• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI Rokok

N/A
N/A
dedy susmono

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI Rokok"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Rokok

Senyawa toksik di dalam asap rokok menimbulkan akibat yang berbeda, tiga komponen toksik utama dalam asap adalah :

a. Nikotin

Nikotin adalah suatu alkaloid yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan merupakan racun bagi saraf. Kadar nikotin yang tinggi dapat menghambat informasi rangsang saraf sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas refleks tubuh.

Nikotin dapat menimbulkan ketergantungan fisik maupun psikis, meningkatkan produksi bermacam-macam mediator saraf, sehingga menebabkan terjadinya peningkatan metabolisme (Wahyurini, 2003). Sani (2005) menyatakan nikotin dapat mempengaruhi tubuh dengan berbagai cara : (a) meningkatkan atau mengurangi aktivitas otak, b) berperan delam pelepasan adrenalin sehingga menyebabkan peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, (c) menyebabkan vasokontriksi pembuluh arteri lebih lanjut (Sitopoe, 2000) nikotin adalah bahan yang menyebabkan ketagihan.

b. Tar

Menurut Sani (20 05) yang menyatakan bahwa Tar merupakan bahan yang akan menumpuk pada pipa jalan napas dan bagian – bagian paru lainnya yang diketahui sebagai penyebab kanker paru dan empiserna

(2)

paru. Tar akan melapisi paru-paru menyebabkan susah bernapas dalam jangka masa pendek, dalam jangka panjang akan menyebabkan kanker (Razak, 2005). Menurut Wahyurini (2005) menyatakan tar dapat melumpuhkan silia, yaitu rambut – rambut halus yang ada dipermukaan dalam saluran pernapsan yang berfungsi sebagai penyaring benda-benda asing yang masuk bersama udara pernapasan maupun pembuluh – pembuluh yang lain.

c. Gas CO (Karbon monoksida)

Gas CO juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas pembuluh darah. Karbon monoksida lebih mudah terikat pada hemoglobin daripada oksigen. Oleh sebab itu, darah orang yang kernasukan CO banyak akan berkurang daya angkutnya bagi oksigen dan orang dapat meninggal dunia karena keracunan karbon monoksida. Pada seorang perokok tidak akan sampai keracunan CO, namun pengaruh CO yang dihirup oleh perokok sedikit demi sedikit, dengan lambat narnun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan napas dan pada pembuluh darah (Sitopoe, 2000).

2. Efek Rokok

a. Dari Aspek Kesehatan

Hasil studi WHO menemukan bahwa kematian yang disebabkan oleh rokok diseluruh dunia dapat berlipat tiga dalam dua dekade mendatang. Diantara resiko merokok yang akut pada kesehatan adalah sesak napas, peningkatan asma, kekurang suburan dan peningkatan karbon monoksida dalam darah. Risiko jangka panjang merokok,

(3)

penyebab utama kematian adalah serangan jantung dan stroke, kanker paru dan kanker lainnya (tenggorokan, rongga mulut, pharyx, kerongkongan, pankreas, kandung kencing dan penyakit paru – paru obstruktif kronik (bronchitis kronik dan episema) (Sitopoe, 2000).

Efek racun pada rokok membuat pengisap asap rokok mengalami resiko dibanding yang tidak mengisap asap rokok. Resiko tersebut adalah 14 x menderita kanker paru-paru, mulut dan tenggorokan, 4 x menderita kanker esophagus, 2 x kanker kandung kemih, 2 x serangan jantung (Pelita, 2005).

Selain itu efek jangka panjang dari merokok telah diteliti oleh para ahli, antara lain: memperpendek usia, berperan sebagai penyebab kanker, timbulnya kelainan paru (Utomo, 2005).

b. Dari Aspek Ekonomi

Dengan berkurangnya hari bekerja karena sakit akibat merokok akan menurunkan produktivitas pekerja, dengan demikian jumlah pendapatan yang diterima akan berkurang dan pengeluaran yang meningkat untuk biaya berobat. Sesungguhnya negara dan kehilangan uang sebanyak Rp 20 triliyun 1 tahun akibat gangguan kesehatan karena rokok, yang sebenarnya dapat diinvestasikan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat. Orang yang merokok satu bungkus sehari seharga Rp. 2.500 – 3.000 dapat menghabiskan uang sebesar Rp. 1.000.000,00 pertahun (Johson, 2004).

c. Dari Aspek Sosial

(4)

Merokok mempengaruhi lingkungan, orang lain, keluarga dekat.

Seorang yang bukan perokok bila terus menerus terkena asap rokok dapat menderita dampat risiko kesehatan yang sama dengan perokok. Dapat juga menyebabkan napas bau serta warna kecoklatan pada gigi serta bau tidak enak pada rambut dan pakaian. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan kecantikan dengan semakin cepatnya keriput pada kulit (Johson, 2004).

Kecanduan akan tembakau (nikotin) tidak dapat secara langsung dirasakan. Butuh waktu mingguan bahkan bulanan. Orang-orang yang mulai merokok sejak masih remaja cenderung makin tergantung pada rokok dibandingkan mereka yang mulai merokok pada umur 20-an.

Sebatang rokok sama halnya seperti pabrik kimia, melepaskan asap beracun yang masuk ke paru – paru anda sekaligus beredar ke sekitar anda (Sitopoe, 2000).

d. Ketergantungan Rokok

Ketagihan merupakan hasil daripada bahan-bahan kimia yang terkandung dalam rokok yang memberikan respon untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam menghisap rokok. Ketergantungan nikotin dapat didiagnosis dengan mudah dan menghentikan kebiasaan merokok secara mendadak akan menyebabkan gejala-gejala withdrawl baik gejala fisiologis maupun psikologis.

Gejala-gejala pada kelainan psikologis yang paling sederhana ditemukan pada pemakaian tembakau berkelanjutan berupa:

(5)

(1) kecemasan ringan; (2) kesalahan – kesalahan kecil, (3) suka merahasiakan pemakaian tembakau; (4) kelihatan marah bila tak diberi tembakau, dan (5) mencela lawan.

Sindrom Withdrawl biasanya berupa: iritabilitas, gelisah, insomania, ansietas, keleahan, nyeri kepala, gangguan memori, gangguan gastrointesnal, nadi dan tensi turun, kurang nafsu makan (anoreksia), tak bisa dan penurunan penampilan kerja (Zulkifli. 2008).

e. Derajat Merokok

Menurut PDPI (2000), derajat merokok seseorang dapat diukur dengan Indeks Brinkman,dimana perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama merokok dalam satu tahun, akan menghasilkan pengelompokan sebagai berikut :

1) Perokok ringan : 0-200 batang per tahun 2) Perokok sedang : 200-600 batang per tahun 3) Perokok berat : lebih dari 600 batang per tahun

Menurut penelitian Leffrondre dkk mengenai model-model riwayat merokok, statusmerokok seseorang dapat dibagi menjadi never smoker dan ever smoker. Never smoker adalah orang yang selama hidupnya tidak pernah merokok atau seseorang selama kurangdari 1 tahun (Indeks Brinkman 0). Ever smoker adalah seseorang yang mempunyai riwayat merokok sedikitnya satu batang tiap hari selama sekurang- kurangnya satu tahun baik yangmasih merokok ataupun yang sudah berhenti (Leffrondre et.al., 2002).

(6)

f. Derajat hisapan merokok

1) Berat (menghisap dalam) : cara menghisap rokok yang dibakar dan dirasakan sampai masuk ke saluran napas bawah.

2) Ringan (menghisap dangkal) : cara menghisap rokok yan dibakar dan hanyadirasakan di mulut saja kemudian dikeluarkan (Situmeang, 2002).

3. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) a. Pengertian

Penyakit Paru Obsruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh perlambatan aliran udara yang bersifat irreversible dan reversible sebagian. Keterbatasan aliran udara inibersifat progresif yang disebabkan oleh respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yangmerugikan. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar dan menyerang sekitar 10 persen penduduk usia 40 tahun ke atas (Mangunnegoro, 2001). PPOK dapat dicegah dan dapat diobati dengan beberapa efek ekstrapulmoner signifikan yang dapat mempengaruhiberatnya penyakit pada seorang pasien. Komponen pulmoner pada penyakit ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatanini bersifat progresif dan berhubungan dengan kelainan sistem inflamasi paru terhadap partikel atau gas berbahaya (GOLD, 2007; PDPI, 2004). Hal ini disebabkan karena terjadinya inflamasikronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Gejala klinis PPOK adalah batuk, produksi

(7)

sputum, dan sesak napas/dyspnea (GOLD, 2007), dan aktivitas terbatas (PDPI, 2004). Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk,gejala memburuk pada musim hujan/ dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi (Barnes,2003).

b. Faktor Risiko PPOK

Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah factor host, meliputi factor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran nafas. Faktor eksposur, meliputi merokok, status sosio ekonomi, hipereaktivitas saluran nafas, pekerjaan, polusi lingkungan, kejadian saat perinatal, infeksi bronkopulmoner rekuren dan lain-lain (Barnes, 2003).

Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya PPOK adalah asap rokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif. Polusi udara, meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun). Faktor risiko lain yang perlu diwaspadai dari polusi udara yang terjadi di dalam rumah adalah penggunaan kayu bakar, lampu minyak, obat nyamuk bakar, dan lain-lain. Selain faktor- faktor tersebut, beberapa kasus PPOK yang ditemukan juga dapat terjadi karena infeksi saluran nafas bawah berulang (Amin, 2005).

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari factor penyebab lainnya. Faktor risiko genetik yang

(8)

paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin (GOLD, 2007).

Faktor risiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yangterinhalasi oleh seseorang selama hidupnya:

1) Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokokyang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalamigejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-partikel iritatiftersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggusistem imun dari janin tersebut.

2) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) 3) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untukmemasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAPmemiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan

(9)

dengan polusi di luar ruanganseperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanitadan anak-anak setiap tahunnya.Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

4) Infeksi saluran nafas berulang 5) Jenis kelamin

6) Status sosio ekonomi dan status nutrisi 7) Asma

8) Usia c. Diagnosis PPOK

Diagnosis PPOK perlu dilakukan terhadap pasien yang mempunyai riwayat sesak napas/dyspnea, batuk kronik atau adanya produksi sputum berlabih dan atau ada riwayat terpapar faktor risiko untuk penyakit ini terutama kebiasaan merokok. Diagnosis PPOK dilakukan dengan pemeriksaan spirometri, jika salah satu indikator di bawah ini terdapatpada pasien dengan usia di atas 40 tahun (GOLD, 2007), yaitu:

1) Dyspnea :

a) Progresif (bertambah berat seiring berjalannya waktu) b) Bertambah berat dengan adanya aktifitas

c) Persisten (terjadi setiap hari)

d) Didefinisikan pasien sebagai “butuh usaha lebih untuk bernapas”, “berat”,

“sulit bernapas”, “terengah-engah”.

(10)

2) Batuk kronik (dapat terjadi intermiten dan dapat tidak produktif) 3) Produksi sputum kronik (semua bentuk produksi sputum kronis dapat mengarah pada indikasi PPOK)

3) Riwayat terpapar faktor resiko

Penegakkan diagnosis lanjut diperlihatkan melalui gambaran klinis dan uji fungsi faal paru, terutama dngan spirometri dan Peak Expiratory Flow (PEF) dengan menilai secara spontan atau reversibility pemberian bronkodilator terhadap hambatan aliran udara. Ujifungsi paru pada PPOK merupakan pemeriksaan terpenting dalam diagnosis danevaluasi penyakit. Spiromertri merupakan standar uji faal paru untuk menilai keterbatasan aliran udara pada saluran napas (Bianchi, 2004). Selain itu uji spirometri juga penting untuk mengukur VEP1 atau arus puncak detik pertama untuk menentukan tindakan selanjutnya dari pasien PPOK serta untuk melihat respon terapi 1-2 jampertama (Sue et al., 2002). Spirometri hendaknya menilai KVP dan VEP1 serta rasio VEP1/KVP. Penderita PPOK menunjukkan penurunan baik VEP1 dan KVP.

Terdapatnya VEP1 pasca broncodilatador < 80% dan nilai kombinasi VEP1/KVP

< 70% menegaskan bahwa terdapat hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.

(11)

Tabel 2.1. Derajat PPOK menurut Global Initiative fo Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD)

Derajat Klinis Faal Paru

0 : Beresiko Batuk, produksi sputum Normal I : PPOK Ringan Dengan atau tanpa gejala

klinis

VEP1/KVP < 70 %, VEP1 ≥ 80% Prediksi II : PPOK Sedang Dengan atau tanpa gejala

klinis, gejala bertambah sehingga menjadi sesak

VEP1/KVP < 70 %, 50% < VEP1 <

80%prediksi III : PPOK Berat Dengan atau tanpa gejala

klinis, gejala bertambah sesak

VEP1/KVP < 70 %, 30% < VEP1 <

50%prediksi IV : PPOK

Sangat Berat

Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan

VEP1/KVP < 70 %, VEP1 < 30% prediksi

(12)

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori Merokok

Lama Merokok Jumlah rokok yang dihiasap

Derajat merokok

Asap rokok

PPOK Partikel berbahaya

(13)

C. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2. Kerangka konsep

D. Hipotesis

Semakin tinggi derajat merokok semakin berat terjadinya PPOK

Derajat merokok PPOK

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan studi cross sectional. Yaitu mengetahui hubungan derajat merokok dengan kejadian PPOK

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian direncanakan dilakukan di RSU Pandan Arang Boyolali dengan rencana penelitian bulan Februari 2014

C. Populasi Penelitian 1. Populasi

Populasi sumber pada penelitian ini adalah semua pasien PPOK yang datang memeriksakan kesehatannya di Poli Paru RSU Pandan Arang Boyolali dan orang yang mengantar pasien PPOK

2. Sampel

1) Kriteria inklusi

a. Sampel pasien PPOK dan Non PPOK (penunggu pasien) yang datng di Poli Paru Pandan Arang Boyolali dan orang yang mengantar pasien PPOK

b. Berjenis kelami laki-laki

(15)

c. Bersedia mengisi surat persetujuan (informed consent), dan mengisi kuesioner.

2) Kriteria eksklusi

a. Mempunyai riwayat penyerta dan ada kelainan bawaan

b. Mempunyai riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan industri (pembatik tradisional, pembuat tembikar, pekerja tambang) c. Pasien tidak kooperatif

d. Pasien menolak melanjutkan penelitian.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : derajat merokok 2. Variabel terikat : PPOK

E. Definisi Operasional Variabel 1. PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan dapat diobati dengan beberapa efek ekstrapulmoner signifikan yang dapat mempengaruhi beratnya penyakit pada seorang pasien.

2. Derajat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman

Derajat merokok seseorang dapat diukur dengan Indeks Brinkman, dimana perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama merokok dalam satu tahun,

Penilaian

a. Perokok ringan : 0-200 batang per tahun b. Perokok sedang : 200-600 batang per tahun

(16)

c. Perokok berat : lebih dari 600 batang per tahun (PDPI, 2000).

Alat ukur : Kuesioner Skala : Ordinal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah :

1. Instrument derajat merokok menggunakan kuesioner tentang berapa batang yang dihisap pasien PPOK setiap hari

2. Instrumen PPOK dengan cheklist

G. Pengumpulan Data

Penelitian akan dilakukan apabila sudah mendapat surat ijin penelitian yang dibuat dari fakultas ilmu kesehatan universitas Sahid Surakarta yang ditujukan kepada direktur RSU Pandan Arang. Peneliti yang mendapat pasien PPOK dan orang yang mengantar pasienPPOK di poli akan dijadikan di responden penelitian Data-data yang diperlukan kemudian dicatat dalam data induk penelitian. Setelah data terkumpul peneliti akan melakukan perhitungan secara statistic mengenai hubungan derajat merokok dan kejadianPPOK

H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan :

(17)

a. Editing

Bertujuan untuk meneliti kembali jawaban yang telah ada sehingga jawaban yang diperoleh dapat lengkap. Editing dilakukan di lapangan, bila ada kekurangan atau ketidaksesuaian dapat segera dilengkapi dan disempurnakan.

b. Koding

Data yang terkumpul diubah bentuknya ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Pemindahan Data

Data yang sudah dikoding dipindahkan ke dalam media untuk diolah secara manual yaitu dalam program excel 2007

d. Tabulasi

Data-data dari program excel 2007 kemudian akan dilakukan pengujian dalan program SPSS untuk menguji hipotesis penelitian.

2. Analisis Data

Analisis data menggunakan anistik statistik sebagai berikut : a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yaitu derajat meroko sebagai variabel bebas dan kejadian PPOK sebagai variabel terikat. Hasil dari analisis univariat ini adalah distribusi dan presentasi dari tiap variabel tersebut.

b. Uji prasarat Persyaratan Analisis

(18)

Uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data skor hisap rokok dengan kejadian PPOK mengikuti distribusi normal. Uji normalitas menggunakan uji Liliefors (Suryono, 2005). Hasil pengujian uji Lilifors menggunakan perbandingan nilai L tabel dengan Lhitung. Intepretasi hasil uji normalitas yaitu

1) Jika Lhit ≥ Ltabel maka data tidak berdistribusi normal.

2) Jika Lhit < Ltabel data tidak berdistribusi

Kemudian dilakukan Uji Homogenitas. Uji homogenitas menggunakan uji Bartlet. Hasil pengujian uji Bartlet menggunakan perbandingan nilai 2

tabel dengan 2hitung,

1) Jika 2hitung, t ≥ 2 tabel maka data homogen 2) Jika 2hitung, <2 tabel data tidak homogen c. Uji hipotesis penelitian

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, uji ini menggunakan uji Chi square

1) Interpretasi

Untuk menguji signifikan dapat dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi sebesar 0,05 (5%). Jika hasil uji bivariat dihasilkan nilai p<

0,05 maka hipotesis penelitian diterima dan jika hasil untuk menilai nilai keeratan hubungan antara variabel bebas dan terikat, maka dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien koralasi. Jika hasil perhitungan mempunyai nilai koefisien, yaitu

a) Kuat jika nilai korelasi anatara 0,800-1,000

(19)

b) Cukup jika nilai korelasi antara 0,600-0,800 c) Agak lemah jika korelasi antara 0,400-0,600 d) Lemah jika nilai korelasi antara 0,200-0,400

e) Sangat lemah jika nilai korelasi antara 0,000-0,200 (Riwidigdo, 2010)

I. EtikaPenelitian

Sebagai pertimbangan etik peneliti menyakinkan bahwa responden terlindungi hak-haknya dengan memperhatikan aspek-aspek berikut :

1. Lembar persetujuan (Infomed Consent)

Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada orang tua responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian dengan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa, tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Tanpa nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi subyek, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

J. Rencana Jalannya Penelitian

(20)

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

1. Tahap persiapan

Kegiatan pada tahap ini terdiri dari:

a. Pengajuan judul penelitian b. Mengurus surat ijin penelitian

Peneliti meminta surat ijin dari kampus yang ditujukan kepada Direktur RSU Pandan Arang Boyolali .

c. Membuat laporan proposal penelitian d. Peneliti akan melakukan seminar proposal

e. Peneliti akan melakukan revisi proposal dan dilanjutkan pada tahap penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti akan melakukan observasi dan wawancara pendahuluan untuk memastikan kesediaan responden menjadi sampel penelitian.

b. Setelah mendapat ijin penelitian peneliti akan melakukan penelitian.

c. Memilih responden sesuai dengan kriteria penelitian.

3. Tahap Pelaporan

Pada tahap ini yang perlu dilakukan adalah diskusi dan konsultasi pembimbing, menyusun konsep laporan, membuat laporan akhir dan persiapan seminar penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok. dalam sehari.. 2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok

Evaporator adalah komponen pada sistem pendingin yang berfungsi sebagai penukar kalor, serta bertugas menguapkan refrigeran dalam sistem, sebelum dihisap oleh

Jika sondir mekanis digunakan pada tanah lempung, tahanan ujung harus dikalikan dengan angka 0.6 karena nilai qc dapat bertambah akibat gesekan pada selimut dan jika

Kandungan rokok yang bersifat racun tersebut berpotensi merusak sel-sel tubuh manusia. Selain merusak sel-sel tubuh, senyawa dalam asap rokok juga bersifat

Udara dalam ruang menjadi lebih dingin dibanding diluar ruangan sebab udara di dalam ruangan dihisap oleh sentrifugal yang terdapat pada evaporator kemudian terjadi udara

3) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. 4) Indeks LQ-45, yaitu indeks yang terdiri atas 45

Sebelum Radiosonde diterbangkan, suhu dan kelembaban yang diukur oleh Radiosonde harus disesuaikan dengan suhu dan kelembaban yang diukur dengan psychrometer, maka

Analisis biaya konstruksi adalah suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang di jabarkan dalam perkalian indeks bahan bangunan dan upah kerja