• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA: jenis air

N/A
N/A
Fitria Ummuzzahra

Academic year: 2023

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA: jenis air"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Air Baku

Menurut SNI 7508:2011, air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Artinya, air baku yang digunakan sebagai sumber air minum harus dalam kondisi yang bersih dan layak. Air baku memegang peran penting dalam industri penyedia air minum karena merupakan kebutuhan primer atau awal dari suatu proses pengolahan dan penyediaan air bersih. Seperti pengertiannya, air baku dapat berasal dari berbagai sumber, seperti dalam skema berikut ini:

Gambar 2.1. Klasifikasi Sumber Air Sumber: SNI 7508:2011

Air baku yang dapat diolah melalui unit paket Instalasi Pengolahan Air (IPA) harus memenuhi persyaratan baku mutu air baku untuk air minum dengan persyaratan yang berlaku (BSN, 2011).

2.2.Air Minum dan Penyediaannya

Air minum merupakan air rumah tangga yang sudah melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Air minum harus layak secara kualitas untuk dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Air yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bukan merupakan air murni, tetapi merupakan air yang berasal dari sumber-sumber tertentu yang selanjutnya diproses sedemikian rupa sehingga menjadi layak digunakan dan dikonsumsi. Air dapat dikatakan aman bagi kesehatan dan layak

(2)

dikonsumsi apabila telah memenuhi persyaratan dari segi fisika, mikrobiologi, dan kimiawinya.

Pada kehidupan, termasuk di Indonesia, air sebelum dapat diminum telah melewati proses pengolahan yang sesuai oleh lembaga atau instansi yang bertugas menyediakan air minum layak konsumsi. Penyediaan air minum merupakan rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan upaya menyediakan air dari sumber air hingga diterima oleh konsumen (masyarakat). Komponen-komponen penyediaan air minum meliputi pengumpulan air dari sumbernya, pengolahan air, transmisi (pengaliran ar dari sumber atau IPA menuju daerah pelayanan), serta distribusi (pengaliran air ke konsumen di daerah pelayanan) (Setyanigtyas, 2021).

2.3.Parameter Kualitas Air Minum

Air minum dikatakan aman dan layak untuk dikonsumsi ketika memiliki kualitas yang baik, di mana kualitasnya memenuhi baku mutu yang ada. Pada proses penentuan kualitas, harus berpedoman dan berpacu terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah sendiri telah membuat peraturan mengenai kualitas air layak konsumsi yang terus diperbarui menyesuaikan dengan kondisi rata-rata air baku di Indonesia, seperti peraturan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2023 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan. Pada peraturan tersebut dijelaskan tentang syarat-syarat kualitas air minum yang harus dipenuhi, di mana kualitas tersebut dilihat melalui aspek atau parameter biologi, fisik, serta kimiawi.

(Permenkes RI, 2010).

2.3.1.Parameter Biologi

Kualitas biologi ditinjau dari keberadaan mikroorganisme yang terdapat dalam air minum. Air minum yang aman dikonsumsi adalah air yang bebas dari bakteri. Pada peraturan disebutkan pemantauan kualitas biologi digunakan indikator bakteri E.Coli dan total bakteri koliform dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Parameter Biologi Pada Air Minum

No Parameter Biologi Satuan Kadar Maksikum

1 Escherichia Coli CFU / 100 ml 0

2 Total koliform CFU / 100 ml 0

Sumber: PERMENKES No. 2 Tahun 2023

(3)

2.3.2.Parameter Fisik

Parameter fisik merupakan parameter kualitas air yang dapat ditinjau secara fisik atau yang terlihat dari air tersebut, seperti bau, warna, dan lain sebagainya.

Air yang baik harus memenuhi seluruh parameter dalam pengujian kualitas fisik ini.

Tabel 2.2. Parameter Fisik Pada Air Minum No Parameter Fisik Satuan Kadar Maksikum

1 Suhu °C Suhu udara ± 3

2 Total Dissolve Solid mg/L < 300

3 Kekeruhan NTU < 3

4 Warna 10 TCU

5 Bau - Tidak berbau

Sumber: PERMENKES No. 2 Tahun 2023

2.3.3.Parameter Kimia

Parameter kualitas kimia dapat dilihat dari kandungan yang ada di dalam air.

Air minum yang akan dikonsumsi harus dipastikan tidak mengandung bahan-bahan kimia melebihi nilai maksimum yang telah ditentukan dalam peraturan. Terdapat beberapa indikator dalam menentukan kualitas kimia yang disebutkan dalam peraturan, yaitu:

Tabel 2.3. Parameter Kimia Pada Air Minum No Parameter Kimia Satuan Kadar Maksikum

1 pH - 6,5-8,5

2 Nitrat (sebagai NO3)

(terlarut) mg/L 20

3 Nitrit (sebagai NO2)

(terlarut) mg/L 3

4 Kromium valensi 6

(Cr6+) (terlarut mg/L 0,01

5 Besi (Fe) (terlarut) mg/L 0,2

6 Mangan (Mn) (terlarut) mg/L 0,1

7 Sisa klor (terlarut) mg/L 0,2-0,5

8 Arsen (As) (terlarut) mg/L 0,01

9 Kadmium (Cd) (terlarut mg/L 0,003

10 Timbal (Pb) (terlarut) mg/L 0,01

11 Flouride (F) (terlarut) mg/L 1,5

12 Aluminimum (Al)

(terlarut) mg/L 0,2

Sumber: PERMENKES No. 2 Tahun 2023

(4)

2.4.Sistem Pengolahan Air Baku Menjadi Air Minum

Pengolahan air baku menjadi air minum merupakan sebuah proses terhadap air baku dengan tujuan menjadikannya sebagai air minum yang layak. Pada pengolahan air, terdapat beberapa unit yang di dalamnya terjadi proses yang berbeda-beda. Pemilihan unit proses serta operasi pengolahan tergantung pada beberapa hal, di antaranya adalah karakteristik air baku dan air yang akan dihasilkan; pertimbangan biaya invenstasi, operasi, dan pemeliharaan; serta ketersediaan lahan (Setyanigtyas, 2021).

Unit operasi dan proses perunit dari pengolahan air dapat tediri dari beberapa, yaitu berupa unit operasi dan proses koagulasi, unit operasi dan proses flokulasi, unit operasi dan proses flotasi, unit operasi dan proses sedmientasi, unit operasi filtrasi, serta unit proses disinfeksi (Nasional et al., 2008). Sementara itu, dalam SNI 7508:2011 dijelaskan bahwa pengolahan air konvensional melalui proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi sebagaimana dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Diagram Pengolahan Air Konvensional Sumber: SNI 7508:2011

Setyanigtyas (2021) dalam bukunya menjelaskan mengenai proses pengolahan berdasarkan sumber air baku yang berbeda-beda, meliputi air permukaan dan air tanah yang keduanya memiliki beberapa jenis.

2.4.1.Proses Pengolahan Air Permukaan

Rancangan proses pengolahan air permukaan menjadi air minum disesuaikan dengan karakteristik air permukaan yang digunakan, di mana parameter dengan nilai yang melebihi baku mutu perlu diperhatikan dalam proses pengolahan.

2.4.1.1. Air Sungai

Pada air sungai, umumnya terdapat partikel tersuspensi atau koloid yang cukup banyak sehingga pengolahannya membutuhkan unit

(5)

koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi. Ketika air sungai memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi, diperlukan unit pre-treatment meliputi screen dan prasedimentasi untuk mengurangi kadar kekeruhannya. Sementara itu, jika oksigen yang ada dalam air sungai sangat rendah, diperlukan tambahan unit aerasi untuk menaikkan kadar dissolved oxygen (DO) atau kandungan oksigen terlarut. Unit penurunan kesadahan diperlukan jika diketahui air sungai bersifat sadah (dapat berupa presipitasi dengan kapur). Berikut merupakan diagram alir proses pengolahan air sungai:

Gambar 2.3. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Sungai Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.4.1.2. Air Danau

Umumnya, air danau memiliki karakteristik hampir sama dengan air sungai, yang membedakan dengan jelas adalah kandungan oksigen pada air danau biasanya rendah karena airnya relatif tidak bergerak. Oleh karena itu, dalam pengolahannya harus terdapat unit aerasi sebagai penambah kandungan oksigen dalam air.

Gambar 2.4. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Danau Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.4.1.3. Air Payau

Air permukaan yang bersifat payau memiliki kadar garam sebanyak 5.000 – 1.000 mg/L dan umumnya berada di daerah pesisir. Selain kadar garam yang tinggi, karakteristik lainnya pada air payau ini hampir sama

(6)

dengan air sungai sehingga unit pengolahan yang diperlukan adalah koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi, unit menurunkan kadar garam (reverse osmosis, elektrodialisis, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, dan proses pertukaran ion atau filtrasi membran lainnya), serta disinfeksi.

Gambar 2.5. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Payau Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.4.1.4. Air Gambut

Air gambut merupakan air yang memiliki kandungan bahan organik alaminya tinggi, terutama asam humaf dan asam fulvat. Oleh karena itu, dalam pengolahannya diperlukan unit yang bertugas untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut, seperti slow sand filter (jika kandungan koloid rendah), adsorpsi karbon aktif, atau reverse osmosis. Jika air gambut memiliki kadar koloid tinggi, diperlukan unit pengolahan seperti pada pengolahan air sungai.

Gambar 2.6.Diagram Alir Proses Pengolahan Air Gambut Sumber: Setyanigtyas, 2021

(7)

Gambar 2.7. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Gambut dengan Partikel Koloid Tinggi

Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.4.2.Proses Pengolahan Air Tanah

Rancangan proses pengolahan air tanah menjadi air minum disesuaikan dengan karakteristik air tanah yang digunakan. Umumnya, air tanah memiliki kekeruhan atau padatan tersuspensi yang rendah sehingga pengolahannya lebih sederhana dibandingkan pengolahan pada air permukaan. Pengolahan air tanah ditujukan untuk parameter yang kadarnya melebihi nilai baku mutu. Proses pengambilan air tanah sebelum diolah biasanya menggunakan bantuan pompa.

2.4.2.1. Air Tanah dengan Kadar Besi dan Mangan Tinggi

Kadar besi dan mangan yang cukup tinggi di dalam air tanah dapat dikurangi menggunakan proses oksidasi, yang dapat melalui oksigen klor, klor dioksida, kalium permanganate, atau ozon. Presipitat yang terbentuk akan diendapkan di bak pengendap atau dapat langsung difilter melalui proses filtrasi.

Gambar 2.8. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Tanah dengan Kadar Besi dan Mangan Tinggi

Sumber: Setyanigtyas, 2021

(8)

2.4.2.2. Air Tanah dengan Kadar Kalsium dan Magnesium Tinggi

Tingginya kandungan kalsium dan magnesium dalam air dapat menyebabkan air menjadi bersifat sadah (memiliki nilai kesadahan yang tinggi). Sifat sadah dalam air dapat dikurangi melalui proses presipitasi menggunakan kapur atau soda. Setelah proses tersebut, air perlu diberi karbondikosida (CO2) untuk mengurangi kadar kapur yang berlebih.

Gambar 2.9. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Tanah dengan Kesadahan Tinggi

Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.4.2.3. Air Tanah Payau

Sama seperti air permukaan yang bersifat payau, di mana air ini memiliki kadar garam yang berlebih sehingga diperlukan pengolahan menggunakan teknik filtrasi membrane arau pertukaran ion supaya kandungan garam dalam airdapat dihilangkan.

Gambar 2.10. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Tanah Bersifat Payau Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.4.2.4. Mata Air

Air yang bersumber dari mata air langsung umumnya telah memenuhi semua persyaartan kualitas air minum sehingga tidak

(9)

memerlukan proses pengolahan. Meskipun demikian, air harus tetap melalui proses disinfeksi supaya terjamin bahwa air yang dikonsumsi telah bebas dari mikroorgnisme yang bersifat patogen.

Gambar 2.11. Diagram Alir Proses Pengolahan Mata Air Sumber: Setyanigtyas, 2021

2.5.Unit Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM)

Seperti penjelasan sebelumnya, pengolahan air terdiri dari unit-unit instalasi yang memiliki fungsi masing-masing, umumnya terdapat unit intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, disinfeksi, serta reservoir.

2.5.1.Intake

Intake merupakan bangunan atau konstruksi penangkap air yang dibangun pada suatu lokasi sumber air yaitu sungai, mata air, dan air tanha dengan segala perlengkapannya dan dipergunakan sebagai tempat untuk mengambil air tersebut guna penyediaan air minum (BSN, 2012). Artinya, unit intake memiliki fungsi untuk mengambil serta mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang dibutuhkan (Saputri, 2011). Intake dapat dikatakan sebagai bangunan vital yang harus ada dalam unit bangunan IPAM. Pada SNI 7829:2012 disebutkan bahwa dalam membangunan unit intake, perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu sumber air baku harus memenuhi persyaratan yang ada, rencana induk untuk pelaksanaan pekerjaan sungai, kondisi tata air (water use), topografi dan geologi, serta dampak lingkungan dari pembangunan tersebut. Umumnya, unit intake memiliki perlengkapan untuk menunjang air baku masuk, di antaranya:

- Screen yaitu penyaring yang terbuat dari batang besi tegak dan berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut terbawa dalam air, seperti sampah, daun, batang pohon, dan lain sebagainya.

- Wash out yaitu alat yang memiliki fungsi untuk pengurasan yang masih berkaitan dengan proses pengendapan di daerah mulut intake.

(10)

- Over flow yaitu alat yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air sehingga nantinya tinggi muka air tanah dapat selalu konstan atau tetap.

- Alat ukur debit merupakan alat dengan fungsi guna mengetahui jumlah air yang mengalir dalam pipa transmisi.

- Mistar ukur adalah alat yang digunakan untuk mengetahui kedalaman atau ketinggian dari dasar intake.

2.5.2.Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bateri dan virus oleh suatu koagulan (Saputri, 2011). Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis koagulan dan dosis yang digunakan, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, pH, serta suhu (Torres- Herrera et al., 2022). Pada prosesnya, koagulasi memerlukan koagulan yang ditambahkan ke air dengan dosis tertentu. Pemilihan bahan koagulan harus berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, serta sistem pembuangan endapan lumpur (Merisha et al., 2019). Merisha et al. (2019) menambahkan, koagulan berfungsi untuk mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik, mengurangi warna, mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.

Setelah penambahan koagulan, proses koagulasi dibantu dengan pengadukan cepat (rapid mixing) yang berkecepatan tinggi untuk nantinya membantu pembentukan flok. Saputri (2011) menyebutkan pengadukan cepat dalam koagulasi memiliki beberapa tipe alat yang umum digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat, sebagai berikut:

1. Pengaduk mekanis merupakan metode yang paling umum karena sangat efektif, dapat diandalkan, dan fleksibel dan mengoperasikannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbulensi. Pada pengadukan tipe ini juga tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang sangat kecil.

2. Pengaduk pneumatis, di mana pengaduk ini menggunakan tangki dan peralatan aerasi yang sedikit mirip dengan peralatan dalam proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama.dengan

(11)

pengadukan secara mekanis. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang relatif kecil.

3. Pengadukan hidrolis terdiri atas beberapa metode, antara lain menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba.

2.5.3.Flokulasi

Menurut SNI 6774:2008, disebutkan flokulasi merupakan proses pembentukan partikel flok yang besar dan padat agar dapat diendapkan. Pada unit ini, terjadi pengadukan lambat (slow mixing) untuk membentuk dan memperbesar flok (pengotor yang terendapkan) (Sapuroh, 2020). Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan akan semakin lambat dengan waktu detensi berkisar antara 20-40 menit supaya flok tidak pecah kembali setelah mencapai ukuran tertentu (Saputri, 2011).

Pada proses flokulasi, terdapat beberapa kategori sistem pengadukan, yaitu:

1. Flokulasi mekanis

- Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin - Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontal berbentuk paddle

- Unit-unit lain yang telah dipatenkan (walking bean, floksilator, dan lain sebagainya)

2. Flokulasi hidrolis dengan sekat (baffle channel basins)

- Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal - Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertikal

2.5.4.Sedimentasi

Reynolds dalam Saputri (2011) menjelaskan bahwa sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersuspensi yang terdapat dalam cairan tersebut. Proses sedimentasi sangat umum digunakan pada pengolahan air minum. Tujuan utama dari sedimentasi adalah menghasilkan efluen yang jernih serta lumpur dengan konsentrasi padatan yang dapat mempermudah penanganan dan pengolahan (Mou et al., 2023). Menurut Elnabwy et al., (2022), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi proses sedimentasi, seperi rasio permukaan bak sedminetasi, waktu

(12)

proses, konsentrasi padatan di dalam air, serta kondisi air yang diolah. Bak sedimentasi yang ideal dibagi menjadi empat zona, yaitu zona inlet, zona outlet, zona lumpur, dan zona pengendapan (Saputri, 2011). Sedimentasi atau pengendapan dibagi menjadi empat tipe, yaitu:

1. Sedimentasi tipe 1 merupakan pengendapan dari partikel-partikel diskrit.

Partikel diskrit adalah partikel yang mengendap secara individu dan tidak ada interaksi dengan partikel di sebelahnya. Partikel ini juga tidak mengalami perubahan ukuran, bentuk, dan berat saat mengendap dalam air. Contoh partikel diskrit adalah pasir, serpihan kulit telur, batu halus, dan lainnya yang bukan hasil dari flokulasi.

2. Sedimentasi tipe 2 merupakan pengendapan partikel flokulen. Partikel flokulen merupakan partikel yang berubah bentuk dan berat selama proses pengendapan karena terjadi penggabungan dengan partikel lainnya. Saat proses pengendapan, partikel-partikel saling bertumbukan sehingga massanya bertambah.

3. Sedimentasi tipe 3, biasa juga disebut dengan hindered settling atau zone settling merupakan pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Partikel-partikel ini letaknya sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mampu saling memengaruhi yang menyebabkan posisi partikel relatif tetap dan massa partikel mengendap dengan kecepatan konstan.

4. Sedimentasi tipe 4 atau compression settling merupakan pengendapan partikel yang memiliki konsentrasi tinggi sehingga partikel saling bersentuhan dan pengendapan hanya dapat terjadi melalui kompresi/pemadatan terhadap massa partikel.

2.5.5.Filtrasi

Filtrasi merupakan proses pemisahan padatan dan larutan melalui suatu media berpori untuk menyisihkan partikel tersuspensi yang sangat halus sebanyak mungkin. Filtrasi dapat dilakukan menggunakan beberapa jenis filter, di antaranya yaitu saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, serta teknologi membran. Pada pengolahan air minum umumnya menggunakan saringan pasir cepat karena filter ini memiliki debit pengolahan yang cukup besar, penggunaan lahan yang tidak

(13)

terlalu besar, biaya operasi dan pemeliharaan yang cukup rendah, serta mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaan (Saputri, 2011).

Media filter yang digunakan umumnya terdiri dari antrasit, pasir silika, dan kerikil silika dengan ketebalan berbeda. Saringan pasir memiliki karakter ukuran efektif (effective size) dan koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dari pasir yang digunakan sebagai media filter. Sebagian besar saringan pasir cepat memiliki pasir dengan ukuran efektif antara 0,35 sampai 0,50 mm dan memiliki nilai koefisien keseragaman antara 1,3 sampai 1,7 (Saputri, 2011).

Pada prinsipnya, filter harus secara efektif dicuci dan dibersihkan, tetapi pada praktiknya standar pencucian meliputi kombinasi dari pencucian balik (back wash) dan pencucian permukaan (surface washing). Operasi pencucian mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses filtrasi. Efektivitas pencucian walapun sudah bersih efek pencucian tidak dapat segara diketahui secara lengkap. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan terhadap kekeruhan air sebelum dan sesudah proses pencucian.

2.5.6.Disinfeksi

Disinfeksi merupakan metode untuk mendestruksi mikroorganisme tidak dikehendaki atau patogen yang berada di dalam air minum (Susanto et al., 2022).

Disinfeksi banyak digunakan untuk menghilangkan patogen dan mencegah terjadinya berbagai penyakit yang timbul akibat air tercemar (waterborne diseases) (Zahara Nur Hakimah, 2023). Geleta & Takala (2022) menyebutkan, proses disinfeksi dalam pengolahan air minum telah dipraktikkan selama lebih dari satu abad dan dianggap sebagai salah satu metode yang paling efektif dalam melindungi masyarakat dari segi kesehatan.

Tujuan utama dari disinfeksi adalah menghasilkan air minum yang aman untuk dikonsumsi, yaitu yang tidak mengandung cemaran mikroorganisme apapun (Jannah et al., n.d.). Pemerintah sendiri telah membuat peraturan bahwa dalam air layak konsumsi tidak diperbolehkan sama sekali ada mikroorganisme, di mana mikroorganisme yang digunakan untuk indikator adalah bakteri E. Coli dan Coliform (Permenkes RI, 2023).

Disinfeksi dalam pengolahan air terjadi melalui dua cara, yaitu primer dan sekunder. Disinfeksi primer dilakukan dengan tujuan untuk membunuh atau mematikan mikroorganisme yang ada di dalam air, sedangkan disinfeksi sekunder

(14)

merupakan proses dalam mempertahankan sisa disinfektan dalam air minum (dengan kadar yang sesuai baku mutu) saat air melewati sistem distribusi guna mencegah mikroorganisme tumbuh kembali (Geleta & Takala, 2022). Nabih dalam review Zahara Nur Hakimah (2023) menyampaikan bahwa terdapat beberapa faktor penting dalam proses disinfeksi, di antaranya adalah tekanan, suhu, dan pH.

Kementerian PUPR (2014) menjelaskan dalam Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air tentang keperluan perlengkapan disinfeksi, sebagai berikut:

1. Pembubuhan Gas Klor

a. Peralatan gas klor disesuaikan minimal 2 lengkap dengan tabungnya.

b. Tabung gas klor harus ditempatkan pada ruang khusus yang tertutup.

c. Ruang gas klor harus terdapat peralatan pengamanan terhadap kebocoran gas klor.

d. Alat pengaman adalah pendeteksi kebocoran gas klor dam sprenikler air otomatik atau manual.

e. Harus disesuaikan masker gas pada ruang gas klor.

2. Bak Kaporit

a. Bak dapat menampung larutan utama 8 sampai dengan 24 jam.

b. Diperlukan 2 buah bak, yaitu bak pengaduk manual/mekanis bak pembubuh.

c. Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.

2.5.7.Reservoir

Bangunan reservoir berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan penampungan sementara air bersih sebelum didistribuskan ke masyarakat atau dengan kata lain reservoir merupakan unit terakhir dalam pengolahan air minum.

Desain reservoir meliputi pemilihan dari ukuran dan bentuknya serta pertimbangan lain meliputi proteksi terhadap air yang disimpan, proteksi struktur reservoir, dan proteksi pekerja pemeliharaan reservoir.

Reservoir dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan tinggi terhadap permukaan tanah sekitarnya, sebagai berikut:

1. Reservoir permukaan (ground reservoir) adalah reservoir yang sebagian besar atau keseluruhannya terletak di bawah permukaan tanah.

(15)

2. Reservoir menara (elevated reservoir) adalah reservoir yang seluruh bagian penampungannya terletak lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya.

2.6.Disinfektan Pada Proses Disinfeksi

Disinfektan merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membunuh atau mematikan mikroorganisme (bakteri patogen) dan memperlambat pertumbuhan lumut (Nasional et al., 2008). Disinfektan yang dapat digunakan dalam proses ini sangat bervariasi jenisnya dan nantinya dapat disesuaikan dengan kualitas air serta target dari pengolahan tersebut (Susanto et al., 2022). Proses disinfeksi dapat dilakukan dengan dua jenis berdasarkan disinfektan yang digunakan, yaitu disinfeksi fisik dan kimiawi.

2.6.1.Disinfeksi Fisik

Disinfeksi fisik dapat dilakukan menggunakan ultraviolet dan dianggap lebih aman daripada disinfeksi kimiawi. Sofia (2019) dalam penelitiannya menyebutkan sinar ultraviolet merupakan suatu bagian dari spectrum elektromagnetik dan tidak membutuhkan medium untuk merambat. Mekanisme disinfeksi menggunakan ultraviolet adalah penetrasi sinar menembu dinding sel dan terjadi gangguan pada replikasi sel (Setyanigtyas, 2021). Oleh karena itu, sinar ultraviolet harus mengenai mikroorganisme secara langsung. Sel yang tidak mampu melakukan replikasi akan kehilangan sifat patogenitasnya sehingga membran sel akan mengalami kerusakan dan menyebabkan kematian. Sinar UV yang digunakan sebagai disinfektan dalam proses pengolahan air minum menggunakan radiasi gelombang pendek, yaitu berkisar pada panjang gelombang 200 – 295 nm (Sofia, 2019).

Jika proses disinfeksi dilakukan menggunakan ultraviolet, harus dipastikan bahwa instalasi distribusi harus benar-benar aman dan tidak ada kontaminasi setelahnya. Proses disinfeksi ini diketahui memerlukan biaya jauh lebih besar dibandingkan disinfeksi secara kimiawi.

2.6.2.Disinfeksi Kimiawi

Disinfeksi secara kimiawi berarti dilakukannya pembunuhan bakteri patogen menggunakan zat kimia, seperti ozon, klorin, dan kaporit. Disinfeksi ini yang paling sering digunakan dalam sistem pengolahan air, terutama zat klorin. Menurut Setyanigtyas (2021), disinfeksi dengan senyawa klor memerlukan sisa atau residu untuk

(16)

bisa berfungsi membunuh mikroorganisme, tetapi residu tersebut dapat menghasilkan produk sampingan jika dalam air terdapat bahan organik alami.

Proses disinfeksi menggunakan senyawa klor umum disebut juga sebagai klorinasi.

Proses klorinasi dipengaruhi oleh banyak hal, seperti konsentrasi disinfektan, jenis disinfektan, waktu kontak, jenis dan jumlah mikroorganisme, serta faktor lingkungan lainnya (Yusuf et al., 2018). Klorin dalam dosis yang sesuai memiliki beberapa kegunaan, di antaranya yaitu dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida;

dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air; serta mengontrol perkembangan alga dan organisme pada air (Aziz et al., 2013). Meskipun demikian, klorin pada proses klorinasi memiliki kelemahan, yaitu adanya korelasi positif antara kaporit dengan senyawa organohalogen yang merupakan hasil reaksi antara klor dengan senyawa organik berhalogen (CHCl) yang terdapat dalam air (Burhanudin, 2015). Menurut SNI 6774:2008, terdapat tiga senyawa klor yang biasanya digunakan dalam pengolahan air minum, yaitu:

- Klorin (Cl2) yang umumnya berupa gas klor dan mengandung klor aktif sebesar 99%. Gas klor disuntikkan secara lagsung ke IPA. Gas ini bersifat korosif dan beracun.

- Kaporit atau kalsium hipoklorit (Ca(OCl)2), merupakan senyawa klor yang paling sering digunakan sebagai disinfektan dan mengandung klor aktif sebesar 60-70%.

Disinfektan kaporit biasanya dibubuhkan ke IPA secara gravitasi atau mekanis.

- Sodium hipoklorit (Na(OCl)), memiliki kandungan klor aktif sebesar 15%. Larutan sodium hipoklorit dapat didekomposisi lebih cepat pada konsentrasi tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pengolahan air minum, (IPAM) PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sangat tergantung akan kualitas air baku dari sungai untuk diolah menjadi air produksi.. Pencemaran

unit paket instalasi pengolahan air yang selanjutnya disebut unit paket instalasi pengolahan air adalah unit paket yang dapat mengolah air baku melalui proses fisik, kimia dan atau

Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran kualitas parameter fisika, kimia dan biologi air minum hasil olahan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Unit 2 Tirta Kencana PDAM

Unit koagulasi yang digunakan pada instalasi pengolahan air minum ini adalah koagulasi tipe hidrolis dengan menggunakan terjunan.. Unit koagulasi ini dilengkapi oleh saluran

Reservoir Secara Spektrofotometri Di Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Instalasi Pengolahan Air Di Sunggal Medan.. Kategori :

Kebutuhan masyarakat akan air bersih terus meningkat sehingga pada tahun 1922 dibangunlah Instalasi Penjernihan Air Minum IPAM Ngagel I dengan kapasitas 60 liter/detik, yang kemudian

Berdasarkan SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air pada bagian Istilah

Reka Lingkungan – 152 EVALUASI SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI AIR MINUM PDAM KOTA MOJOKERTO INSTALASI PENGOLAHAN AIR IPA WATES ZONA PELAYANAN PENGOLAHAN AIR PRAJURIT KULON SAERIL