• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEFISIT KEPERAWATAN DIRI DAN KEBERSIHAN DIRI STASE KEPERAWATAN DASAR

N/A
N/A
Mala Nurmalasari

Academic year: 2023

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEFISIT KEPERAWATAN DIRI DAN KEBERSIHAN DIRI STASE KEPERAWATAN DASAR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

DEFISIT KEPERAWATAN DIRI DAN KEBERSIHAN DIRI STASE KEPERAWATAN DASAR

DISUSUN OLEH : MALA NURMALASARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

STIKKES UMMI BOGOR

2023

(2)

2 A. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri

1. Pengertian defisit perawatan diri

Menurut Judith, M. W. (2016, p.360) defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan, dan eliminasi. Jika seseorang tidak dapat melakukan semua perawatan diri, situasi ini digambarkan sebagai defisit perawatan diri total. Namun, diagnosis tersebut dapat diklasifikasikan dalam masalah yang lebih spesifik, dengan batasan karakteristiknya masing-masing; masalah-masalah ini dapat berdiri sendiri atau dalam berbagai kombinasi, seperti defisit perawatan diri:

mandi/hygiene dan makan.

Defisit perawatan diri sering kali disebabkan oleh hambatan mobilitas fisik, nyeri, ansietas, atau persepsi (misal defisit perawatan diri: makan +2 (semi ketergantungan) yang berhubungan dengan disorientasi).

2. Klasifikasi defisit perawatan diri

Menurut Judith, M. W. (2016, p.360) defisit perawatan diri diklasifikasikan seperti defisit perawatan diri mandi, defisit perawatan diri berpakaian, defisit perawatan diri makan, dan defisit perawatan diri eliminasi.

a. Defisit perawatan diri mandi

Menurut Judith, M. W. (2016, p.361) defisit perawatan diri mandi adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas mandi atau hygiene sendiri. Batasan karakteristik dari defisit perawatan diri mandi adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas seperti : mengakses kamar mandi, mengeringkan badan, mengambil perlengkapan mandi, mendapatkan sumber air, mengatur (suhu atau aliran) air mandi, membersihkan tubuh (atau anggota tubuh).

b. Defisit perawatan diri berpakaian

Menurut Judith, M. W. (2016, p.364) defisit perawatan diri berpakaian adalah hambatan kemampuan untuk memenuhi aktivitas berpakaian lengkap dan berhias diri. Batasan karakteristik dari defisit perawatan diri berpakaian adalah :

(3)

3

1) Hambatan kemampuan untuk : mengancingkan pakaian, mengambil pakaian, mengenakan atau melepas bagian-bagian pakaian yang penting, mengenakan atau melepaskan sepatu atau kaos kaki.

2) Ketidakmampuan untuk : memilih pakaian, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, mengenakan pakaian pada tubuh bagian bawah, mengenakan pakaian pada tubuh bagian atas, mengenakan sepatu atau kaos kaki, melepaskan sepatu atau kaos kaki, melepaskan pakaian, menggunakan alat bantu, menggunakan ritsleting.

Menurut Yetti, A. (2010, p.58) setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali memalui air seni dan keringat untuk menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. Sehingga dalam Yetti, A. (2010, p.57) menjaga kebersihan diri berpakaian, sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak. Pakaian agak longgar di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea.

c. Defisit perawatan diri makan

Menurut Judith, M. W. (2016, p.366) defisit perawatan diri makan adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan. Batasan karakteristik dari defisit perawatan diri makan adalah ketidakmampuan untuk melakukantugas-tugas seperti : menyuap makanan dari piring ke mulut, mengunyah makanan, menyelesaikan makan, meletakkan makanan ke piring, memegang alat makan, membuka wadah makanan, mengambil cangkir atau gelas, menyiapkan makanan, menelan makanan, menggunakan alat bantu.

d. Defisit perawatan diri eliminasi

Menurut Judith, M. W. (2016, p.368) defisit perawatan diri eliminasi adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan eliminasi. Batasan karakteristik dari defisit perawatan eliminasi adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas seperti

(4)

4

: melakukan hygiene eliminasi dengan baik, menyiram kloset atau kursi buang air, mencapai kloset atau kursi buang air, duduk atau bangun dari kloset atau kursi buang air.

3. Tujuan perawatan personal hygiene

Menurut Eny Retna, A. & Tri Sunarsih (2015, p.53) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tujuan perawatan personal hyegine antara lain.

a. Peningkatan derajat kesehatan, b. Pelihara kesehatan diri, c. Perbaikan personal hygiene, d. Mencegah penyakit,

e. Meningkatkan percaya diri, f. Ciptakan keindahan.

4. Faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Menurut Eny Retna, A. & Tri Sunarsih (2015, p.53) menyebutkan bahwa terdapat faktor yang dapat mempengaruhi personal hygiene antara lain.

a. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

b. Status sosial ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

c. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

d. Kebiasaan

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

e. Kondisi fisik

(5)

5

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

5. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene

Menurut Eny Retna, A. & Tri Sunarsih (2015, p.54) menyebutkan bahwa terdapat dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene, yaitu :

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Selain itu, menurut Dwi Sholihah (2019, p.10) setelah semua proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi. Pemberian dukungan gizi bagi orang sakit bukan merupakan tindakan yang berdiri sendiri dan terpisah dari tindakan perawatan dan pengobatan. Pengaturan makanan, perawatan penyakit dan pengobatan merupakan satu kesatuan dalam proses penyembuhan penyakit (Kusumayanti, dkk., 2004, p.9). Selain itu, menurut Kozier, Erb, Berman & Snyder (2010) menyebutkan apabila konsumsi serat dalam makanan, asupan cairan,pemenuhan kebutuhan aktivitas dan beberapa faktor lainnya tidak terpenuhi maka akan menimbulkan gangguan di saluran pencernaan.

Menurut Barbara (1996) gangguan saluran pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fekal yang dikarenakan penurunan motilitas usus akibat menurunny peristaltik, menurunnya tekanan otot dibandingkan usus dan juga menurunnya penyerapan yang mengakibatkan meningkatnya gas didalam usus (Ryan Andeska A. dkk., 2018, p.98). Menurut Wikipedia (2020, 01 Juni) flatus merupakan kata medis untuk gas yang dihasilkan di perut atau usus.

Ketika berlebihan atau berbau busuk, flatus dapat menjadi tanda gangguan kesehatan, seperti sindrom iritasi usus, penyakit seliaka, dan lain-lain.

b. Dampak psikososial

(6)

6

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

6. Tindakan perawatan diri pada post sectio caesarea

Menurut Eny Retna, A. & Tri Sunarsih (2015, p.54) tindakan perawatan diri pada post sectio caesarea, antara lain :

a. Perawatan rambut

Perawatan rambut sendiri seperti menyisir rambut dan mencuci rambut. Menyisir rambut adalah mengatur rambut dengan serapirapinya yang menggunakan sisir rambut, bertujuan supaya rambut tetap bersih, rapi dan terpelihara selain itu supaya memberikan perasaan nyaman pada klien. Mencuci rambut adalah menghilangkan kotoran pada rambut dan kulit kepala, dengan menggunakan sabun atau sampo kemudian dibilas menggunakan air bersih sampai bersih, yang bertujuan untuk memberikan perasaan senang dan segar kepada klien dan agar rambut tetap bersih, rapi dan terpelihara.

b. Perawatan gigi dan mulut

Menyikat gigi adalah membersihkan gigi dan kotoran atau sisa makanan dengan menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, yang bertujuan supaya mulut dan gigi sehat, bersih, dan tidak berbau. Selain itu untuk mencegah terjadinya infeksi, misalnya stomatitis, caries gigi, dan lain-lain. Membersihkan mulut adalah membersihkan rongga mulut, lidah dan gigi dari semua kotoran atau sisa makanan dengan menggunakan kain kassa atau kapas yang dibasahi air bersih, yang bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit infeksi baik setempat maupun penularan melalui mulut.

c. Perawatan kuku tangan dan kaki

Perawatan kuku tangan dan kaki adalah menolong memotong kuku pasien yang panjang karena tidak dapat melakukan sendiri, bertujuan untuk menjaga kebersihan tangan dan kaki dan mencegah timbulnya luka atau infeksi.

d. Perawatan genetalia

(7)

7

Perawatan genetalia adalah membersihkan alat genetalia wanita yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, menjaga kebersihan pasien, dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Menurut Yetti, A. (2010, p.57 & p.58) disarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika. Selain itu, vulva harus selalu dibersihkan dari depan ke belakang. Vulva yang tidak dibersihkan akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi, hal ini dikarenakan banyak darah dan kotoran yang keluar dari vagina, adanya luka di daerah perineum yang bila terkena kotoran dapat terinfeksi, dan vagina merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki kuman untuk kemudian menjalar ke rahim.

e. Memandikan pasien

Memandikan pasien adalah membersihkan atau memandikan tubuh klien dengan air bersih dan sabun pada klien yang tidak dapat mandi sendiri, bertujuan untuk membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan yang tidak sedap, memberikan rasa nyaman dan relaksasi, dan mencegah infeksi pada kulit. Menurut Yetti, A. (2010, p.58) setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali memalui air seni dan keringat untuk menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. Oleh karena itu, usahakan mandi lebih sering dan menjaga agar kulit tetap dalam keadaan kering.

B. Askep Fraktur Tibia Sdki

Fraktur tibia merupakan jenis patah tulang yang sering terjadi di masyarakat. Istilah fraktur tibia mengacu pada retak atau patah yang terjadi pada tulang tibia atau istilah awamnya tulang kering.

Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan askep fraktur tibia menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan :

Memahami penyebab, Klasifikasi dan tanda gejala yang muncul pada pasien dengan fraktur tibia

Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien dengan fraktur tibia

(8)

8

Merumuskan diagnosa keperawatan keperawatan pada askep fraktur tibia menggunakan pendekatan Sdki

Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep fraktur tibia dengan pendekatan Slki

Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep fraktur tibia dengan mengguanakan pendekatan Siki.

1. Klasifikasi

a. Fraktur tibia tertutup

Fraktur tertutup pada tibia lebih sering terjadi, sedangkan fraktur terbuka dianggap memiliki risiko komplikasi yang lebih tinggi. Fraktur tibia tertutup pada pasien muda biasanya merupakan cedera yang berhubungan dengan olahraga. Fraktur tibia tertutup pada orang tua umumnya disebabkan oleh jatuh dari permukaan tanah.

Pola fraktur fraktur tibia tertutup biasanya sederhana, dengan cedera jaringan lunak yang lebih ringan daripada yang terlihat pada fraktur tibia terbuka.

Fraktur tibia yang lebih lebih kompleks sering disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dan pola cedera jaringan lunak juga sering terlihat pada pasien yang berusia lebih tua dengan tulang osteoporosis.

Fraktur tertutup diklasifikasikan sesuai pola fraktur tulang dan juga diklasifikasikan berdasarkan cedera jaringan lunak yang terkait dengan fraktur. Lokasi fraktur tibia bisa mencakup sepertiga proksimal, medial, atau distal. Pola fraktur tibia antara lain transversal, oblique, spiral, segmental, atau comminuted.

Klasifikasi jaringan lunak yang paling umum pada fraktur tibia tertutup adalah klasifikasi Tscherne dan Gotzen (1984) yang menggambarkan empat jenis cedera jaringan lunak dengan jumlah yang terus meningkat menunjukkan keparahan cedera yang memburuk yaitu:

Cedera jaringan lunak yang tidak ada atau dapat diabaikan Abrasi superfisial atau memar Abrasi yang dalam yang dapat menyebabkan sindrom kompartemen Kerusakan otot yang parah.

(9)

9

Penting untuk mengklasifikasikan pola fraktur tulang dan cedera jaringan lunak karena keduanya berdampak besar pada pengobatan dan pemulihan. Fraktur tibia terbuka dinilai dengan sistem yang berbeda.

b. Fraktur Tibia Terbuka

Terdapat beberapa sistem penilaian yang digunakan dalam klasifikasi fraktur tibia terbuka.

Metode klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah metode yang dikembangkan oleh Gustillo dan Anderson, dimana membagi fraktur terbuka menjadi tiga tingkat utama yaitu:

Fraktur terbuka derajat I berukuran lebih kecil dari 1 cm. Fraktur terbuka derajat II memiliki luka laserasi dan berukuran 1 sampai 10 cm, dengan kerusakan jaringan sedang dan kemungkinan kontaminasi pada luka.

Fraktur terbuka derajat III lebih besar dari 10 cm, dengan kerusakan jaringan yang luas dan tingkat kontaminasi yang tinggi, sehingga sulit untuk menutupi tulang yang terbuka. Cedera tingkat III dibagi lagi menjadi Tipe A, B, dan C, tergantung pada tingkat keparahan kehilangan jaringan.

Cedera derajat IIIA memiliki jaringan lunak yang memadai untuk menutupi tulang. Cedera derajat IIIB memiliki kerusakan jaringan yang luas dengan periosteal stripping, membuat penutupan jaringan lunak lokal tidak mungkin dilakukan. Cedera derajat IIIC memiliki cedera vaskular yang membutuhkan perbaikan dan bahkan kemungkinan amputasi.

c. Penyebab

Penyebab fraktur tibia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Yang pertama adalah cedera energi rendah, seperti jatuh di rumah atau cedera atletik. Kedua, cedera energi tinggi, seperti kecelakaan sepeda motor dan mobil serta pejalan kaki yang tertabrak kendaraan bermotor, dimana kategori ini memiliki angka kesakitan dan kematian tertinggi.

Fraktur tungkai bawah termasuk fraktur tibia dan fibula. Dari kedua tulang ini, tibia adalah tulang yang menahan beban. Fraktur tibia umumnya berhubungan dengan fraktur fibula.

Fraktur batang fibula saja jarang terjadi, sehingga fraktur tibia biasanya akan mencakup fraktur tibia dan atau tibia-fibula.

(10)

10

Bradley, Slauterbeck, dan Benjamin (1992) meneliti distribusi patah tulang pada pejalan kaki yang tertabrak kendaraan bermotor. Tempat fraktur yang paling sering adalah tibia-fibula, dan panggul, diikuti oleh tulang paha.

Selain kecelakaan atau benturan, fraktur tibia terbuka juga bisa disebabkan luka tembak atau benda tembus yang merupakan contoh dari cedera energi tinggi pada tibia.

Terdapat mekanisme cedera yang jarang terjadi seperti fraktur insufisiensi tibialis. Fraktur insufisiensi adalah fraktur dari beban normal seperti berjalan, melangkah, membungkuk, dan duduk pada tulang abnormal seperti pada osteoporosis yang mengakibatkan fraktur patologis.

Dengan memahami mekanisme cedera berenergi rendah atau tinggi pada fraktur tibia, perawat dapat mengantisipasi faktor-faktor yang akan memengaruhi kontrol nyeri, inflamasi, pembengkakan, atau kemungkinan kontaminasi yang memerlukan irigasi luka dan debridement.

d. Tanda Dan Gejala

Fraktur tibia paling sering merupakan akibat dari cedera berenergi tinggi, seperti tabrakan mobil, cedera olahraga, atau jatuh dari ketinggian. Ada juga penyebab fraktur tibia yang kurang umum, termasuk fraktur tekanan yang berlebihan dan fraktur insufisiensi akibat penipisan tulang (osteoporosis).

Nyeri terlokalisir di satu area tibia atau beberapa area jika ada banyak fraktur

Kaki bagian bawah bengkak

Kesulitan atau ketidakmampuan untuk berdiri, berjalan, atau menahan beban

Deformitas kaki atau panjang kaki yang tidak rata

Memar atau perubahan warna pada tibia

Perubahan sensasi di kaki

Tulang menonjol melalui kulit

Sinar-X adalah pemeriksaan yang paling membantu untuk mendiagnosis fraktur tibia.

Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah MRI dan CT scan.

(11)

11

Ketika fraktur terjadi pada area di sekitar pergelangan kaki atau sendi lutut, CT scan dapat membantu ahli bedah merencanakan cara terbaik untuk merekonstruksi permukaan sendi.

e. Pemeriksaan

Pada unit gawat darurat, jika mekanisme cedera menunjukkan potensi cedera parah atau cedera ganda seperti pada kecelakaan kendaraan bermotor berkecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian, pasien pertama-tama dievaluasi dari kepala hingga kaki untuk cedera serius pada semua sistem organ dan, jika diperlukan, diresusitasi.

Jika anggota badan terluka, segera dievaluasi luka terbuka dan gejala atau tanda-tanda cedera neurovaskular seperti mati rasa, paresis, perfusi buruk dan sindrom kompartemen.

Dokter mungkin mencurigai patah tulang berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, tetapi pencitraan seperti x-ray diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.

Kronologi kecelakaan yang dialami seperti arah dan besarnya gaya dapat menunjukkan jenis cedera. Namun, banyak pasien tidak ingat atau tidak dapat menjelaskan mekanisme yang tepat.

Fraktur dan cedera ligamen yang serius biasanya menyebabkan nyeri langsung. Nyeri yang tidak sebanding dengan keparahan cedera yang tampak atau yang terus memburuk dalam beberapa jam pertama hingga beberapa hari segera setelah cedera menunjukkan sindrom kompartemen atau iskemia.

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang di lakukan termasuk:

- Penilaian vaskular dan neurologis distal dari cedera

- Inspeksi luka terbuka, deformitas, pembengkakan, ekimosis, dan rentang gerak yang menurun atau abnormal

- Palpasi untuk nyeri tekan, krepitasi, dan defek berat pada tulang atau tendon - Pemeriksaan sendi di atas dan di bawah area cedera

- Setelah fraktur dan dislokasi disingkirkan secara klinis atau dengan pencitraan, diperluka uji stres pada sendi yang terkena untuk nyeri dan ketidakstabilan

(12)

12

- Jika spasme otot dan nyeri membatasi pemeriksaan fisik, pemeriksaan terkadang lebih mudah setelah pasien diberikan analgesik sistemik atau anestesi lokal. Atau fraktur dapat diimobilisasi sampai kejang otot mereda, biasanya selama beberapa hari, dan kemudian pasien dapat diperiksa ulang.

- Temuan tertentu dapat mengindikasikan fraktur atau cedera muskuloskeletal lainnya.

- Deformitas dapat mengindikasikan fraktur, tetapi juga dapat mengindikasikan dislokasi atau subluksasi (terpisahnya sebagian tulang pada sendi).

- Pembengkakan menyertai hampir semua cedera muskuloskeletal, palpasi di mana saja di sekitar area cedera menyebabkan ketidaknyamanan. Peningkatan nyeri tekan yang nyata di satu area lokal (titik nyeri tekan) menunjukkan adanya fraktur.

- Adanya krepitasi yang dihasilkan saat sendi digerakkan bisa merupakan salah satu indikasi fraktur.

- Jika luka berada di dekat fraktur, fraktur dianggap terbuka. Fraktur terbuka dapat diklasifikasikan menggunakan sistem Gustilo-Anderson

- Perhatian pada area tertentu selama pemeriksaan dapat membantu mendeteksi cedera yang sering terlewatkan

2. Pemeriksaan Pencitraan

Sinar-X untuk mendapatkan gambar tibia

Pemindaian CT Scan untuk memberikan gambar 3-D tulang

Pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) untuk gambar detail otot, ligamen, dan tulang di sekitar tibia. Pemindaian MRI sering digunakan jika pemindaian lain belum dapat mendiagnosis masalah.

f. Penatalaksanaan

Fraktur tibia dapat diobati dengan prosedur perawatan fraktur tulang standar. Perawatan tergantung pada tingkat keparahan cedera dan usia Beberapa pendekatan pengobatan berikut ini digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi:

(13)

13

- Reduksi tertutup dan imobilisasi: Mengatur tulang di tempatnya tanpa operasi, dan imobilisasi dengan gips kaki panjang atau kaki pendek

- Reduksi terbuka: Mengekspos tulang melalui pembedahan untuk mengembalikannya ke tempatnya semula. Biasanya dilakukan pada patah tulang terbuka di mana tulang telah menusuk kulit dan jaringan.

- Fiksasi internal

- Fiksasi eksternal Menggunakan pin, klem dan spalk untuk menstabilkan fraktur dari luar.

- Penjepitan perkutan

- Pengobatan: Bila patah tulang telah merusak kulit dan jaringan, akan diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi dan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.

Suntikan tetanus mungkin juga diperlukan.

Perawatan fraktur tibia terbuka dimulai dengan pemberian antibiotik dan suntikan tetanus untuk mengatasi risiko infeksi. Kemudian luka dibersihkan untuk menghilangkan pecahan dan fragmen tulang.

Reduksi terbuka dan fiksasi internal adalah operasi yang dapat digunakan untuk memposisikan ulang dan menghubungkan tulang secara fisik pada fraktur terbuka.

2. Asuhan Keperawatan (Askep) Fraktur Tibia Sdki Slki Siki

1. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Kerusakan Integritas struktur Tulang (D.0054) Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (L.05042)

 Pergerakan ekstremitas meningkat

 Kekuatan otot meningkat

 Rentang gerak (ROM) meningkat

 Nyeri menurun

 Kecemasan menurun

 Kaku sendi menurun

 Gerakan tidak terkordinasi menurun

(14)

14

 Gerakan terbatas menurun

 Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan: Dukungan Ambulasi (I.06171)

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)

 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

 Anjurkan melakukan ambulasi dini

 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

2. Defisit perawatan diri b/d Gangguan muskuloskletal (D.0109) Luaran: Perawatan Diri Meningkat (L.11103)

 Kemampuan mandi meningkat

 Kemampuan menggunakan pakaian meningkat

 Kemampuan makan meningkat

 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK Meningkat)

 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat

 Minat melakukan perawatan diri meningkat

 Mempertahankan kebersihan diri meningat

Intervensi Keperawatan: Dukungan perawatan diri (I.11348)

 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia

 Monitor tingkat kemandirian

 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan

(15)

15

 Sediakan lingkungan yang teraupetik

 Siapkan keperluan pribadi

 Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri

 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan

 Jadwalkan rutinitas perawatan diri

 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

(16)

Trauma Langsung, Trauma Tidak Langsung Kondisi Stress Maupun Patologik Pada Tulang

Rusak/terputusnya Kon nuitas Tulan

Fragmen Tulang Menembus

Close Fractur

Pergeseran Tulang

Deformitas

Ekstremitas Tidak Dapat Berfungsi Dengan Baik

Hambatan Mobilitas

Hambatan Pemenuhan ADL

Secara Mandiri

Defisit Perawatan Diri

Kerusakan Fragmen Tulang

Pembuluh Darah Terputus

Perdarahan

Pengumpulan Darah

Reaksi Imflamasi

Pengeluaran Bradikinin Dan Berikatan Dengan Nociceptor

Pengeluaran Mediator Kimia (histamin)

Histamin Mens mulus Otot

Nyeri Meningkat

Nyeri Akut

Gangguan Pola Tidur

Tidak Dapat Tidur Dengan Kwalitas

Yang Baik

Mengubah Pola Tidur Hambatan

Mobilitas

(17)

NO SDKI KODE DIAGNOSA

KEPERAWATAN SLKI SIKI

1 Gangguan Mobilitas Fisik b/d Kerusakan Integritas struktur Tulang (D.0054)

D.0054 Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (L.05042)

 Pergerakan ekstremitas meningkat

 Kekuatan otot meningkat

 Rentang gerak (ROM) meningkat

 Nyeri menurun

 Kecemasan menurun

 Kaku sendi menurun

 Gerakan tidak terkordinasi menurun

 Gerakan terbatas menurun

 Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan:

Dukungan Ambulasi (I.06171)

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

 Fasilitasi aktivitas

ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)

 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

 Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

 Anjurkan melakukan ambulasi dini

 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat

(18)

tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

2 Defisit perawatan diri b/d Gangguan muskuloskletal (D.0109)

D.0109 Luaran: Perawatan Diri Meningkat (L.11103)

 Kemampuan mandi meningkat

 Kemampuan

menggunakan pakaian meningkat

 Kemampuan makan meningkat

 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK Meningkat)

 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat

 Minat melakukan

perawatan diri meningkat

 Mempertahankan kebersihan diri meningat

Intervensi Keperawatan:

Dukungan perawatan diri (I.11348)

 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia

 Monitor tingkat kemandirian

 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan

 Sediakan lingkungan yang teraupetik

 Siapkan keperluan pribadi

 Dampingi dalam

melakukan perawatan diri sampai mandiri

 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan

 Jadwalkan rutinitas perawatan diri

 Anjurkan melakukan

perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

(19)

16 Referensi:

 Miller NC, Askew AE. 2007. Tibia fractures. An overview of evaluation and treatment. Orthop Nurs.

26(4):216-23; quiz 224-5. doi: 10.1097/01.NOR.0000284648.52968.27. PMID: 17882096.

 Thompson JH, Koutsogiannis P, Jahangir A. 2021. Tibia Fractures Overview. Treasure Island (FL).

StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513267/

 William Morrison. 2018. What To Know About A Tibia Fracture. Medical News Today.

https://www.medicalnewstoday.com/articles/321642

 Jonathan Cluett. 2020. Overview of Tibia Fractures. Verywell Health.

https://www.verywellhealth.com/tibia-fracture-2549288

 PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.

Jakarta

 PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.

Jakarta

 PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Keterbatasan /kehilangan fungsi pada bagian yang terkena fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan: nyeri3. Takikardi(respon

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996).Secara

Latar Belakang: Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan. Tujuan:

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Andinurchairiah (2014) dalam penelitian tentang “Efektifitas kompres dingin terhadap intensitas nyeri pada pasien

Karya Tulis Akhir Ners ini dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan d engan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Pasien Post Operasi Fraktur Klavikula Tertutup.. di Ruang Hidayah Rumah

berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. Adanya gangguan peredaran darah ke otak dapat menimbulkan jejas.. atau cedera pada otak melalui