• Tidak ada hasil yang ditemukan

artikel kelompok 2

N/A
N/A
Ristomi Simatupang

Academic year: 2025

Membagikan "artikel kelompok 2"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TRADISI LISAN DAN KEARIFAN LOKAL MAMONGOTI JABU (MEMASUKI RUMAH BARU) PADA

MASYRAKAT BATAK TOBA DI TARUTUNG : STUDI DESKRIPTIF

Ristomy Ricard Simatupang1, Gian Aldo Sembiring2, Selly Duma Agustina Situmorang3, Efrida Yanti Siregar4, Anggie Putri Aulia Sianturi5, Prof. Drs.

Mauly Purba, MA, Ph.D6

1 Mahasiswa Program Studi S-1 Etnomusikologi USU Medan

2 Mahasiswa Program Studi S-1 Etnomusikologi USU Medan

3 Mahasiswa Program Studi S-1 Etnomusikologi USU Medan

4Mahasiswa Program Studi S-1 Etnomusikologi USU Medan

5 Mahasiswa Program Studi S-1 Etnomusikologi USU Medan

6 Dosen Program Studi S-1 Etnomusikologi USU MEDAN E-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Descriptive studies on oral traditions and local wisdom regarding the mangompoi jabu ceremony are still limited and not very in-depth, so there are still opportunities for more comprehensive research from various scientific perspectives to reveal the meaning of the ceremony in order to increase understanding of the Mamongoti Jabu tradition. Research Methods used in This scientific article is a qualitative research method, with the data collection process through direct interviews with informants.

Apart from direct interviews, the author also uses textual analysis methods in several books as well as audio-visual analysis to provide an overview of the Mamongoti Jabu ceremony. Mamongoti Jabu is classified as an oral tradition because it originates from the habits of the people which are then passed down from generation to generation without any Formal education is used to learn how this ceremony is performed. Mamongoti jabu is also a form of local wisdom, because with this activity the general public can see and understand the true views and strategies of the Batak people in discussing, thinking, speaking and in carrying out everything in their lives in accordance with wise local ideas. With By conveying information regarding traditional procedures which are still carried out orally, the Batak people show the richness of their culture through traditions which are still preserved to this day. This is what makes the Mamongoti Jabu ceremony one of the important traditional ceremonies for the Batak people.

(2)

Keywords: Oral Tradition, Local Wisdom, and Mamongoti Jabu

ABSTRAK

Studi deskriptif tentang tradisi lisan dan kearifan lokal tentang upacara mangompoi jabu masih terbatas dan belum terlalu mendalam, sehingga masih terbuka peluang untuk penelitian lebih komprehensif dari berbagai sudut pandang keilmuan untuk mengungkap makna upacara tersebut guna meningkatkan pemahaman tentang tradisi Mamongoti Jabu.Metode Penelitian yang digunakan dalam artikel ilmiah ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan proses pengumpulan data melalui wawancara secara langsung dengan informan. Selain wawancara secara langsung, penulis juga menggunakan metode analisis tekstual pada beberapa buku serta analisis audio visual untuk memberikan gambaran mengenai upacara mamongoti jabu.Mamongoti jabu tergolong kedalam oral tradition (tradisi lisan) karena berawal dari kebiasaan masyarakatnya yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi tanpa adanya pendidikan formal yang digunakan untuk mempelajari bagaimana upacara ini dilakukan. Mamongoti jabu juga merupakan bentuk kearifan lokal, karena dengan kegiatan ini khalayak umum bisa melihat dan memahami bagaimana sebenarnya pandangan dan strategi orang Batak dalam bersoalisasi, berpikir, berbicara dan dalam melaksanakan setiap hal di dalam hidupnya sesuai dengan gagasan-gagasan setempat yang sifatnya bijaksana.Dengan penyampaian informasi mengenai tata cara adat yang masih dilakukan secara lisan, maka masyarakat Batak menunjukkan kekayaan budayanya melalui tradisi yang masih lestari hingga saat ini. Hal inilah yang menjadikan upacara Mamongoti Jabu menjadi salah satu upacara adat yang penting bagi masyarakat Batak.

Kata kunci: Tradisi Lisan, Kearifan Lokal, dan Mamongoti Jabu

1.PENDAHULAN

Suku Batak Toba merupakan salah satu etnis yang berasal dari provinsi Sumatera utara. Dari sekian banyak upacara adat bahkan kesenian masyarakat etnis tersebut, ada salah satu upacara yang sampai dewasa ini masih dilakukan dan masih kerap berlangsung pada masyarakat suku Batak Toba, yaitu Upacara Mamongoti Jabu. Pengertian Mamongoti berasal dari kata “bongot” yang artinya masuk dan arti jabu adalah rumah. Maka,

mamongoti jabu ialah memasuki rumah, dalam hal ini rumah yang dimasuki ialah rumah yang baru saja selesai dibangun dan sebelum ditempati oleh pemilik rumah tersebut, diadakan suatu upacara yang tujuannya untuk memohon doa dari hula-hula (keluarga dari pihak istri yang empunya rumah), dongan tubu (pihak yang semarga) lalu dari sisolhot (kerabat dekat dari si pemilik rumah) dan dongan sahuta (tetangga yang berkediaman di sekitar rumah yang akan ditempati). Kiranya

(3)

melalui doa serta permohonan yang dipanjatkan boleh membawa berkat untuk si pemilik rumah dan seluruh anggota keluarga yang akan menempati rumah tersebut. Upacara ini juga menjadi suatu cara mengungkapkan rasa bersyukur pemilik rumah atas rumah baru yang sudah selesai dibangun.

Bagi orang Batak, memiliki rumah sendiri sangatlah penting dan menjadi acuan bagi yang baru memulai berumah tangga karena rumah merupakan sesuatu yang sangat didambakan untuk menjadi tempat untuk berlindung, tujuan untuk pulang dari semua rasa lelah saat seharian bekerja atau beraktivitas di luar, kemudian tempat beristirahat keluarga. Rumah merupakan tempat yang dirindukan anggota keluarga yang ingin segera kembali dari tempat kerja maupun perjalanan. Itulah sebabnya, ketika suatu keluarga pada suku Batak sudah bisa membangun rumah, keluarga tersebut akan membuat acara syukuran adat memasuki rumah baru (Mariani Dkk dalam Tradisi Lisan Mamongoti Bagas (Memasuki Rumah Baru) Dalam Masyarakat Batak Toba tahun 2019).

Mamongoti jabu juga merupakan oral tradition (tradisi lisan) karena berawal dari kebiasaan masyarakatnya dan kemudian diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya tanpa adanya wadah khusus (pendidikan formal) yang digunakan untuk mempelajari bagaimana upacara ini dilakukan, semuanya dipelajari melalui apa yang dikatakan oleh para tetua adat atau

orangtua.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Sampai saat ini, penelitian yang dilakukan tentang upacara adat Mamongoti Jabu masih sangat terbatas.

Meski demikian, sejumlah besar penelitian telah dilakukan, baik dalam bentuk skripsi, tesis, maupun artikel jurnal. topik-topik pembahasannya sudah sangat beragam, mulai dari Prosesi dan ritual dalam upacara, Makna simbolik dan filosofis, Nilai- nilai kearifan lokal, sampai pada Fungsi sosial-budaya. Tetapi cakupannya masih terbatas dan belum terlalu mendalam. Masih terbuka peluang untuk penelitian lebih komprehensif dari berbagai sudut pandang keilmuan untuk mengungkap makna guna meningkatkan pemahaman tentang tradisi Mamongoti Jabu ini.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rista Sianturi (Tesis, Universitas Negeri Medan, 2017) Dalam tesisnya yang berjudul "Makna Simbolik Upacara Mamongoti Jabu di Kabupaten Toba Samosir", Rista Sianturi mengkaji secara mendalam tentang makna simbolik dari setiap prosesi dan ritual dalam upacara Mamongoti Jabu.

penelitian ini sudah memberikan kontribusi penting, namun penelitian ini bukanlah membahas studi deskriptif melainkan makna simbolik dari setiap prosesi dan ritual dalam upacara.

Kemudian hasil penelitian dari Dosma Sihombing (Artikel Jurnal, Jurnal Ilmu Budaya, 2018) Dalam artikelnya

"Upacara Mamongoti Jabu sebagai

(4)

Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Batak Toba", Dosma Sihombing menganalisis upacara Mamongoti Jabu dari sudut pandang antropologi budaya dan kearifan lokal.

3. METODE

Metode Penelitian yang digunakan dalam artikel ilmiah ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan proses pengumpulan data melalui wawancara secara langsung dengan informan. Teknik wawancara secara langsung terhadap informan ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan serta untuk

meminimalisir terjadinya

ketidakakuratan atau kesalahan data yang diperoleh. Selain wawancara secara langsung dengan beberapa narasumber, penulis juga menggunakan metode analisis tekstual pada beberapa buku serta analisis audio visual untuk memberikan gambaran mengenai upacara mamongoti jabu.

4. PEMBAHASAN 4.1 Mamongoti Jabu

"Mamongoti Jabu" diambil dari Bahasa Batak yang dimana "Bongot"

memiliki arti masuk dan “Jabu”

memiliki arti rumah. Dengan kata lain, mamongoti jabu berarti memasuki rumah.

Mamongoti jabu ada dua jenis, yaitu : manuruk jabu dan mangompoi jabu. Keduanya merupakan upacara memasuki rumah baru, namun terdapat perbedaan diantara dua upacara ini,

antara lain :

4.1.1 Manuruk Jabu

Manuruk Jabu merupakan acara sederhana sebelum menempati rumah baru. Manuruk Jabu hanya dilakukan oleh keluarga inti seperti Suami, Istri, dan anak-anak si pemilik rumah tanpa melibatkan hula-hula, tetangga, dan anggota keluarga lain. Seluruh keluarga inti akan berkumpul di ruang tengah rumah barunya dan melakukan doa bersama. Isi doanya ialah harapan- harapan yang baik untuk rumah yang baru saja selesai dibangun dan akan segera ditempati dan juga kesejahteraan bagi seluruh pengisi rumah. Upacara manuruk jabu ini tergolong kedalam upacara yang hemat biaya karena dari segi makanan yang dihidangkan lebih sedikit dan tentu tamu undangannya juga lebih sedikit dibanding dengan upacara mangompoi jabu, maka dari itu upacara ini menjadi pilihan bagi keluarga yang memiliki keterbatasan biaya.

4.1.2 Mangompoi Jabu

Mangompoi jabu juga merupakan acara untuk memasuki rumah baru, namun yang menjadi pembeda dengan upacara manuruk jabu adalah skala acaranya yang lebih besar, hal ini tampak dari prosesnya yang melibatkan "dalihan na tolu" (sistem kekerabatan suku batak toba). Dalihan na tolu disini dibagi menjadi beberapa bagian:Pertama, dongan tubu merupakan saudara laki-laki semarga dengan bapak si pemilik rumah, yang

(5)

kedua hula-hula (keluarga dari pihak marga istri), ketiga ialah boru (saudara perempuan dari marga suami), dan yang keempat merupakan Tulang (keluarga dari pihak ibu pemilik rumah).

Undangan upacara ini juga dapat meliputi masyarakat disekitar lingkungan rumah tersebut (dongan sahuta).

Pada prosesnya pihak hula-hula dan tulang membawa "si pir ni tondi"

(beras), dan "dengke" (olahan ikan mas khas suku Batak yang biasanya dimasak dengan cara diarsik). Selain itu, mereka juga membawa ulos (kain tenun khas Batak) yang menggambarkan ikatan kasih sayang. Selanjutnya dongan sahuta, dongan tubu, dan boru akan memberikan "tumpak" (uang), sebagai tanda bahwa mereka juga senang memiliki rumah baru, dan mereka berharap uang yang mereka beri akan bermanfaat dan membantu si pemilik rumah.

Acara akan dilakukan di pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB, atau dalam istilah Batak disebut "di parnangkok ni mata ni ari", saat matahari akan naik.

Sebagian besar orang Batak percaya bahwa hal itu dapat memberi energi positif, agar rejeki dan sukacita bagi orang yang melakukan acara di jam tersebut meningkat seperti matahari yang mulai naik di langit.

Orang tua dulu memiliki keyakinan bahwa jika suatu rumah baru telah melewati upacara mengompoi jabu, rumah tersebut tidak boleh dijual dan seluruh keluarga harus tinggal di dalamnya atau dijadikan

sebagai "jabu parsaktian" (rumah yang berfungsi sebagai tempat kumpul bagi seluruh keluarga yang datang ke kampung halamannya dari perantauan masing-masing.

4.1.2.3 Deskrispi Rangkaian Acara Mangompoi Jabu

1. Pengguntingan pita

Acara mangompoi jabu diawali dengan sesi pengguntingan pita oleh pemilik rumah bersama pimpinan gereja dengan mengucapkan kata-kata

berkat berbarengan dengan

pengguntingan pita. Setelah pengguntingan pita, pintu rumah dibuka dan semua yang bersangkutan masuk kedalam rumah.

2. Ibadah

Ibadah biasanya berjalan sesuai dengan aturan gereja si pemilik rumah yaitu sebagai berikut :

 Votum, ayat introitus dan doa pembuka,

 Bernyanyi dari buku ende (lagu yang dipilih disesuaikan dengan

ayat introitus yang

telahdibacakan),

 Pembacaan nats altikab pengganti hukum taurat,

 Bernyanyi lagi dari buku ende (lagu kembali disesuai dengan nats yang telah dibacakan)

 Pengakuan dosa,

 Bernyanyi dari Buku Ende dengan tema menyambut Sabda/Firman,

 Pembacaan firman Tuhan

(6)

atau khotbah,

 Doa syafaat, biasanya do'a syafaat dilakukan oleh hula-hula atau tulang

 Benyanyi sekaligus mengumpulkan

persembahan (nyanyian / lagu yang dibawakan sesuai deng penyerahan persembahan,

 Do'a penutup dan penerimaan berkat.

Tidak ada pengkhususan dalam lagu ataupun nyanyian dalam upacara mamongoti jabu, tema nyanyian disesuaikan dengan jalannya ibadah dan yang terpenting lagu yang dibawakan bersifat sukacita karena hal tersebut akan mempengaruhi semangat suhut1 dan para undangan, selanjutnya acara akan dipandu oleh parhata2.

3. Pasahat Tudu-tudu Ni Sipanganon Tudu-tudu ni sipanganon ialah bagian-bagian tertentu hewan ternak yang disembelih dan diberikan oleh tulang dan hula-hula kepada suhut.

Selain pada upacara

mangompoi jabu pasahat tudu-tudu ni sipanganon ini juga masih kerap dilakukan pada upacara-upacara adat

Batak lainnya, sewaktu

menyerahkan tudu-tudu ni

sipanganon atau penanda perjamuan pihak keluarga akan beramai-ramai

1 Suhut ialah orang yang menyelenggarakan acara.

2 Parhata ialah kerabat satu marga dengan suhut

memegang piringnya dan ada kalanya mereka akan saling memegang bahu jika piringnya susah dijangkau, seolah-olah ada sesuatu yang hendak dialirkan. Padahal kesaksian orang tua-tua, pada jaman dahulu tidak begitu.

Tudu-tudu sipanganon cukup diletakkan di tengah-tengah ruangan di hadapan undangan terhormat. Bagi kita orang Kristen lebih baik tudu- tudu sipanganon diletakkan di tengah tengah ruang agar tidak menimbulkan salah tafsir seolah-olah makanan itu memiliki kekuatan magis ataumenjadi medium penyaluran berkat. Sebab tudu-tudu sipanganon itu hanyalah simbol penghormatan kepada undangan bahwa jamuan dilakukan dengan khidmat dan sepenuh hati.

4. Hula-hula pasahat Dekke3

  Setelah hula-hula memberikan tudu-tudu ni sipanganon berupa daging kemudian hula-hula memberikan ikan mas arsik dan ulos sebagai tanda pengikat kasih kepada suhut.

5. Makan bersama (marsipanganon) Doa makan bersama akan dipimpin oleh parsinabung4. Pada waktu yang bersamaan, pihak boru akan memotong bagian-bagian dari tudu-tudu ni sipanganon seperti bagian hati, jantung, ususdan bagian lainnya

3 Dekke ialah ikan mas arsik yang melambangkan berkat hidup

4 Parsinabung ialah saudara kandung semarga dengan suhut

(7)

untuk kemudian dibagi dalam kegiatan membagi jambar.

6. Membagi jambar5

Bagian-bagian jambar dan pihak yang menerimanya :

 Namarngingi parsiamun : Hula-hula

 Namarngingi

parhambirang : Tulang

 3.Osangparsiamun: Pariba n (boruni hula-hula)

 4.Osang parhambirang : Sude boru (semua pihak boru)

 Somba-somba:Angka Tulang dohot Hula-Hula

 Soit: Sihal-sihal

(termasuk dongan sahuta)

 Ihur-

ihur : Hasuhoton(suhut dohot dongan tubu

7. Marhata Sigabe-gabe

Merupakan kegiatan

mengucapkan selamat kepada suhut dari setiap perwakilan pihak yang hadir baik tulang, hula-hula dan lainnya.

8. Pasahat Piso-Piso dohot Pasi Tuak na Tonggi

Piso-piso merupakan sejumlah uang yang diberikan suhut kepada

5 Jambar ialah bagian tubuh tertentu hewan ternak dalam hal ini ialah babi yang diberikan kepada orang-orang tertentu yang termasuk dalam dalihan na tolu

pihak tulang dan pasi tuak na tonggi berupa uang yang diberikan suhut kepada hula-hula, dongan tubu dan dongan sahuta.

9. Hasuhuton mangampu

Akhir dari upacara ini adalah di mana suhut mengucapkan kata-kata terima kasih kepada seluruh undangannya yang sudah hadir dan berperan dalam upacara mangompoi jabu.

Banyak asumsi masyarakat dalam memaknai dan melaksanakan upacara mamongoti jabu ini, artinya tiap daerah memilki pandangannya masing-masing dan memilki cara tersendiri dalam melakukan kegiatan ini. Salah satunya daerah di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara yang sampai sekarang masih melakukan upacara mamongoti jabu, namun terdapat beberapa hal yang diubah atau bahkan diganti dengan yang baru, seperti penggunaan namarmiak-miak (hewan babi) dari yang sebelumnya sigagat duhut (hewan kerbau) sebagai bentuk ucapan syukur yang nantinya menjadi makanan untuk seluruh tamu undangan.

Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan pendapatan masyarakatnya yang sekarang, artinya tidak ada paksaan.

Mamongoti jabu tergolong kedalam oral tradition (tradisi lisan) karena berawal dari kebiasaan masyarakatnya dan kemudian diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya tanpa adanya wadah khusus (pendidikan formal) yang digunakan untuk mempelajari bagaimana upacara

(8)

ini dilakukan, semuanya dipelajari melalui apa yang dikatakan oleh para tetua adat atau orangtua.

Tidak hanya menjadi sebuah tadisi lisan. Mamongoti jabu juga merupakan bentuk kearifan lokal Indonesia khususnya suku Batak Toba, karena dengan kegiatan ini khalayak umum bisa melihat dan memahami bagaimana sebenarnya pandangan dan strategi orang Batak dalam bersoalisasi, berpikir, berbicara dan dalam melaksanakan setiap hal di dalam hidupnya sesuai dengan gagasan- gagasan setempat yang sifatnya bijaksana karena nantinya itu yang akan mencerminkan bagaimana orang Batak di kancah lokal mapun internasional.

5. SIMPULAN

Dari penelitian tentang mamongoti jabu diatas dapat disimpulkan bahwa Upacara

Mamongoti Jabu merupakan salah satu upacara adat yang memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Batak, karena melalui upacara ini mereka memohon doa dan berharap agar rumah yang baru saja selesai dibangun dapat ditempati oleh pemiliknya dengan keberkahan dan kelancaran. Proses ini tidak hanya menjadi momen yang penting bagi pemilik rumah, tetapi juga bagi seluruh anggota keluarga dan masyarakat sekitar rumah baru tersebut. Dengan penyampaian informasi mengenai tata cara adat yang masih dilakukan secara lisan dari generasi ke genarasi oleh

tetua-tetua adat, maka masyarakat Batak menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi yang masih lestari hingga saat ini dan menjadi kearifan lokal yang istimewa.

6. DAFTAR ACUAN Buku:

Fred Wibowo. 2007. Teknik Produksi Program Televisi. Yogyakarta:

Pinus Book Publisher.

Peacock, James L. 2005. Ritus Modernisasi ”Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat Indonesia” (Penterjemah: Eko Prasetyo). Depok: Desantara.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Laporan Penelitian/Jurnal Ilmiah:

Hutagalung, I., Siagian, S. A., Sitanggang, J., & Sinulingga, J.

(2023). Analisis Teks, Koteks, Dan Konteks Dalam Upacara Mamongoti Bagas (Memasuki Rumah Baru) Masyarakat Batak Toba. Kompetensi, 16(2), 457–

464. DOI:

https://doi.org/10.36277/kompet ensi.v16i2.200

Internet:

http://unit.itb.ac.id/~loedroek/?page- id=5. diakses 25 Pebruari 2009

(9)

http://www.maesajenar.com/2006/09/

ludruk_kartolo_cs.htm. diakses 25 Pebruari 2009.

Narasumber:

Nama lengkap, XX tahun, profesi, kota domisili

Referensi

Dokumen terkait

salah satu ritual yang menjadi bagian penting dari seluruh rangkaian upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing, apalagi ritual yang dibarengi penambalan marga,

Dalam pelaksanaan upacara sorong serah aji krama terdapat salah satu budaya dan adat istiadat pada masyarakat yang sangat penting khususnya didesa Marong

Makna Upacara Adat Kematian Pada Masyarakat Minangkabau Di Kabupaten Padang Pariaman seiring dengan berkembang zaman, eksistensi hukum adat mulai memudar diharapkan kepada

Dari hasil penelitian yang telah diuarikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar budaya yang dilakukan melalui upacara adat Mombowa Tumpe memiliki nilai

Kampung Rato ini adalah daerah yang masih menjadi upacara adat penti sebagai salah satu kearifan yang sudah menjadi bagian yang penting bagi masyarakat.Dilihat

sebuah musik memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu upacara.. Musik merupakan salah satu unsur yang penting dan menjadi

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan koleksi merupakan salah satu kegiatan perpustakaan yang memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan

2.3 Peranan Ulos Dalam Upacara Adat dan Kehidupan Sosial Masyarakat Ulos merupakan kain tradisional yang memiliki makna mendalam dalam budaya Simalungun, khususnya dalam konteks