BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BKKBN menjelaskan lansia (lanjut usia) merupakan seseorang dengan usia yang telah mencapai usia 60 tahun (Heri, 2019; Padila, 2013). Seperti halnya yang terjadi di negara-negara di dunia, Indonesia juga mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia. Tahun 2019, jumlah lansia Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 juta atau 10,3%, dan 57,0 juta jiwa atau 17,9%
pada tahun 2045 (BPS, 2018).
Dengan tingginya angka kejadian hipertensi yang ada di Indonesia namun upaya untuk mengendalikan hipertensi tersebut masih kurang, perlu adanya berbagai macam upaya yang bisa dilakukan untuk mengendalikan angka kejadian hipertensi yang tinggi tersebut sehingga dapat menekan angka hipertensi (Andri et al., 2018; Sartika et al., 2018).
Peningkatan usia harapan hidup (UHH) lansia merupakan tanda keberhasilan pembangunan, terutama pembangunan kesehatan. Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at risk) yang semakin meningkat jumlahnya. Dari segi aspek kesehatan, lansia menjadi kelompok yang rentan mengalami penurunan derajat kesehatan, baik secara alami maupun akibat proses penyakit. Penting untuk meningkatkan dan merencanakan berbagai program kesehatan yang ditujukan pada kelompok lansia (Kiik et al., 2018).
Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan). Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah, menghilangnya kemampuan jaringan pada tubuh untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi tubuh sehingga terjadi penurunan daya tahan tubuh secara perlahan, akibatnya terjadi penurunan derajat kesehatan dan masalah kesehatan pada lansia secara progresif selain rentan mengalami penyakit menular lansia rentan mengalami penyakit tidak menular (Mubarak et al., 2015).
Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau rematik dan asam urat. Sedangkan penyakit menular yang diderita adalah tuberkulosis, diare, pneumonia dan hepatitis (Riskesdas Kementerian Kesehatan RI, 2018). Salah satu penyakit yang banyak dialami oleh lansia yaitu penyakit system kardiovaskular, salah satunya adalah hipertensi (Ridwan et al., 2017).
Hipertensi merupakan penyakit penyerta (komorbid) merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan terpapar virus. Pasalnya penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM) terkonfirmasi COVID-19 berpotensi besar mengalami perburukan klinis sehingga meningkatkan risiko kematian. Berdasarkan data Kemenkes 2019 sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.
Di mana presentase terbanyak diantaranya penyakit hipertensi sebesar 50,5%, kemudian diikuti Diabetes Melitus 34,5% dan penyakit jantung 19,6%.
Sementara dari jumlah 1.488 kasus pasien yang meninggal diketahui 13,2%
dengan hipertensi.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terjadi apabila ada suatu peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Susilo & Wulandari, 2015). Hipertensi terjadi karena beban kerja jantung yang berlebih saat memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi oleh tubuh (Kamaluddin, 2016 &
Sartika et al., 2018).
Hipertensi sering diberi gelar The Sillent Killer karena penyakit ini merupakan pembunuh tersembunyi, dimana orang tidak mengetahui dirinya terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit tekanan darah atau hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya menurut World Health Organization (2016).
Prevalensi Hipertensi menurut World Health Organization (2016) prevalensi tertinggi terjadi di wilayah Afrika yaitu sebesar 30%. Hipertensi di Asia Tenggara sendiri merupakan faktor risiko kesehatan utama. Setiap tahunnya hipertensi membunuh 2,5 juta orang di Asia Tenggara.
Hipertensi merupakan salah satu faktor penting sebagai pemicu penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke dan lain-lain yang saat ini menjadi penyebab kematian nomer satu di dunia. Hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Badan Litbangkes Kemkes dari 15 Kabupaten/ Kota di Indonesia, terdapat fenomena 17,7% kematian disebabkan oleh Stroke dan 10,0% kematian disebabkan oleh Ischaemic Heart Disease, dua penyakit penyebab kematian teratas ini merupakan faktor dari hipertensi (Budijanto, 2015).
Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan hipertensi, faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga sedangkan faktor yang dapat dikendalikan diantaranya, kurang aktivitas fisik (olahraga), kebiasaan merokok, konsumsi garam berlebih, dan stress (Arif et al, 2016).
Faktor umur mempengaruhi terjadinya hipertensi dengan bertambahnya umur risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi (Depkes,2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Aristoteles,2017), ada hubungan antara umur dengan penyakit Hipertensi di peroleh nilai p-value= 0,001 ≤ α = 0,05.
Setelah itu faktor jenis kelamin pada laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai risiko yang lebih besar terhadap mordibitas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan pada perempuan, biasanya lebih rentan terhadap hipertensi ketika mereka berumur diatas 50 tahun (Susilo & Wulandari, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Aristoteles,2017) ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit hipertensi, ρ value = 0.001.
Selain itu faktor riwayat keluarga seperti, ayah, ibu, kakak kandung/saudara kandung, kakek dan nenek yang memiliki hipertensi lebih berisiko untuk terkena hipertensi (Aulia,2017). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Aristoteles,2017) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi (p value = 0,033).
Kemudian faktor kurangnya aktifitas fisik (olahraga) menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sulistiowati 2016), yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi (p= 0,015).
Setelah itu faktor status merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y., 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Widya Sari,2018) kebiasaan merokok dengan OR= 9,952 ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi.
Selain itu faktor konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan tekanan darah natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang
berfungsi menjaga keseimbangan cairan, natrium berlebih dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh sehingga menyebabkan hipertensi (Palimbong, S &
Kiha, R.R.2018). Hasil penelitian yang di lakukan oleh (Widya Sari,2018) menunjukkan bahwa ada hubungan konsumsi garam lebih dengan hipertensi menunjukkan OR=6,571.
Kemudian faktor stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Selain itu, individu yang mengalami stress sulit tidur, sehingga akan berdampak pada tekanan darahnya yang cenderung tinggi (Triyanto,2014). Hasil penelitian yang di lakukan oleh (Widya Sari,2018) ada hubungan antara tingkat stres dengan hipertensi (p-value0,000).
Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah karena masih banyak pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Sudoyo, Setyohadi, et al., 2015).
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia yaitu sebesar 39,6% dan di Provinsi Jawa Barat, menduduki urutan ke dua sebagai Provinsi dengan kasus Hipertensi tertinggi (Riskesdas, 2018). Data Dinas Kesehatan Kota Bandung melaporkan, jumlah kasus penyakit Hipertensi tahun
2018 sebanyak 65599 kasus dengan angka kematian sebanyak 989 kasus (Dinkes Kota Bandung , 2018).
Berdasarkan data di Catatan Medis Puskesmas Sekeloa Kota Bandung, data penderita Hipertensi pada tahun 2020 adalah 2023 penderita hipertensi pada tahun 2020. Data penderita Hipertensi yang berobat pada tahun 2021 adalah 169 penderita hipertensi pada bulan April.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 07 April 2021 melalui wawancara terhadap 10 orang yang mengalami hipertensi yang saya temui ke rumahnya dan melakukan pengukuran tekanan darah terhadap 10 orang tersebut , ternyata dari 10 orang masih mengalami hipertensi dengan tekanan darahnya rata – rata 160/70, 170/90 dan 150/90 mmHg. Peneliti menanyakan risiko hipertensi terbanyak yang ada di Puskesmas Sekeloa terdiri dari usia terdapat 10 orang pada kalangan usia lanjut yang cukup tinggi, terdapat 2 orang yang memiliki riwayat keluarga yang disebabkan dari orang tuanya yang mengalami hipertensi , terdapat 10 orang yang memiliki jenis kelamin pada perempuan, terdapat 4 orang yang memiliki stress mengatakan kekambuhan sering kali terjadi disebabkan mengalami banyak pikiran dalam kehidupan sehari-harinya ,1 orang yang memiliki kurangnya aktivitas fisik (olahraga) disebabkan sering diem dirumah kurangnya aktivitas diluar dikarenakan detak jantung lebih cepat dan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi , 3 orang yang memiliki konsumsi garam berlebih yang tidak sesuai dengan aturan yaitu pasien mengatakan sering
makan ikan asin dan pada pengolahan makanan ditambahkan garam dapur, ada yang memiliki status merokok ada 4 orang dikarenakan ada yang keluarganya peroko aktif dan terpapar rokok saat menghirupkan. Peneliti menanyakan kepada 10 orang tersebut dengan satu persatu usaha apa saja yang mereka lakukan selama ini untuk menurunkan tekanan darah. Selama ini usaha yang mereka lakukan untuk mengatasi hipertensi selain mengkonsumsi obat medis, obat herbal dan obat tradisional lainnya saat gejala hipertensi timbul.
Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan dan melihat jumlah kasus hipertensi di Puskesmas Sekeloa yang terus meningkat maka penulis ingin melakukan penelitian mengetahui gambaran kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah : “Faktor apa sajakah gambaran kejadian Hipertensi pada lansia?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum :
Mengetahui Gambaran kejadian Hipertensi pada lansia di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan umur di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021.
b. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021.
c. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan riwayat keluarga di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021.
d. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan aktivitas fisik (olahraga) di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021.
e. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan konsumsi garam lebih di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021
f. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan status merokok di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021
g. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan stress di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung Tahun 2021
h. Untuk mengetahui kejadian hipertensi di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini peneliti harapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, meliputi :
1. Bagi Puskesmas
Dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang Gambaran kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Sekeloa Bandung.
2. Bagi Responden
Memberikan informasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan khususnya kepada masyarakat tentang Gambaran kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pembelajaran khususnya yang terkait dengan pengembangan konsep asuhan keperawatan mengenai Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan umur, jenis kelamin,riwayat keluarga, aktivitas fisik (olahraga) , konsumsi garam lebih, status merokok, stress dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan umur,jenis kelamin,riwayat keluarga, aktivitas fisik (olahraga) , konsumsi garam lebih, status merokok, stress dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
5. Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan umur,jenis kelamin,riwayat keluarga aktivitas fisik (olahraga) , konsumsi garam lebih ,status merokok, stress dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
E. Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Lokasi
Penelitian ini di laksanakan di Puskesmas Sekeloa Kota Bandung.
2. Ruang lingkup Waktu
Penelitian ini di laksanakan pada bulan Juni-Juli 2021