nekrose atau matinya bagian tanaman yang biasanya berbentuk becak. Misalnya gejala becak coklat atau hawar daun pada daun kentang yang disebabkan oleh jamur Phytopthora infestans. Gejala becak coklat pada daun padi yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae.
Klorose atau menguning sebagai akibat rusaknya klorofil dan layu sebagai akibat hilangnya turgor sel, dan matinya bibit muda (Damping-off). Misalnya jamur Sclerotium rolfsii yang menyerang tanaman kedelai dan kacang tanah menyebabkan gejala busuk pangkal batang, layu dan daun menguning serta rebah kecambah. Demikian pula jamur F. oxysporum yang menyerang tanaman kacang-kacangan, vanili dan pisang menyebabkan gejala busuk batang, tanaman layu, menguning dan akhirnya mati.
Tipe gejala hyperplastis dapat berupa Tumor atau gall, yaitu pembengkakan setempat berupa bintil atau bisul yang terdiri dari jaringan tanaman dengan atau tanpa patogennya. Misalnya gejala gall atau puru akar pada umbi wortel yang disebabkan oleh nematode Meloidogyne incognita, dan gejala tumor pada buah jagung yang disebabkan oleh jamur Ustilago maydis.
Hadirin yang saya hormati
Pengendalian Penyakit Tular Tanah
Dalam upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyakit tular tanah agar tanaman tetap sehat dan tidak menimbulkan kerugian pada hasil tanaman, maka penyakit tular tanah harus dikendalikan.
Pengendalian penyakit tular tanah bertujuan untuk melindungi tanaman atau mengurangi tingkat kerusakan tanaman. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang pada dasarnya adalah pengelolaan segitiga penyakit (Disease Triangle), yaitu menekan populasi patogen serendah-rendahnya, membuat tanaman tahan terhadap serangan patogen, dan mengusahakan lingkungan agar menguntungkan tanaman tetapi tidak menguntungkan kehidupan patogen.
Banyak teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit tular tanah, dan cara-cara tersebut kemudian dikelompokan menjadi beberapa komponen pengendalian antara lain pengendalian kultur teknik, pengendalian hayati, pengendalian dengan resistensi tanaman, pengendalian
secara fisik dan mekanik, pengendalian dengan peraturan, dan pengendalian secara kimiawi.
Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dan efektif dengan penerapan satu teknik pengendalian saja, namun seringkali pengendalian tersebut sulit dilakukan, sehingga digunakan kombinasi berbagai teknik pengendalain termasuk manipulasi lingkungan. Sesuai dengan Undang- Undang No. 12 tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman bahwa perlindungan tanaman ditetapkan dengan sistem Pengendalian Hama-Penyakit Terpadu (PHT).
Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama fungisida kimiawi, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman dan ekonomik. Dikatakan permanen karena apabila pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi lebih mapan dan selanjutnya secara alami musuh alami akan mampu menjaga keseimbangan alami dalam jangka waktu yang panjang. Dikatakan aman karena pengendalian hayati memang aman terhadap lingkungan terutama terhadap organisme bukan sasaran. Pengendalian hayati juga relatif ekonomik karena apabila usaha pengendalian berhasil maka tidak perlu lagi tambahan biaya khusus untuk pengendalian penyakit yang kemungkinan merugikan bagi perkembangan musuh alami.
Hadirin yang saya muliakan
Pengendalian Hayati Penyakit Tular Tanah
Pengendalian hayati terhadap patogen tular tanah adalah pengendalian dengan cara pengurangan inokulum atau patogen oleh salah satu atau lebih mikrobia lainnya. Aspek pengendalian hayati terutama memanipulasi mikrobia yang kompetitif atau yang bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah yang interaksinya di alam dapat menurunkan atau mencegah terjadinya penyakit, yang termasuk dalam kegiatan pengendalian hayati adalah pemberian mikrobia antagonis dan perlakuan tertentu untuk meningkatkan aktivitas mikrobia tanah seperti pemberian bahan organik yang bertujuan agar mikrobia antagonis menjadi tinggi aktivitasnya.
Pengendalian hayati bersifat ekologis dan berkelanjutan. Ekologis berarti pengendalian hayati harus dilakukan melalui pengelolaan ekosistem pertanian secara efisien dengan sedikit mungkin mendatangkan akibat samping negatif bagi lingkungan hidup. Sedangkan berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan dan menjaga upaya agar tidak merosot atau menjaga agar suatu upaya terus berlangsung.
Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak
membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan banyak input luar. Pengendalian hayati yang dilakukan secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya (Reintjes, Haverckort dan Water-Bayer, 1999).
Ada dua kelompok mikrobia antagonis khususnya jamur antagonis yang dapat digunakan sebagai agens pengendalian hayati penyakit tular tanah yang disebabkan oleh jamur tular tanah yaitu jamur endofit yaitu jamur yang terdapat di dalam jaringan tanaman sehat dan jamur saprofit yang terdapat di rhizosfer atau daerah perakaran tanaman.
Hadirin yang saya muliakan
Peran jamur saprofit antagonis sebagai agens dekomposer
Jamur Trichoderma spp. selain bersifat antagonis terhadap jamur patogenik juga dapat bertindak sebagai pengurai limbah organik. Sudantha (2007) dan Sudantha et al. (2008) melaporkan bahwa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. yang diisolasi dari rhizosfer tanaman vanili dan pisang dapat berperan aktif sebagai pengurai seresah daun kopi, lamtoro, kemiri, gamal, kakao, dadap dan banten. Inokulasi jamur saprofit Trichoderma spp. dapat menurunkan C/N rasio pada semua seresah daun. Namun penurunan C/N rasio yang tertinggi diperlihatkan pada seresah daun kopi, seresah daun banten dan seresah daun lamtoro. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiyastuti et al. (1999) bahwa jamur Trichoderma spp. (T. viride, T.
resei dan T. koningii) dapat menurunkan C/N rasio seresah daun Acacia mangium. Penurunan ini karena imobilisasi N yang menyebabkan naiknya jumlah kandungan unsur N yang akhirnya menurunkan nilai C/N rasio.
Harman dan Taylor (1988) mengatakan bahwa kemampuan jamur Trichoderma spp. sebagai agen pengurai seresah disebabkan karena kemampuannya untuk menghasilkan enzim chitinolitik dan selulase yang dapat menguraikan selulosa, hemi selulosa dan lignin yang tinggi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sedangkan menurut Trautmann dan Olynciw (1996) selulosa yang ada pada bahan organik dapat dipisahkan oleh enzim selulase yang telah dihasilkan oleh jamur T. harzianum menjadi ligni–selulose, kemudian merombaknya menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mampu larut dalam air, sehingga segera dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Lebih lanjut Chet dan Baker (1981 dalam Cook dan Baker, 1983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim selulase. Menurut Kuter et al. (1983 dalam Hoitink, Madden dan Boehm, 1996), jamur T. harzianum dan T. hamatum merupakan
hiperparasit pradominan dalam kompos dapat sebagai pengendali biologis penyakit rebah kecambah.
Hadirin yang saya muliakan
Peran Jamur endofit antagonis sebagai agens pengendali hayati
Jamur endofit antagonis adalah jamur yang hidup di dalam jaringan tanaman sehat tanpa menyebabkan gejala atau kerusakan pada tanaman inang. Simbiosis ini bermacam-macam di alam dan dapat berupa mutualistik, netralisme atau antagonistik. Kolonisasi jaringan tanaman oleh jamur endofit terjadi sama seperti patogen tanaman atau mikorhiza. Kolonisasi terdiri dari beberapa tahap rangkaian meliputi pengenalan inang oleh jamur, perkecambahan spora, penetrasi epidermis dan kolonisasi jaringan (Petrini, 1991).
Keuntungan dengan adanya jamur endofit antagonis pada tanaman inang adalah dapat menekan serangan hama, dan ketahanan sistemik atau induksi terhadap patogen (Saikkonen et al., 1998 dalam Arnold et al., 2003).
Menurut Carrol (1988 dalam Davis et al., 2003) ada lima karakteristik mutualisme jamur endofit yaitu: (1) jamur endofit ada dimana-mana pada tanaman inang, penyebarannya luas, menyebabkan berkurangnya gejala penyakit pada tanaman inang; (2) penyebaran jamur endofit terjadi secara vertikal atau secara horizontal lebih efisien; (3) jamur tumbuh melalui jaringan tanaman inang, atau pada organ khusus; (4) jamur menghasilkan metabolit sekunder seperti antibiotik atau racun; dan (5) endofit berhubungan taksonomi dengan antagonistik patogen dan herbovora.
Jamur endofit antagonis pada tanaman tropika diteliti secara luas di Thailand, sedang di Indonesia baru pada beberapa tanaman seperti vanili, jeruk dan padi rawa pasang surut (Tabel 2). Penelitian diutamakan pada biodiversitas (taksonomi dan ekologi) dan pemanfaatan senyawa bioaktif dan produksi enzim.
Tabel 2. Jenis Jamur Endofit Antagonis yang Terdapat pada Berbagai Tanaman Pangan dan Hortikultura
No. Tanaman Jenis Jamur Endofit
1. Pisang di Thailand (Photita et al., 2000 dalam Lumyong et al., 2004)
a. Xylariaceous
b. Guignardia coccoicola c. Colletotrichum gloeosporides 2. Anggrek di Thailand (Busarakum,
2002 dalam Manoch, 2004)
a. Gliocladium penicilloides b. Colletotrichum coccides c. Nodulisporium gregarium d. Pestaloptiopsis guepinii e. Xylaria spp.
3. Vanili di Ungaran (Irawati, 2005) a. Rhizoctonia sp.
4. Jeruk di Malang (Sulistyowati et al., 2005)
a. Trichoderma asperellum 5. Padi rawa pasang surut di
Kalimantan Barat (Budi et al., 2005)
a. Penicillium sp.
b. Gliocladium sp.
c. Trichoderma sp.
6. Vanili di NTB (Sudantha, 2007) a. Trichoderma viride b. Trichoderma koningii c. Trichoderma longibrachiatum d. Trichoderma polysporum e. Trichoderma pseudokoningii f. Rhizoctonia sp.
g. Cladosporium sp.
h. Penicillium citrinum i. Aspergillus flavus j. Aspergillus niger k. Gliocladium catenulatum l. Gliocladium viride 7. Pisang di NTB (Sudantha et al.,
2008)
a. Trichoderma viride b. Trichoderma koningii c. Trichoderma polysporum d. Rhizoctonia sp.
e. Gliocladium catenulatum f. Aspergillus niger g. Aspergillus japonicus h. Aspergillus flavus i. Aspergillus parasiticus 8. Kedelai di NTB (Sudantha, 2009) a. Trichoderma viride
b. Trichoderma koningii c. Trichoderma polysporum
Hadirin yang saya hormati
Pengaruh jamur endofit antagonis terhadap penyakit tanaman pertama kali dilaporkan oleh Shimanuki (1987 dalam Latch, 2002) yaitu tanaman timothy (Phleum pratense) yang terinfeksi oleh jamur endofit Epichloe typhina menunjukkan tahan terhadap jamur patogen Cladosporium phlei. Penelitian lainnya oleh Clarke et al. (1994 dalam Latch, 2002) memperlihatkan bahwa kultivar tanaman fescue (Festuca arundinacea) yang terinfeksi jamur endofit Epichloe sp. lebih tahan terhadap penyakit bercak dollar yang disebabkan oleh jamur patogen Sclerotinia homeocarpa, dan tidak menghambat produksi benih.
Siegel dan Latch (1991, dalam Latch, 2002) menemukan adanya aktivitas anti jamur yang berbeda di antara strain dari jenis jamur endofit, dan kemungkinan ini juga terjadi pada kondisi lapang.
Ketahanan induksi pada berbagai tanaman karena keberadaan jamur endofit antagonis telah banyak dilaporkan. Di Thailand dilaporkan terdapat 61 taksa endofit pada tanaman pisang (Musa sp.) (Photita et al., 2001 dalam Lumyong, Lumyong dan Hyde, 2004), 96 taksa endofit pada bambu (Bambusa sp.) (Lumyong et al., 2000 dalam Lumyong et al., 2004), pada tanaman palm terdapat 39 taksa endofit (Techa, 2001 dalam Lumyong et al., 2004) dan pada tanaman anggrek ditemukan lima taksa endofit (Busarkum, 2002 dalam Manoch, 2004). Di Panama, pada dua jenis tanaman hutan tropika yaitu Heisteria concinna (Olacaceae) dan Ouratea lucens (Ochanaceae) ditemukan 347 taksa jamur endofit (Arnold et al., 2000) dan pada tanaman kakao ditemukan tujuh taksa jamur endofit (Arnold et al., 2003).
Di Indonesia, biodiversitas jamur endofit antagonis pada berbagai jaringan tanaman sehat telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Irawati (2005) melaporkan bahwa jamur Rhizoctonia sp. ditemukan pada akar tanaman vanili sehat, namun belum dimanfaatkan untuk pengendalian penyakit. Sulistyowati, Deci dan Gendall (2005) melaporkan bahwa jamur endofit Trichoderma asperellum yang diisolasi dari jaringan batang jeruk bertindak sebagai antagonis terhadap jamur Phytophthora spp. dan Diplodia spp. Budi, Mariana dan Rachmadi (2005) mengatakan bahwa jamur endofit Penicillium spp, Gliocladium spp. dan Trichoderma spp. yang ditemukan pada jaringan batang dan akar padi rawa pasang surut dapat menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani sampai 80 %.
Berdasarkan hasil isolasi pada jaringan tanaman vanili sehat di kebun vanili Pulau Lombok NTB ditemukan 19 isolat jamur endofit yang bersifat antagonis terhadap jamur F. oxysprorum f. sp. vanillae secara in-vitro. Dari 19 isolat jamur endofit tersebut ada dua isolat yang efektif secara in-situ menekan pertumbuhan jamur F. oxysprorum f. sp. vanillae dan meningkatkan ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang yaitu jamur T. koningii isolat ENDO-02 (Gambar 3) dan T. polysporum isolat ENDO-04. Kedua jamur endofit ini juga
dapat memacu pertumbuhan vegetatif stek dan tanaman vanili klon Timbenuh, selain itu kedua jamur endofit ini dapat tumbuh dengan baik pada seresah daun kopi, lamtoro, kemiri dan gamal (Sudantha dan Abadi, 2006). Pada percobaan pengomposan seresah daun kopi, lamtoro, kemiri dan gamal ternyata kedua jamur endofit tersebut dapat mempercepat proses pengomposan (Abadi dan Sudantha, 2007).
Pada jaringan tanaman pisang sehat ditemukan 10 isolat jamur endofit antagonis, namun hanya tiga isolat yang efektif mengendalikan penyakit layu yang disebabkan oleh jamur F. oxysporum f. sp. cubense (Sudantha et al., 2008). Sedang pada jaringan tanaman kedelai sehat ditemukan tiga jenis jamur endofit Trichoderma spp. yang efektif mengendalikan jamur S. rolfsii dan F.
oxsprorum (Sudantha, 2009).
Koloni T. koningii isolat ENDO-02 Morfologi (1 = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Gambar 3. Koloni dan morfologi jamur T. koningii isolat ENDO-02
Hadirin yang saya hormati
Peran jamur saprofit antagonis sebagai agens pengendali hayati
Jamur saprofit adalah mikrobia yang mengambil makanan dari sisa bahan organik atau bahan mati. Pada dasarnya jamur saprofit dibagi menjadi dua golongan yaitu jamur saprofit obligat dan jamur parasit fakultatif. Jamur saprofit obligat merupakan jamur yang seluruh siklus hidupnya dilalui sebagai saprofit tanpa potensi sebagai parasit. Contohnya jamur Trichoderma sp.
biasanya hidup dan menyelesaikan siklus hidupnya dalam tanah yang mengandung bahan organik. Sedang jamur parasit fakultatif adalah jamur
10 µ
2
3 1
saprofit yang kadang-kadang bertindak sebagai parasit apabila kondisi yang menguntungkan bagi dirinya, contohnya jamur Rhizoctonia solani (Abadi, 2003).
Jamur saprofit yang terdapat di rhizosfer dapat bertindak sebagai jamur antagonis dan sebagai dekomposer atau kedua-duanya sekaligus. Disebut sebagai jamur saprofit antagonis karena kemampuan tumbuhnya yang cepat dan dapat bertindak sebagai kompetitor bagi patogen tular tanah. Selain itu karena menghasilkan enzim dapat bertindak sebagai mikoparasit, dan beberapa mikrobia antagonis menghasilkan antibiotik yang dapat meracuni patogen tular tanah. Disebut jamur saprofit dekomposer karena mampu merombak bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang mudah diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan.
Berikut ini beberapa contoh jenis jamur saprofit antagonis yang terdapat pada berbagai tanaman pangan dan hortikultura seperti yang terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Jamur Saprofit Antagonis pada Berbagai Tanaman Pangan dan Hortikultura
No. Tanaman Jenis Jamur Saprofit Antagonis
1. Tomat di Malang (Abadi, 1990) a. Trichoderma sp.
b. Gliocladium sp.
c. Penicillium sp.
d. Aspergillus sp.
2. Vanili di Malang (Sastrahidayat, 1991)
a. Haplosporella sp.
b. Trichoderma sp.
c. Trichoderma viride d. Monilia sp.
e. Aspergillus sp.
f. Fusarium sp.
3. Kedelai di NTB (Sudantha, 1994) a. Trichoderma sp.
b. Gliocladium sp.
c. Penicillium sp.
d. Aspergillus sp.
4. Cabai di Padang (Elfina et al., 2001) a. Trichoderma harzianum b. T. koningii
5. Vanili di Lombok (Sudantha, 2007) a. Trichoderma viride
b. Trichoderma longibrachiatum c. Trichoderma harzianum d. Trichoderma koningii e. Trichoderma piluliferum f. Trichoderma aureoviride g. Trichoderma hamatum h. Gliocladium catenulatum i. Gliocladium viride Matr j. Penicillium frequentans k. Penicillium citrinum l. Aspergillus flavus m. Aspergillus japonicus 6. Pisang di NTB (Sudantha et al.,
2008)
a. Trichoderma harzianum b. Trichoderma koningii c. Trichoderma aureoviride d. Trichoderma hamatum e. Trichoderma viride f. Gliocladium virens g. Gliocladium catenulatum h. Gliocladium roseum i. Penicillium citrinum j. Penicillium frequentans k. Aspergillus niger l. Aspergillus japonicus m. Aspergillus flavus n. Aspergillus parasiticus 7. Kedelai di Lombok (Sudantha, 2009) a. Trichoderma harzianum
b. Trichoderma koningii c. Trichoderma hamatum d. Trichoderma viride e. Aspergillus niger f. Aspergillus flavus
Penelitian tentang jamur saprofit antagonis untuk pengendalian patogen tular tanah yang menyerang berbagai tanaman di Indonesia telah banyak dilakukan, namun penggunaannya di lapangan masih terbatas dalam skala percobaan. Abadi (1987) melaporkan bahwa Trichoderma harzianum, T. viride dan Penicillium citrinum merupakan jamur yang bersifat antagonistik terhadap Ganoderma boninense pada kelapa sawit. Arifin, Dahlan dan Dahlan (1989) juga melaporkan bahwa jamur Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang berpotensi mengendalikan jamur G. pseudoferrum pada tanaman teh.
Sastrahidayat (1991) mengatakan bahwa jamur Haplosporella sp dan Trichoderma sp. mempunyai tingkat antagonistik yang tinggi terhadap jamur F.
oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili.
Di NTB biodiversitas jamur saprofit antagonis ditemukan di rhizosfer berbagai tanaman. Sudantha (2007) melaporkan bahwa 10 jenis jamur Trichoderma spp. yang berasal dari rhizosfer tanaman vanili efektif mengendalikan penyakit busuk batang vanili, demikian pula 5 jenis jamur Trichoderma spp. yang berasal dari rhizosfer tanaman pisang efektif mengendalikan jamur F. oxsporum f. sp. cubense penyebab layu pada tanaman pisang (Sudantha et al., 2008), sementara itu 4 jenis jamur Trichoderma spp. yang diisolasi dari rhizosfer tanaman kedelai efektif mengendalikan penyakit rebah semai yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii pada tanaman kedelai (Sudantha, 2009).
Jamur Trichoderma spp. selain dapat meningkatkan kesehatan dan ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang ternyata juga dapat memacu pemanjangan tunas daun/sulur dan pembentukan tunas bunga.
Terdapat 4 isolat jamur Trichoderma spp. yang dapat merangsang pembentukan tunas bunga lebih awal pada fase pembibitan, sedang 8 isolat lainnya hanya merangsang pembentukan tunas daun/sulur setelah 30 hari diperlakukan dengan ke empat isolat tersebut (Gambar 4). Keempat isolat jamur tersebut yaitu T. harzianum isolat SAPRO-03 dan SAPRO-07 (Gambar 5) serta jamur T. hamatum isolat SAPRO-09 dan SAPRO-11.
Perlakuan dengan jamur T. harzianum isolat SAPRO-03
Perlakuan dengan jamur T.
hamatum isolt SAPRO-09 Gambar 4. Pertumbuhan tunas bunga dan pembuahan pada bibit
vanili dengan perlakuan jamur saprofit Trichoderma spp.
Koloni T. harzianum SAPRO-07 Morfologi (1 = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Gambar 5. Koloni dan morfologi jamur T. harzianum isolat SAPRO-07
Jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-03 dan SAPRO-07 serta jamur T. hamatum isolat SAPRO-09 dan SAPRO-11 diduga mengeluarkan substansi kimia atau hormon yang didifusikan ke dalam jaringan tanaman vanili yang dapat memacu pembungaan. Hasil penelitian yang sama pernah dilaporkan oleh Windham et al. (1986) bahwa jamur T. harzianum dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman. Tronsmo dan Dennis (1977 dalam Cook dan Baker, 1983) melaporkan bahwa penyemprotan konidia jamur T. viride dan T. polysporum untuk melindungi tanaman strawberi dari penyakit busuk ternyata dapat memacu pembungaan lebih awal. Menurut Salisbury dan Ross (1995), beberapa jenis jamur yang hidup di tanah dapat menghasilkan etilen. Diduga etilen yang dilepaskan oleh jamur tersebut membantu mendorong perkecambahan biji, mengendalikan pertumbuhan kecambah, memperlambat serangan organisme patogen tular tanah, dan memacu pembentukan bunga.
Hadirin yang saya muliakan
Metode Pengendalian Hayati Penyakit Tular Tanah
Metode pengendalian hayati penyakit tular tanah menggunakan jamur endofit dan saprofit antagonis yang dapat diterapkan adalah:
2 3
1
10 µ
1. Inokulasi tanah atau bahan tanaman dengan jamur antagonis
Pada percobaan penanaman kedelai dengan perlakuan biakan jamur saprofit T. harzianum dengan cara dibenamkan ke dalam tanah sebanyak 2,75 ku/ha efektif mengendalikan jamur S. rolfsii dan meningkatkan ketahanan induksi tanaman kedelai terhadap penyakit rebah semai, serta dapat meningkatkan biji kering kedelai/ha sampai 56 % pada lahan kering dan 60 % pada lahan basah. Apabila perlakuan jamur T. harzianum dengan cara pelapisan benih dapat meningkatkan biji kering kedelai/ha 36 % pada lahan kering maupun lahan basah (Sudantha, 1998).
Pada percobaan di pesemaian inokulasi jamur saprofit T. harzianum atau T. hamatum. ke rhizosfer bibit tanaman vanili dengan cara infestasi ke medium tanah dan perendaman stek vanili menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi oleh penyakit busuk batang yang disebabkan oleh jamur F.
oxysporum f. sp. vanillae, sementara itu pada kontrol (tanpa jamur Trichoderma spp.) bibit vanili menunjukkan gejala penyakit busuk batang dengan panjang pembusukan mencapai 85,00 % (Sudantha, 2007).
2. Rangsangan terhadap jamur antagonis dengan perubahan lingkungan Perlakuan kompos jerami padi hasil fermentasi jamur T. harzianum efektif menekan populasi jamur F. oxysporum f. sp. lycopersici dan meningkatkan kesehatan tanaman tomat. Hasil yang sama juga diperlihatkan pada tanaman kedelai, kacang tanah, dan padi gogo (Sudantha, 1999).
Percobaan penambahan belerang untuk menurunkan pH tanah di perkebunan karet yang dilakukan oleh Basuki (1985) menunjukkan adanya peningkatan aktivitas jamur Trichoderma spp. dan menekan perkembangan jamur akar putih. Dalam interaksi koloni antara Trichoderma sp. dengan jamur akar putih, ternyata terjadi hambatan pertumbuhan jamur akar putih apabila pertumbuhan jamur Trichoderma sp. dalam keadaan optimal.
Aktivitas jamur saprofit dalam tanah dapat meningkat dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah (Sastrahidayat, 1990). Menurut Cook (1984), penambahan bahan organik tanah selain merangsang aktivitas jamur antagonis juga dapat menekan pertumbuhan jamur tular tanah melalui kerusakan propagul dan lisis buluh kecambah. Wangiyana dan Sudantha (1995) mengatakan bahwa bahan organik yang berasal dari serasah daun cengkeh dan kopi dapat merangsang aktivitas jamur T. harzianum dan sekaligus dapat menekan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada bibit vanili.
Hadirin yang saya hormati
Mekanisme Antagonisme Jamur Saprofit dan Endofit
Rhizosfer merupakan suatu daerah pada tanah yang berpengaruh terhadap akar tanaman. Daerah tersebut dicirikan dengan aktivitas mikrobia termasuk patogen tular tanah dan jamur antagonis. Pada daerah tersebut terjadi interaksi jamur tular tanah dengan antara jamur antagonis sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa kemungkinan mekanisme antagonisme jamur saprofit dan endofit dalam menekan jamur tular tanah, sebagai berikut :
a. Kompetisi nutrisi
Kompetisi antara jamur antagonis dengan jamur tular tanah dapat berupa kompetisi ruang dan nutrisi. Hal ini dibuktikan apabila populasi mikrobia antagonis lebih dominan dari pada patogen maka kejadian penyakit dapat ditekan. Sebaliknya apabila di rhizosfer populasi patogen tular tanah lebih dominan dan adanya tanaman inang yang peka maka infeksi akar akan terjadi.
Sudantha (2007) melaporkan bahwa pada contoh tanah yang diambil dari daerah sekitar perakaran tanaman vanili sehat ternyata populasi mikrobia didominasi oleh jamur Trichoderma spp. dengan populasi sekitar 10 x 104 propagul/g tanah, tetapi sebaliknya pada contoh tanah yang diambil dari daerah sekitar perakaran tanaman vanili sakit ternyata populasi mikrobia didominasi oleh jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dengan populasi sekitar 10 x 104 propagul/g tanah dengan intensitas penyakit busuk batang mencapai 57,70 %.
Secara in-vitro dapat dibuktikan juga bahwa apabila jamur Trichoderma spp. ditumbuhkan dalam satu cawan petri pada waktu bersamaan dengan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae ternyata kecepatan tumbuh jamur Trichoderma spp. lebih cepat sehingga mampu menutupi seluruh permukaan cawan petri dalam waktu tiga hari (Sudantha, 2007).
b. Antibiosis
Upadhayay dan Mukhopadhyay (1983) menduga bahwa jamur T.
harzianum mengeluarkan senyawa antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur S. rolfsii. Demikian pula Cook dan Baker (1983) berpendapat bahwa strain tertentu dari Trichoderma menghasilkan antibiotik viridin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain. Cook dan Baker (1983) mengatakan bahwa strain tertentu dari Trichoderma menghasilkan antibiotik viridin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain. Elfina et al.
(2001) juga melaporkan bahwa jamur T. harzianum mengeluarkan senyawa anti mikrobia yang mampu menghambat pertumbuhan jamur S. rolfsii.
Pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA terhambat secara nyata bila biakan tersebut ditangkupkan di atas biakan jamur saprofit antagonis dibandingkan dengan bila biakan yang sama ditangkupkan di atas medium PDA tanpa jamur saprofit antagonis (kontrol). Jamur saprofit yang paling mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp.
vanillae adalah jamur saprofit Trichoderma spp., kemudian diikuti dengan jamur Gliocladium spp., hal ini diperlihatkan dengan kecilnya diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (Sudantha, 2007).
Terhambatnya pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum f. sp. cubense pada diduga karena semua jamur saprofit mengeluarkan antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap. Adanya perbedaan kemampuan menghambat diantara jamur saprofit diduga karena jumlah dan jenis antibiotik atau alkaloid yang dihasilkan oleh masing-masing jamur saprofit berbeda (Sudantha et al., 2008).
Beberapa isolat jamur Trichoderma spp. menghasilkan antibiotik terutama pada pH rendah (Dennis dan Webster, 1971 dalam Cook dan Baker, 1983). Jamur T. viride menghasilkan gliotoksin dan viridin yang mampu menghambat pertumbuhan jamur lain. Jamur T. viride mengeluarkan bau seperti minyak kelapa terutama pada biakan yang sudah tua (Rifai, 1969).
Jamur lainnya seperti A. flavus menghasilkan aflatoksin, sedang jamur P.
citrinum menghasilkan citrin yang berperan sebagai fungistatik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain Domsch et al. (1980)
c. Mikroparasitisme
Abd-El Moity dan Shatla (1981) menyatakan bahwa Trichoderma merupakan mikoparasit yang dapat melakukan penetrasi ke miselium dan sclerotia jamur S. rolfsii sehingga terjadi lisis dan pengkristalan. Lebih lanjut Papavizas (1985) menyatakan bahwa mekanisme mikoparasitisme dimulai dengan pelunakan sel inang oleh enzim yang dihasilkan oleh mikoparasit sebelum kerusakan dan kematian sel inang. Menurut Hadar, Chet dan Henis (1979), jamur T. harzianum memproduksi enzim ekstra selluler ß-(1,3) glucanase dan chitinase yang mampu merusak dinding sel R. solani.
Pada percobaan antagonisme dengan metode oposisi langsung menunjukkan bahwa hifa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. yang mulai kontak dengan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae di bawah mikroskop menunjukkan bahwa ± 90 % hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis dan hifanya menjadi mengecil. Selain itu hifa jamur Trichoderma spp. membelit hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae sehingga terjadi pengkristalan (Sudantha, 2007).
Hadirin yang saya hormati
Prospek Pengembangan Jamur Endofit dan Saprofit Antagonis
Dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan maka dapat dikatakan bahwa jamur endofit T. koningii isolat ENDO-02 dan T. polysporum isolat ENDO-04 serta jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-03 dan SAPRO-07 serta jamur T. hamatum isolat SAPRO-09 dan SAPRO-11 berpeluang dikembangkan sebagai biofungisida, dekomposer dan bioaktivator untuk memacu pertumbuhan dan pembungaan tanaman. Sudantha (2008) melaporkan bahwa jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. tersebut dapat dibiakan secara massal pada medium cair, substrat padat dan tablet dengan bahan dasar dari menir jagung, dedak, seresah daun lamtoro dan daun kopi.
Kedepan dalam upaya untuk mendapatkan produk pertanian bermutu tinggi dan aman dikonsumsi maka perlu dipertimbangkan menggunakan biorational fungicide atau formulasi fungisida yang berasal dari mikrobia untuk pengendalian patogen tular tanah, karena fungisida tersebut mempunyai spektrum sempit dan aman terhadap lingkungan. Di Indonesia biorational fungicide yang sudah dikomersialkan antara lain Biotri P (bahan aktif jamur T.
koningii) digunakan untuk pengendalian jamur akar putih Rigidoporus lignosus pada tanaman karet. Ganidium P (bahan aktif jamur Gliocladium spp.) digunakan untuk pengendalian penyakit busuk akar Sclerotium rolfsii pada tanaman cabai.
Di luar negeri penelitian intensif telah dilakukan terhadap biorational fungicide yang digunakan untuk pengendalian berbagai patogen tular tanah yang sangat merugikan banyak tanaman, bahkan beberapa jamur antagonis telah dikemas sedemikian rupa untuk tujuan komersial. Sebagai contoh Binab T (bahan aktif jamur T. harzianum (ATCC 20476) dan T. polysporum (ATCC 20475) digunakan untuk pengendalian penyakit busuk kulit pohon, daun perak pada apel, hawar pada chestnut, busuk akar pada pohon kayu. Promote (bahan aktif T. harzianum dan T. viride) digunakan untuk pengendalian jamur Phytium spp., Rhizoctonia dan Fusarium. Soil Gard (bahan aktif Gliocladium virens GL21) digunakan untuk pengendalian jamur Phytium spp., R. solani dan S. rolfsii (Khetan, 2001).
Hadirin yang saya muliakan
Pada bagian akhir dari pidato saya ini, izinkanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Menteri Pendidikan Nasional yang telah mengangkat saya sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Penyakit Tanaman di Fakultas Pertanian Universitas Mataram, sejak 1 Nopember 2008. Jabatan ini saya peroleh antara lain karena rekomendasi dari Senat Fakultas Pertanian dan
Senat Universitas Mataram. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada semua anggota senat yang terhormat.
Kepada Rektor Universitas Mataram, Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum, Ph.D. dan mantan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mataram Ir. H.
Parman, Ph.D. (alm) terima kasih atas segala bantuan dan dukungangannya selama ini, terutama telah memotivasi dan memberikan rekomendasi kepada saya untuk mengikuti Program Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Motivasi dan dukungan ini merupakan modal awal saya untuk meraih jenjang akademik tertinggi sebagai Guru Besar, dan masih terngiang ditelinga saya, kata-kata beliau yaitu anda harus menjadi Guru Besar, dan kata-kata itu segera saya realisasikan setelah saya meraih gelar Doktor.
Kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mataram Ir. H. Sudirman, M.Sc., Ph.D. dan para Pembantu Dekan, Ketua-Ketua Jurusan, Ketua-Ketua Program Studi, Ketua-Ketua Laboratorium, semua dosen dan staf administrasi serta laboran, saya mengucapkan terima kasih atas dorongan moril dan kerjasama yang baik selama ini. Demikian pula kepada mahasiswa bimbingan saya baik S1 maupun S2 dan banyak sekali nama-nama yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan terima kasih atas jasa, budi baik, bantuan moril dan material sehingga akhirnya saya meraih jenjang ini.
Kepada guru-guru saya di SDN No. 1 Selong, SMPN No. 1 Selong dan SPMAN Mataram, serta pembimbing saya di S1 Fakultas Pertanian Universitas Mataram yaitu Ir. Abdullah MT. (alm), Ir. H. Parman, Ph.D. (alm) dan Ir. I Nyoman Kantun, MS., pembimbing saya selama S2 di Program KPK Unibraw- UGM yaitu Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. dan Dr. Ir. Hakam S. Modjo, M.Sc. (alm), saya mengucapkan terima kasih atas jasa-jasanya. Secara khusus kepada komisi promotor selama S3 di Program Doktor Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yaitu Prof. Dr. Ir. Tutung Hadiastono, MS., Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. dan Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS. saya mengucapkan terima kasih atas jasa-jasanya karena dengan penuh disiplin telah membimbing, mengarahkan, memberikan semangat dan tugas terstruktur kepada saya berupa artikel yang dimuat pada jurnal terakriditasi nasional dan seminar nasional serta buku ajar yang pada akhirnya dapat saya gunakan sebagai bahan usulan ke Guru Besar. Akhirnya dengan kerja keras dan disiplin saya dapat menyelesaikan program S3 dalam waktu relatif cepat yaitu 2,5 tahun dengan predikat Cumlaude.
Pada kesempatan yang baik ini saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Direktur DP2M Dikti Depdiknas, Ketua Lemlit Unram dan Ketua LPM Unram yang telah memberikan dana penelitian sejak tahun 1993 sampai sekarang melalui Penelitian Berbagai Bidang Ilmu Tahun Anggaran (TA) 1994, Penelitian Dosen Muda (TA 1996 dan 2003), Penelitian Hibah Bersaing (TA 1994-1999, TA 2003-2005, TA 2006-2008, TA 2009-2010), Penelitian Dasar (TA 2003), Penelitian Fundamental (TA 2005-2008), Hibah
Kompetensi (TA 2008-2010), dan dana pengabdian pada masyarakat melalui penerapan Ipteks (1993-2007), Program Semi-Que (TA 2000) dan Unit Usaha Jasa dan Industri (TA 2001-2002). Demikian pula saya sampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Litbang Pertanian Deptan yang telah memberikan dana penelitian melalui Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (TA 2008-2010). Selain itu saya mengucapkan terima kasih kepada Deputi Bidang Pengembangan Sipteknas Kementerian Negara Ristek yang telah memberikan dana penelitian melalui Program Insentif Ristek Terapan (TA 2009). Semua penelitian ini telah mengantarkan saya meraih jenjang akademik tertinggi sebagai Guru Besar seperti sekarang ini.
Kepada kepala BAAKPSI Unram Drs. H. Muhibah Nasruddin, M.Sc. dan Kasubbag Kerjasama Musanip, S.Si, M.Repro beserta staf dan Kepala BAUK Drs. Syamsuddin, M.Sc. dan staf serta semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu mempersiapkan acara pengukuhan Guru Besar ini, dan telah membantu dalam pengurusan SK Guru Besar saya, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Dengan rasa hormat saya menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya, bapak I Ketut Keriya (alm) dan ibu Ni Wayan Keprug (alm) atas asuhan dan kasih sayang serta bimbingan, pendidikan dan doa yang diberikan selama ini. Kepada kedua mertua saya I Wayan Purna (alm) dan Ni Wayan Kenyem (alm) saya menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas doa restu dan dorongan semangat selama ini.
Dengan rasa terharu saya sampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada istri tercinta Ni Wayan Kasniasih dan anak-anak tercinta Aditya Prajatama, Anggayuda Pramadya dan Indra Prayoga atas kasih sayang, doa, kesabaran, ketabahan, pengertian dan pengorbanannya selama ini. Kepada kakak-kakak dan adik kandung saya beserta kelurganya yang hadir pada saat ini, kakak-kakak dan adik-adik ipar saya berserta keluarganya yang secara khusus datang dari Bali untuk hadir pada acara pengukuhan Guru Besar ini, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan dan budi baiknya selama ini.
Akhirnya, kepada seluruh hadirin yang saya muliakan, saya ucapkan terima kasih atas kesediaannya untuk hadir dan kesabarannya mendengarkan dan menyaksikan pidato ini sampai selesai, disertai permohonan maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan di hati.
Saya akhiri pidato ini dengan ucapan:
Om Astungkara
Om Dirghayur nirvighna sukha vrdhi nugrahakam (Om, semoga kami sukes tanpa halangan dan memperoleh kebahagiaan atas anugrah-Mu)
Om Santih, Santih, Santih Om.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L. 1987. Biologi Ganoderma boninense Pat. Pada Kelapa Sawit (Elaes guineensis Jacq) dan Pengaruh Beberapa Mikroba Tanah Antagonistik Terhadap Pertumbuhannya. Fakultas Pasca Sarjana IPB.
Disertasi (tidak dipublikasikan). 147 hal.
Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I Edisi Pertama. Bayumedia Publishing dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur – Indonesia. 137 hal.
Abadi, A. L. dan I. M. Sudantha. 2007. Pengembangan dan Aplikasi Jamur Endofit Trichoderma sp. Untuk Meningkatkan Ketahanan Induksi Tanaman Vanili terhadap Penyakit Busuk Batang Fusarium. Laporan Penelitian Hibah Bersaing DP2M DIKTI.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. 93 hal.
Abd-El Moity, H. and M. N. Shatla.1981. Biological Control of White Rot Disease of Onion (Sclerotium cepivorum) by Trichoderma harzianum.
Phytopathologiche Zeitschrift 100: 29 - 35.
Arnold, A. E. 2000. Fungal Endophytes of Tropical Trees: Methods and Potential for Biological Control of Fungal Pathogen of Cocoa. Department of Ecology and Evolotionary Biology, University of Arizona, Tucson USA.
http://www.cabi-comodities.org/Acc/ACCrc/PDFFiles, (18 Maret 2005).
Arnold, A. E., L. C. Mejia, D. Kyllo, E. I. Rojash, Z. Maynard, N. Robbins and E.
A. Herre. 2003. Fungal Endophytes Limit Pathogen Damage In a Tropical Tree. PNAS vol. 100 No. 26: 15649 – 15654. Published online:
Barnett, H. L. And B. B. Hunter. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi.
Fourth Edition. APS Press, The American Phytopathological Society, St.
Paul, Minnesota.218 p.
Basuki. 1985. Peranan belerang sebagai pemacu pengendalian biologi penyakit akar putih pada karet. Disertasi Doktor. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 169 hal.
BPTPH NTB. 1991. Laporan Perkembangan Penyakit Bercak Ungu Pada Tanaman Bawang Merah di NTB. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB.
BPTPH NTB. 1995. Epidemi Penyakit Busuk Yang Disebabkan oleh Jamur Fusarium oxysporum f. sp. musae pada Tanaman pisang di NTB. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB.
Budi, I. S. Mariana and Rachmadi. 2005. Exploration of Tidal Swamp Rice Endophytic Fungi from South Kalimantan and Biological Control of Rhizoctonia solani. In Program and Abstract The 1st International Conference of Crop Security, Brawijaya University, Malang, September 20th – 22nd, 2005. 264 p.
Cook, R. J. and K. F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathological Society, St. Paul MN. 539 p.
Davis, E. C., J. B. Franklin, A. J. Shaw and R. Vilgalys. 2003. Endophytic Xylaria (Xylariaceae) Among Liverworts and Angiospermae:
Phylogenetics, Distribution, and SymSAPROis. American Journal of Botany 9 (11): 1661 – 1667.
Elfina, Y., Mardinus, T. Habazar dan A. Bachtiar. 2001. Studi Kemampuan Isolat-isolat Jamur Trichoderma spp. yang Beredar di Sumatera Barat untuk Pengendalian Jamur Patogen Sclerotium rolfsii pada Bibit Cabai.
Dalam Purwantara, A. et al. (Penyunting), Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI, di Bogor. 167 - 173.
Hadar, Y.; I Chet and Y. Henis. 1979. Biological Control of Rhizoctonia solani Damping-Off with Wheat Bran Culture of Trichoderma harzianum.
Phytopathology 69 ; 64 - 69.
Harman, G. E. and A. Taylor, 1988. Improved seedling performance by intergrasion of biological control agents at favourable pH levels with solid matrix priming. Phytopatholgy 78: 520 – 525.
Hoitink, H. A. J., L. V. Madden and M. J. Boehm. 1996. Relationships Among Organic Matter Decomposition Level, Microbial Species Diversity, and Soilborne Disease Severity. In. Hal. R (Ed.) Principles and Practice of Managing Soilborne Plant Pathogens. APS Press, The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. 330 p.
Irawati, A. F. C. 2005. Characterization and Hypovirulent Test of Rhizoctonia sp. from Heahlty Vanilla Roots. Paper Presented on The 1st International Conference of Crop Security 2005, Brawijaya University, Malang, September 20th – 22nd, 2005. 17 p.
Kethan, S. K. 2001. Microbial Pest Control. Marcel Dekker, Inc. New York. 300 p.
Latch, G. C. M. 2002. Diseases. AgResearch Limited. Palmerston North, New Zealand. http://forages.oregostate.edu/is/tfis/chapter20/TFIS Chapter 20.pdf, (18 Maret 2005). 6 p.
Lumyong, S., P. Lumyong and K. D. Hyde, 2004. Endophytes. In Jones, E. B.
G., M. Tantichareon and K. D. Hyde (Ed.), Thai Fungal Diversity.
Published by BIOTEC Thailand and Biodiversity Research and Training Program (BRTI/TRF. Biotec). 197 – 212.
Manoch, L. 2004. Soil Fungi. In Jones, E. B. G., M. Tantichareon and K. D.
Hyde (Ed.), Thai Fungal Diversity. Published by BIOTEC Thailand and Biodiversity Research and Training Program (BRTI/TRF. Biotec). 141 – 154.
Nurawan, A., M. Tombe dan K. Matsumoto. 1995. Penelitian Daya Antagonisme Isolat Bakteri yang Diisolasi Dari Rhizosfera Berbagai Jenis Tanaman Terhadap Patogen Busuk Batang Vanili. Dalam Parman et al. (Penyunting), Peran Fitopatologi dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutandi Kawasan Timur Indonesia. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Mataram. 356 – 359.
Papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Gliocladium: Biology, Ecology and Potential for Biocontrol. Ann. Rev. Phytopathology 23: 23 - 54.
Petrini, O. 1991. Fungal Endophytes of Tree Leaves. In Andrews, J. H. and S.
S. Hirano (Ed), Microbial Ecology of Leaves. Springer-Verlag, Berlin. 179 – 197.
Petrini, O. 1993. Endophyt of Pteridium spp.: Some Considerations for Biological Control. Sydowia 45: 330 –338.
Reintjes C., B. Haverckort dan A. water-Bayer. 1999. Pertanian masa Depan.
Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah.
Terjemahan dari : An Introduction to Low-External Input and Sustainable Agriculture 1992 Oleh Y.Sukoco, S.S. Kanisius.
Yogyakarta. 270 p.
Rifai, M. A. 1969. A revision of the marga Trichoderma. Commonwealth Mycological Institute, Mycol. Papers 116: 1 - 56.
Salisbury, F. B. Dan C. W. Ross, 1995. Fisiology Tumbuhan Jilid 3.
Perkembangan tumbuhan dan fisiologi Tumbuhan (Terjemahan D. R.
Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB Bandung.
Sastrahidayat, I. R. 1991. Penggunaan Energi Sinar Matahari dan Mikroorganisme Untuk Menanggulangi Serangan Fusarium batatis var.
vanillae Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Vanili di Pesemaian. Dalam Sarbini, G. et al. (Penyunting), Prosiding Kongres Nasional XI dan Seminar Ilmiah PFI di Ujung Pandang. 201 – 206.
Sudantha, I. M. 1994. Potensi beberapa jamur antagonistik sebagai biofungisida untuk pengendalian penyakit layu Sclerotium pada tanaman kedelai. Laporan Penelitian Didanai Proyek ARMP Deptan. Fakultas Pertanian UNRAM, Mataram, 35 hal.
Sudantha, I. M. 1997. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Direktorat Pembinaan Penelitian dan pengabdian Pada Masyarakat Dirjen Dikti.
Sudantha, I. M. 1998. Uji Multilokasi Penggunaan Biofungisida “BIOTRIC”
(bahan aktif jamur Trichoderma harzianum) Untuk Pengendalian Jamur Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai di lahan Sawah dan Lahan Kering Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Universitas Mataram Edisi A (IPA) Vol. I (17): 70 - 80.
Sudantha, I. M. 1999. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Sudantha, I. M. Dan A. L. Abadi. 2006. Biodiversitas Jamur endofit Pada Vanili (Vanilla planifolia Andrews) dan Potensinya Untuk Meningkatkan Ketahanan Vanili Terhadap Penyakit Busuk Batang. Laporan Kemajuan Penelitian Fundamenatal DP3M DIKTI. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram 107 hal.
Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB.
Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 259 hal.
Sudantha, I. M., I. G. M. Kusnarta, M. Rahayu dan I. N. Sudana. 2008.
Karakterisasi dan Potensi Jamur Saprofit dan Endofit Antagonistik Untuk Meningkatkan Ketahanan Induksi Tanaman Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium di Nusa Tenggara Barat. Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian Universitas Mataram. 106 hal.
Sudantha, I. M., 2009. Karakterisasi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonis pada Tanaman Kedelai di Pulau Lombok. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Sukamto dan M. Tombe. 1995. Antagonisme Trichoderma viride terhadap Fusarium oxysporum f. sp. vanillae secara In-Vitro. Dalam Parman et al.
(Penyunting), Peran Fitopatologi dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Mataram.
600 – 604.
Sulistyowati, L., N. F. Deci and A. R. Gendall. 2005. Isolation and Sequencing of Chitinase and Glucanase Genes of Endophytic Trichoderma asperellum from Citrus Stem. In Program and Abstract The 1st International Conference of Crop Security 2005, Brawijaya University, Malang, September 20th – 22nd, 2005. 264 p.
Trautman, N. and E. Olynciw, 1996. Compost microorganism. Cornell Composting. Science and Engineering. Cornell University. 16 hal.
Upadhyay, J. P. and A. N. Mukhopadhyaya. 1986. Biological Control of Sclerotium rolfsii by Trichoderma harzianum in Sugarbeet. Tropic. Pest.
Manag. 32 (3): 215 - 220.
Wangiyana, W. dan I. M. Sudantha. 1995. Pengendalian Terpadu Penyakit Busuk Batang Vanili di Pembibitan Menggunakan Jamur Trichoderma harzianum dan Residu Tanaman. Dalam Parman et al. (Penyunting), Peran Fitopatologi dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutandi
Kawasan Timur Indonesia. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI di Mataram. 345 – 351.
Windham, M., Y. Elad and R. Baker. 1986. A Mechanism of Increased Plant Growth Induced by Trichoderma spp. Phytopathology 76: 518 - 521.
Widyastuti, S. M., Sumardi dan N. Hidayat. 1998. Kemampuan Trichoderma spp. untuk Pengendalian Hayati Jamur Akar Putih pada Acacia mangium secara In-vitro. Buletin Kehutanan No. 36. 24 – 38.
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha, MS.
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kupang, 16 Maret 1958 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Hindu
5. NIP : 131453831
6. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Madya/ IV/d
7. Jabatan Akademik : Guru Besar (TMT 1 Nopember 2008) 8. Nama Istri : Peltu (Kowad) Ni Wayan Kasniasih 9. Nama Anak : 1. Aditya Prajatama (Mahasiswa Jurusan
Elektro Semester VIII Fakultas Teknik Universitas Mataram)
2. Anggayuda Pramadya (Mahasiswa Program Studi Agribisnis Semester VI Fakultas Pertanian Universitas Mataram) 3. Indra Prayoga (Pelajar Kelas I SLBN
Pembinan Prop. NTB)
10. Alamat Kantor : Fakultas Pertanian Universitas Mataram Jl.
Majapahit No. 62 Mataram. Telp. 0370- 621435
11. Alamat Rumah : Jl. Danau Matana No. 3 Bumi Pagutan Permai, Mataram. Telp. 0370-626394, HP.
0818362754
B. Riwayat Pendidikan
No. Jenis Pendidikan Tahun Lulus
1. SD Negeri I Selong Lombok Timur 1971
2. SMP Negeri I Selong Lombok Timur 1974
3. SPMA Negeri Mataram 1977
4. Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram
1984 5. Magister Sains, Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang
1991 6. Doktor, Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya Malang
2007
C. Riwayat Jabatan Fungsional/Kepangkatan (Gol. Ruang)
No. Jabatan Fungsional/Kepangkatan (Gol. Ruang) Tahun
1. CPNS Tahun 1985
2. Asisten Ahli Madya/ Penata Muda (III/a) Tahun 1986 - 1987 3. Asisten Ahli/ Penata Muda Tk. I (III/b) Tahun 1987 - 1989 4. Lektor Muda/ Penata (III/c) Tahun 1989 - 1992 5. Lektor Madya/ Penata Tk. I (III/d) Tahun 1992 - 1996
6. Lektor/ Pembina (IV/a) Tahun 1996 - 2000
7. Lektor Kepala Madya/ Pembina Tk. I (IV/b) Tahun 2000 - 2001 8. Lektor Kepala/ Pembina Tk. I (IV/b) Tahun 2001 - 2004 9. Lektor Kepala/ Pembina Utama Muda (IV/c) Tahun 2004 - 2008 10. Guru Besar/ Pembina Utama Madya (IV/d) Tahun 2008 –
sekarang D. Riwayat Pekerjaan
No. Nama Pekerjaan Tahun Tempat
1. Staf Pengajar Program S1 1985-sekarang Fakultas Pertanian Unram
2. Sekretaris Program Studi Agronomi
1992-1996 Fakultas Pertanian Unram
3. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Penelitian
1996-2004 Lembaga
Penelitian Unram 4. Koordinator Program Semi-
Que Proyek Management Perguruan Tinggi Dikti
2000 Fakultas Pertanian Unram
5. Direktur Unit Usaha Jasa dan Industri Pertanian Organik
2001-2002 Fakultas Pertanian Unram
6. Staf Pengajar Program Diploma III Pertanian
2001-2004 Fakultas Pertanian Unram
7. Ketua Dewan Redaksi Jurnal Ilmiah AGROTEKSOS
2007-sekarang Fakultas Pertanian Unram
8. Staf Pengajar Program S2 Program Magister Sumber Daya Lahan Kering
2008-sekarang Program Pascasarjana Unram 9. Anggota Tim Reviewer
Penelitian Dosen Muda DP2M Dikti
2008 Dikti Diknas
10. Anggota Tim Pembahas Kurikulum Program S2 Program Magister Sumber Daya Lahan Kering
2008 Program
Pascasarjana Unram 11. Anggota Tim Penyusun Buku
Pedoman Penyelenggara Pendidikan Program S2 Program Magister Sumber Daya Lahan Kering
2008 Program
Pascasarjana Unram
12. Anggota Senat Unsur Guru Besar Fakultas Pertanian Unram
2008-sekarang Fakultas Pertanian Unram
13. Anggota Senat Unsur Guru Besar Unram
2008-sekarang Unram 14. Anggota Tim Reviewer Hibah
Penelitian Strategis Nasional Unram
2009 Unram
E. Mata Kuliah yang Diampu
No. Mata Kuliah yang Diampu Tempat
1. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian Unram 2. Penyakit Patogen Tular Tanah Fakultas Pertanian Unram 3. Pengelolaan Terpadu HPT Fakultas Pertanian Unram
4. Metode Ilmiah Fakultas Pertanian Unram
5. Pengendalian Hayati Fakultas Pertanian Unram 6. Ilmu Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unram 7. Epidemiologi Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Unram 8. Penyakit Benih dan Pasca Panen Fakultas Pertanian Unram
9. Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian Unram 10. Bakteriologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Unram 11. Sistem Pertanian Lahan Kering Program Magister Sumber
Daya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram F. Pengembangan Bahan Pengajaran
No. Judul Buku Tahun
1. Penerapan Teknologi Fermentasi untuk Biopestisida dan Kompos
2002 2. Petunjuk Praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan 2002 3. Petunjuk PKL Penerapan Teknologi Budidaya
Sayuran Sistem Organik
2002 4. Petunjuk Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi 2003 5. Petunjuk Praktikum Pengendalian Hayati 2007
6. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 2007
7. Kiat Mendapatkan Vanili Bebas Penyakit Busuk Batang Fusaraium Menggunakan Jamur Saprofit dan Endofit Antagonis
2008
8. Patogen Tumbuhan Tular Tanah dan Pengendaliannya
2008 9. Pengendalian Hayati Penyakit Busuk Batang
Vanili Menggunakan Jamur Endofit dan Saprofit
2009
G. Tanda Penghargaan
No. Nama Tanda Penghargaan Tahun Perolehan
Nama Instansi yang Memberi 1. Juara II Peneliti Terbaik Tingkat
Nasional
1987 Perhimpunan Fitopatologi
Indonesia 2. Dosen Teladan III Fakultas
Pertanian Universitas Mataram
2004 Fakultas Pertanian Universitas
Mataram 3. Lulus S3 Ilmu Pertanian dengan
Predikat Cumlaude
2007 Universitas Brawijaya 4. Wisudawan Terbaik I Program
Doktor Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
2007 Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya