Aplikasi Artificial
Intelligence (AI) dalam Skrining Diabetik
Retinopati
OFTALMOLOGI KOMUNITAS
Anisa Vitriana
Pembimbing: dr. Nina Ratnaningsih, Sp.M(K), M.Sc
Daftar Isi
1
2
3
5
8 9 PENDAHULUAN
EPIDEMIOLOGI DIABETIK RETINOPATI
SKRINING DIABETIK RETINOPATI
APLIKASI ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) PADA SKRINING DIABETIK
RETINOPATI KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Pendahuluan
Meningkatnya urbanisasi, gaya hidup inaktif, dan perubahan pola makan berkontribusi pada peningkatan jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) di dunia. Kondisi DM seringkali menyebabkan komplikasi ke organ lain dan salah satu komplikasi mikrovaskular yang paling terjadi pada DM adalah Diabetik Retinopati (DR). Perjalanan penyakit DR terjadi secara bertahap dimana pada fase awal jarang menimbulkan gelaja yang signifikan. Deteksi dini dan penanganan DR di waktu yang tepat dapat mencegah 95%
kebutaan akibat DR.
Jangkauan skrining DR yang luas diperlukan untuk mengurangi angka kebutaan di suatu negara. Kondisi geografis dan sosioekomi yang beragam pada suatu negara menjadi tantangan untuk memperluas jangkauan skrining. Masyarakat yang yang tinggal di daerah jauh dari perkotaan seringkali memiliki keterbatasan askes terhadap fasilitas kesehatan sekaligus keterbatasan pengetahuan mengenai kesehatan. Kondisi DR pada kelompok masyarakat tersebut biasanya baru ditemukan pada tahap yang serius dan telah menyebabkan kebutaan permanen. Hal tersebut mempengaruhi kualitas hidup individu dan juga meningkatkan beban sosioekonomi bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, cakupan skrining DR yang luas turut berkontribusi dalam program pencegahan kebutaan.
Skrining DR dapat dilakukan oleh dokter spesialis mata, perawat terlatih atau dokter umum terlatih. Terdapat beberapa modalitas untuk melakukan skrining DR seperti funduskopi direk/ indirek atau foto fundus yang hasilnya akan diinterpretasikan oleh tenaga kesehatan.
Keterbatasan fasilitas dan tenaga ahli seperti dokter spesialis mata menjadi salah satu penyebab sulitnya untuk memperluas skrining DR terutama di daerah-daerah terpencil yang jauh dari perkotaan.
Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence;
AI) menjadi salah satu alternatif skrining yang efisien, murah, dan mudah dioperasikan untuk diagnosis DR. Saat ini perkembangan AI untuk mendeteksi DR sudah cukup maju. Berbagai piranti lunak telah dibuat untuk memperluas skrining DR. Tujuan artikel ini adalah untuk memaparkan aplikasi AI sebagai salah satu modalitas untuk skrining DR.
Epidemiologi
Berdasarkan data dari International Diabetes Federation terdapat 463 juta penderita DM pada tahun 2019 dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta pada 2045 secara global. Antara tahun 2010 dan 2030, akan terjadi peningkatan 69% jumlah orang dewasa yang mengidap diabetes di di negara berkembang dan peningkatan 20% di negara maju. Berdasarkan data dari WHO, Indonesia akan menjadi peringkat keempat dalam prevalensi DM pada tahun 2030.
Prevalensi dari DR bervariasi dari 10% sampai 61% pada penderita DM di berbagai negara, bergantung pada tipe DM, durasi penyakit, dan berdasarkan wilayah tempat tinggalnya. Diabetik Retinopati menyumbang 5-10% dari semua kebutaan di negara- negara ekonomi menengah. Data International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) pada tahun 2015 menunjukkan 145 juta orang menderita DR dan 45 juta orang menderita Visual Threatening Diabetic Retinopathy (VTDR). Sejak tahun 1990-2010, DR menduduki peringkat kelima sebagai penyebab paling umum kebutaan yang dapat dicegah dan penyebab kelima terbanyak dari gangguan penglihatan sedang hingga berat. Studi terkait DR di Indonesia dari populasi dengan DM tipe 2 menunjukkan prevalensi DR dan VTDR adalah 43,1% dan 26,3% serta ditemukan 1 dari 12 orang dengan VTDR buta bilateral.
Terdapat beberapa faktor risiko DR, seperti durasi dan tipe DM, kontrol gula darah, status hipertensi, derajat dislipidemia, konsumsi alkohol dan rokok, usia serta etnis tertentu. Skrining DR disarankan dilakukan untuk semua pasien dengan DM.
2
Skrining Diabetik Retinopati
International Diabetic Retinopathy (ICDR) mengklasifikasikan DR
menjadi 3 kategori besar
Non-Proliferative Diabetic Retinopathy(NPDR),
Proliferative Diabetic Retinopathy(PDR) dan Diabetic Macular
Edema (DME). NPDR dan DME kemudian dibagi lagi menjadi 3tingkatan yaitu, ringan, sedang dan berat. Rekomendasi skrining DR adalah saat awal diagnosis ditegakkan untuk DM tipe 2 dan pada 5 tahun setelah diagnosis DM ditegakkan untuk DM tipe 1. Waktu pemeriksaan ulang tergantung pada tingkat keparahan DR dan bervariasi antara 1-2 tahun.
Gambar 1. Klasifikasi Diabetik Retinopati
Gambar 2. Klasifikasi Edema Makula Diabetik
Pedoman skrining DR dari International Council of Ophthalmology (ICO) menyarankan skrining meliputi pencatatan riwayat penyakit dan riwayat pengobatan berupa durasi, status, dan jenis pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan saat skrining DR berupa pemeriksaan mata dasar meliputi tajam penglihatan dasar dan dengan menggunakan kacamata serta pemeriksaan fotografi fundus. Foto fundus telah digunakan untuk diagnosis dan penilaian DR, sejak studi retinopati diabetik pertama kali dimulai pada awal 1970-an. Standar emas untuk menilai tingkat keparahan DR adalah fotografi fundus stereoskopik yang meliputi tujuh lapang retina.
Sebelumnya, skrining DR hanya mengandalkan dokter spesialis mata dan dokter umum terlatih untuk menyaring semua penderita diabetes. Seiring dengan pergeseran teknologi pemeriksaan dari oftalmoskopi ke fotografi retina digital, tenaga kesehatan terlatih juga dapat membantu melakukan skrining. National Institute for Clinical Excellence (NICE, UK) merekomendasikan standar skrining untuk skrining DR pada sensitivitas 80% dan spesifisitas 95%.
Tujuan skrining retinopati diabetik sistematis adalah untuk mengurangi risiko gangguan penglihatan dan kebutaan di antara orang tanpa gejala dengan DM melalui identifikasi yang cepat dan pengobatan efektif. Indikator kunci keberhasilan skrining DR adalah sistem rujukan yang baik agar pengobatan dapat dimulai sebelum penglihatan penurunan nilai mungkin terjadi. Hasil skrining dari DR terbagi menjadi tiga kategori, yaitu pemeriksaan ulang rutin untuk kondisi ringan, rujukan yang tidak mendesak untuk kondisi yang tidak mengancam penglihatan, dan rujukan yang tidak mendesak untuk kasus yang mengancam penglihatan
4
Aplikasi AI dalam Skrining Diabetik Retinopati
AI dalam bidang kesehatan menggunakan algoritma kompleks untuk meniru kognisi manusia dalam menganalisis data medis secara mandiri. Penggunaan AI dengan Deep Learning (DL) juga berpotensi untuk diaplikasikan dalam bidang oftalmologi. Penggunaan AI di bidang oftalmologi diawali oleh negara-negara maju untuk mengatasi masalah kesehatan mata kronis yang memilki prevalensi cukup tinggi, salah satunya DR. DL pada AI dapat diaplikasikan untuk penyakit retina seperti DR karena diagnosis dan penatalaksanaannya bergantung pada hasil foto fundus dan OCT.
DL terdiri dari suatu jaringan yang secara implisit mengenali karakteristik DR dari gambaran retina pada foto fundus.
Gambar 3. Model rujukan skrining diabetik retinopati
Proses pembelajaran AI terdiri dari 2 bagian yaitu, training set dan validasi set. Pelatihan menggunakan ribuan foto retina dengan berbagai grading yang berbeda, kemudian dibentuk menjadi training set. Data akan dilabel per bagian oleh ahli professional.
Setelah terpapar dengan ribuan gambar retina, mesin akan belajar untuk melakukan grading dengan sendirinya yang menggabungkan komplek model dan data gambar yang dimasukkan. Validation set merupakan kumpulan beberapa data yang membentuk sebuah algoritma.
Penggunaan AI dalam skrining retinopati diabetik telah disetujui FDA sejak tahun 2018.
Beberapa contoh dari algoritma AI tersebut adalah Retmarker DR®, Google AI®, dan EyeArt IDx-DR®.
6
Negara yang memiliki sumberdaya rendah seperti pada negara berpenghasilan rendah dan menengah dapat mengimplementasikan program skrining yang efektif secara pembiayaan. Rasio pembiayaan yang dinyatakan efektif berada pada kisaran kurang dari $100 per disabilitas yang disesuaikan dengan rentang tahun harapan hidup. Maka dari itu mengurangi pembiayan dan meningkatkan efisiensi program melalui penetapan target skrining menjadi prioritas utama. Perkembangan teknologi seperti AI dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan efektivitas skrining DR.
Tabel 1. Penelitian mengenai Deep Learning pada AI sebagai modalitas diagnostik diabetik retinopati
Hasil akhir atau output dari AI dapat berupa diagnosis atau juga disertai rekomendasi penatalaksanaan. Sistem AI dipercaya dapat menurunkan biaya, meningkatkan akurasi diagnostik, dan meningkatkan akses pasien untuk skrining DR. Dalam beberapa penelitian besar, penggunaan AI dalam mendiagnosis DR sudah terbukti cukup baik dengan sensitivitas 87% sampai 100% dan spesifisitas 87% sampai 98%.
Sistem kerja AI secara umum adalah dengan menganalisis foto fundus melalui server berbasis cloud. Beberapa AI juga terintegrasi dengan telemedicine secara real-time yang dikombinasikan dengan jaringan internet.
Algoritma AI biasanya telah dilatih dalam praktik klinis dan diverifikasi oleh gambar retina diperoleh dari database suatu populasi. Dalam skrining DR terdapat dua mode AI yaitu, mode otomatis penuh yang dapat digunakan di lokasi skrining di mana tidak ada evaluator untuk melakukan interpretasi dari citra retina yang diperoleh serta mode bantuan yang dapat digunakan di lokas tersebut masih terdapat grader yang andal atau dokter mata.
Hambatan utama dalam pengaplikasian AI dalam skrining adalah keterbatasan ketersediaan set data besar yang dikurasi dengan baik dari berbagai populasi yang berbeda untuk untuk pengembangan dan validasi algoritma. Kinerja AI tergantung pada data yang digunakan DL untuk melatih algoritme AI tersebut. Keterbatasan ini dapat menyebabkan bias dan aplikasi AI yang terbatas karena tidak dapat langsung digunakan dalam populasi secara umum.
Potensi Hambatan AI dalam Skrining Diabetik Retinopati
Keterbatasan Data untuk Deep Learning AI
Hambatan yang dapat ditemukan dalam sistem AI untuk skrining DR berkaitan dengan integrasi yang tepat sistem AI ke dalam sistem yang sudah ada, kelancaran transfer data, jenis kamera yang digunakan untuk foto fundus, dan kemampuan teknis dari operator yang masih perlu dilatih.
Keterbatasan Sistem Operasional
Masalah hukum dan etika yang terkait dengan AI juga dapat menjadi hambatan untuk penggunaan AI untuk skrining. Hal tersebut berkaitan dengan kerahasiaan data pasien. Dalam sistem pemeriksaan menggunakan AI yang berbasis server data pasien akan dikirimkan ke cloud.
Masalah Hukum dan Etika
Skrining DR yang efektif dapat mengurangi angka gangguan
penglihatan akibat DR yang mengalami keterlambatan penanganan. Hal tersebut turut membantu mengurangi beban sosioekonomi yang diakibatkan kebutaan akibat DR. AI untuk program skrining DR dapat
diaplikasikan untuk negara yang memiliki ketidaksesuaian antara jumlah populasi skrining yang banyak dan tenaga kesehatan yang terbatas. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat beberapa sistem AI yang dapat digunakan skrining dan menunjukan akurasi yang baik untuk diagnosis DR. Pemerintah dan pembuat kebijakan juga harus memahami
tantangan AI di sektor kesehatan. Oleh karena itu, langkah-langkah harus harus diambil untuk memastikan bahwa AI di bidang kesehatan
dapat diaplikasikan.
Kesimpulan
8
Daftar Pustaka
Burton MJ, Ramke J, Marques AP, Bourne RRA, Congdon N, Jones I, et al. The Lancet Global Health Commission on Global Eye Health: vision beyond 2020. Vol. 9, The Lancet Global Health. Elsevier Ltd; 2021. p. e489–551.
International Agency for the Prevention of Blindness. Diabetic retinopathy silently blinding millions of people world-wide. 2019
Sasongko MB, Widyaputri F, Agni AN, Wardhana FS, Kotha S, Gupta P, et al. Prevalence of diabetic retinopathy and blindness in Indonesian adults with type 2 diabetes. American Journal of Ophthalmology 2017;181:79-87
World Health Organization Regional Office for Europe. Diabetic retinopathy screening: a short guide Increase effectiveness, maximize benefits and minimize harm. 2020. Hlm. 6-12.
Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Vol. 87, Diabetes Research and Clinical Practice. 2010. p. 4–14.
Wong TY, Sun J, Kawasaki R, Ruamviboonsuk P, Gupta N, Lansingh VC, et al. Guidelines on Diabetic Eye Care: The International Council of Ophthalmology Recommendations for Screening, Follow-up, Referral, and Treatment Based on Resource Settings. Vol. 125, Ophthalmology. Elsevier Inc.; 2018. p. 1608–22.
Das T, Takkar B, Sivaprasad S, Thanksphon T, Taylor H, Wiedemann P, et al. Recently updated global diabetic retinopathy screening guidelines: commonalities, differences, and future possibilities. Vol. 35, Eye (Basingstoke). Springer Nature; 2021. p. 2685–98.
Pei X, Yao X, Yang Y, Zhang H, Xia M, Huang R, et al. Efficacy of artificial intelligence-based screening for diabetic retinopathy in type 2 diabetes mellitus patients. Diabetes Res Clin Pract.
2022 Feb 1;184.
Ting DSW, Cheung CYL, Lim G, Tan GSW, Quang ND, Gan A, et al. Development and validation of a deep learning system for diabetic retinopathy and related eye diseases using retinal images from multiethnic populations with diabetes. JAMA - Journal of the American Medical
Association. 2017 Dec 12;318(22):2211–23.
Arcadu F, Benmansour F, Maunz A, Willis J, Haskova Z, Prunotto M. Deep learning algorithm predicts diabetic retinopathy progression in individual patients. NPJ Digit Med. 2019 Dec 1;2(1).
Raman R, Dasgupta D, Ramasamy K, George R, Mohan V, Ting D. Using artificial intelligence for diabetic retinopathy screening: Policy implications. Vol. 69, Indian journal of ophthalmology.
NLM (Medline); 2021. p. 2993–8.
National Institute for Health and Care Excellence. AI technologies for detecting diabetic retinopathy. 2021. Hlm. 2-18
Padhy SK, Takkar B, Chawla R, Kumar A. Review Article Artificial intelligence in diabetic retinopathy : A natural step to the future Diabetic Retinopathy and Artificial The Solution : Principle Behind Artificial Intelligence. Indian J Ophthalmol. 2019;67:1004–9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.